Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PENYAKIT PARASIT PADA KULIT

Disusun Oleh :
Putri Nisrina Hamdan
1102011213

Pembimbing :
dr. Yenni Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.


Alhamdulillahirabilalamin segala puji bagi Allah swt atas segala rahmat dan hidayahNya.
Terimakasih kepada dr. Yenni, Sp.KK selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun, atas kesediaan dan segala bantuan yang diberikan
sebagai pembimbing referat ini. Terimakasih kepada rekan-rekan kepanitraan atas motivasi dan
kerjasama yang baik dan bantuin material maupun spiritual.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepanitraan bagian ilmu penyakit kulit kelamin
RSUD Arjawinangun sebagai salah satu prasyarat kelulusan. Referat ini membahas tentang
Penyakit Parasit. Isi dari referat ini diambil dari berbagai sumber.
Kritik dan saran yang membangun diharapkan demi perbaikan laporan kasus ini. Semoga
referat ini berguna bagi semua pihak yang terkait.
Wassalamualaikum wr.wb.

Arjawinangun, Mei 2016

Penyusun

Daftar Isi
1

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................
II.1
II.2
II.3

Pedikulosis..........................................................................................................4
Skabies................................................................................................................9
Creeping Eruption...............................................................................................14

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................16


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

BAB I
2

PENDAHULUAN
Parasit dapat menyebabkan kelainan pada kulit. Penyakit yang disebabkan oleh parasit
adalah pedikulosis, skabies, dan creeping eruption.
Pedikulosis adalah infeksi kulit atau rambut pada manusia yang disebabkan oleh
pediculus (tergolong famili pediculidae). Selain menyerang manusia penyakit ini juga
menyerang binatang oleh karena itu dibedakan pediculus humanus dengan pediculus animalis.
Pediculus ini merupakan parasir obligat artinya harus menghisap darah manusia untuk dapat
bertahan hidup. Penularan dapat melalui perantara (benda) atau kontak langsung.
Skabies biasa dikenal dengan gudik, budukan, gatal agogo. Pengetahuan dasar tentang
penyakit skabies diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern. Penyebabnya pertama
kali ditemukan oleh Benomo pada tahun 1687, kemudian oleh Mellanby dilakukan percobaan
induksi pada sukarelawan selama perang dunia II. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei var.
hominis.
Creeping eruption sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas
kaki, atau yang sering kontak dengan tanah dan pasir. Demikian pula para petani dan tentara
sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis
yang hangat dan lembab. Penyakit ini disebabkan oleh invasi larva cacing tambang.
Infeksi parasit pada kulit manusia dapat menular melalui kontak secara langsung atau tidak
langsung. Untuk itu daianjurkan untuk melakukan pengobatan terhadap seseorang yang memiliki
keluhan yang sama dengan penderita dalam lingkungan yang sama. Hal ini dilakukan untuk
mencegah penularan dan infeksi berulang dari parasit tersebut.

BAB II
3

PEMBAHASAN
II.1

Pedikulosis
Pedikulosis merupakan infeksi kulit dan rambut manusia yang disebabkan oleh
Pediculus dari famili Pediculidae. Pediculus ini dapat menyerang manusia maupun hewan
sehingga dibedakan Pediculus humanus untuk yang menyerang manusia dan Pediculus
animalis untuk yang menyerang hewan. Pediculus merupakan parasit obligat yang harus
menghisap darah manusia untuk dapat bertahan hidup.
Pada manusia sendiri, terdapat klasifikasi pedikulosis berdasarkan spesies pediculus

yang menyerang beserta tempat predileksinya yaitu:


1. Pediculus humanus capitis yang menyebabkan pedikulosis kapitis
2. Pediculus humanus corporis yang menyebabkan pedikulosis korporis
3. Pthirus pubis yang menyebabkan pedikulosis pubis
1.1 Pedikulosis Kapitis
Definisi
Pedikulosis Kapitis merupakan infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
Pediculus humanus capitis.
Epidemiologi
Infestasi dari Pediculus humanus capitis ini tersebar luar diseluruh dunia dan
biasanya menyerang anak-anak usia sekolah. Penyakit ini cepat meluas dalam lingkungan
hidup yang padat misalnya di asrama dan panti asuhan. Selain itu faktor kebersihan yang
kurang baik seperti jarang membersihkan rambut atau rambut yang susah dibersihkan
(rambut panjang pada wanita) juga turut berperan dalam penyebaran penyakit ini. Cara
penularan penyakit ini biasanya melalui perantara seperti sisir, bantal, kasur, dan topi.
Etiologi
Pediculus humanus capitis memiliki 2 mata dan 3 pasang kaki. Yang betina
berukuran panjang 1,2-3,2 mm dan lebar sekitar setengah dari panjangnya sedangkan
yang jantan lebih kecil dan jumlahnya sedikit. Kaki Pediculus humanus capitis didesain
untuk mencengkeram rambut dan dapat berjalan 23cm permenit.

Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Pediculus humanus
capitis betina dapat bertelur 5-10 telur perhari. Telur diletakkan di sepanjang rambut dan
mengikuti tumbuhnya rambut sehingga makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang.
Pediculus humanus capitis harus menghisap darah terlebih dahulu sebelum melakukan
kopulasi. Jangka waktu hidup Pediculus humanus capitis sekitar 30 hari. Pediculus
humanus capitis biasanya hanya dapat hidup 1-2 hari di luar scalp sedangkan telurnya
dapat bertahan hingga 10 hari.

Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul biasanya disebabkan garukan untuk menghilangkan rasa
gatal. Rasa gatal disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap saliva yang diproduksi
Pediculus humanus capitis saat menghisap darah.
Gejala Klinis
Gejala mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan
temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan dapat
menyebabkan erosi, eskoriasi, dan infeksi sekunder berupa pus dan krusta. Bila terjadi
infeksi sekunder yang berat, rambut akan bergumpal karena banyaknya pus dan krusta
dan disertai perbesaran kelenjar getah bening regional. Pada keadaan ini kepala akan
memberikan bau busuk.
Diagnosis
Cara yang paling diagnostik adalah menemukan kutu atau telur terutama dicari di
daerah oksiput dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat.
Diagnosis Banding
Tinea kapitis, pioderma, dermatitis seboroika
Tatalaksana
Pengobatan bertujuan memusnahkan seluruh Pediculus humanus capitis dan
mengobati infeksi sekunder. Pengobatan yang terbaik adalah malathion 0,5% atau 1%
bentuk lotio atau spray. Cara pakainya adalah pada malam hari sebelum tidur rambut
dicuci dengan sampo kemudian diapakai lotio malathion dan kepala ditutup dengan kain.
Keesekon harinya rambut dicuci lagi dengan sampo dan disisir dengan sisir halus dan
rapat. Obat ini sukar didapat.
6

Di Indonesia obat yang cukup efektif dan mudah didapat adalah Gammexane 1%.
Cara pakainya dioleskan lalu didiamkan 12 jam kemudian dicuci dan disisir agar semua
kutu dan telur terlepas. Jika masih ada telur, dapat diulangi seminggu kemudian. Obat
lainnya adalah benzil benzoat 25%.
Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi
sekunder diobati dulu dengan antibiotika sistemik dan topical lalu disusul obat di atas
dalam bentuk sampo.Higiene merupakan salah satu sarat untuk tidak terjadi residif.
Prognosis
Prognosis baik bila hygine diperhatikan.
1.2 Pedikulosis Korporis
Definisi
Infeksi kulit yang disebabkan oleh Pediculus humanus var corporis.
Epidemiologi
Pedikulosis Korporis sering juga disebut penyakit orang miskin dimana banyak
ditemukan pada orang dewasa yang homeless, grup yang hidup dengan kebersihan yang
kurang, para pengungsi, penggembala, dan para tentara pada waktu perang. Penyakit ini
sering disebut penyakit vagabond karena kutu idak melekat pada kulit namun pada serat
kapas di sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Tidak
ada predileksi untuk ras, usia, dan jenis kelamin. Cara penularannya adalah melalui
pakaian dan pada orang yang dadanya berambut terminal kutu dapat melekat langsung
pada rambut tersebut dan dapat ditularkan melalui kontak langsung.
Etiologi
Pediculus humanus corporis juga memiliki 2 jenis kelamin yaitu jantan dan betina.
Pediculus humanus corporis betina berukuran 1,2-4,2 mm dan lebar sekitar setengah
panjang sedangkan yang ajntan lebih kecil. Secara umum Pediculus humanus corporis
berukuran 30% lebih besar dari Pediculus humanus capitis. Jangka waktu hidup
Pediculus humanus corporis sekitar 18 hari dan dapat bertahan pada pakaian tanpa
menghisap darah selama 3 hari.

Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul biasanya disebabkan garukan untuk menghilangkan rasa
gatal. Rasa gatal disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap saliva yang diproduksi
Pediculus humanus corporis saat menghisap darah.
Gejala Klinis
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas garukan pada badan karena gatal
baru dapat berkurang setelah garukan yang lebih intensif. Kadang timbul infeksi sekunder
dengan perbesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis
Menemukan kutu dan telur pada serat pakaian.
Diagnosis Banding
Neurotic exoriation
Tatalaksana
Di Indonesia obat yang cukup efektif dan mudah didapat adalah Gammexane 1%.
Cara pakainya dioleskan ke seluruh tubuh lalu didiamkan 24 jam kemudian penderita
mandi. Jika masih belum sembuh, dapat diulangi 4 hari kemudian. Obat lain adalah
bubuk malathion 2% dan benzil benzoat 25%. Pakaian harus di setrika dengan tujuan
membunuh telur dan kutu.
Prognosis
Baik dengan menjaga hygine.

1.3 Pedikulosis Pubis


Definisi
Pedikulosis Pubis merupakan infeksi rambut pada daerah pubis dan sekitarnya akibat
Pthirus pubis.
Epidemiologi
Penyakit ini menyerang orang dewasa dan digolongkan sebagai penyakit akibat
hubungan seksual serta dapat pula menyerang kumis dan janggut. Infeksi ini juga dapat
terjadi pada anak-anak yaitu pada alis dan bulu mata serta pada tepi batas rambut kepala.
Cara penularannya umumnya dengan kontak langsung.

Etiologi
Pthirus pubis memiliki 2 jenis kelamin dengan yang betina lebih besar dari yang
jantan dan panjang sama dengan lebar yaitu 1-2 mm. Pithirus pubis sering disebut crab
louse karena kemiripan morfologinya dengan kepiting. Jangka waktu hidup Pthirus pubis
adalah 2 minggu dan Pithirus pubis dewasa dapat hidup sampai 36 jam di luar host nya.

Patogenesis
9

Gejala gatal yang ditimbulkan sama dengan proses pedikulosis korporis.


Gejala Klinis
Gejala utama yang timbul adalah gatal di daerah pubis dan sekitarnya. Gatal dapat
meluas hingga ke abdomen dan dada. Dijumpai bercak-bercak yang berwarna keabuabuan atau kebiruan yang disebut makula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata
biasa dan biasanya susah dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam folikel
rambut. Gejala lainnya adalah black dot yaitu bercak-bercak hitam yang tampak jelas
pada celana dalam. Bercak hitam ini merupakan krusta dari darah yang sering salah
diinterpretasikan sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan
perbesaran kelenjar getah bening.
Diagnosis
Menemukan telur atau bentuk dewasa.
Diagnosis Banding
1. Dermatitis seboroik
2. Dermatomikosis
Tatalaksana
Pengobatannya mirip dengan pedikulosis lainnya yaitu Gammexane 1% atau benzil
benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Pengobatan diulangi 4 hari
kemudian

jika belum sembuh. Sebaiknya rambut kelamin dicukur. Pakaian dalam

disetrika dan mitra seksual juga diperiksa.


Krotamiton 1% krim atau lotion ,dioleskan sekali sehari dan dapat diulang sesudah
satu minggu. Infeksi sekunder diobati dengan antibiotik seperti penisilin dan eritromisin.
Prognosis
Baik
II.2

Skabies
Definisi
Skabies merupakan infestasi pada kulit manusia yang disebabkan oleh penetrasi
parasit obligat Sarcoptes Scabiei varian hominis ke epidermis.
Epidemiologi
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi skabies.
Skabies dapat menyerang pada semua kalangan meskipun lebih banyak pada kalangan
sosioekonomi yang rendah. Selain itu faktor kebersihan juga menjadi faktor yang
menunjang perkembangan dari penyakit ini. Skabies lebih prevalen pada daerah urban/
perkotaan terutama daerah-daerah yang sangat padat.
Cara transmisi dapat melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Pada
kontak langsung terjadi kontak antara kulit dengan kulit contohnya berjabat tangan, tidur
10

bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan untuk kontak tidak langsung dapat melalui
benda seperti pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain. Penularan biasanya oleh
Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi dan terkadang oleh bentuk larva.
Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis namun
juga ada Sarcoptes scabiei lain misalnya Sarcoptes scabiei var. animalis.
Secara morfologi berbentuk oval, punggung cembung, dan bagian perut rata.
Ukurannya 330-450 mikron x 250-350 mikron untuk yang betina dan 200-240 mikron x
150-200 mikron untuk yang jantan. Sarcoptes scabiei dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2
pasang di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang di belakang di mana yang
betina berakhir dengan rambut sedangkan untuk yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan pasangan kaki keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup dari Sarcoptes scabiei : setelah terjadi kopulasi di atas kulit, S.scabiei
jantan akan mati atau kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Sarcoptes scabiei betina yang telah dibuahi akan menggali
teowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter perhari dan
meletakkan telurnya 2-4 butir perhari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina
yang telah dibuahi ini dapat hidup sekitar sebulan. Telur akan menetas biasanya dalam
waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang memiliki 3 pasang kaki. Setelah 2-3 hari larva
akan menjadi nimfa yang memiliki bentuk yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki.
Siklus hidup dari telur sampai menjadi bentuk dewasa memerlukan waktu 8-12 hari.

Patogenesis
Kelainan pada kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh skabies tetapi juga oleh
penderita itu sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi akibat sensitisasi terhadap sekret
dan eskret dari S.scabiei memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat
itu akan terdapat kealinan kulit yang menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
11

vesikel, urtika, dan lain-lain. Intervensi berupa garukan akan dapat menyebabkan lesi
sekunder seperti erosi, eskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.
Rata-rata jumlah Sarcoptes scabiei yang berada pada host biasanya tidak lebih dari
20, kecuali pada crusted scabies atau disebut juga Norwegian scabies dimana pada host
dapat berjumlah sampai jutaan Sarcoptes scabiei. Bentuk crusted scabies ini ditandai
dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distofik, dan skuama yang
generalisata. Bentuk ini sangat menular namun rasa gatalnya sedikit. Sarcoptes scabiei
dapat ditemukan dalam jumlah besar. Individu dengan HIV (Human Immunodeficiency
Virus), manula, dan pasien dengan pengobatan imunosurpresi memiliki risiko yang lebih
besar untuk terkena crusted scabies .

Klasifikasi Skabies
Terdapat beberapa bentukskabies atipik yang jarang ditemuan dan sulit dikenal,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain :
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito

12

Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala
dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi.
Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi
atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya
terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila.
Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies.
Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus
mungkin daat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah
diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan
genitalia

eksterna.

Lesi

biasanya

terdapat

pada

daerah

dimana

orang

seringkontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan.


Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat
sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabei var binatang tidak
dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisatadan hyperkeratosis yang tebal. Tempat presileksi biasanya
kilit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang
dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita
skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah
tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat
defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi
tungau dapat berkembang biak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka.
7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
Gejala Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal :
a.
Pruritus nokturna, gatal pada malam hari disebabkan karena aktivitas Sarcoptes
scabiei ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
13

b.

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Pada sebuah perkampungan padat
penduduk, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan terkena infeksi dari
Sarcoptes scabiei juga. Selain itu dapat terjadi hiposensitisasi dimana seluruh
keluarganya terkena infestasi dari Sarcoptes scabiei namun tidak menunjukkan

c.

gejala. Di sini penderita tersebut hanya bertindak sebagai carrier.


Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, dengan rata-rata panjang 1 cm.
Pada ujung kunikulus ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulit menjadi polimorf (pustul, erosi, eskoriasi, dsb). Tempat predileksinya
biasanya madalah tempat dengan stratum korneum yang tipis yaitu: sela-sela jari
tangan, pergelangan, siku bagian luar, areola mammae, umbilikus, bokong, genitalia

d.

eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi biasanya pada telapak tangan dan kaki.
Ditemukan S.scabiei pada satu atau lebih stadium hidup.

Diagnosis
Diagnosis dibuat , menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
Diagnosis Banding
Penyakit skabies disebut-sebut sebagai the great imitator karena gejala-gejalanya
dapat menyerupai berbagai jenis penyakit kulit dengan keluhan gatal. Adapun diagnosis
banding skabies adalah: dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis herpetiformis,
eksema dishidrotik, pedikulosis korporis, prurigo, reaksi gigitan serangga, dan lain-lain.
Tatalaksana
Syarat obat yang ideal untuk skabies adalah:
a.
b.
c.
d.

Efektif untuk seluruh stadium


Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
Tidak berbau dan kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
Mudah diperoleh dan murah
Cara pengobatan skabies adalah seluruh anggota keluarga harus diobati termasuk
penderita yang hiposensitisasi.
Jenis obat topikal:
14

a. Sulfur presipitatum dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Jenis obat ini
kurang efektif terhadap stadium telur karena itu penggunaannya tidak boleh kurang
dari 3 hari. Kekurangan yang lain adalah berbau dan mengotori pakaian serta
terkadang dapat menimbulkan iritasi. Namun obat ini aman untuk bayi kurang dari 2
tahun.
b. Benzil-benzoat (20-25%) efektif untuk seluruh stadium, diberikan setiap malam
selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang
makin gatal setelah dipakai.
c. Gammexane (Gama Benzena Heksa Klorida), kadarnya 1% dalam krim atau lotio,
termasuk obat pilihan karena efektif terhadap seluruh stadium, mudah digunakan,
dan jarang menyebabkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak di bawah 6
tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup
sekali dan dapat diulangi seminggu kemudian jika gejala masih ada.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau lotio, juga merupakan obat pilihan yang memiliki 2
efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
e. Permetrin 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gammexane dengan
efektivitas yang sama. Aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Dapat
diulangi setelah seminggu jika belum sembuh. Tidak dianjurkan untuk bayi di bawah
2 bulan.
Keluhan gatal dapat diberi antihistamin dengan setengah dosis dan infeksi sekunder
diberi antibiotika.
Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta pengobatan dan
menghilangkan factor predisposisi, maka penyakit ini dapat diberantasa dan member
prognosis yang lebih baik.
II.3

Creeping Eruption
Definisi
Cutaneous Larva Migrans adalah kelainan kulit yang merupakan peradangan
berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan invasi larva
cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing.
Epidemiologi
Penyakit ini ditemuka tersebar luas di daerah tropis dan subtropis terutama Afrika,
India, Amerika Serikat bagian tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, dan Asia Tenggara.
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang berjalan tanpa alas kaki,
bermain tanah atau pasir, ataupun berjalan di daerah pantai. Demikian juga terjadi pada
petani dan tentara.
Etiopatogenesis
15

Penyebab utama dari penyakit ini adalah larva yang berasal dari cacing tambang
anjing dan kucing yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu
dapat pula oleh Bunostomum phlebotomum (cacing pada sapi) dan Uncinaria
stenocephala (cacing pada anjing-anjing Eropa). Larva lalat misalnya Castrophilus dan
cattle fly juga dapat menyebabkan penyakit ini.
Biasanya larva yang menginfeksi ini merupakan stadium ketiga dari siklus
hidupnya. Nematoda hidup di hospes, telurnya tedapat pada kotoran binatang dan
menjadi larva yang mampu melakukan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit dan
berjalan-jalan sepanjang dermo-epidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul
gejala di kulit.

Gejala Klinis
Masuknya

larva biasanya disertai

rasa gatal dan

panas.

Mula-mula

timbul papul yang kemudian diikuti lesi yang khas yaitu lesi berbentuk linear atau
berkelok-kelok dengan diameter 2-3 mm berwarna kemerahan. Adanya lesi papul
eritematosa menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam
atau hari.
Perkembangan papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik,
serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan. Mencapai panjang beberapa cm.
Rasa gatal biasanya lebih hebat malam hari.Tempat predileksi adalah tungkai, plantar,
tangan, anus, bokong, dan paha.
Diagnosis
Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus dan
berkelok-kelok ,menimbul dan terdapat papul atau vesikel diatasnya.
Diagnosis banding
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies, pada scabies
terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang penyakit ini. Bila melihat bentuk
polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permukaan lesi berupa papula,
karena itu sering diduga insect bite. Bila invasi larva yang timbul serentak ,papul-papul
lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.
Tatalaksana
16

Tiabendazol cukup efektif dengan dosis 50 mg/kg BB/ hari, sehari 2 kali, diberikan
berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum adalah 3 gr sehari. Jika belum sembuh
dapat diulang setelah beberapa hari. Efek sampingnya adalah mual, pusing, dan muntah.
Obat ini sukar didapat. Obat lain adalah Albendazole dengan dosis 400mg sebagai dosis
tunggal diberikan 3 hari berturut-turut.
Cara lain adalah dengan cyrotherapy menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan
penekanan selama 45 menit sampai 1 jam selama 2 hari berturut-turut.

BAB III
KESIMPULAN
Terjadinya penyakit parasit pada kulit, kebanyakan terjadi pada orang yang memiliki
higienis yang kurang baik seperti pada orang yang jarang mandi, jarang keramas, jarang
mencuci pakaian, dan jarang mencuci tangan setelah kontak dengan tanah . Maka dari itu
timbulah infeksi dari parasit hewani ini seperti pedikulosis, scabies dan creeping disease.
Selain faktor kebersihan yang kurang, infeksi yang disebabkan oleh parasit juga
banyak terjadi pada orang-orang yang memiliki kehidupan sosioekonomi yang rendah
dan orang-orang yang tinggal di tempat yang padat penghuni.
Pengobatan sebaiknya dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan penderita
yang memiliki keluhan yang sama, yang tinggal dilingkugan sekitar penderita. Hal ini
dilakukan untuk mengulangi kejadian rekurensi

17

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010. Hal : 253-259.
Gandahusada S dkk. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.2006
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates.
Murtiastutik, Dwi, dkk. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2.-cet.5. Surabaya :
Airlangga University Press, 2013. Hal: 169-171.

18

Anda mungkin juga menyukai