Anda di halaman 1dari 9

Peristiwa Karbala Dalam Pandangan

Ahlussunnah Wal Jama’ah


Rabu, 23 Desember 2009 15:50:57 WIB

PERISTIWA KARBALA DALAM PANDANGAN AHLUSSUNNAH WAL-JAMA'AH

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

URGENSI SANAD
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan dalam kitab Aqidah al-Wasithiyyah : "Ahlussunnah
menahan lidah dari permasalahan atau pertikaian yang terjadi diantara para Sahabat
Radhiyallahu 'anhum. Dan mereka juga mengatakan: “Sesungguhnya riwayat-riwayat yang
dibawakan dan sampai kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabat Radhiyallahu
'anhum (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan ada juga yang ditambah, dikurangi dan
dirubah dari aslinya (serta ada pula yang shahih-pen). Riwayat yang shahih. menyatakan, bahwa
para Sahabat Radhiyallahu 'anhum ini ma'dzûrûn (orang-orang yang diberi udzur). Baik
dikatakan karena mereka itu para mujtahid yang melakukan ijtihad dengan benar ataupun juga
para mujtahid yang ijtihadnya keliru.”[1]

Ahlussunah wal Jama'ah memposisikan riwayat-riwayat ini. Ketiga riwayat ini bertebaran dalam
kitab-kitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua kejadian dalam sejarah Islam, termasuk
kisah pembunuhan Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma di Karbala. Sebagian besar riwayat
tentang peristiwa menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif dan ada juga
yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama ahli hadits yang bersesuaian
dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits, inilah yang wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui
apa yang terjadi sebenarnya. Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat penting
untuk membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, "Sanad itu senjata kaum muslimin, jika dia tidak
memiliki senjata lalu apa yang dia pergunakan dalam berperang" Perkataan ini diriwayatkan oleh
al-Hâkim dalam kitab al-Madkhal.

'Abdullah bin Mubârak rahimahullah mengatakan, "Sanad ini termasuk bagian dari agama. kalau
tidak ada isnad, maka siapapun bisa berbicara semaunya." Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Muqaddimah kitab Shahih beliau rahimahullah.
Di tempat yang sama, Imam Muslim raimahullah juga membawakan perkataan Ibnu Sîrin,
"Dahulu, mereka tidak pernah bertanya tentang sanad. Ketika fitnah mulai banyak, mereka
mengatakan, "Sebutkanlah nama orang-orangmu yang meriwayatkannya" !

KRONOLOGI TERBUNUHNYA HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA


Berkait dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,
"Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husain Radhiyallahu 'anhu telah memberikan
tambahan dusta yang sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada
peristiwa pembunuhan terhadap 'Utsman Radhiyallahu 'anhu, sebagaimana mereka juga
memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka besar-besarkan,
seperti dalam riwayat mengenai peperangan, kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis
tentang berita pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhu, ada diantara mereka yang merupakan
ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi Dun-ya dan lain sebagainya.
Namun demikian, diantara riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya.
Sedangkan yang membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya
sangat banyak"[2]

Oleh karenanya, dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan sanadnya.

RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA


Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, no, 3748 :

‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ أُتِ َي‬ِ ‫ك َر‬ٍ ِ‫َس ْب ِن َمال‬ِ ‫َح َّدثَنِي ُم َح َّم ُد بْنُ ْال ُح َس ْي ِن ْب ِن إِ ْب َرا ِهي َم قَا َل َح َّدثَنِي ُح َسيْنُ بْنُ ُم َح َّم ٍد َح َّدثَنَا َج ِري ٌر ع َْن ُم َح َّم ٍد ع َْن أَن‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬ َ ِ ‫ُول هَّللا‬ِ ‫ال فِي ُح ْسنِ ِه َش ْيئًا فَقَا َل أَنَسٌ َكانَ أَ ْشبَهَهُ ْم بِ َرس‬ َ ‫س ْال ُح َس ْي ِن فَج ُِع َل فِي‬ ْ
َ َ‫ت َوق‬ ُ ‫ت فَ َج َع َل يَ ْن ُك‬
ٍ ‫ط ْس‬ ِ ‫ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ ِزيَا ٍد بِ َرأ‬
‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َكانَ َم ْخضُوبًا بِ ْال َو ْس َم ِة‬

"Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan : aku diberitahu oleh
Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik
Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada
'Ubaidullah bin Ziyâd[3]. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu 'Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-
nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas
Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip
dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam." Saat itu, Husain Radhiyallahu 'anhu disemir
rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)"

Kisahnya, Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma tinggal di Mekah bersama beberapa Shahabat,
seperti Ibnu 'Abbâs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu 'anhuma. Ketika Muawiyah Radhiyallahu
'anhu meninggal dunia pada tahun 60 H, anak beliau Yazîd bin Muâwiyah menggantikannya
sebagai imam kaum muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh
pengikut 'Ali Radhiyallahu 'anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu 'anhuma meminta
beliau Radhiyallahu 'anhuma pindah ke Irak. Mereka berjanji akan membai'at Husain
Radhiyallahu 'anhuma sebagai khalifah karena mereka tidak menginginkan Yazîd bin Muâwiyah
menduduki jabatan Khalifah. Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain
Radhiyallahu 'anhuma di Mekah mengajak beliau Radhiyallahu 'anhu berangkat ke Kufah dan
berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhuma
kerap kali menasehati Husain Radhiyallahu 'anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka,
karena ayah Husain Radhiyallahu 'anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, dibunuh di
Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu khawatir mereka membunuh Husain juga disana.
Husain Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, "Saya sudah melakukan istikharah dan akan
berangkat kesana".
.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu 'anhuma mengambil keputusan ini
karena belum mendengar kabar tentang sepupunya Muslim bin 'Aqil yang telah dibunuh di sana.

Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama keluarga menuju Kufah.

Sementara di pihak yang lain, 'Ubaidullah bi n Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk
mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, 'Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan
Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak.
Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain Radhiyallahu
'anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang
membujuk Husain Radhiyallahu 'anhuma, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan
justru melarikan diri meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan
Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu 'anhuma sebagai orang yang
terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa kehadapan 'Ubaidullah bin
Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.

Lalu 'Ubaidullah yang durhaka[4] ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain,
padahal di situ ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu
'anhum. Anas Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku
pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium mulut itu!"
Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, "Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua
renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal."

Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu
'anhu dinyatakan :

‫ب لَهُ فِي أَ ْنفِ ِه‬ ِ َ‫فَ َج َع َل يَقُوْ ُل بِق‬


ٍ ‫ض ْي‬

"Lalu 'Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu 'anhu".


Dalam riwayat ath-Thabrâni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'anhu :

ِ ْ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي َمو‬


‫ض ِع ِه‬ ُ ‫ض ْيبَكَ فَقَ ْد َرأَي‬
َ ِ‫ْت فَ َّم َرسُوْ ِل هللا‬ ُ ‫ض ْيبًا فِي يَ ِد ِه فِي َع ْينِ ِه َوأَ ْنفِ ِه فَقُ ْل‬
ِ َ‫ت ارْ فَ ْع ق‬ ِ َ‫فَ َج َع َل ق‬

"Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain
Radhiyallahu 'anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, "Angkat pedangmu, sungguh aku
pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu".

Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu :

َ َ‫ " فَا ْنقَب‬: ‫ال‬


‫ض‬ َ َ‫ ق‬, ‫ك‬ ِ َ‫ض ُع ق‬
َ َ‫ض ْيب‬ ُ ‫ْت َرسُوْ َل هللاِ صلى هللا عليه وسلم يَ ْلثِ ُم َحي‬
َ َ‫ْث ت‬ ُ ‫ت لَهُ إِنِّي َرأَي‬
ُ ‫فَقُ ْل‬

Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, "Sungguh aku telah melihat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu." Lalu
Ubaidullah mengangkat pedangnya.

Demikianlah kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh, kepala beliau


Radhiyallahu 'anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata, hidung dan gigi beliau
Radhiyallahu 'anhu ditusuk-tusuk dengan pedang. Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang
menyaksikan hal ini meminta kepada 'Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang
itu, karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa hormat mereka
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan alangkah sedih hati mereka menyaksikan
cucu Rasulullah Shallallahu 'aiahi wa sallam, orang kesayangan beliau n dihinakan di depan mata
mereka.

Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan
bahwa kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma diarak sampai diletakkan di depan Yazid
rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain Radhiyallahu 'anhuma dikelilingkan ke seluruh
negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan
yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid t saat itu sedang berada di Syam, sementara
kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.

Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah mengatakan, "Dalam riwayat dengan sanad yang majhul
dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di hadapan Yazid, kepala Husain Radhiyallahu
'anhuma dibawa kehadapannya dan dialah yang menusuk-nusuknya gigi Husain Radhiyallahu
'anhuma. Disamping dalam cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa cerita ini
bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat yang menyaksikan peristiwa penusukan
ini tidak berada di Syam, akan tetapi di negeri Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan
oleh beberapa orang menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan 'Ubaidullah untuk
membunuh Husain."[5]
Yazid rahimahullah sangat menyesalkan terjadinya peristiwa menyedihkan itu. Karena
Mu'awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka, saat mendengar kabar bahwa Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat
'Ubaidullah. Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas 'Ubaidullah, sebagai wujud
pembelaan terhadap Husain secara tegas.[6]

Jadi memang benar, Husain Radhiyallahu 'anhuma dibunuh dan kepalanya dipotong, tapi cerita
tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan kendaraan tanpa pelana dan dirampas,
semuanya dhaif (lemah). Alangkah banyak riwayat dhaif serta dusta seputar kejadian
menyedihkan ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas.

Kemudian juga, kisah pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan diberi tambahan-
tambahan dusta. Tambahan-tambahan dusta ini bertujuan untuk menimbulkan dan memunculkan
fitnah perpecahan di tengah kaum muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita
dapatkan dalam kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Minhâjus Sunnah
IV/517 dan 554, 556 :

- Ketika Hari pembunuhan terhadap Husain, langit menurunkan hujan darah lalu menempel di
pakaian dan tidak pernah hilang dan langit nampak berwarna merah yang tidak pernah terlihat
sebelum itu.
- Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah penyembelihan Husain
Radhiyallahu 'anhuma.
- Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebuah
perkataan yang berbunyi :

‫هَؤُاَل ِء َو ِد ْي َعتِ ْي ِع ْن َد ُك ْم‬

Mereka ini adalah titipanku pada kalian, kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat :

"Katakanlah:"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang
dalam kekeluargaan" [asy Syûrâ/42:23]

Riwayat ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah rahimahullah dengan
mengatakan, "Apa masuk di akal, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menitipkan kepada
makhluk padahal Allah Azza wa Jalla tempat penitip yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang
mereka anggap diturunkan Allah Azza wa Jalla berkenaan dengan peristiwa pembunuhan Husain
Radhiyallahu 'anhuma, maka ini juga merupakan satu bentuk kebohongan. Karena ayat ini
terdapat dalam surat as-Syûrâ dan surat ini Makkiyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini
sebelum Ali Radhiyallahu 'anhu dan Fathimah Radhiyallahu anha menikah.

HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA TERBUNUH SEBAGAI ORANG YANG


TERZHALIMI DAN MATI SYAHID
Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Pendapat ini berada diantara dua pendapat yang saling
berlawanan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, "Tidak disangsikan lagi bahwa Husain
Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap
Husain Radhiyallahu 'anhuma merupakan tindakan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan
rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari para pelaku pembunuhan dan orang-orang yang
membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin,
keluarga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya. Husain Radhiyallahu
'anhuma berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan".[7]

Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa


pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma tidak lebih besar daripada pembunuhan
terhadap para rasul. Allah Azza wa Jalla telah memberitahukan bahwa bani Israil telah
membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu lebih besar
dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu pula pembunuhan terhadap 'Ali
Radhiyallahu 'anhu (bapak Husain Radhiyallahu 'anhuma) lebih besar dosa dan musibahnya,
termasuk pembunuhan terhadap 'Utsman juga Radhiyallahu 'anhu.

Ini merupakan bantahan telak bagi kaum Syi'ah yang meratapi kematian Husain Radhiyallahu
'anhuma, namun, tidak meratapi kematian para nabi . Padahal pembunuhan yang dilakukan oleh
bani Israil terhadap para nabi tanpa alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga
menunjukkan bahwa mereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada Husain Radhiyallahu
'anhu.

Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai hadits palsu. Misalnya, riwayat yang
menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan, pembunuh Husain
Radhiyallahu 'anhu akan berada di tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan siksa
setengah siksa penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai dari api neraka,
ditelungkupkan sampai masuk ke dasar neraka dan dalam keadaan berbau busuk, penduduk
neraka berlindung dari bau busuk yang keluar dari orang tersebut dan dia kekal di dalamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah mengomentari riwayat ini dengan mengatakan,
"Hadits ini termasuk di antara riwayat yang berasal dari para pendusta".

MENYIKAPI PERISTIWA KARBALA


Menyikapi peristiwa wafatnya Husain Radhiyallahu 'anhuma, umat manusia terbagi menjadi tiga
golongan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, "Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan
Husain Radhiyallahu 'anhuma, manusia terbagi menjadi tiga : dua golongan yang ekstrim dan
satu berada di tengah-tengah.

Golongan Pertama : Mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma itu
merupakan tindakan benar. Karena Husain Radhiyallahu 'anhuma ingin memecah belah kaum
muslimin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

َ ‫َم ْن َجا َء ُك ْم َوأَ ْم ُر ُك ْم َعلَى َر ُج ٍل َوا ِح ٍد ي ُِر ْي ُد أَ ْن يُفَ ِّر‬


ُ‫ق َج َما َعتَ ُك ْم فَا ْقتُلُوْ ه‬

"Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian berada dalam satu
pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah jama'ah kalian, maka bunuhlah dia" [8]

Kelompok pertama ini mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma datang saat urusan
kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (yaitu Yazid bin Muawiyah) dan Husain
Radhiyallahu 'anhuma hendak memecah belah umat.

Sebagian lagi mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma merupakan orang pertama yang
memberontak kepada penguasa.. Kelompok ini melampaui batas, sampai berani menghinakan
Husain Radhiyallahu 'anhuma. Inilah kelompok 'Ubaidullah bin Ziyâd, Hajjâj bin Yusûf dan
lain-lain. Sedangkan Yazid bin Muâwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun tidak
menghukum 'Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.

Golongan Kedua : Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhu adalah imam yang wajib
ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali dengan perintahnya; tidak boleh
melakukan shalat jama'ah kecuali di belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik shalat lima
waktu ataupun shalat Jum'at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan idzinnya
dan lain sebagainya. [9]

Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjâj bin Yûsuf adalah pemimpin
golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain Radhiyallahu 'anhuma dan merupakan sosok
yang zhalim. Sementara kelompok kedua dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi 'Ubaid yang mengaku
mendapat wahyu dan sangat fanatik dengan Husain Radhiyallahu 'anuhma. Orang inilah yang
memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh 'Ubaidullah bin Ziyad dan
memenggal kepalanya.

Golongan Ketiga : Yaitu Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak sejalan dengan pendapat golongan
pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua. Mereka mengatakan bahwa Husain
Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan
Ahlussunnah wal Jama'ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.

Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhuma bukanlah pemberontak. Sebab,


kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mau memberontak, beliau
Radhiyallahu 'anhuma bisa mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat
menghormati dan menghargai beliau Radhiyallahu 'anhuma. Karena, saat beliau Radhiyallahu
'anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada
masa itu di Mekkah. Beliau Radhiyallahu 'anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat
sangat mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling besar.

Jadi Husain Radhiyallahu 'anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh karena itu, ketika
dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin 'Aqîl dibunuh di Irak,
beliau Radhiyallahu 'anhuma berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau
Radhiyallahu 'anhuma ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan
pasukan 'Ubaidullah bin Ziyâd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu 'anhuma tewas terbunuh dalam
keadaan terzhalimi dan mati syahid.

SETAN MENYEBARKAN BID'AH


Syaikhul Islam mengatakan[10], "Dengan sebab kematian Husain Radhiyallahu 'anhuma, setan
memunculkan dua bid'ah di tengah manusia.

Pertama : Bid'ah kesedihan dan ratapan para hari Asyûra (di negeri kita ini, acara bid'ah ini sudah
mulai diadakan-pen) seperi menampar-nampar, berteriak, merobek-robek, sampai-sampai
mencaci maki dan melaknat generasi Salaf, memasukkan orang-orang yang tidak berdosa ke
dalam golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar dimasukkan,
padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil dosa sedikit pun. Pihak yang
berdosa adalah yang terlibat langsung kala itu). Mereka sampai mereka berani mencaci
Sâbiqûnal awwalûn. Kemudian riwayat-riwayat tentang Husain Radhiyallahu 'anhuma dibacakan
yang kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah membuka pintu fitnah
(perpecahan) di tengah umat.

Kemudian Syaikhul Islam rahimahullah juga mengatakan , "Di Kufah, saat itu terdapat kaum
yang senantiasa membela Husain Radhiyallahu 'anhuma yang dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi
'Ubaid al-Kadzdzâb (karena dia mengaku mendapatkan wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu
kaum yang membenci 'Ali dan keturunan beliau Radhiyallahu 'anhum. Di antara kelompok ini
adalah Hajjâj bin Yûsuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits shahîh dijelaskan, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

‫ْف َك َّذابٌ َو ُمبِ ْي ٌر‬


ٍ ‫َسيَ ُكوْ نُ فِي ثَقِي‬

"Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak"

Orang Syi'ah yang bernama Mukhtâr bin Abi 'Ubaid itulah sang pendusta . Sedangkan sang
perusak adalah al-Hajjaj. Yang pertama membuat bid'ah kesedihan, sementara yang kedua
membuat bid'ah kesenangan. Kelompok kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan
bahwa barangsiapa melebihkan nafkah keluarganya pada hari 'Asyûra, maka Allah Azza wa Jalla
melonggarkan rezekinya selama setahun itu."
Juga hadits, "barangsiapa memakai celak pada hari 'Asyûra, maka tidak akan mengalami sakit
mata pada tahun itu dan lain sebagainya.

Kedua : Bida'ah yang kedua adalah bid'ah kesenangan pada hari Asyura : Karena itu, para khatib
yang sering membawakan riwayat ini - karena ketidaktahuannya tentang ilmu riwayat atau
sejarah - , sebenarnya secara tidak langsung, masuk ke dalam kelompok al-Hajjâj, kelompok
yang sangat membenci Husain Radhiyallahu 'anhuma. Padahal wajib bagi kita meyakini bahwa
Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Dan wajib
bagi kita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan tanpa melampaui batas dan tanpa mengurangi
haknya, tidak mengatakan Husain c seorang imam yang ma'sum (terbebas dari semua kesalahan),
tidak pula mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain c itu adalah tindakan yang benar.
Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma adalah tindakan maksiat kepada Allah dan
RasulNya.

Itulah sekilas mengenai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan peristiwa


pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan.
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menghindarkan kita semua dari berbagai fitnah
yang disebarkan oleh setan dan para tentaranya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Syarhu al'Aqidah al-Wâsithiyyah Syaikh Sholeh al-Fauzan hal.198,
[2]. Minhâjus Sunnah (IV/556)
[3]. Komandan pasukan yang memerangi Husain, pada tahun 60-61 H di Irak di sebuah daerah
yang bernama Karbala
[4]. Ia disebut orang durhaka, karena dia tidak diperintah untuk membunuh Husain Radhiyallahu
'anhuma, namun melakukannya.
[5]. Minhâjus Sunnah (IV/557)
[6]. Lihat Minhâjus Sunnah (V/557-558)
[7]. Minhâjus Sunnah (IV/550)
[8]. HR. Muslim, kitabul Imârah
[9]. Minhâjus Sunnah (IV/553)
[10]. IV/554

Anda mungkin juga menyukai