Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

ANEMIA didefinisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit)


dalam darah atau penurunan kadar Hemoglobin sampai dibawah rentang nilai yang berlaku
untuk orang sehat (Hb<10 g/dL), sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk
menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis
melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam
anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada : 15

1. kecepatan timbulnya anemia


2. umur individu
3. mekanisme kompensasi tubuh
seperti : peningkatan curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan
oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah
ke organ-organ vital.

4. tingkat aktivitasnya
5. keadaan penyakit yang mendasari
6. parahnya anemia tersebut

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian : 15

I. Anemia defisiensi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti
defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.

II. Anemia aplastik


Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum
tulang.

1
III. Anemia hemoragik
Anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan yang menahun.

IV. Anemia hemolitik


Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat
intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis
kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria,
inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah.

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah,
diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau
syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan
konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti
jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.

Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti


pemeriksaan sel darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis
hemoglobin dan biopsi sumsum tulang.

Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti


jika karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B 12
dapat diberikan suplemen asam folat dan vitamion B 12, dapat juga dilakukan transfusi darah,
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.

2
BAB II

ISI

ANEMIA APLASTIK

I. Definisi

Anemia aplastik adalah gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi
eritroid, myeloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya
pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hemopoid
ataupun kankier metatastik yang menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi pada
satu, dua atau ketiga sistem hematopoesis. Aplasia yang hanya mengenai sistem
eritropoetik disebut anemia hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem
granulopoetik disebut agranulositosis, sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit
disebut purpura trombositopenik amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem
tersebut disebut anemia aplastik. 1,2,3,5,9,10,11

Menurut The International Agranulositosis and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut bahwa
anemia aplastik apabila kadar hemoglobin ≤ 10 g/dl atau hematokrit ≤ 30, hitung trombosit
≤50.000 /m3, hitung leukosit ≤ 3500 /m3 atau granulosit ≤ 1.5 x 10 9 /l. 13

II. Etiologi

Secara etiologi, penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu: 7,10

A. Faktor kongenital/anemia aplastik yang diturunkan


Sindroma Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, kelainan ginjal, dan sebagainya.
B. Faktor didapat
Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik, sebagian lainnya dihubungkan
dengan:
- Bahan kimia: benzene, insektida
- Obat: kloramfenikol, anti rematik, anti tiroid, mesantoin (antikonvulsan
sitostatika)
- Infeksi: hepatitis, tuberculosis milier
- Radiasi: radioaktif, sinar rontgen

III. Patofisiologi 7,5,4,9

Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia
aplastik belum diketahui secara pasti. Terdapat 3 teori yang dapat menerangkan
patofisiologi penyakit ini, yaitu:

3
a. Kerusakan sel induk hematopoetik
b. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
c. Proses imunologik yang menekan hematopoesis

Keberadaan sel induk hematopoetik dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau
dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoetik dikenal sebagai long-
term culture-initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/CD
34 sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble-
stone area forming cell jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori
gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus.
Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar, akan terjadi rekonstruksi
sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa kalangan menganggap gangguan ini
dapat disebabkan oleh proses imunologik.

Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoetik
tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang
menghasilkan berbagai sitokin. Pada berbagai penelitian dijumpai bahwa sel stroma
sumsum tulang pasien anemia aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan
sitokin perangsang seperti GM-CSF, G-CSF, dan IL-6 dalam jumlah normal. Sedangkan sitokin
penghambat seperti interferon -γ (IFN – γ ), tumor nekrosis, factor - α (TNF - α), protein
macrophage inflammatory 1α (MIP - 1α) dan transforming growth factor - β2 (TGF - β2)
akan meningkat. Sel stroma pasien anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel
induk, tapi sel stroma tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien.
Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai
penyebab mendasar anemia aplastik makin banyak ditinggalkan

Kenyataan bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar


pasien anemia aplastik merupakan bukti menyakinkan tentang peran mekanisme
imunologik dalam patofisiologi penyakit ini. Pemakaian siklosporin atau metilprednisolon
memberikan tingkat kesembuhan hingga sekitar 75%, dengan ketahanan hidup jangka
panjang menyamai hasil transplantasisumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat
mendukung teori proses imunologik.

Transplantasi sumsum tulang singeneik oleh karena tiadanya masalah histokompatibilitas


seharusnya tidak menimbulkan masalah rejeksi meskipun tanpa pemberian terapi
conditioning. Namun Champlin dkk menemukan 4 kasus transplantasi sumsum tulang
singeneik ternyata semuanya mengalami kegagalan. Tetapi ulangan transplantasi sumsum
tulang singeneik dengan didahului terapi conditioning menghasilkan remisi jangka panjang
pada semua kasus. Kenyataan ini menunjukkan bahwa anemia aplastik bukan saja terjadi
kerusakan sel induk tetapi juga terjadi imunosupresi terhadap sel induk yang dapat
dihilangkan dengan terapi conditioning.

4
5
IV. Gejala klinis dan hematologis 4,7,10

Gejala yang muncul berdasarkan gambaran umum sumsum tulang yang berupa aplasia
system eritropoetik, granulopetik dan trombopoetik, serta aktifitas relative system
limfopoetik dan system retikulo endothelial (SRE). Aplasia system eritropoetik dalam darah
tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai merendahnya kadar Hb,
hematokrit, dan hitung eritrosit serta MCV (Mean Corpuscuolar Volume). Secara klinis anak
tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi,
sesak karena gagal jantung, dsb. Oleh karena sifatnya aplasia system hematopoetik, maka
umumnya tidak ditemukan ikterus, pembessaran limpa, hepar maupun kelenjar getah
bening.

V. Diagnosis 2,3,4,10

Dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan - tanpa adanya
organomegali (hepato splenomegali). Gambaran darah tepi menunjukan pansitopenia dan
limfositosis relative. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemeriksaan biopsi sumsum tulang
yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia
system eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik. Diantara sel sumsum tulang yang
sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel).
Hendaknya dibedakan antara sediaan sumsum tulang yang aplastilc dan yang tercampur
darah

VI. diagnosis banding

a. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan PTA. pemeriksaan darah tepi dari kedua
kelainan ini hanya menunjukan trombositopenia tanpa retikulositopenia atau
granulositopenia/leukopenia. Pemeriksaan sumsum tulang dari PTI menunjukan
gambaran yang normal atau ada peningkatan megakariosit, sedangkan pada PTA
tidak atau kurang ditemukan megakariosit.

a. Leukemia akut jenis aleukemia, terutama Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dengan
jumlah Ieukosit yang kurang dari 6000/Mm 3. kecuali pada stadium dini, biasanya
pada LLA ditemukan splenomegali. pemeriksaan darah tepi sukar dibedakan, karena
kedua penyakit mempunyai gambaran yang serupa (pansitopenia dan relative
limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan limfositosis yang dari 90%. diagnosis
lebih cenderung ke LLA.

b. Stadium praleukemik dan leukemik akut

Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi maupun sumsum
tulang karena masih menunjukan gambaran sitopenia dari ketiga system
hematopoetik. Biasanya setelah beberapa bulan kemudian baru terlihat gambaran
khas LLA.

6
VII. Terapi 2,4,7,10

Terapi suportif diberikan untuk mencegah dan mengobati terjadinya infeksi dan perdarahan

- Pengobatan terhadap infeksi

untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebalknya anak diisolasi dalam ruangan khusus
yang "suci hama". Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan
depresi sumsum tulang.

- Transfusi darah

Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendaknya harus
diketahui bahwa. tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar hemoglobin yang tinggi.
Karena dengan transfusi darah yang terialu sering, akan timbul depresi terhadap sumsum
tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat
dibentuknyanya antibody terhadap sel darah merah, leukosit dan trombosit. Dengan
demikian transfusi darah diberikan bila diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat
(perdarahan massif, perdarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspense
trombosit.

- Transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik pada pasien anemia
aplastik sejak tahun 70-an. Donor yang terbaik berasal dari saudara sekandung dengan
Human Leucocyte Antigen (HLA)nya cocok.

VIII. Prognosis 7,9

Prognosis bergantung pada

- Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler


- Kadar Hb F yang lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang lebih baik
- Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik
- Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi masih
tinggi. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk
menentukan prognosis.

Remisi biasanya terjadi beberapa bulan setelah pengobatan (dengan oksimetolon setelah 2-
3 bulan), mula-mula terlihat perbaikan pada sistem eritropoetik, kemudian sistem
granulopoetik dan terakhir sistem trombopoetik. Kadang-kadang remisi terlihat pada sistem
granulopoetik lebih dahulu, disusul oleh sistem. eritropoetik dan trombopoetik. Untuk
melihat adanya remisi hendaknya diperhatikan jumlah retikulosit, granulosit/leukosit
dengan hitung jenisnya dan jumlah trombosit. Pemeriksaan sumsum tulang sebulan sekali
merupakan indicator terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telah
tercapai, yaitu timbuInva aktifitas eritropoetik dan granulopoetik, bahaya perdarahan yang
fatal masih tetap ada karena perbaikan sistem trombopoetik terjadi paling akhir. Sebaiknya

7
pasien dibolehkan pulang dari rumah sakit setelah hitung trombosit mencapai 50.000-
100.000/mm3

IX. Sebab kematian

- Infeksi
biasanya bronkopneumonia atau sepsis. Harus waspada terhadap tuberculosis akibat
pemberian prednisol jangka panjang.
- Perdarahan otak atau abdomen.

Anda mungkin juga menyukai