Anda di halaman 1dari 18

BAB 3.

OBYEKTIF PENGEMBANGAN EBT

Energi adalah kebutuhan seluruh meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam


rakyat Indonesia dan ketahanan pelaksanaannya harus selaras, serasi, dan
energi adalah tanggung jawab seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.
bersama guna mendukung
pembangunan nasional berkelanjutan Mengingat arti penting sumber daya energi,
untuk sebesar-besarnya kemakmur- Pemerintah perlu menyusun rencana
an rakyat (Pasal 33, UUD RI 1945). pengelolaan energi untuk memenuhi
kebutuhan energi nasional yang
Energi sangat penting artinya bagi berdasarkan kebijakan pengelolaan energi
peningkatan kegiatan ekonomi dan jangka panjang. Kebijakan dan regulasi
ketahanan nasional, sehingga yang menyangkut pengembangan energi
pengelolaan eneergi yang meliputi beru terbarukan (EBT) di Indonesia
penyediaan, pemanfaatan, dan meliputi:
pengusahaannya harus dilaksanakan
secara berkeadilan, berkelanjutan, l UU Energi No. 30/2007
rasional, optimal, dan terpadu; bahwa l UU Ketenagalistrikan No. 30/2009
cadangan sumber daya energi tak l PP Konservasi Energi No 70/2009
terbarukan terbatas, maka perlu l Perpres No.4/2010 tentang percepatan
adanya kegiatan penganekaragaman pembangunan pembangkit tenaga listrik
sumber daya energi agar ketersedia- yang menggunakan energi terbarukan,
an energi terjamin. batubara, dan gas
l Perpres No.45/2009 tentang
Pengelolaan energi yang meliputi penyediaan dan pendistribusian jenis
penyediaan, pemanfaatan, dan bahan bakar tertentu
pengusahaannya harus dilakukan l Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan
secara berkeadilan, berkelanjutan, Energi
rasional, optimal, dan terpadu guna l Permen ESDM No. 32/2009, tentang
memberikan nilai tambah bagi harga patokan pembelian tenaga listrik
perekonomian bangsa dan Negara oleh PT PLN dari pembangkit listrik
Kesatuan Republik Indonesia. tenaga panas bumi
Penyediaan, pemanfaatan, dan l Permen ESDM No. 31/2009, tentang
pengusahaan energi yang dilakukan harga pembelian tenaga listrik oleh PT
secara terus menerus guna PLN dari pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan energi terbarukan skala
kecil dan menengah atau kelebihan
tenaga listrik
l
VISI MISI
58
Visi dan Misi

VISI Terjaminnya penyediaan energi dengan


harga wajar.

MISI · Menjamin ketersediaan energi domestik


· Meningkatkan nilai tambah sumber energi
· Mengelola energi secara berkelanjutan termasuk
memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan
· Menyediakan energi yang terjangkau untuk kaum
dhuafa dan untuk daerah yang belum berkembang
· Mengembangkan kemampuan dalam negeri yang
meliputi kemampuan pendanaan, teknologi, dan
sumber daya manusia dalam rangka menuju
kemandirian
· Meningkatkan peran warga negara dalam
mengusahakan sumber daya energi
· Meningkatkan peran energi alternatif.
VISI MISI
Sasaran 59

Karena itu kondisi yang diharapkan penggunaan EBT hanya 6,21% dan
dari upaya pengembangan energi di sasaran penggunaan EBT pada tahun 2025
Indonesia meliputi: adalah 17% dari total konsumsi energi
primer nasional.
l Meningkatnya akses masyarakat
terhadap energi Kebijakan umum untuk mencapai taget
l Meningkatnya keamanan pasokan penggunaan EBT sebanyak 17% pada
energi tahun 2025 terdiri dari kebijakan berbasis
l Menyesuaikan harga energi non komersial dan komersial. Kebijakan
dengan keekonomiannya non komersial direalisasikan oleh
l Tersedia infrastruktur energi yang permerintah di antaranya melalui program
memadai listrik perdesaan dan desa mandiri energi.
l Meningkatnya efisiensi Sedangkan kebijakan berbasis komersial
penggunaan energi mengarahkan para pelaku usaha untuk
l Terwujudnya konsumsi energi per berperan penting dalam pelaksanaan fase
kapita minimal sebesar 10 SBM dan kedua program pembangkitan listrik 10.000
rasio elektrifikasi 95 % pada tahun MW. Selain itu yang termasuk kebijakan
2025. komersial adalah pemerintah mendukung
proyek-proyek EBT rintisan seperti
Secara umum proyeksi penyediaan pemanfaatan energi surya photovoltaics di
energi primer hingga tahun 2025 daerah perkotaan.
disajikan pada tabel 16. Salah satu
energi yang diprioritaskan
pengembangannya adalah energi
baru terbarukan (EBT) yang
mencakup coal bed methane,
batubara cair, nuklir, panas bumi,
tenaga air, biofuel dan EBT lainnya.
Kondisi eksisting dan sasaran bauran
energi baru terbarukan (EBT) dapat
dinyatakan bahwa pada tahun 2005
VISI MISI
60
Regulasi

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi

Materi pokok yang diatur dalam undang- energi terbarukan dapat memperoleh
undang ini antara lain: kemudahan dan/atau insentif untuk
jangka waktu tertentu hingga tercapai
1. Pengaturan energi yang terdiri dari nilai keekonomiannya
penguasaan dan pengaturan sumber 3. Penyediaan dan pemanfaatan energi
daya energi; dilakukan untuk mengoptimalkan
2. Cadangan penyangga energi guna seluruh potensi sumber daya energi
menjamin ketahanan energi nasional; dengan mempertimbangkan aspek
3. Keadaan krisis dan darurat energi serta teknologi, sosial, ekonomi, dan
harga energi; lingkungan serta memprioritaskan
4. K e w e n a n g a n P e m e r i n t a h d a n pemenuhan kebutuhan masyarakat
Pemerintah Daerah dalam pengaturan di dan peningkatan kegiatan ekonomi di
bidang energi; daerah penghasil sumber energi.
5. Kebijakan energi nasional, rencana 4. Dalam menyusun rencana umum
umum energi nasional, dan energi nasional, termasuk
pembentukan Dewan Energi Nasional; perencanaan energi terbarukan dan
6. Hak dan peran masyarakat dalam konservasi energi, pemerintah
pengelolaan energi; mengikutsertakan pemerintah daerah
7. Pembinaan dan pengawasan kegiatan serta memperhatikan pendapat dan
pengelolaan di bidang energi; masukan dari masyarakat.
8. Penelitian dan pengembangan. 5. Konservasi energi nasional menjadi
tanggung jawab pemerintah,
Dalam UU 30/2007, telah diamanatkan pemerintah daerah, pengusaha, dan
bahwa: masyarakat dimana insentif akan
1. Pemerintah berkewajiban meningkatkan diberikan kepada pihak-pihak yang
penyediaan dan pemanfaatan energi melaksanakan konservasi, dan
baru dan energi terbarukan sebaliknya.
2. Penyediaan dan pemanfaatan energi
dari sumber energi baru dan sumber
VISI MISI
Regulasi
61

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006


tentang Kebijakan Energi Nasional

Mengingat masih besarnya potensi Bauran yang optimal didefinisikan sebagai


energi terbarukan yang belum berikut:
termanfaatkan di satu sisi dan 1. Minyak Bumi menjadi kurang dari 20%
semakin turunnya kontribusi energi (dua puluh persen).
terbarukan dalam energy-mix 2. Gas Bumi menjadi lebih dari 30% (tiga
nasional di sisi lain serta adanya puluh persen).
kehendak untuk mengurangi 3. Batubara menjadi lebih dari 33% (tiga
penggunaan BBM karena puluh tiga persen).
melambungnya harga minyak 4. Biofuel menjadi lebih dari 5% (lima
internasional, pemerintah Indonesia persen).
menetapkan sasaran energy-mix 5. Panas Bumi menjadi lebih dari 5% (lima
nasional sebagaimana tercantum persen).
dalam Peraturan Presiden No. 5 6. Energi Baru dan Terbarukan lainnya,
Tahun 2006. khususnya Biomasa, Nuklir, Tenaga Air
Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga
Kebijakan Energi Nasional bertujuan Angin menjadi lebih dari 5% (lima
untuk mewujudkan keamanan persen).
pasokan energi dalam negeri. 7. Bahan Bakar Lain yang berasal dari
Sedangkan sasaran yang ingin pencairan batubara menjadi lebih dari
dicapai terdiri dari dua poin yang 2% (dua persen).
utama. Pertama adalah tercapainya
elastisitas energi yang lebih kecil dari
1 (satu) pada tahun 2005, yang berarti
bahwa konsumsi energi untuk
menjalankan perekonomian haruslah
makin efisien. Poin kedua terkait
dengan diversifikasi, yakni
terwujudnya bauran energi primer
yang optimal pada tahun 2025.
VISI MISI
62
Regulasi

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang Perpres ini mengamanatkan kepada
ditetapkan, disusunlah beberapa pokok Menteri ESDM untuk menetapkan
Kebijakan meliputi: Blueprint Pengelolaan Energi
Nasional yang akan menjadi dasar
1. Kebijakan penyediaan energi melalui: bagi penyusunan pola
penjaminan ketersediaan pasokan pengembangan dan pemanfaatan
energi dalam negeri, pengoptimalan masing-masing jenis energi untuk
produksi energi, dan pelaksanaan mencapai sasaran dan tujuan
konservasi energi. Perpres.
2. Kebijakan pemanfaatan energi melalui: Bagian terakhir dari Perpres mengatur
efisiensi pemanfaatan energi dan mengenai Harga Energi serta
diversifikasi energi. Pemberian Kemudahan dan Insentif.
3. Penetapan kebijakan harga energi ke Harga energi secara bertahap akan
arah harga keekonomian, dengan tetap disesuaikan menuju harga
mempertimbangkan bantuan bagi rumah keekonomiannya, dengan catatan
tangga miskin dalam jangka waktu bahwa pentahapan dan penyesuaian
tertentu. harga ini harus memberikan dampak
4. P e l e s t a r i a n l i n g k u n g a n d e n g a n optimum terhadap diversifikasi energi.
menerapkan prinsip pembangunan Melalui Perpres ini, Pemerintah juga
berkelanjutan. berkomitmen untuk memberikan
5. Pengembangan infrastruktur energi kemudahan dan insentif kepada
termasuk peningkatan akses konsumen pelaksana konservasi energi dan
terhadap energi. pengembang sumber energi alternatif
6. Kemitraan Pemerintah dan dunia usaha. tertentu yang ditetapkan lebih lanjut
7. Pemberdayaan masyarakat. berdasarkan Keputusan Menteri
8. Penelitian dan pengembangan serta ESDM.
pendidikan dan pelatihan.
VISI MISI
Regulasi
63

Kebijakan Pengembangan Pembangkit Listrik


Energi Terbarukan Skala Kecil

Pada awalnya Pembangkit Listrik sehingga listrik yang dihasilkan langsung


Te n a g a M i k r o h i d r o ( P LT M H ) didijual ke PLN.
dikembangkan dalam kerangka
program pra-elektrifikasi, yaitu Kebijakan pertama yang mengatur
menyediakan listrik sementara untuk mekanisme ini yaitu Keputusan Menteri
desa-desa terpencil sebelum ESDM No. 1122K/30/MEM/2002 tentang
masuknya jaringan PLN. Namun Pembangkit Skala Kecil (PSK) Tersebar.
ketika teknologi PLTMH terbukti Ya n g d i m a k s u d P S K d i s i n i y a i t u
keandalannya untuk suplai jangka pembangkit energi terbarukan dengan
panjang, dan disisi lain PT. PLN kapasitaskurang dari 1MW. Kepmen ini
kekurangan pasokan, maka PLTMH menetapkan harga jual yang merujuk pada
mulai diimplementasikan untuk biaya pokok penyediaan (BPP) listrik
elektrifikasi jangka panjang bagi sebagai berikut: 0,8 x BPP Tegangan
daerah-daerah terpencil sebagai Menengah, atau 0,6 x BPP Tegangan
pembangkit mandiri (disebut juga Rendah
stand-alone atau off-grid).
Penetapan harga atas dasar BPP PT. PLN
Namun demikian, banyak potensi- dalam prakteknya dianggap tidak
potensi tenaga air skala kecil yang memberikan patokan yang jelas karena
terdapat di kawasan yang sudah kerumitan dalam kalkulasi BPP. Selain itu,
terjangkau PLN. Selain itu, terdapat skema ini dianggap kurang menjanjikan
juga PLTMH-PLTMH yang masih karena durasi kontrak terlalu pendek, yaitu
beroperasi di banyak lokasi ketika setahun dan dapat diperpanjang.
jaringan PLN mulai masuk ke lokasi-
lokasi tersebut. Hal ini mendorong Kepmen ESDM 112K/30/2002 tentang
lahirnya kebijakan untuk Pembangkit Skala Kecil Tersebar (<1 MW)
mengembangkan PLTMH dalam mempunyai unsur pendorong bahwa untuk
s k e m a o n - g r i d , y a i t u P LT M H usaha kecil dan tanpa tender, terdapat pula
dihubungkan dengan jaringan PLN pengaturan mengenai HPP. asal 14.
VISI MISI
64
Regulasi

Durasi kontrak 1 tahun pada Kepmen Pada akhirnya keluar Peraturan


ESDM 112K/30/2002 kemudian menjadi Menteri No. 05/2009, dimana pada
lebih baik pada Permen ESDM No. Permen ini harga jual listrik
002/2006 tentang Pembangkit Listrik P L T M / P L T M H k e P T. P L N
Ten a g a E n e r g i Ter b a r u k a n S k a l a diambangkan dan dilakukan dengan
Menengah. Namun tentunya hanya berlaku pola bussiness-to-bussiness
untuk pembangkit skala menengah, yaitu negotiation.
kapasitas antara 1-10 MW yang dikelola
oleh usaha kecil. Dalam Permen tersebut
disebutkan bahwa durasi kontrak jual beli
listrik antara PLTM dengan PT. PLN yaitu 10
tahun dan dapat diperpanjang. Namun
harga jual masih Mengacu pada BPP, yaitu
0,8 x BPP Tegangan Menengah, atau 0,6 x
BPP Tegangan Rendah

Persoalan BPP kemudian dijawab oleh


Peraturan Menteri ESDM No 269-
12/26/600.3/2008 tentang Ketetapan Biaya
Pokok Penyediaan (BPP). Kritik yang
dilontarkan terhadap kebijakan ini yaitu
BPP ditetapkan tapi disparitas harga antar
wilayah terlalu tinggi sehingga terdapat
kecenderungan investasi hanya ke
wilayah-wilayah tertentu. Sebaliknya
beberapa wilayah menjadi sangat tidak
menarik.
VISI MISI
Regulasi
65

Kebijakan Pengembangan Biofuel

Selepas mengesahkan Perpres No 5 dan menyalurkan benih kepada petani,


Tahun 2006 mengenai Kebijakan serta penyiapan pengolahan dan
Energi Nasional, Presiden segera perniagaan biofuel.
mengeluarkan Instruksinya pada hari
yang sama tentang Percepatan Di sisi produksi, Menristek, Menperin dan
Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan BUMN di bidang industri dan rekayasa
Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan didorong untuk mengembangkan teknologi,
Bakar Lain yang tertuang dalam memberikan saran aplikasi pemanfaatan
Inpres No 1 Tahun 2006. Instruksi teknologi penyediaan dan pengolahan,
Presiden ini berisikan instruksi distribusi bahan baku serta pemanfaan
kepada 13 kementerian dan seluruh biofuel.
gubernur serta bupati/walikota guna
mengambil langkah-langkah untuk Di sisi hilir, Menteri Perhubungan dan
melaksanakan percepatan Menteri Perdagangan diinstruksikan untuk
penyediaan dan pemanfaatan bahan menjamin kelancaran pasokan dan
bakar nabari (biofuel) sebagai bahan distribusi bahan baku dan produk serta
bakar lain. peningkatan pemanfaatan biofuel terutama
untuk sektor transportasi.
Inpres ini mengamanatkan
Menkokesra sebagai koordinator Untuk menarik minat investasi, Menteri
dalam persiapan pelaksanaan Keuangan diberi tugas untuk mengkaji
penyediaan dan pemanfaatan biofuel. peraturan perundangundangan di bidang
Menteri Kehutanan, Menteri keuangan dalam rangka pemberian insentif
Pertanian, bekerjasama dengan dan keringanan fiskal untuk penyediaan
Pemerintah Daerah diharuskan untuk bahan baku dan pemanfaatan biofuel.
memfasilitasi dan merealisasikan BUMN, Menteri Dalam Negeri, Menteri
penyediaan lahan, terutama lahan Negara Lingkungan Hidup, Gubernur dan
kritis, bagi budidaya bahan baku Bupati/Walikota juga diharapkan memberi
biofuel. Menteri Negara Koperasi dan kontribusi yang selaras sesuai dengan
UKM bersama dengan Menteri wewenang masing-masing.
Pertanian bertugas untuk menyiapkan
VISI MISI
66
Regulasi

Kebijakan Pengembangan Panas Bumi

Target pemanfaatan panas bumi ditetapkan undang-undang mengenai


dalam Kebijakan Energi Nasional Panas perimbangan keuangan antara
bumi yaitu menjadi lebih dari 5% dalam pemerintah pusat dan daerah.
energi-mix nasional pada tahun 2025.
Penyelenggaraan kegiatan Panas
Kebijakan pemerintah Republik Indonesia Bumi sesuai dengan amanat dalam
tentang pengembangan panas bumi secara Undang-Undang Dasar Negara
umum tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945,
Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. dikuasai oleh negara dan ditujukan
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan untuk sebesar-besar kesejahteraan
panas bumi, kegiatan pengusahaan Panas dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Bumi pada sisi hulu yang merupakan
kegiatan padat modal dan padat teknologi Untuk mencapai maksud tersebut,
diatur dalam undang-undang ini, kegiatan pengusahaan Panas Bumi
sedangkan kegiatan pada sisi hilir yang pada sisi hulu yang merupakan
berkaitan dengan pemanfaatannya diatur kegiatan padat modal dan padat
tersendiri atau mengikuti peraturan teknologi diatur dalam undang-
perundang-undangan yang berlaku. undang ini, sedangkan kegiatan pada
sisi hilir yang berkaitan dengan
Dalam hal menyangkut pemanfaatan pemanfaatannya diatur tersendiri atau
Panas Bumi secara tidak langsung untuk mengikuti peraturan perundang-
pembangkitan tenaga listrik, pengaturan- undangan yang berlaku. Dalam hal
nya dilakukan sesuai peraturan perundang- menyangkut pemanfaatan Panas
undangan yang berlaku di bidang Bumi secara tidak langsung untuk
ketenagalistrikan. Selain itu, sebagai salah pembangkitan tenaga listrik,
satu peraturan perundang-undangan yang pengaturannya dilakukan sesuai
mengatur pengusahaan sumber daya peraturan perundang-undangan yang
alam, semangat yang terkandung dalam berlaku di bidang ketenagalistrikan.
undang-undang ini sangat erat
hubungannya dengan undang-undang
mengenai pemerintahan daerah, serta
VISI MISI
Regulasi
67

Kebijakan Pengembangan Batubara Cair

Di Indonesia, pengembangan Sedangkan untuk skema harga yang


Batubara Cair telah direspon setelah merupakan salah satu aspek terpenting
pemerintah mengeluarkan Inpres No. dalam kelangsungan investasi ini akan
2/2006 tentang batubara yang dirumuskan dengan tujuan agar liquified
dicairkan. Secara spesifik, sasaran coal ini mampu bersaing dengan harga
pengembangan batubara cair juga minyak di pasaran.
telah dinyatakan pada Peraturan
Presiden nomor 5 tahun 2006 yaitu Pada Januari 2006, selain menandatangani
dapat berkontribusi sebesar lebih dari Perpres tentang KEN dan Inpres tentang
2 % dalam energi mix yang optimal Biofuel, Presiden juga memberi instruksi
pada tahun 2025. terkait melalui Inpres Nomor 2 tentang
pencairan batubara. Dalam rangka
Dari pengalaman para pelaku usaha percepatan penyediaan dan pemanfaatan
pencairan batubara di negara-negara batubara yang dicairkan (liquefied coal)
lain, investor umumnya menginginkan sebagai Bahan Bakar Lain, Presiden
beberapa insentif dari Pemerintah menginstruksikan kepada instansi terkait
untuk menggairahkan investasi di (Departemen, BUMN, dan Pemerintah
proyek pencairan batubara ini. Daerah) untuk melaksanakan percepatan
Insentifnya antara lain menyangkut penyediaan dan pemanfaatan liquefied
dukungan finansial, insentif pajak coal sebagai bahan bakar cair. Sasaran dari
(termasuk tax holiday dan royalty) dan Inpres ini tercantum dalam Perpres No 5
skema harga batubara. Tahun 2006, bahwa pada tahun 2025
kontribusi liquefied coal terhadap bauran
Pemerintah tentunya perlu energi primer nasional adalah minimal 2%
memberikan insentif sesuai dengan atau bila di perkirakan dengan
Instruksi Presiden (Inpres) No. pertumbuhan saat ini adalah 189.000 barel
2/2006, yaitu berupa insentif pajak. per hari.
Dalam pelaksanaannya, Departemen
ESDM perlu selalu berkonsultasi
dengan Departemen Keuangan
selaku pemegang kebijakan fiskal
untuk penentuan insentif tersebut.
VISI MISI
68
Regulasi

Kebijakan Penelitian dan Pengembangani

Buku Putih Indonesia 2005 2025 ini direncanakan dalam RPJM 2005-
disusun oleh Kementerian Negara Riset 2009 atau dirumuskan sebagai
dan Teknologi Republik Indonesia. Judul kebijakan strategis di dalam
lengkap buku ini adalah BUKU PUTIH JAKSTRANAS IPTEK 2005- 2009.
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Salah satu faktor penting penentu
Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk daya saing suatunegara adalah
Mendukung Keamanan Ketersediaan penguasaan teknologi. Semua hal
Energi Tahun 2025. tersebut di atas mendasari visi
penelitian, pengembangan dan
Mengikuti arahan pembangunan penerapan Ilmu Pengetahuan dan
sebagaimana digariskan dalam Rencana Teknologi (litbangrap IPTEK) bidang
Pembangunan Jangka Menengah 2005- e n e r g i , y a i t u : ” Te r w u j u d n y a
2009 dan dirumuskan strateginya secara ketersediaan energi yang didukung
mendalam dalam JAKSTRANAS IPTEK kemampuan nasional IPTEK” yang
2005-2009, naskah Buku Putih ini mengacu pada amanat Undang-
merupakan bagian dari naskah akademik undang Dasar Negara Republik
yang disusun dalam 6 bidang fokus yaitu Indonesia 1945, Undang-undang No
pangan, energi, transportasi, teknologi 18 tahun 2002 tentang Sistem
informasi, teknologi pertahanan dan Nasional Penelitian, Pengembangan,
kesehatan. dan Penerapan Iptek, Inpres No.
4/2003 tentang Pengkoordinasian
Tujuan penting yang hendak dicapai Perumusan dan Pelaksanaan
dengan penyusunan naskah akademik Kebijakan StrategisPembangunan
”buku putih” adalah memberikan dukungan Nasional Ilmu Pengetahuan dan
informasi dan landasan akademik setiap Teknologi, dan Perpres No. 5/2006
bidang fokus dan juga memberikan tentang Kebijakan Energi Nasional.
tahapan pencapaian atau ”roadmap” dari
strategi pembangunan Iptek sebagaimana
VISI MISI
Regulasi
69

Berkenaan dengan sumber-sumber Biomassa


energi baru terbarukan, secara Limpahan energi surya hampir sepanjang
mendasar Buku Putih ini memberikan tahun serta kecukupan air memberikan
penekanan pada energi surya, angin, jaminan terjadinya proses fotosintesa atau
biomassa, dan panas bumi sebagai asimilasi untuk produksi biomassa yang
berikut. dapat dijadikan sebagai modal dasar dalam
pengembangan energi biomassa. Potensi
Surya iklim tropis basah dan sinar matahari
Letak Indonesia di antara 6° Lintang merupakan “dapur” yang sangat produktif
Selatan dan 11° Lintang Utara untuk produksi biomassa melalui proses
membentang di sepanjang garis asimilasi yang merupakan keunggulan
khatulistiwa. Posisi ini memberikan komparatif terhadap negara lain.
intensitas sinar matahari yang cukup
besar dan stabil sepanjang tahun. Panas Bumi
Energi matahari semacam ini Indonesia mempunyai struktur geologi
merupakan modal dasar untuk yang memiliki potensi sumber energi
pengembangan sumber energi, seperti batu bara, gas, minyak bumi, panas
khususnya energi surya. bumi. Walaupun sumber energi tersebut
sebagian sudah sekian lama dieksploitasi
Angin (kecuali panas bumi) sehingga jumlah
Kondisi geografis Indonesia yang cadangannya sudah mulai menyusut,
spesifik memungkinkan terjadinya namun eksplorasi masih membuka
pola angin yang bermacam-macam, peluang untuk mendapatkan sumber
diantaranya mempunyai prospek energi.
dalam pengembangan Energi Angin
(Bayu). Demikian pula adanya potensi
dinamika lautan dapat dijadikan
sebagai sumber energi samudera.
VISI MISI
70
Strategi

Strategi pengembangan EBT untuk mencapai terjaminnya penyediaan


energi dengan harga wajar untuk kepentingan nasional, dan
mempertimbangkan regulasi regulasi yang berlaku adalah sebagai berikut :

STRATEGI 1. Melakukan diversifikasi energi dengan memaksimalkan


sumber daya energi yang ada di dalam negeri :
l Pengembangan potensi panas bumi untuk penggunaan

langsung maupun tidak Langsung


l Mengembangkan energi alternatif BBN

l Pengembangan pemanfaatan kendaraan berbahan bakar

energi alternatif
l Pengembangan energi alternatif untuk transportasi,

rumah tangga dan industri


l Diversifikasi pembangkit tenaga listrik di antaranya

melalui interkoneksi pembangkit

STRATEGI 2. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat dalam


Pengelolaan Pembangunan Energi yang Berkelanjutan:
l Memaksimalkan pemanfaatan energi setempat

l Pengembangan Desa Mandiri Energi

l Pengembangan kawasan khusus energi

l Pengembangan kemampuan wirausaha energi di daerah

l Pengembangan pemanfaatan energi untuk kegiatan

ekonomi
l Peningkatan kemampuan nasional dalam

pengembangan energi (TKDN)


l Penyelenggaraan sosialisasi energi alternatif secara

kontinyu
l Peningkatan peluang bisnis dan industri pabrikasi

dengan fokus sumber energi baru terbarukan


l Peningkatan kesadaran masyarakat dalam efisiensi

energi
VISI MISI
Strategii
71

STRATEGI 3. Mendorong Investasi Swasta bagi Pengembangan Energi:


l Penerapan insentif ekonomi, baik dalam bentuk fiskal

maupun non fiskal, khususnya untuk pasokan energi


perdesaan, pengembangan energi baru terbarukan dan
peningkatan efisiensi energi
l Pemberian insentif ekonomi bagi investasi energi baru

dan terbarukan agar dapat bersaing dalam mekanisme


pasar energi nasional
l Menyempurnakan peraturan - peraturan untuk

mempercepat penyediaan dan pemanfaatan EBT


l Pengembangan pasar domestik untuk EBT

STRATEGI 4. Meningkatkan efisiensi penyediaan dan pemanfaatan


energi:
l Peningkatan efisiensi pada industri penyedia energi

l Peningkatan efisiensi pada peralatan pemanfaat energi

l Peningkatan efisiensi pada pengguna energi

STRATEGI 5. Meningkatkan kapasitas SDM dan penguasaan teknologi:


l Pengembangan mekanisme pendanaan bagi penelitian

dan pengembangan
l Sertifikasi tenaga ahli

l Standar kompetensi

l Kode etik profesi

STRATEGI 6. Meminimalkan emisi karbon dalam pembangkitan dan


penggunaan energi:
l Peningkatan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan
VISI MISI
72
Insentif Pasari

Kebijakan berbasis komersial: subsidi Kebijakan Feed in Tariff adalah


tariff untuk EBT grid conected kewajiban utilitas membayar lebih
mahal EBT dibandingkan energi
- Feed in Tariff bagi PLTA skala konvensional. Tarif bervariasi
kecil/mini/mikro/piko, PLTB, PLTP berdasarkan teknologi yang
kecil, PLTS terpusat, dan PLT digunakan, kapasitas pembangkitan,
Biomassa dan tahun mulai pembangkit EBT
- Net Metering untuk PLT Pikohidro dan beroperasi, kapasitas. Skema feed in
SHS tariff untuk pembangkitan EBT
- Penetapan harga bagi BBN skala dengan kapasitas di bawah 10 MW
kecil, biomassa dan gasifikiasi untuk diatur dalam Permen ESDM 05 Tahun
penyediaan panas 2009, dan Permen ESDM Nomor 32
– Renewable Portfolio Standard (RPS) tahun 2009, untuk harga pasokan
bagi penyedia captive power pembelian tenaga listrik oleh PN
– Kredit investasi bagi semua EBT skala (persero) dari pembangkit listrik
kecil kecuali captive power dan tenaga panas bumi dan Permen
tungku hemat energi bagi rumah
tangga Net-metering adalah kebijakan yang
– Renewable Obligation (RO) bagi membolehkan produsen energi
PLTP, PLTA, BBN skala besar terbarukan untuk memasok energi ke
grid (jaringan) publik dengan harga
jual sesuai harga eceran, dan
Kebijakan berbasis non-komersial : produsen itu diharuskan membayar
selisih energi kepada utilitas apabila
– Insentif untuk EBT off grid : (a) energi yang dipakai sendiri lebih besar
Pembebasan pajak impor komponen dari pada yang dipasok ke grid. Net
untuk semua EBT skala kecil kecuali metering ini kebanyakan digunakan
tungku hemat energi bagi rumah untuk mendukung sistem energi
tangga dan (b) Rabat untuk semua terbarukan skala kecil dan tersebar
EBT skala kecil yang dipasang pada atau dekat
- Promosi untuk tungku hemat energi bangunan milik produsen energi
skala rumah tangga terbarukan. Konsumen membayar
selisih energi kepada utilitas apabila
energi yang dipakai sendiri lebih besar
dari pada yang dipasok ke grid .Lebih
VISI MISI
Insentif Pasari
9

tepat digunakan pada situasi Renewable Portfolio Standards (RPS)


produsen EBT mengkonsumsi listrik adalah kewajiban bagi penyedia energi
lebih banyak dari pada produksi. untuk menggunakan EBT sebanyak
Untuk mempermudah administrasi, persentase tertentu. Usulan: RPS bagi
kelebihan pasokan ke grid tidak perusahaan swasta yang menggunakan
dibayar dan menjadi deposit untuk captive power sebesar 15% dari total
penagihan satu tahun. Kelebihanan- pembangkitan. RPS tidak menentukan
nya pada sistem SHS grid conected syarat-syarat kontrak secara khusus. Jika
tidak membutuhkan baterei, sehingga produsen listrik tidak bisa memenuhi target
menghemat hingga 50 % biaya RPS akan didenda uang, atau harus
investasi membeli ke produsen yang berlebih
m e m p r o d u k s i E B T. R P S d a p a t
menargetkan peningkatan persentase
energi terbarukan tersebut setiap tahun

Anda mungkin juga menyukai