Oleh :
Qonita
P27820714012
Ichtiyar Rizki Z
P27820714019
Wahyu Widyawati
P27820714036
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan
dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan
atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam.
Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan
astigmatisma (Sidarta Ilyas, 2006).
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media
penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau
panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di
daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.
B. Klasifikasi
Kelainan refraksi dapat dibagi menjadi miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme, serta presbiopia yang
terjadi pada orang lanjut usia.
a. Miopi ( Rabun Jauh )
Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar
yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada
di depan retina. (Tanjung,2003).
Miopia atau rabun jauh merupakan suatu keadaan dimana mata
mampu melihat obyek yang dekat, tetapi kabur bila melihat objekobjek yang letaknya jauh. Pada umumnya miopia merupakan kelainan
yang diturunkan oleh orang tuanya sehingga banyak dijumpai pada
usia dini sekolah. Ciri khas dari perkembangan miopia adalah derajat
kelainan yang meningkat terus sampai usia remaja kemudian menurun
pada usia dewasa muda. Walaupun agak jarang, miopia dapat pula
disebabkan oleh perubahan kelengkungan kornea atau oleh kelainan
bentuk lensa mata. Karena itu untuk memperoleh gambaran penyebab
yang lebih jelas pada seseorang, riwayat adanya miopia di dalam
keluarga perlu di kemukakan.
Miopia dapat dibedakan berdasarkan tingginya dioptri, yaitu:
1. <1 dioptri miopia sangat ringan
2. 1-3 dioptri miopia ringan
3. 3-6 dioptri miopia sedang
4. 6-10 dioptri miopia tinggi
dapat
menimbulkan
rangsangan
untuk
terjadinya
akan
hipermetropia
terjadi
laten
kelemahan
menjadi
akomodasi
hipermetropia
sehingga
fakultatif
dan
c. Astigmatisme ( Silinder )
Astigmatisma adalah
sebuah
gejala
penyimpangan
dalam
C. Etiologi
a. Miopi
1. Sumbu mata terlalu panjang (miopia sumbu)
2. Daya pembiasan kornea/humor akuos terlalu
kuat (miopia
pembiasan)
3. Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin),
alergi, penyakit mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di
kelopak mata, pasca operasi atau pasca trauma atau kecelakaan),
herediter atau faktor genetik (perkembangan yang menyimpang
dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal
kelahiran), kerja dekat yang berlebihan seperti membaca terlalu
dekat atau aktifitas jarak dekat (Israr, 2010), kurangnya faktor atau
aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di luar rumah,
pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV, game),
sumbuatau bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan
dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang,
pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan
tekanan yang di hasilkan oleh pembuluh darah dan bentuk dari
lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan (Nasrulbintang, 2008).
b. Hipermetropi
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial.
Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia,
Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari
ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana
dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus
humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat
menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada
komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya
menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus
humor (misalkan Pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia
dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga
dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut)
3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura.
Dimana kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
4. Perubahan posisi lensa.
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih
posterior.
c. Astigmatisme
1. Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau
terjadi sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan
(Ilyas, 2006), ketidakteraturan lengkung kornea, dan perubahan
pada lensa (Nelson, 2000).
2. Astigmatisme bawaan tidak bisa sembuh total, tetapi dapat
dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak atau dengan bedah lasik,
dan yang disebakan oleh penyakit misalnya timbilen (hordeulum),
selaput konjuctiva (pterigium) akan hilang apabila penyakitnya
sembuh atau di operasi, sedang astigmatisme pasca bedah kornea
dapat dikurangi dengan melepas jahitan atau dengan kacamata.
d. Presbiopia
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
2. Kelemahan otot-otot akomodasi
(Istiqmah, 2005).
akibat
dari
kurangnya
akomodasi.
m. Iris tremulans.
n. Badan kaca cenderung keruh.
o. Kekeruhan di polus posterior lensa.
p. Dapat terjadi pendarahan di badan kac.
q. Menunjukkan ekspresi mata yang melotot.
r. Akan kelihatan menjulingkan mata.
b. Hipermetropi
Pada hipermetropia, untuk melihat benda yang terletak pada jarak
jauh sampai tak terhingga (6m atau lebih) dengan baik, mata penderita
harus berakomodasi supaya bayangan benda yang difokuskan di
belakang retina dapat dipindahkan tepat di retina. Untuk melihat
benda yang lebih dekat dengan jelas, akomodasi lebih banyak
dibutuhkan, karena bayangannya jatuh lebih jauh lagi di belakang
retina. Dengan demikian untuk mendapatkan ketajaman penglihatan
sebaik-baiknya penderita hipermetropia harus selalu berakomodasi,
baik untuk penglihatan jauh, apalagi untuk penglihatan dekat.
Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak sukar
melihat jauh. Penglihatan jauh dapat terganggu bila hipermetropianya
tinggi melebihi daya akomodasi, jadi merupakan hipermetropia
manifes absolut. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan mata
berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringan berkurang.
Pasien hipermetropia hingga + 2,00 D dengan usia 20 tahun masih
dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan tidak
mendapatkan kesukaran. Tidak demikian bila sudah berumur 60 tahun.
Pada penderita hipermetropia, dirasakan sakit kepala terutama di
daerah dahi atau frontal, rasa silau, dan kadang rasa juling atau
melihat ganda. Pasien hipermetropia akan mengeluh matanya lelah,
panas, mengantuk dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi
untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang
mempunyai
kedudukan
esotropia
atau
juling
kearah
dalam(nasal).
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan
keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat
untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca
atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang lanjut akan
memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Selain itu sering
terasa sakit kepala, mata terasa pedas, dan tertekan. Pada usia lanjut
seluruh titik focus akan berada di belakang retina karena
berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.
Pada hipermetropia terjadi akomodasi terus-menerus sehingga
timbul hipertrofi otot siliaris, yang disertai terdorongnya iris ke depan,
sehingga bilik mata depan menjadi dangkal. Karena selalu
berakomodasi, pupil menjadi miosis.
c. Astigmatimus
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan:
1. Penglihatan ganda pada satu atau kedua mata
2. Melihat benda yang bulat menjadi lonjong
3. Penglihatan kabur
4. Bentuk benda berubah
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal
7. Mata dan fisik lemah
8. Pada astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia.
d. Presbiopia
Keluhan muncul pada saat membaca dekat. Semua pekerjaan dekat
sukar dilakukan karena penglihatan kabur. Bila dipaksakan akan
muncul keluhan lain yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa
pedas.
Penderita
presbiopia
memposisikan
membaca
dengan
H. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
1. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah
keratomi radial, keratomileusis keratofikia, epiakerarfikia.
2. Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata.
Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan
dirubahnya tingkat miopi dengan menggunakan laser.
3. Photorefractive Keratotomy (PRK)
Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian
kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda.
4. Operasi orthokratologi dan pemotongan jaringan kornea mata
Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika
menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak
lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan
kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahanbahan plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata untuk
mengganti kornea yang rusak.
Berdasarkan klasifikari refraksi yaitu sebagai berikut :
a. Miopi
Dengan memakai lensa minus/negatif yang sesuai untuk
mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata.
Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak.
Miopia juga dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea
antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif
(Ilyas, 2006).
Pengobatan
pasien
dengan
dengan
miopi
adalah
(Ilyas, 2006).
Dengan memakai lensa dengan dua kekuatan yang berbeda.
Astigmatisme ringan tidak perlu diberi kacamata. Pada
astigmatisme yang berat dapat diberi kacamata silinder,
lensa kontak atau pembedahan. Pada astigmatisme ireguler,
dapat digunakan kontak lensa yang kaku, dimana air mata
antara
kontak
lensa
dan
permukaan
kornea
dapat
d. Presbyopia
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada
presbiopia maka dapat dipergunakan lensa positif untuk
menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia.
Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau
adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu,
biasanya :
+1,0 D untuk usia 40 tahun
+1,5D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untul usia 60 tahun
( Sidarta ilyas , 2006)
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada
seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda
yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 dioptri
sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Kekuatan lensa
kacamata baca sering disesuaikan dengan kebutuhannya.
Seperti seorang ahli music yang membutuhkan jarak dekat
50 cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan
kacamata dengan kekuatan lensa yang lebih kecil.
b. Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes
mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obatobat tradisional pun banyak digunakan ada penderita myopia
I. Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi
a. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan (Visus)
Subjektif: Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan
biasanya pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian
mata kiri, kartu Snellen di letakkan di depan pasien, pasien duduk
menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter, dan satu mata ditutup
biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji mata kanan,
dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang
masih dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa positif + 0,50 untuk
dilakukan
dengan:
J. Pemeriksaan Penunjang
a. Pengukuran status refraksi mata dapat dilakukan secara objektif
maupun subjektif. Cara objektif meliputi pemfokusan berkas cahaya
dari retinoskop ke retina penderita melalui lensa dengan berbagai
kekuatan yang ditempatkan di depan mata. Cara ini amat teliti dan
dapat dilaksanakan pada umur berapapun, karena tidak memerlukan
respon dari penderita.
Cara subjektif dengan menempatkan berbagai lensa di depan mata dan
meminta keterangan penderita lensa mana yang memberi gambaran
b.
c.
d.
e.
Pengkajian
Diagnose
Intervensi
Implementasi
Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA