Anda di halaman 1dari 3

Pengaruh Transportasi dalam Pemilihan Lokasi Tempat Tinggal di Kota Bandung

Latar Belakang
Parengkuan (1991) menyatakan masalah ketersediaan lahan semakin parah dengan adanya
kasus-kasus seperti lahan-lahan yang semula telah dialokasikan untuk suatu kegiatan tertentu
dalam rencana kota, pada saat akan diimplementasikan sering telah digunakan oleh jenis
kegiatan lainnya. Demikian pula pembangunan-pembangunan yang dilakukan masyarakat
kota sering tidak sesuai dan/atau searah dengan apa yang telah direncanakan dalam rencana
kota oleh karena masalah ketersediaan lahan. Salah satu instrumen perangkat kebijakan lahan
kota untuk mengendalikan permasalahan tersebut adalah pajak lahan kota atau Pajak Bumi
dan Bangunan disingkat PBB. Hasil analisis menunjukkan bahwa pajak bangunan lebih
mempunyai hubungan dengan pembentukan lahan kota dibandingkan dengan pajak bumi
untuk kasus kotamadya Bandung (Parengkuan,1991)
Winarso (1995) menyatakan selama ini perubahan guna lahan mudah saja terjadi yang
kemudian disahkan pada evaluasi rencana berikutnya. Keadaan ini tentu tidak benar, bahkan
sering pula menyulut ketidak puasan masyarakat karena perubahan yang terjadi tidak sesuai
dengan rencana yang telah diketahui masyarakat. Perubahan juga mempunyai dampak yang
besar terhadap pengeluaran publik, terutama jika perubahan itu untuk guna lahan yang lebih
komersial seperti pusat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran dan lain sebagainya.
Selama kurun waktu tahun 1980-1990 , kotamadya Bandung memiliki tingkat pertumbuhan
penduduk rata-rata 1,86% pertahun dengan jumlah penduduk tahun 1990 berdasarkan hasil
sensus sebesar 2.056.915 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 122.95 jiwa perhektar.
Sebagian besar penduduk yang tinggal di pinggiran kota dominan bekerja di kotamadya
Bandung (tiap hari melakukan kegiatan penglaju/ komuting). Berdasarkan kondisi ini
diperkirakan jumlah penduduk siang di kotamadya Bandung 1,5 kali lebih besar dari jumlah
penduduk malam (Bappeda, 1997). Antara tahun 1990-1995, kotamadya Bandung memiliki
tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,64% pertahun dengan jumlah penduduk tahun
1995 sebesar 2.231.385 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 133,38 jiwa per-hektar.
Berdasarkan proyeksi penduduk, maka jumlah penduduk akan mencapai 2.385.590 jiwa pada
tahun 2000 dengan laju pertumbuhan penduduk 1,17% dan 2.728.411 jiwa pada tahun 2017
(laju pertumbuhan penduduk 0,46%).
Pada tahun 1990 (setelah perluasan) penggunaan dominan di kotamadya Bandung adalah
perumahan (52,56%) , lahan kosong berupa tegalan atau sawah (41,53%), industri (3,65%),

fasilitas sosial (3,33%) dan ekonomi perdagangan (2,68%). Dilihat dari penyebaran kegiatan
komersial dan jasa, kegiatan tersebut cenderung menyebar ke arah utara (Jl.Merdeka-Dago,
Jl.Sukajadi, Jl.Setiabudi). dan ke arah selatan. Perkembangan industri pada kawasan
perluasan tersebut dominan terkonsentrasi pada kawasan Jl.Raya Ujungberung dan
Gedebage. Terdapat pula kecenderungan yang kuat pada perkembangan kawasan perluasan
terutama kawasan-kawasan pinggiran dan kantong-kantong bagian wilayah selatan dan timur
kota sebagai kawasan tempat tinggal dan penempatan berbagai kegiatan fungsional
perkotaan. Namun demikian dominasi kegiatan masih terlihat pada kawasan kotamadya lama
terutama pada kawasan pusat kota (Bappeda, 1998).
Perkembangan lanjut dari pusat-pusat kesempatan kerja baru terlihat dengan menjamurnya
kawasan perumahan skala besar yang dibangun sejak awal 1980-an yakni dalam bentuk
beberapa pusat distrik dan lingkungan. Selain bekerjanya daya tolak kawasan pusat,
pertumbuhan kawasan perumahan ini juga dipengaruhi oleh kebijaksanaan pembiayaan
pembangunan perumahan lewat fasilitas kredit perbankan. Pada awal tahun 1990-an pusatpusat perkembangan semakin mantap bersama-sama dengan perkembangan beberapa pusat
sekunder di kawasan pinggiran dalam, misalnya pusat sekunder Maskumambang, Setrasari
dan pusat Buahbatu, yang terakhir ini tidak direncanakan sebelumnya. Di sepanjang jalan
Soekarno Hatta kemudian bermunculan kegiatan perdagangan dan jasa berskala besar,
menengah dan kecil serta beberapa kampus pendidikan tinggi.
Pengembangan kegiatan perkotaan lainnya dikembangkan berdasarkan kegiatan dominan,
kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang yang ada, dengan menjelaskan fungsi dan
beberapa pembatas untuk mengendalikan dan mengoptimalkan penggunaan lahan dan
efisiensi aktivitas kegiatan secara keseluruhan. (Bappeda,1998).
2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
2.1. Melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi tempat
tinggal.
2.2. Membuat model yang menggambarkan karakteristiik perilaku pemilihan lokasi tempat
tinggal tersebut.
2.3. Mengetahui karakteristik perilaku pemilihan lokasi tempat tinggal

Anda mungkin juga menyukai