Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KLIEN GANGGUAN SENSORI


REFRAKSI

Oleh :
Qonita

P27820714012

Ichtiyar Rizki Z

P27820714019

Wahyu Widyawati

P27820714036

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


POLTEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2015 / 2016

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan
dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan
atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam.
Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan
astigmatisma (Sidarta Ilyas, 2006).
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media
penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau
panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di
daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.
B. Klasifikasi
Kelainan refraksi dapat dibagi menjadi miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme, serta presbiopia yang
terjadi pada orang lanjut usia.
a. Miopi ( Rabun Jauh )
Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar
yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada
di depan retina. (Tanjung,2003).
Miopia atau rabun jauh merupakan suatu keadaan dimana mata
mampu melihat obyek yang dekat, tetapi kabur bila melihat objekobjek yang letaknya jauh. Pada umumnya miopia merupakan kelainan
yang diturunkan oleh orang tuanya sehingga banyak dijumpai pada
usia dini sekolah. Ciri khas dari perkembangan miopia adalah derajat
kelainan yang meningkat terus sampai usia remaja kemudian menurun
pada usia dewasa muda. Walaupun agak jarang, miopia dapat pula
disebabkan oleh perubahan kelengkungan kornea atau oleh kelainan
bentuk lensa mata. Karena itu untuk memperoleh gambaran penyebab
yang lebih jelas pada seseorang, riwayat adanya miopia di dalam
keluarga perlu di kemukakan.
Miopia dapat dibedakan berdasarkan tingginya dioptri, yaitu:
1. <1 dioptri miopia sangat ringan
2. 1-3 dioptri miopia ringan
3. 3-6 dioptri miopia sedang
4. 6-10 dioptri miopia tinggi

5. >10 dioptri miopia sangat tinggi


Klasifikasi berdasarkan laju perubahan besarnya derajat anomaly
secara klinik, antara lain :
1. Myopia simplek/stasioner/fisiologik
Myopia simplek biasanya timbul pada usia yang masih muda
kemudian akan berhenti. Tetapi dapat juga naik sedikit kemudian
berhenti. Dapat juga naik sedikit pada masa puber sampai sekitar
umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari S -5.00 Dioptri atau S
-6.00 Dioptri. Tetapi kalau dikoreksi dengan lensa yang sesuai
dapat mencapai normal yaitu 6/6 atau 20/20.
2. Myopia progresif
Myopia ini ditemukan pada segala umur. Pada keadaan ini akan
terjadi kelainan fundus yang khas untuk myopia tinggi ( myopia
lebih dari Speris -6.00 Dioptri )
3. Myopia maligna
Myopia ini disebut juga dengan myopia patologis/degeneratif
karena disertai penuaan dari koroid dan bagian lain dalam
bolamata ( lensa, koroid, badan siliar ).
Myopia berdasarkan faktor penyebab dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Myopia axial
Myopia axial ini dapat terjadi sejak lahir oleh karena faktor
hereditas, komplikasi penyakit lain seperti gondok, TBC, dan
campak maupun karena konginetal. Selain itu juga dapat karena
anak biasa membaca dalam jarak yang selalu dekat sehingga mata
luar dan polus posterior yang paling lemah dari bolamata
memanjang. Orang yang berwajah lebar akan menyebabkan
konvergensi berlebihan saat melakukan pekerjaan dekat, karena
peradangan atau melemahnya lapisan yang mengelilingi bolamata
disertai tekanan yang tinggi.
Myopia ini dapat bertambah terus sampai dewasa. Myopia axial
merupakan suatu keadaan dimana jarak fokus media refrakta lebih
pendek dibandingkan sumbu orbitnya. Dalam hal ini jarak fokus

media refrakta normal 22,6 mm sedangkan jarak sumbu orbitnya


adalah > 22,6 mm.
2. Myopia refraktif
Myopia refraktif merupakan suatu keadaan dimana jarak fokus
media refrakta lebih pendek ddibandingkan sumbu orbitnya.
Namun dalam hal ini sumbu orbit normal 22,6 mm sedangkan
jarak fokus media refrakta < 22,6 mm
Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk:
1. Miopi stasioner, miopi yang menetap setelah dewasa
2. Miopi progresif, miopi yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopi degenertif atau miopi maligna biasanya bila myopia lebih
dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada
panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang
terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
karioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya
atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi rupture membran Bruch
yang

dapat

menimbulkan

rangsangan

untuk

terjadinya

neovaskularisasi subretina. Pada miopi dapat terjadi bercak Fuch


berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis
sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik (Sidarta, 2005).

b. Hipermetropia ( Rabun Dekat )


Hipermetropia merupakan keadaan dimana kekuatan pembiasan
sinar pada mata tidak cukup kuat untuk memfokuskan sinar pada
bintik kuning (macula lutea), sehingga mata menfokuskan sinar di
belakang retina. Hipermetropia merupakan kelainan refraksi dimana
dalam keadaan mata istirahat semua sinar sejajar yang datang dari
benda-benda pada jarak tak terhingga dibiaskan dibelakang retina, dan
sinar-sinar divergen yang datang dari benda-benda yang jaraknya
dekat dibiaskan lebih jauh lagi di belakang retina.

Hipermetropi / Rabun dekat adalah keadaan di mana berkas cahaya


yang masuk ke mata difokuskan di belakang retina.
Berdasarkan penyebabnya, hipermetrop dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan
kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu
anteroposterior yang pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kurang pada sistem optic mata, misalnya pada usia lanjut lensa
mempunyai indeks refraksi yang berkurang.
(sidarta ilyas , 2006 )
Hipermetropia dikenal dalam bentuk :
1. Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi
dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal. Hipermetropia ini tediri atas hipermetropia
absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Bila dilakukan
pemeriksaan mata pada seorang hipermetropia dan dapat melihat
jelas (visus 6/6) dengan +3,00 akan tetapi dapat menjadi lebih
jelas dengan +3,50 maka dikatakan hipermetropia manifesnya
adalah +3,50
2. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak dapat
diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif
untuk melihat jauh. Pada contoh di atas hipermetropia absolutnya
bernilai +3,00.
3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif.
Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan
melihat normal tanpa kacamata. Bila diberikan kacamata positif
yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya
akan beristirahat. Pada contoh di atas maka hipermetropia
fakultatifnya adalah +3,50 dikurang +3,00 atau 0,50.
4. Hipermetropia laten, di mana kelainan hipermetropia tanpa
siklopegi (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi)

diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten


hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Hipermetropia laten
merupakan selisih antara hipermetropia total dan manifes yang
menunjukkan kekuatan tonus dari mm.siliaris. Makin muda makin
besar komponen hipermetropia laten seseorang, makin tua
seseorang

akan

hipermetropia

terjadi

laten

kelemahan

menjadi

akomodasi

hipermetropia

sehingga

fakultatif

dan

kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia


laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus,
terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih
kuat
5. Hipermetropia total ialah hipermetropia yang ukurannya didapat
sesudah diberikan siklopegia. Hasil pengukuran lensa sesudah
diberikan siklopegia (hipermetropia total) lebih besar daripada
hipermetropia manifes.
(Sidarta Ilyas, 2006)

c. Astigmatisme ( Silinder )
Astigmatisma adalah

sebuah

gejala

penyimpangan

dalam

pembentukkan bayangan pada lensa, hal ini disebabkan oleh cacat


lensa yang tidak dapat memberikan gambaran/ bayangan garis vertikal
dengan horizotal secara bersamaan.cacat mata ini dering di sebut juga
mata silinder.
Astimatisme atau silinder adalah terdapatnya variasi kurvatur atau
kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang
akan mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik. Setiap
meridian mata mempunyai titik focus tersendiri yang letaknya
mungkin teratur (pada astigmatisme regular) dan mungkin pula tidak
teratur (pada astigmatisme ireguler). Astigmatisme biasanya bersifat
diturunkan atau terjadi sejak lahir, biasanya berjalan bersama dengan
myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama
hidup
d. Presbiopia ( mata tua )

Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang


secara alamiah dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan
perubahan kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada
pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin
berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang
sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap
proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan
mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung.
Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata dimana punctum
proksimum (titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang
maksimal) telah begitu jauh sehingga pekerjaan dekat yang halus
seperti membaca, menjahit sukar dilakukan.

C. Etiologi
a. Miopi
1. Sumbu mata terlalu panjang (miopia sumbu)
2. Daya pembiasan kornea/humor akuos terlalu

kuat (miopia

pembiasan)
3. Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin),
alergi, penyakit mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di
kelopak mata, pasca operasi atau pasca trauma atau kecelakaan),
herediter atau faktor genetik (perkembangan yang menyimpang
dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal
kelahiran), kerja dekat yang berlebihan seperti membaca terlalu
dekat atau aktifitas jarak dekat (Israr, 2010), kurangnya faktor atau
aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di luar rumah,
pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV, game),
sumbuatau bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan
dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang,
pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan
tekanan yang di hasilkan oleh pembuluh darah dan bentuk dari
lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan (Nasrulbintang, 2008).

b. Hipermetropi
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial.
Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia,
Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari
ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana
dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus
humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat
menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada
komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya
menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus
humor (misalkan Pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia
dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga
dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut)
3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura.
Dimana kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
4. Perubahan posisi lensa.
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih
posterior.
c. Astigmatisme
1. Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau
terjadi sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan
(Ilyas, 2006), ketidakteraturan lengkung kornea, dan perubahan
pada lensa (Nelson, 2000).
2. Astigmatisme bawaan tidak bisa sembuh total, tetapi dapat
dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak atau dengan bedah lasik,
dan yang disebakan oleh penyakit misalnya timbilen (hordeulum),
selaput konjuctiva (pterigium) akan hilang apabila penyakitnya
sembuh atau di operasi, sedang astigmatisme pasca bedah kornea
dapat dikurangi dengan melepas jahitan atau dengan kacamata.
d. Presbiopia
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
2. Kelemahan otot-otot akomodasi

3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya


akibat kekakuan (sklerosis) lensa
D. Patofisiologi
a. Miopi
Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan bayangan
jatuh di depan retina (Wong, 2008)
b. Hipermetropi
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan
bayangan terfokus di belakang retina (Wong, 2008).
c. Astigmatismus
Akibat dari kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang
menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda (Wong,
2008).
d. Presbyopia
E. Pathway

(Istiqmah, 2005).

F. Tanda dan Gejala


a. Miopi
1. Tanda-tanda Myopia :
Penderita mata myopia kurang mampu untuk berakomodasi
dibandingkan dengan mata emmetropia. Penderita myopia mampu
melihat obyek dekat dengan jelas tetapi untuk melihat obyek jauh
kurang jelas. Oleh karena itu seorang penderita myopia biasanya
selalu menyipitkan matanya saat melihat obyek jauh untuk
mendapatkan efek pin hole yang akan membantu menggeser
bayangan yang tadinya jatuh didepan retina supaya dapat
mendekati retina.
2. Gejala Myopia :
a. Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh
yang kabur atau buram.
b. Sakit kepala jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa
koreksi kesalahan myopia yang rendah membantu mengurangi
rasa sakit kepala akibat asthenopia.
c. Ada kecenderungan pasien untuk memincingkan mata jika ia
ingin melihat jauh, efek pinhole dari celah palpebra membuat
ia melihat lebih jelas.
d. Pada penderita myopia atau rabun jauh biasanya suka
membaca karena mudah bagi mereka sebagai spekulasi yang
menarik.
e. Bahwa penderita myopia yang dikatakan sebagai rabun jauh
akan mengatakan penglihatannya kabur untuk melihat jauh an
hanya jelas pada jarak dekat.
f. Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya
dan saat melihat jauh selalu menyipitkan matanya.
g. Saat diuji dengan bikromatik unit penderita rabun jauh akan
melihat obyek dengan warna dasar merah kelihatan lebih
jelas/terang dibandingkan dengan warna dasar hijau ( lebih
redup )
h. Bolamata agak menonjol.
i. Biasanya penderita akan melihat ada titik-titik atau benangbenang di lapang pandangnya.

j. Keadaan bolamata cepat lelah, mudah berair, terasa pusing,


cepat terasa mengantuk, atau biasanya disebut dengan
asthenopia ( kedaan mata cepat lelah/capai )
k. COA (Camera oculi anterior) dalam keadaanya, karena jarang
dipakainya otot-otot akomodasi.
l. Pupil relatif lebih besar/lebar

akibat

dari

kurangnya

akomodasi.
m. Iris tremulans.
n. Badan kaca cenderung keruh.
o. Kekeruhan di polus posterior lensa.
p. Dapat terjadi pendarahan di badan kac.
q. Menunjukkan ekspresi mata yang melotot.
r. Akan kelihatan menjulingkan mata.
b. Hipermetropi
Pada hipermetropia, untuk melihat benda yang terletak pada jarak
jauh sampai tak terhingga (6m atau lebih) dengan baik, mata penderita
harus berakomodasi supaya bayangan benda yang difokuskan di
belakang retina dapat dipindahkan tepat di retina. Untuk melihat
benda yang lebih dekat dengan jelas, akomodasi lebih banyak
dibutuhkan, karena bayangannya jatuh lebih jauh lagi di belakang
retina. Dengan demikian untuk mendapatkan ketajaman penglihatan
sebaik-baiknya penderita hipermetropia harus selalu berakomodasi,
baik untuk penglihatan jauh, apalagi untuk penglihatan dekat.
Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak sukar
melihat jauh. Penglihatan jauh dapat terganggu bila hipermetropianya
tinggi melebihi daya akomodasi, jadi merupakan hipermetropia
manifes absolut. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan mata
berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringan berkurang.
Pasien hipermetropia hingga + 2,00 D dengan usia 20 tahun masih
dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan tidak
mendapatkan kesukaran. Tidak demikian bila sudah berumur 60 tahun.
Pada penderita hipermetropia, dirasakan sakit kepala terutama di
daerah dahi atau frontal, rasa silau, dan kadang rasa juling atau
melihat ganda. Pasien hipermetropia akan mengeluh matanya lelah,
panas, mengantuk dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi
untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang

retina agar terletak di daerah macula lutea. Keadaan ini disebut


astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola
mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering
terlihat

mempunyai

kedudukan

esotropia

atau

juling

kearah

dalam(nasal).
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan
keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat
untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca
atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang lanjut akan
memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Selain itu sering
terasa sakit kepala, mata terasa pedas, dan tertekan. Pada usia lanjut
seluruh titik focus akan berada di belakang retina karena
berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.
Pada hipermetropia terjadi akomodasi terus-menerus sehingga
timbul hipertrofi otot siliaris, yang disertai terdorongnya iris ke depan,
sehingga bilik mata depan menjadi dangkal. Karena selalu
berakomodasi, pupil menjadi miosis.
c. Astigmatimus
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan:
1. Penglihatan ganda pada satu atau kedua mata
2. Melihat benda yang bulat menjadi lonjong
3. Penglihatan kabur
4. Bentuk benda berubah
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal
7. Mata dan fisik lemah
8. Pada astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia.
d. Presbiopia
Keluhan muncul pada saat membaca dekat. Semua pekerjaan dekat
sukar dilakukan karena penglihatan kabur. Bila dipaksakan akan
muncul keluhan lain yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa
pedas.

Penderita

presbiopia

memposisikan

membaca

dengan

menjauhkan kertas yang dibaca, sukar melakukan pekerjaan dengan


melihat dekat terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang
lebih terang untuk membaca.
G. Komplikasi

Pada miopi Ablatio retina terutama pada miopia tinggi, strabismus


(mata juling), ambliopia (Nurrobbi, 2010).
Kemungkinan komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada
miopia tinggi berupa ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak,
perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam biasanya
mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling
ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

H. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
1. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah
keratomi radial, keratomileusis keratofikia, epiakerarfikia.
2. Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata.
Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan
dirubahnya tingkat miopi dengan menggunakan laser.
3. Photorefractive Keratotomy (PRK)
Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian
kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda.
4. Operasi orthokratologi dan pemotongan jaringan kornea mata
Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika
menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak
lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan
kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahanbahan plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata untuk
mengganti kornea yang rusak.
Berdasarkan klasifikari refraksi yaitu sebagai berikut :
a. Miopi
Dengan memakai lensa minus/negatif yang sesuai untuk
mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata.
Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak.
Miopia juga dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea
antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif
(Ilyas, 2006).

Pengobatan

pasien

dengan

dengan

miopi

adalah

memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang


memberikan ketajaman penglihatan maksimal 33cm. Bila
pasien dikoreksi dengan 3.0 D memberika tajam
penglihatan 6/6, dan demikian memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2003).
b. Hipermeropi
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa
cembung untuk mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata.
Koreksi hipermetropia adalah di berikan koreksi lensa
positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa
positif terbesar yang masih memberi tajam penglihatan

maksimal (Ilyas, 2006).


Pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata
sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih
memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien
datang dengan + 3,00 D ataupun dengan + 3,25 D dan
memberikan ketajaman penglihatan normal, maka diberikan
kacamata + 3,25 D. Hal ini untuk memberikan istirahat pada
mata akibat hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan

dengan lensa positif.


c. Astigmatisme
Pengobatan dengan lensa kontak keras bila epitel tidak
rapuh atau lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi,
trauma untuk memberikan efek permukaan yang ireguler

(Ilyas, 2006).
Dengan memakai lensa dengan dua kekuatan yang berbeda.
Astigmatisme ringan tidak perlu diberi kacamata. Pada
astigmatisme yang berat dapat diberi kacamata silinder,
lensa kontak atau pembedahan. Pada astigmatisme ireguler,
dapat digunakan kontak lensa yang kaku, dimana air mata
antara

kontak

lensa

dan

permukaan

kornea

dapat

mengkompensasi permukaan kornea yang tidak regular.

d. Presbyopia
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada
presbiopia maka dapat dipergunakan lensa positif untuk
menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia.
Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau
adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu,
biasanya :
+1,0 D untuk usia 40 tahun
+1,5D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untul usia 60 tahun
( Sidarta ilyas , 2006)
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada
seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda
yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 dioptri
sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Kekuatan lensa
kacamata baca sering disesuaikan dengan kebutuhannya.
Seperti seorang ahli music yang membutuhkan jarak dekat
50 cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan
kacamata dengan kekuatan lensa yang lebih kecil.
b. Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes
mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obatobat tradisional pun banyak digunakan ada penderita myopia
I. Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi
a. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan (Visus)
Subjektif: Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan
biasanya pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian
mata kiri, kartu Snellen di letakkan di depan pasien, pasien duduk
menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter, dan satu mata ditutup
biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji mata kanan,
dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang
masih dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa positif + 0,50 untuk

menghilangkan akomodasi saat pemeriksaan di depan mata yang


dibuka, bila penglihatan tidak tambah baik, berarti pasien tidak
hipermetropia, bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang
ditambah berlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien menderia
hipermetropia. Lensa positif yang terkuat yang masih memberikan
ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata
tersebut, bila penglihatan tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa
negatif. Bila menjadi jelas, berarti pasien menderita miopia. Ukuran
lensa koreksi adalah lensa negatif teringan yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal, bila penglihatan tidak maksimal
pada kedua pemeriksaan
Untuk hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak
mencapai 6/6 atau 20/20 maka lakukan uji pinhole (Ilyas, 2006).
b. Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Subjektif: Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji
kemudian diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca
sebelumnya, bila tidak terjadi perbaikan penglihatan maka mata tidak
dapat dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan keruh atau
terdapat kelainan pada retina atau saraf optik, bila terjadi perbaikan
penglihatan maka ini berarti terdapat astigmatisme atau silinder pada
mata tersebut yang belum dapat koreksi mata.
Objektif: Pemeriksaan objektif dapat

dilakukan

dengan:

Refraksionometer merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau


refraktor automatik yang dikenal pada masyarakat alat komputer
pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang diharapkan dapat mengukur
dengan tepat kelainan refraksi mata, retinoskopi adalah pemeriksaan
yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif untuk
pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskopi merupakan alat untuk
melakukan retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang
secara objektif. Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata atau pupil
pasien. Pada keadaan ini terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan
dikenal 2 cara retinoskopi yaitu Spot retinoscopy dengan memakai
berkas sinar yang dapat difokuskan dan Streak retinoscopy dengan
memakai berkas sinar denagn bentuk celah atau slit (Ilyas, 2006).

J. Pemeriksaan Penunjang
a. Pengukuran status refraksi mata dapat dilakukan secara objektif
maupun subjektif. Cara objektif meliputi pemfokusan berkas cahaya
dari retinoskop ke retina penderita melalui lensa dengan berbagai
kekuatan yang ditempatkan di depan mata. Cara ini amat teliti dan
dapat dilaksanakan pada umur berapapun, karena tidak memerlukan
respon dari penderita.
Cara subjektif dengan menempatkan berbagai lensa di depan mata dan
meminta keterangan penderita lensa mana yang memberi gambaran
b.
c.
d.
e.

paling jelas dari huruf pada peta.


Foto fundus / retina
Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
USG bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang

bola mata, kekentalan benda kaca (vitreous)


f. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang
tersisa)
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A.
B.
C.
D.
E.

Pengkajian
Diagnose
Intervensi
Implementasi
Evaluasi

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai