Anda di halaman 1dari 3

MENGKRITISI UU BHP

Arti penting dari sebuah pendidikan sebagai sarana untuk mencerdaskan


kehidupan bangsa untuk strata sosial apapun (amanat konstitusi dasar,pembukaan UUD
1945)tampaknya akan mengalami sebuah diskriminasi. Dan yang lebih ironis,lagi-lagi
yang menanggung beban tersebut adalah mereka yang berada pada status kaum marginal.
”Mereka yang selama ini termiskinkan oleh sistem kapitalisme dengan gaya
barunya,neoliberalisme”.
Rancangan Undang-undang badan hukum pendidikan (RUU bhp),yang sekarang
telah di sahkan oleh dewan perwakilan rakyat republik indonesia menjadi undang-undang
badan hukum pendidikan(UU bhp) pada tanggal 17 desember 2008,setelah menempuh
jalan panjang di dalam pengesahannya dan mengalami kurang lebih 40 kali revisi adalah
sebuah tindakan pemerintah untuk mendiskriminasi kaum marginal atas nama prinsip
otonomi,akuntabilitas,transparansi dll pada satuan pendidikan formal.
Apapun dalihnya,pendidikan murah haruslah menjadi prioritas utama bagi negara
yang sumber daya alamnya melimbah seperti indonesia ini. Dan itu,bukanlah sebuah
kemustahilan. Lihat saja sebuah kesalahan dari pemerintah yang memberikan konsesi
lewat regulasi bagi pertambangan asing di indonesia,seperti exxonmobil yang pada tahun
2007 berdasarkan laporannya yang mencapai angka Rp.3.723 triliun serta cevron di tahun
2007 yang mampu memperoleh keuntungan sampai Rp.171 triliun,belum lagi dengan
keberadaan 137 pertambangan di indonesia. Bandingkan dengan laba pemerintah dari
hasil exsploitasi tersebut,hanya mendapatkan 2% lebih tidak pernah melebihi 3%.
Terlepas dari hal tersebut,banyak tudingan-tudingan miring yang di tujukan
kepada mereka yang secara gerakan melakukan penolakan terhadap UU bhp,khususnya
mahasiswa. Atas dasar di tunggangi,sampai-sampai tudingan mahasiswa ”hanya tau
berdemo” tanpa mengkaji isi dari pasal-pasal UU bhp tersebut. Maka beranjak dari hal
tersebutlah,penulis yang sekaligus mahasiswa untan sedikit melakukan upaya untuk
menepis stigma yang telah terlanjur keluar tersebut,dengan cara memberikan catatan
kritis terhadap UU bhp ini. Dan sekiranya dapat dimaafkan apabila di dalam komentarnya
penulis memberikan pengertian yang kurang tepat atau terdengar lucu. Karna di
maklumi,penulis bukanlah seorang profesor,insinyur ataupun sarjana,hanya seorang
mahasiswa yang belum sarjana atau belum tentu sarjana.

KRITIK untuk sejumlah pasal:

1. Pasal 5
Pada pasal tersebut di terangkan,bahwa jenis bhp terdiri dua secara garis
besar,yaitu bhp penyelenggara dan bhp satuan pendidikan. Yang di maksud bhp
penyelenggara adalah jenis badan hukum pendidikan penyelenggara yang
menyelenggarakan satu atau lebih satuan pendidikan formal yang kedepannya
boleh menjadi bhpm. Dan apabila di definisikan,yang mengacu pada pasal 8 ayat
3,bahwa yang tergolong di dalam bhp penyelenggara adalah
yayasan,perkumpulan,atau badan hukum lain yang telah menyelenggarakan
satuan pendidikan dasar,pendidikan menengah,dan/atau pendidikan tinggi(untuk
ukuran sekarang yang di maksud bhp penyelenggara adalah sekolah-sekolah
swasta dan pergurua-perguruan tinggi swasta).
Sedangkan yang di maksud bhp satuan pendidikan adalah sekolah-sekolah dan
perguruan-perguruan tinggi yang di dirikan pemerintah (negri) yang nantinya di
sebut bhpp dan bhpd dan apabila mengacu pada pasal 5 ayat 3,bahwa bhp satuan
pendidikan merupakan jenis bhp pada satuan pendidikan yang secara implisit
dapat di artikan bhp satuan pendidikan hanya berhak mengelola satu pendidikan
formal.
Di sini terindikasi tindakan diskriminasi yang dilakukan pemerintah dengan cara
memberi batasan yang di buat untuk membatasi bhp satuan pendidikan untuk
membuka satuan pendidikan yang lain. Namun,lain halnya dengan bhp
penyelengara. Satuan ini di berikan kebebasan untuk membuka satuan pendidikan
yang satu jalur bahkan di perkenankan membuka satuan pendidikan pada
tingkatan yang lain yang nantinya tetap masuk ke dalam jaringan bhp
penyelenggara.
Ketentuan ini tragis,dengan membuat regulasi yang demikian. Pemerintah seolah-
olah lebih merestui bhp penyelenggara untuk mengelola pendidikan di negri ini.
Alasannya jelas,dengan regulasi seperti itu,pemerintah tidak susah-susah untuk
mengalokasikan dana dalam kapasitas yang besar di dalam pengelolaan
pendidikan. Karna yang di tnggung tentang pendanaan pada bhp hanyalah bhpp
dan bhpd (lihat pasal 41,tentang pendanaan).
Lalu,apa yang pada tahap selanjutnya menjadi implikasi dari ketentuan tersebut
terhadap pendidikan di indonesia?. Dengan memberikan ruang bebas kepada
pihak swasta di dalam pengelolaan pendidikan,ketakutan yang terbesar adalah
pendidikan akan semakin tinggi,seperti yang terlihat sekarang di berbagai
perguruan tinggi ataupun sekolah-sekolah swasta. Bahkan kemungkinan akan jauh
lebih buruk.

2. Pasal 18 ayat 2,memaparkan bahwa anggota organ representasi pemangku


kepentingan di dalam bhp yang menyelenggarakan pendidikan tinggi,paling
sedikit terdiri atas
 Pendiri atau wakil pendiri
 Wakil organ representasi pendidik
 Pemimpin organ pengelola pendidikan
 Wakil tenaga kependidikan
 Wakil unsur masyarakat
Pertanyaan yang timbul dari ketentuan tersebut adalah ”dimana posisi organ
terdidik (mahasiswa)di posisikan ?”. walaupun pada ayat 3 menyebutkan
”anggaran dasar dapat menetapkan unsur lain sebagai organ representasi
pemangku kepentingan” dan unsur mahasiswa bisa di ikut sertakan.
Apa yang menyebabkan unsur mahasiswa tidak termasuk ke dalam prioritas
utama dari ketentuan dari pasal 2 diatas. Apakah dengan hal ini akan tercipta
sebuah transparansi di dalam pengelolaan bhp,yang selalu di dengung-
dengungkan di dalam prinsipnya. Sedangkan fakta yang telah tertuliskan tersebut
tidak menyinggung secara gamblang tentang keterlibatan organ terdidik selaku
objek di dalam tujuannya mewujudkan transparansi.
3. Pasal 46
Pada pasal tarsebut tertulis bhp wajib menjaring dan menerima warga negara
indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu secara
ekonomi paling sedikit 20% dari jumlah keseluruhan peserta didik.
Apabila di simpulkan,pada kata ”dan” terdapat 2 kesimpulan
 Ada 2 unsur yang terjaring yaitu,WNI yang akademik tinggi tanpa melihat
status ekonominya.
 Atau 1 unsur yang terjaring,yaitu WNI yang potensi akademik tinggi
sekaligus kurang mampu,dan apabila maksud ini yang benar mengapa tidak
mengganti kata ”dan” menjadi ”sekaligus” biar maknanya jelas.
Bayangkan apa yang terjadi jika yang menjadi maksud dari ketentuan tersebut
adalah kesimpulan pertama. Akses WNI yang kurang mampu akan semakin
sempit di dalam mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Angka 20% ini
hanya sebuah kompensasi untuk menyembunyikan makna implisit yang
terkandung di dalamnya.
Begitu halnya juga dengan kesimpulan yang kedua,ketentuan tersebut bukan hal
yang patut di tanggapi secara antusias positif. Pada poin tersebut terlihat jelas
tindakan diskriminatif. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana dengan posisi
WNI yang notabene potensi akademiknya tidak terlalu menonjol atau malahan
potensi akademiknya bobrok dan kurang mampu,yang selama ini masih mampu
mengakses pendidikan di perguruan tinggi. Jalur apakah yang mereka tempuh?.
Berarti dengan adanya proses tersebut,jelaslah dengan masuknya bhp akan
tercipta sebuah proses seleksi yang super ketat di dalam penjaringan mahasiswa
baru. Namun bagi yang mampu,hal itu bukanlah masalah. Karna tersedia jalur
khusus yang tersedia bagi mahasiswa berkantong tebal tanpa menjalani berbagai
macam test yang ketat.
Selain itu,angka 20 % ini tidak akan pernah cukup sebagai representasi seluruh
WNI yang kurang mampu yang angkanya sangat tinggi di negara ini. Di sinilah
letak sebenarnya pengkhianatan UU bhp terhadap amanat konstitusi,yaitu
implikasinya jelas,,pembagian kelas di dunia pendidikan. Yang efek jangka
panjangnya berpengaruh terhadap tataran sosial masyarakat,dimana kesenjangan
antara si miskin dan si kaya akan sangat jelas.

Banyak hal yang sebenarnya menjadi catatan kritis mengenai UU bhp


ini,termasuklah kerancuan pasal-pasalnya di dalam memberikan penjelasan.
Dengan membuat peraturan-peraturan lebih lanjut terhadap pasal-pasal dan ayat
yang menerangkannya. Ini semakin mengindikasikan,seolah-olah pemerintah
hendak menutupi dan setengah hati di dalam memberikan pemaparan secara
mendetail menyangkut undang-undang tersebut.

Penulis : Rudiansyah
Status : Dewan presedium SOLMADAPAR

Anda mungkin juga menyukai