Referat Epilepsi Fitri Malisa
Referat Epilepsi Fitri Malisa
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
berkat dan kasih-Nya dalam kehidupan ini. Dengan penyertaan dan kasih
setia-Nya Referat ini dapat selesai dikerjakan sebagai tugas kepaniteraan
bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ
di RSUD
Cianjur.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Djati,
Sp.S sebagai pembimbing referat ini yang selalu memberikan dorongan dan
bimbingan hingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga dengan penulisan referat ini, pengetahuan
penulis dalam bidang Neurologi dapat semakin bertambah sebagai bekal
dalam menjalankan profesi untuk menjadi dokter yang berkompeten. Penulis
juga berharap referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Penulis
sangat
menyadari
bahwa
referat
ini
masih
jauh dari
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa ada
batasan ras dan sosio-ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama
di negara berkembang dibanding dengan negara industri. Hal ini belum
diketahui penyebanya, diduga terdapat beberapa faktor ikut berperan, misalnya
perawatan ibu hamil, keadaan waktu melahirkan, trauma lahir, kekurangan
gizi dan penyakit infeksi.1
Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian epilepsi
cukup tinggi, diperkirakan prevalensinya berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata
prevalensi epilepsi sekitar 8,2 per 1.000 penduduk. Sedangkan angka insidensi
epilepsi di negara berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk.
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta maka diperkirakan jumlah
pasien epilepsi berkisar antara 1,1-8,8 juta. Berdasarkan grafik, usia pasien
epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anakanak cukup tinggi, menurun pada usia dewasa muda dan pertengahan,
kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.2 Sedangkan menurut jenis kelamin,
epilepsi mengenai laki-laki 1,1-1,5 kali lebih banyak dari perempuan.3
Keterbatasan
tersebut
akan
menurunkan
optimalisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak
secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan
berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai
etiologi.2
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinis dari
bangkitan serupa (streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut
(unprovoked).2
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi
yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur,
awitan (onset), jenis bangkitan, factor pencetus, dan kronisitas.2
2.2 Klasifikasi
Dalam mendiagnosis penyakit epilepsi perlu adanya suatu klasifikasi
mengingat tatalaksana tiap bangkitan berbeda. Klasifikasi yang digunakan
adalah klasifikasi yang telah ditetapkan oleh International League Againts
Epilepsy (ILAE) tahun 1981 yang terdiri dari dua jenis, yaitu klasifikasi untuk
jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.2
Berikut ini adalah klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi.
Tabel 1. ILAE Classification of Epileptic Seizures
I. Partial (focal) seizures
Bangkitan parsial
Otonom
Psikis
Bangkitan parsial kompleks
Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan
gangguan kesadaran
Bangkitan parsial sederhana yang disertai gangguan
kesadaran saat awal bangkitan
Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian
menjadi umum tonik
II. Generalized seizures of nonfocal origin (convulsive or nonconvulsive)
Lena (absence)
Mioklonik
Klonik
Tonik
Tonik-klonik
Atonik
III. Unclassified epileptic seizures
akhirnya
mengklasifikasikan
kembali
epilepsi
menurut
pembagian
sindrom
epilepsi
tersebut
masih
empiris.
2.3 Etiologi
Penyebab penyakit epilepsi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
idiopatik, kriptogenik dan simptomatik. Sebagian besar penyebab timbulnya
epilepsi adalah idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya, umumnya
mempunyai predisposisi genetik. Sedangkan penyebab epilepsi kriptogenik
dianggap suatu simtomatik yang penyebabnya belum diketahui, termasuk di
sini adalah sindrom west, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.
Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus. Etiologi epilepsi yang
terakhir yaitu simtomatik disebabkan oleh kelainan/lesi susunan saraf pusat,
misalnya cedera kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP), kelainan
kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,
obat), metabolik, dan kelainan neurodegeneratif.2
Pada epilepsi yang terjadi sejak masa anak-anak maka saat dewasa
mencari etiologi tak begitu penting, dengan pengertian proses penyebab tak
aktif lagi. Bila epilepsi baru terjadi saat dewasa, terutama diatas usia 30 tahun
maka mencari etiologi menjadi penting, karena mungkin petanda suatu proses
patologis yang masih progresif dan mungkin memerlukan tindakan bedah
saraf. Anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan penunjang akan
mengarahkan kepada etiologi dari epilepsi.4
2.4 Epidemiologi
Data dari seluruh dunia, didapatkan hampir 40 juta manusia menderita
epilepsi.2 Menurut WHO prevalensi epilepsi ini lebih tinggi pada wanita
daripada pria. Angka prevalensi untuk pria 0.32:1000 dan wanita 0.46: 1000.
Data di Indonesia pada tahun 2000 didapatkan hasil dari rawat inap yaitu
3.949 kasus epilepsi, dimana dari 34.514 pasien dengan penyakit susunan
saraf (11.44%), sedangkan dari rawat jalan didapatkan 65.696 dari 351.290
(18.70%) dari jumlah kunjungan dengan penyakit susunan saraf.5
2.5 Patogenesis Epilepsi
Kemajuan yang pesat dalam pengobatan epilepsi menjadi tanda bahwa
pengetahuan tentang kejadian dan kendali terhadap kejang-kejang epileptik
telah sangat maju. Meskipun demikian pengetahuan tentang patogenesis pada
epilepsi berkembang pesat jauh sesudah obat-obat anti epilepsi ditemukan.
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 7
pasien sering terdapat gejala sindrom epilepsi yang muncul sebelum terjadinya
bangkitan. Gejala gejala tersebut dapat berupa rasa cemas, mudah tersinggung,
penurunan konsentrasi, sakit kepala, atau perasaan yang tidak nyaman.3
Penurunan kesadaran yang terjadi pada fase post iktal ini diperkirakan
karena peningkatan metabolisme otak pada fase iktal. Metabolisme yang
meningkat ini membutuhkan oksigen yang tinggi dan tidak mampu dipenuhi
oleh sistem respirasi sehingga terjadi penimbunan laktat dan asam piruvat
pada bangkitan yang lama dan menimbulkan keadaan hipoksik pada otak.4
1. Bangkitan Lena
Pada bangkitan lena (petit mal seizure) terjadi kehilangan kesadaran
dalam waktu yang singkat dan terjadi penghentian gerakan dan seluruh
aktivitas. Bangkitan lena ini terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya periode
postiktal. Pada bangkitan lena ini sering juga dijumpai kejang mioklonik pada
mata dan otot muka, beberapa tonus otot yang hilang serta automatisme. Jika
fase awal dan akhir dari bangkitan ini tidak dapat dibedakan atau pada saat
fase kejang terdapat kejang tonik serta gejala otonom, maka digunakan
terminology kejang atipikal. Kejang atipikal ini biasanya terjadi pada anak
dengan retradasi mental seperti sindrom Lennox-Gastaut.3
2. Bangkitan umum klonik
Bangkitan umum klonik ini ditandai dengan adanya gerakan berulang
pada otot, dapat bilateral ataupun unilateral. Gerakan otot ini juga dapat terjadi
sinkron ataupun asinkron. Kejang mioklonik ini dapat bervariasi mulai dari
gerakan kecil pada otot muka, lengan atau tungkai sampai gerakan masif
bilateral pada kepala, extremitas dan dada.3
3. Bangkitan umum atonik
Pada bangkitan atonik ini ditandai dengan hilangnya tonus otot yang
terjadi secara tiba-tiba Karena hilangnya seluruh tonus otot, para penderita
akan jatuh sehingga sering terjadi cedera.3
2.8 Patogenesis kejang parsial
Pada kejang parsial ini cetusan listrik yang abnormal berasal dari area tertentu
pada korteks.4
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 11
indikasi,
serta
bila
keadaan
memungkinkan
untuk
pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur,
dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai
pencetus bangkitan (pada epilepsi reflex). Bila EEG pertama
menunjukkan hasil normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat
tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam
setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus.
Indikasi pemeriksaan EEG:
-
Magnetic
Resonance
Imaging
(MRI)
merupakan
prosedur
b.
sinkope
c.
Migren
d.
Bangkitan psikogenik/konversi
e.
Prolonged QT syndrome
f.
Night terror
g.
Tic
h.
Hypersianotic attack
3. Pada dewasa
a. Sinkope
b. Serangan iskemik sepintas
c. Vertigo
d. Transient global amnesia
e. Narkolepsi
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 15
b.
c.
Pasien
dan
keluarganya
telah
diberitahu
tentang
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE,
interaksi antarobat epilepsi. 2
OAE Lini
Pertama
Bangkitan
Sodium
umum tonik Valproate
klonik
Lamotrigine
Topiramate
Carbamazepin
e
Bangkitan
lena
Sodium
Valproate
OAE Lini
Kedua
Clobazam
Clonazepam
Levetiraceta
m
Phenobarbital
Phenytoin
Oxcarbazepin
Acetazolamide
e
Clobazam
Carbamazepin
e
Topiramate
Lamotrigine
Gabapentin
Oxcarbazepin
e
Bangkitan
mioklonik
Sodium
Valproate
Topiramate
Clobazam
Carbamazepin
e
Topiramate
Gabapentin
Levetiraceta
m
Oxcarbazepin
e
Lamotrigine
Piracetam
Bangkitan
tonik
Sodium
Valproate
Lamotrigine
Clobazam
Phenobarbital
Levetiraceta
m
Phenytoin
Oxcarbazepin
e
Topiramate
Bangkitan
atonik
Sodium
Valproate
Lamotrigine
Clobazam
Phenobarbital
Levetiraceta
m
Acetazolamide
Topiramate
Carbamazepin
e
Carbamazepin
e
Oxcarbazepin
e
Phenytoin
Bangkitan
fokal
dengan/tanp
a
umum
sekunder
Carbamazepin Clobazam
e
Gabapentin
Oxcarbazepin
Levetiraceta
e
m
Sodium
Phenytoin
Valproate
Clonazepam
Phenobarbital
Acetazolamide
Tiagabine
Topiramate
Lamotrigine
Dosis Awal
(mg/hari)
Dosis
Rumatan
(mg/hari)
Jumlah
Dosis Per
Hari
Waktu
Paruh
Plasma
(Jam)
Waktu
Tercapainy
Steady State
(Hari)
Carbamazepine
400-600
400-1600
2-3x
15-35
2-7
Phenytoin
200-300
200-400
1-2x
10-80
3-15
Asam valproat
500-1000
500-2500
2-3x
12-18
2-4
Phenobarbital
50-100
50-200
50-170
Clonazepam
1 atau 2
20-60
2-10
Clobazam
10
10-30
2-3x
10-30
2-6
Oxcarbazepine
600-900
600-3000
2-3x
8-15
Levatiracetam
1000-2000
1000-3000
2x
6-8
Topiramate
100
100-400
2x
20-30
2-5
Gabapentin
900-1800
900-3600
2-3x
5-7
Lamotrigine
50-100
20-200
1-2x
15-35
2-6
Efek Samping
Terkait Dosis
Carbamazepine
Diplopia,
dizziness,
Idiosinkrasi
nyeri Ruam
morbiliform,
kepala,
mual,
mengantuk, agranulositosis, anemia aplastik,
netropenia, hiponatremia
hepatotoksik, SSJ, teratogenik
Phenytoin
Nistagmus,
ataksia,
mual,
muntah, hipertropi gusi, depresi,
mengantuk,
paradoxical
increase in seizure, anemia
megaloblastik
Jerawat,
coarse
facies,
hirsutism, lupus like syndrome,
ruam,
SSJ,
Dupuytrens
contracture,
hepatotoksik,
teratogenik
Asam valproat
Phenobarbital
Clonazepam
Ruam
makulopapular,
eksfoliasi, NET, hepatotoksik,
arthritic changes, Dupuytrens
contracture, teratogenik
b.
c.
d.
b.
Epilepsi simtomatik
c.
d.
e.
f.
g.
h.
3. Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari
bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis
OAE), kemudian dievaluasi kembali.
DAFTAR PUSTAKA