Anda di halaman 1dari 16

ISSN 0215 - 8250

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL


TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI
MATEMATIKA SISWA KELAS II SLTP NEGERI 6 SINGARAJA
oleh
I Made Sumadi
Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penerapan pendekatan
kontekstual terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa
kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
semu dengan populasi kelas II SLTP 6 Singaraja tahun ajaran 2004/2005. Sampel
diambil dengan metode purposive random sampling. Dari 6 kelas yang ada dipilih
2 kelas secara random, sebagai kolompok kontrol dan eksperimen. Data diambil
dengan menggunakan tes. Data dianalisis dengan t-tes. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada pengaruh positif penerapan pendekatan kontekstual
terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa kelas II SLTP
Negeri 6 Singaraja. Ada perbedaan kemampuan penalaran dan komunikasi secara
signifikan antara siswa yang belajar dengan pendekatan kontekstual dan yang
belajar dengan pendekatan konvensional, sehingga pendekatan kontekstual dapat
diimplementasikan dalam pembelajaran matematika di kelas.
Kata kunci : pendekatan kontekstual, penalaran dan komunikasi matematika
ABSTRACT
The aimed of the research was to find out the effect of contextual
approach to mathematical reasoning and communication on 2 nd class of SLTP
Negeri 6 Singaraja. The research was a quasi experiment and took the students of
the 2nd class of SLTP Negeri 6 Singaraja academic year 2004/2005 as the
population. Sample were collected by purposive random sampling method. From 6
classes were taken 2 classes, one as a control and the other as an experiment
group. The data were collected by test, and then analyzed using t-test.
The
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

result of this research show that there is a positive effect of contextual approach to
mathematical reasoning and communication on 2 nd class of SLTP Negeri 6
Singaraja. There is a significant differences mathematical reasoning and
communication between the students learning by contextual and conventional
approach.
Key words : contextual approach, mathematical reasoning and communication

1. Pendahuluan
Masalah besar yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia pada saat
ini adalah adanya krisis paradigma berupa kesenjangan dan ketidaksesuaian antara
tujuan yang ingin dicapai dan paradigma yang dipergunakan (Ardhana, 2000).
Sebagai contoh dari kesenjangan ini, siswa pada setiap jenjang pendidikan dijejali
dengan informasi-informasi yang harus dikuasai siswa, sehingga siswa hanya
memiliki pengetahuan jangka pendek, sementara kehidupan di masa depan
menuntut pemecahan baru secara inovatif dalam arti siswa dituntut memiliki
pengetahuan jangka panjang.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
membangun pemahaman siswa yang nantinya diharapkan bermuara pada
peningkatan kualitas pendidikan. Upaya-upaya yang dimaksud di antaranya
melaksanakan program ASD, membentuk musyawarah guru bidang studi
(MGBS), Proyek Peningkatan Kualitas Guru dan Dosen serta merivisi kurikulum
secara berkesinambungan dan sebagainya. Namun demikian, semua usaha tersebut
tampaknya belum membuahkan hasil yang optimal. Hal ini tercermin dari Nilai
Ebtanas Murni (NEM) atau Nilai Ujian Akhir Nasional (NUAN) matematika
siswa yang masih rendah. Secara berturut-turut enam tahun terakhir ini, yakni
sejak tahun ajaran 1997/1998 sampai dengan 2002/2003 untuk tingkat Kabupaten
Buleleng, rerata NEM/NUAN Matematika yang diperoleh siswa SLTP belum
pernah melampui 6,0 (sumber data : Depdiknas Kab. Buleleng, 2003). NEM atau
NUAN
pada dasarnya merupakan gambaran kemampuan siswa secara
komprehensif selama mengikuti program pendidikan pada jenjangnya.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

Kemampuan komprehensif tersebut meliputi pemahaman, kemampuan koneksi,


penalaran, kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah siswa
dalam matematika. Dengan melihat rata-rata NEM atau NUAN yang masih
rendah tersebut, kemampuan matematika siswa perlu diingkatkan. Di pihak lain,
proses pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah saat ini masih
banyak didominasi oleh guru, dimana guru sebagai sumber utama pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran ini metode ceramah menjadi pilihan utama strategi
pembelajaran. Pola pembelajaran yang dilakukan, pembelajaran diawali
penjelasan singkat materi oleh guru dilanjutkan dengan pemberian contoh soal,
dan diakhiri dengan latihan soal. Pola ini dilakukan secara monoton dari waktu ke
waktu. Dalam pembelajaran ini, konsep yang diterima siswa hampir semuanya
berasal dari kata guru.
Pembelajaran matematika yang menggunakan metode ceramah akan
menghasilkan beberapa kelemahan. Untuk itu, penggunaan metode ini perlu dikaji
ulang dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Penggunaan metode
ceramah secara dominan sangat tidak sesuai dalam pembelajaran matematika
karena konsep-konsep yang terkandung dalam matematika memiliki tingkat
abstraksi yang tinggi. Dengan model pembelajaran ini, pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa hanya bersifat prosedural, yakni siswa cenderung menghafal contohcontoh yang diberikan oleh guru tanpa terjadi pembentukan konsepsi yang benar
dalam struktur kognitif siswa. Keadaan seperti ini membuat siswa mengalami
kesulitan memahami konsep sehingga beresiko tinggi terjadinya miskonsepsi. Hal
itu akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan memahami konsep lebih lanjut.
Pembelajaran matematika yang didominasi metode ceramah cenderung
berorientasi kepada materi yang tercantum dalam kurikulum dan buku teks, serta
jarang mengaitkan materi yang dibahas dengan masalah- masalah nyata yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan memberikan dampak yang tidak baik
bagi siswa karena siswa belajar matematika hanya untuk ulangan atau ujian,
terlepas dari masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga
pelajaran matematika dirasakan tidak bermanfaat, tidak menarik, dan
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

membosankan oleh siswa, yang pada akhirnya bermuara pada rendahnya hasil
belajar yang diperoleh siswa dalam pelajaran matematika.
Selain faktor-faktor di atas, dari hasil penelitian pendahuluan yang
dilakukan di beberapa SLTP Negeri di kota Singaraja juga ditemukan bahwa faktor
lainnya yang mempunyai dampak yang sangat besar terhadap prestasi belajar
matematika siswa, adalah (1) materi ajar yang disampaikan kurang dikaitkan
dengan situasi nyata/pengalaman sehari-hari siswa, (2) alat bantu berupa LKS
yang digunakan tampaknya kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengonstruksi pengetahuannya, dan (3) penilaian yang dilakukan pada siswa
umumnya menggunakan tes objektif dengan memilih satu jawaban yang benar
yang telah tersedia maupun tes uraian, sehingga kurang mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif dari siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas pembelajaran
matematika, perlu dioptimalisasi, utamanya dalam upaya meningkatkan
kemampuan belajar siswa yang dalam hal ini meliputi kemampuan penalaran dan
kemampuan komunikasi.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan seperti yang diungkapkan di
atas, pemerintah, dalam hal ini Depdiknas, merencanakan menerapkan kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) pada tahun ajaran 2004/2005 secara nasional. Dalam
rangka menyongsong berlakunya KBK, guru perlu mengantisipasinya dengan
menerapkan model-model pembelajaran yang menunjang rencana tersebut.
Model pembelajaran yang sesuai dengan nafas KBK adalah model
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Penerapan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual diduga dapat memberikan alternatif pemecahan masalah
pembelajaran matematika di SLTP, khususnya dalam meningkatkan kemampuan
belajar matematika siswa. Pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan yang
berupaya mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengalaman siswa. Proses
pembelajaran kontekstual berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

Di SLTP, pendekatan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran


matematika dimungkinkan karena topik-topik matematika yang diajarkan di SLTP
sebagian besar dapat dihubungkan dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Beberapa hasil penelitian atau uji coba penerapan pendekatan kontekstual
dalam pembelajaran matematika di SD memberikan hasil bahwa pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa SD dan siswa menunjukkan
sikap yang positif
(Heruman, 2002; Darhim, 2003). Hasil penelitian di negara
lain menunjukkan, adanya peningkatan minat dan hasil belajar siswa dalam
berbagai mata pelajaran melalui pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2002: 3).
Berdasarkan uraian di atas, akan dicobakan pembelajaran kontekstual
sebagai upaya meningkatkan kemampuan belajar matematika siswa SLTP Negeri 6
Singaraja, khususnya menyangkut kemampuan penalaran dan komunikasi.
Model pembelajaran dengan kontekstual adalah terjemahan dari istilah
Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata
context yang berarti hubungan, konteks,suasana, atau keadaan. Dengan
demikian contextual diartikan yang berhubungan dengan suasana (konteks),
sehingga CTL dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan
dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual pertama kali diajukan pada awal abad ke-20 di
USA oleh John Dewey. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural
pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang,
dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat.
Menurut Johnson (dalam Nurhadi & Senduk, 2003), CTL merupakan
suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari. The Washington State Consortium for CTL
(Nurhadi & Senduk, 2003) menyatakan bahwa pengajaran kontekstual adalah
pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar
sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan


mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang
berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga,
masyarakat, siswa dan selaku pekerja. Pendapat lain menyatakan bahwa,
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia
nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka seharihari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2002).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, pembelajaran kontekstual adalah
konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, serta lebih menekankan pada
belajar bermakna.
Dalam penerapannya di lapangan, pola pembelajaran kontekstual berbeda
dengan pembelajaran konvensional. Di bawah ini, dikemukakan beberapa
perbedaan antara pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional yang
dimodifikasi dari Depdiknas( 2002) dan Nurhadi & Senduk (2003).
Tabel 01. Perbedaan Pola Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran
Konvensional
Konvensional
Kontekstual
1. Menyandarkan pada hafalan
1. Menyandarkan pada memori spasial
2. Pemilihan informasi
2. Pemilihan informasi berdasarkan
ditentukan oleh guru.
kebutuhan individu siswa
3. Cenderung terfokus pada satu 3. Cenderung mengintegrasikan beberapa
bidang (disiplin tertentu )
bidang ( disiplin )
4. Memberikan tumpukan
4. Selalu mengaitkan informasi dengan
informasi kepada siswa
pengetahuan awal yang telah dimiliki
sampai pada saatnya
siswa.
diperlukan.
5. Siswa secara aktif terlibat dalam
5. Siswa adalah penerima
pembelajaran.
informasi pasif.
6. Siswa belajar dari teman melalui kerja
6. Siswa belajar secara
kelompok, diskusi dan saling
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

individual.
7. Pembelajaran abstark, teoretis
dan kurang dikaitkan dengan
kehidupan nyata siswa.

mengoreksi.
7. Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata atau masalah yang
disimulasikan.

8. Siwa secara pasif menerima


rumus kaidah tanpa memberi
konstruksi ide dalam proses
pembelajaran.

8. Siswa menggunakan kemampuan


berfikir kritis, terlibat penuh dalam
mengupayakan terjadinya proses
pembelajaran yang efektif, ikut
bertanggung jawab atas terjadinya
proses pembelajaran yang efektif, dan
membawa skemata masing-masing ke
dalam proses pembelajaran
9. Menerapkan penilaian autentik melalui
penerapan praktis dalam pemecahan
masalah.

9. Penilaian hasil belajar hanya


melalui hafalan akademik
berupa ulangan/ujian.

Perbedaan pola pembelajaran seperti dikemukakan di atas memberi kesan


bahwa pembelajaran kontekstual tampil dengan sejumlah keunggulan
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang dilakukan selama ini.
Dalam penerapannya di dalam kelas, pembelajaran kontekstual tetap
memperhatikan tujuh komponen pembelajaran yang efektif, yaitu konstruktivisme
(constructivism), penemuan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian yang sebenarnya
(authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menerapkan model pembelajaran
kontekstual jika menerapkan ke tujuh komponen di atas dalam pembelajarannya.
Untuk melaksanakan hal tersebut dan menerapkan keunggulan-keunggulan
dari pembelajaran kontekstual, langkah-langkah yang perlu ditempuh guru adalah
seperti berikut.
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya;
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik;
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250


3.
4.
5.
6.
7.

Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya;


Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok kecil);
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran;
Lakukan refleksi di akhir pertemuan;
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Menurut Johson (dalam Nurhadi & Senduk, 2003), pembelajaran


kontekstual mempunyai delapan karakteristik sebagai berikut ini :
1. melakukan hubungan yang bermakna,
2. melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan,
3. belajar yang diatur sendiri,
4. bekerja sama, dalam arti siswa dapat bekerja sama dan guru membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempangaruhi dan saling berkomunikasi,
5. berpikir kritis dan kreatif,
6. memelihara pribadi siswa,
7. mencapai standar yang tinggi, dan
8. menggunakan penilaian autentik.
Dengan melihat keunggulan-keunggulan dan karakteristik dari
pembelajaran kontekstual, dalam penerapannya di kelas diharapkan siswa dapat
mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka,
dan mereka dapat menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga
pembelajaran menjadi lebih berarti dan menyenangkan bagi siswa. Siswa akan
bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, menggunakan pengalaman dan
pengetahuan sebelumnya sebagai dasar untuk membangun pengetahuan baru. Itu
semua nantinya diharapkan akan dapat meningkatkan pemahaman konsep
matematika siswa, yang tentu saja pada akhirnya bermuara pada peningkatan
prestasi belajar matematika mereka.
Akhir-akhir ini terjadi perubahan pada pandangan terhadap matematika
yaitu, dari pandangan matematika sebagai barang jadi berubah menjadi
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

matematika adalah aktivitas manusia. Menurut pandangan yang terakhir ini, siswa
harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep yang
dipelajari. Baroody ( dalam Depdiknas, 2002) mengatakan bahwa, matematika
secara esensial suatu metode penemuan (inquiry): suatu cara berpikir tentang
dunia, pengorganisasian pengalaman, dan pemecahan masalah. Dalam pemecahan
masalah diperlukan penalaran dan pengomunikasian. Karena itu, pemecahan
masalah, penalaran dan komunikasi adalah alat-alat dasar untuk penemuan
matematik, sehingga dalam pengimplementasian kurikulum berbasis kompetensi
kemampuan-kemampuan ini mendapat penekanan (Puskur-Balitbang Depdiknas,
2001; 2002).
Dalam NCTM (2000) dikemukakan bahwa pengertian atau pemahaman
dapat dibangun melalui penalaran dan komunikasi. Dalam upaya mencapai tujuan
tersebut atau mengembangkan penalaran perlu dirancang suatu pembelajaran yang
sesuai.
Pembelajaran kontekstual
merupakan suatu pembelajaran yang
menggunakan atau mengaitkan masalah sehari-hari dengan konten sebagai
pangkal tolak pembelajaran. Karena itu, pembelajaran kontekstual merupakan
suatu pembelajaran yang mempunyai fokus pada pengembangan penalaran dan
komunikasi. Dengan kata lain, pembelajaran matematika dengan pembelajaran
kontekstual kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penalaran dan
komunikasi akan berkembang.
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dikemukakan bahwa, indikator
pencapaian penalaran dan komunikasi untuk siswa kelas SLTP adalah sebagai
berikut.
Tabel 02. Indikator KemampuanPenalaran dan Komunikasi
Kompetensi Dasar
Indikator Hasil Belajar
Menggunakan notasi dan Siswa dapat:
simbol
1. menyajikan pernyataan matematika secara
lisan, tertulis dan diagram
2. menjelaskan
langkah-langkah
atau
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

10
memberikan alasan hasil penyelesaian soal
3. menerapkan konsep secara algoritma

(Puskur-Balitbang Depdiknas, 2002)


Penalaran dan komunikasi merupakan dua kemampuan umum yang sangat
dekat. Siswa yang mempunyai penalaran tinggi diharapkan dapat
mengomunikasikan idenya dengan baik. Penalaran matematika merupakan suatu
cara untuk mengembangkan dan mengekspresikan wawasan tentang berbagai
fenomena. Orang yang menalar secara analitik cenderung untuk mencatat polapola, struktur-struktur atau kebiasaan-kebiasaan dalam situasi dunia real dan objek
simbol, mereka bertanya jika pola-pola ini adalah sesuatu kejadian atau jika
terjadi untuk suatu alasan. Kemampuan memberikan alasan adalah suatu yang
esensial untuk mengerti matematika. Penalaran secara matematika adalah suatu
kebiasaan dalam pikiran, dan seperti kebiasaan lainnya, ini harus dikembangkan
melalui penggunaan yang konsisten dalam banyak konteks (Utari, 1987).
Komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika. Komunikasi
merupakan suatu cara sharing ide dan pengklarifikasian pengertian. Proses
komunikasi juga membantu membangun pemahaman. Siswa ditantang untuk
berpikir dan bernalar tentang matematika dan untuk mengkomunikasikan hasilhasil pikiran mereka kepada yang lain secara oral atau dalam tulisan, serta mereka
belajar untuk menjelaskan. Mendengarkan penjelasan yang lain memberikan
kesempatan siswa untuk mengembangkan pengertian mereka. Percakapan tentang
ide matematika adalah eksplorasi dari perspektif ganda yaitu membantu
menajamkan pikiran dan membuat keterkaitan. Aktivitas yang demikian juga
membantu siswa mengembangkan bahasa untuk mengekspresikan ide-ide
matematika. Siswa perlu diberikan kesempatan untuk berbicara, menulis,
membaca, dan mendengarkan yang lain. Di kelas, mereka berkomunikasi untuk
belajar matematika, dan mereka belajar untuk berkomunikasi secara matematik.
2. Metode Penelitian
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

11

Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan terikat yang dapat dibedakan
sebagai berikut.
1) Variabel bebas : pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
2) Variabel tak bebas : kemampuan penalaran dan komunikasi matematika.
Populasi penelitian adalah siswa kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja pada
tahun ajaran 2004/2005 yang terdistribusi ke dalam kelas-kelas homogen secara
akedemik. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik purposive random
sampling. Kelas IIA1 merupakan kelompok eksperimen yakni kelompok yang
diberikan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sedangkan kelas
IIA2 menggunakan pembelajaran konvensional sebagai kontrol.
Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penerapan
pembelajaran kontekstual terhadap prestasi belajar matematika siswa, dengan
memanipulasi variabel bebas, sedangkan variabel lain tidak mungkin dikontrol
secara ketat sehingga desain penelitian yang digunakan adalah desain eksperimen
semu. Dalam penelitian ini, unit eksperimennya berupa kelas, dan perlakuan
berupa penerapan pembelajaran kontekstual dengan berbagai strategi dan alat
bantu yang bervariasi.
Dalam penelitian ini desain eksperimen semu yang digunakan adalah
desain kelompok kontrol tidak sepadan (Sevilla dkk, 1993). Desain ini dapat
digambarkan sbb.
E
O1
X
O2
K
O1
O2
Keterangan :
E
: Kelompok eksperimen
K
: Kelompok kontrol
O1
: pre-test
O2
: post-test
X
: Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
Eksperimen ini mengambil topik perbandingan, skala, geometri dan waktu
serta kecepatan.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

12

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang kemampuan
penalaran dan komunikasi matematika siswa. Teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah tes, dengan pretes dan postes. Tes-tes
ini
dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada kisi-kisi soal. Angket
digunakan untuk mengumpulkan data tentang respon siswa.
Untuk mengetahui efek eksperimen, dilakukan uji beda mean ( dalam
proporsi) dengan menggunakan statistik sebagai berikut.
a. Bila data berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan statistik
t-tes dengan menggunakan varians gabungan.
b. Bila data berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka digunakan
statistik t-tes, dengan varians berbeda (masing-masing kelompok).
c. Bila datanya tidak berdistribusi normal, data dianalisis menggunakan Uji
Mann- Whitney karena melibatkan dua subjek sampel yang sifatnya
independen.
Taraf signifikansi adalah 5 %. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat,
data dianalisis dengan menggunakan program microsoft excel.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Data tentang kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa
yang diperoleh melalui post test untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol
ditunjukan pada tabel berikut.
Tabel. 03. Rangkuman Analisis Data Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematika Siswa
No

Variabel

1
2
3

X
SD

Post Test
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
36
36
88,5
78,25
7,24
10,05

__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

13

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif penerapan pembelajaran


kontekstual terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa,
dilakukan pengujian terhadap H0 statistik.
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
H a : 1

2 artinya ada pengaruh positif penerapan pembelajaran


kontekstual terhadap pemahaman konsep matematika siswa

H 0 : 1

artinya

tidak

ada

pengaruh

positif

penerapan

pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman konsep


matematika siswa
Sebelum uji hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat,
yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
Untuk menguji normalitas data pada penelitian ini, digunakan statistik

Chi Square (X 2 ) dengan kriteria : data berdistribusi normal jika X 2hitung lebih
2
kecil daripada X tabel . Hasil uji normalitas terhadap data kemampuan penalaran

dan komunikasi pada kelompok eksperimen menunjukan bahwa harga X 2hitung =


0,876 .

2
Berdasarkan tabel, untuk taraf signifikasi 5% dan dk= 3, X tabel = 7,81.

Karena

2
X2hitung < X tabel maka data kemampuan penalaran dan komunikasi

matematika untuk kelas eksperimen berdistribusi normal.


2
Untuk kelas kontrol diperoleh X2hitung = 1,874 serta nilai X tabel = 7,81.

Berdasarkan data tersebut

maka untuk data kemampuan penalaran dan

2
komunikasi matematika kelompok kontrol X 2hitung < X tabel sehingga data pada

kelompok kontrol berdistribusi normal.


Homogenitas varians dari data dianalaisis dengan uji-F dengan kriteria :
data homogen jika Fhitung < Ftabel. Hasil uji homogenitas varians diperoleh F hitung =
0,512 sedangkan untuk Ftabel dengan taraf signifikasi 5% dan dk pembilang 35
serta dk penyebut 35 adalah 1,72. Oleh karena Fhitung < Ftabel maka data homogen.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

14

Berdasarkan hasil pengujian prasyarat diperoleh bahwa data dari


kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diperoleh berdistribusi normal
dan homogen. Untuk itu dilakukan uji hipotesis dengan kreteria : Terima H o jika

1
1
2

t t

1
1
2

Rangkuman hasil analisis uji-t ditunjukan pada tabel berikut.


Tabel. 04 Rangkuman Hasil Uji-t
Kelas

Dk

SD

Eksperimen
Kontrol

36
36

70
70

88,5
78,25

7,24
10,05

4,964

1
1
2

2,0

Analisis uji-t untuk data kemampuan penalaran dan komunikasi

1
1

2
matematika siswa diperoleh t = 4,964 dan
= 2,0 untuk dk = 70 dan taraf
signifikasi 5%. Berdasarkan kriteria di atas maka H o ditolak, artinya ada pengaruh
positif penerapan pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan penalaran dan
komunikasi matematika siswa.
Ada perbedaan kemampuan penalaran dan komunikasi secara signifikan
antara siswa yang belajar dengan pendekatan kontekstual dan yang konvensional,
sehingga pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
matematika di kelas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Utari (1987) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran dengan pendekatan
yang sesuai dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Di samping itu,
Nurhadi dan Senduk (2003) mengatakan bahwa pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan kemampuan belajar siswa, dalam hal ini adalah kemampuan
penalaran dan komunikasi.

4. Penutup
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

15

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan seperti yang telah


diuraikan pada bab sebelumnya, dapat ditarik simpulan bahwa ada pengaruh
positif penerapan pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan penalaran dan
komunikasi matematika siswa kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja.
Berdasarkan simpulan di atas, disarankan kepada guru matematika untuk
menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, sehingga nantinya para
siswa benar-benar dapat belajar secara bermakna dan bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari.
Model pembelajaran kontekstual ini merupakan salah satu alternatif yang
relevan dengan kurikulum berbasis kompetensi. Peneliti lainnya disarankan untuk
melakukan penelitian pada topik matematika yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, Wayan. 2000. Reformasi Pembelajaran Menghadapi Abad Pengetahuan.
Makalah. Disajikan dalam Seminar dan Diskusi Panel Nasional Teknologi
Pembelajaran V, UM. Malang, 7 Oktober 2000.
Darhim. 2003. Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil
Belajar dan Sikap Siswa SD Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi.
Bandung : PPS UPI.
Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning).
Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
Heruman. 2002. Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Mata Pelajaran matematika di Sekolah Dasar. Tesis. Bandung : PPS UPI
NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va :
Nationals Council of Theachers of Mathematics.
Nurhadi dan Senduk, A.G. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya
dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

ISSN 0215 - 8250

16

Puskur - Balitbang Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata


Pelajaran Matematika. Jakarta : Depdiknas.
---------------------------------------. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata
Pelajaran Matematika. Jakarta : Depdiknas.
Sevilla, G. Consuelo, et.al. 1992. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Utari, S. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA
Dikaitkan dengan kemampuan Penalaran Logik siswa dan Beberapa
Unsur proses Belajar Mengajar. Disertasi. Bandung : IKIP Bandung.

__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH.
XXXVIII Januari 2005

Anda mungkin juga menyukai