Anda di halaman 1dari 5

http://mahartoprastowo.blogspot.

com/

http://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/hukum-perikatan/

http://studihukum.wordpress.com/2009/04/25/hukum-perdata-3/

http://www.scribd.com/doc/10991882/INVENTARISASI-PASAL

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/202c926669e5fb268885b21a628cb343bce80950.pdf

Dasar Hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan(KEPMENKEU NO.448).
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 172/KMK.06/2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor : 448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan (KEPMENKEU NO.172).

I.PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SECARA UMUM.

1.Lembaga Pembiayaan.

a. Definisi

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan
tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

b. Kegiatan Lembaga Pembiayaan

kegiatan Lembaga Pembiayaan termasuk :


1) Sewa Guna Usaha;
2) Modal Ventura;
3) Perdagangan Surat Berharga;
4) Anjak Piutang;
5) Usaha Kartu Kredit;
6) Pembiayaan Konsumen.

Kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh :


1) Bank;
2) Lembaga keuangan Bukan Bank;
3) Perusahaan Pembiayaan.

2.Perusahaan Pembiayaan.

a. Definisi

Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

b. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Perusahaan Pembiayaan memiliki kegiatan usaha yang meliputi :


1) Sewa Guna Usaha (Leasing).
2) Anjak Piutang (Factoring).
3) Usaha Kartu Kredit.
4) Pembiayaan Konsumen.

II. KEGIATAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN BERUPA SEWA GUNA USAHA (LEASING), ANJAK PIUTANG (FACTORING) DAN JUAL
BELI ANGSUR.

1. Sewa Guna Usaha (Leasing).

a. Definisi (berdasarkan KEPMENKEU NO.448)


1). Sewa Guna Usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
(Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala (Pasal 1 huruf c, KEPMENKEU NO.448).

2). Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari perusahaan
pembiayaan (Lessor), pasal 1 huruf d KEPMENKEU NO.448).

b. Kegiatan Sewa Guna Usaha

Pasal 3 KEPMENKEU NO.448

Ayat (1) : "Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun
tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut".

Ayat (2) : "Dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang
Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali".

Ayat (3) : "Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi Sewa Guna Usaha berada pada
Perusahaan Pembiayaan".

Pengalihan Perjanjian Leasing

Pengertian
Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Karakteristik Perjanjian Leasing


 merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Lessor berkewajiban untuk menyediakan barang modal untuk digunakan oleh lessee, dan berhak memperoleh pembayaran sewa secara
angsuran dari Lessee.
 Adanya hak opsi bagi Lessee untuk membeli barang modal setelah berakhirnya kontrak leasing (untuk finance lease)
 Selama masa kontrak, hak milik barang tetap ada pada Lessor.
 Jika terjadi wanprestasi, lessor berhak mengambil kembali barang modal yang disewa oleh lessee tanpa keharusan untuk
mengembalikan/memperhitungkan kelebihan harga.

.Finance Leasing
 Lessee bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembiayaan angsuran atau secara berkala dari pihak
Lessor.
 Lesee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disepakati.
 Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang modal yang dilease ditanggung oleh Lesse
 Lesse pada akhir masa kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang modal yang dilease sesuai dengan nilai sisa yang disepakati,
mengembalikan kepada lessor, atau memperpanjang masa lease sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati bersama. Pembayaran berkala pada
masa perpanjangan lease biasanya jauh lebih rendah dari angsuran sebelumnya.
 Hak kepemilikan atas barang modal ada pada Lessor.

Operating Lease
 lessee bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peralatan disamping operator dan perawatan alat/barang modal tanpa risiko bagi lessee
terhadap kerusakan. Sedangkan Lessor mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan
pemeliharaan serta pengoperasian barang modal.
Lesse membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor sesuai dengan jumlah yang disepakati. Jumlah sewa yang diperhitungkan oleh
Lessor tidak meliputi jjumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut beserta bunganya.
 Lessor menanggung segala risiko ekonomis dan biaya atas pelaksanaan lease seperti biaya pemeliharaan, biaya asuransi, perpajakan.
 Lessee tidak mempunyai hak opsi untuk membeli barang dan pada akhir masa kontrak harus mengembalikan objek lease kepada Lessor.
 Kontrak Leasing bisanya bersifat cancelable (dapat dibatalkan sewaktu-waktu).

Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan Leasing

1. Leessor adalah perusahan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal.
 Dalam finance lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal
dengan mendapatkan keuntungan.
Dalam Operating lease, lessor berujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan
pemeliharaan serta pengoperasian barang modal.

2. Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Dalam
 Dalam finance lease, lessee bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembiayaan angsuran atau secara
berkala. Pada akhir kontrak, lessee mempunyai hak opsi untuk membeli barang tersebut dengan harga berdasarkan nilai sisa.
Dalam operating lease, lessee bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peralatan disamping operator dan perawatan alat/barang modal tanpa
risiko bagi lessee terhadap kerusakan.

3. Supplier adalah perusahaan ataupihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual/disewakan kepada lessee dengan
pembayaran secara tunai oleh Lessor.
Dalam finance lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor dan menerima pembayaran dari pihak
lessor untuk kepentingan lessee.
Dalam operating lease, supplier menjual barang modal langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan lessor dan
supplier, yaitu secara tunai atau cicilan.

4. Bank adalah pihak yang menyediakan dana bagi lessor untuk membiayai pembelian dari pihak supplier. Hal ini terutama terlihat pada
leverage lease. Dalam perjanjian leasing, pihak bank tidak terlibat secara langsung.

Perbedaan Leasing Dengan Sewa


Menurut pasal 1548 disebutkan bahwa:
Sewa menyewa adalah suatu perstujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya
kenikmatan dari suatu barang selama waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disangupi
pembayarannya.

Persamaannya adalah lessor dan penyewa adalah sama-sama pemilik barang dan berhak atas pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.
Sedangkan perbedaannya adalah pada Leasing, kepada Lessee/penyewa diberikan hak opsi untuk membeli barang pada akhir kontrak leasing.
Namun demikian, dalam praktetk dalam perjanjian sewa menyewa dapat pula diperjanjikan ketentuan khsusu yang memberikan hak kepada
penyewa untuk melanjutkan sewa atau membeli barang yang disewakan. Operating Lease, lebih menyerupai perjanjian sewa menyewa, pada
operating lease biaya pemeliharaan barang modal menjadi beban Lessor.

Perbedaan dengan Leasing Sewa Beli (Hire Purchase)


Sewa Beli (Hire Purchase) tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata,. Sewa beli merupakan suatu ciptaan praktek yang telah diakui sah
oleh Yurisprudensi..
Secara Umum, Sewa Beli dapat didefinisikan sebagai “Persetujuan antara pihak penjual barang dengan penyewa suatu barang, dimana penyewa
berhak menggunakan barang yang bersangkutan untuk jangka waktu tertentu yang disepakati berasama dengan pembayaran secara berkala
yang ditetapkan oleh penjual barang”

Menurur Prof S. Subekti SH (Aneka Perjanjian), penyerahan hak milik baru akan dilakukan pada waktu dibayarnya angsuran terakhir.

Berdasarkan hal tersebut, persamaan Hire Purcahe dengan Leasing adalah hak milik atas barang selama kontrak adalah ada Lessor/Penjual,
sedangkan perbedaanya bahwa dalam hire purchase hak milik dengan sendirinya beralih kepada penyewa pada saat barang tersebut telah
dilunasi pembayarannya.

Leasing dengan jual beli cicilan


Persamaannya dengan Leasing (finance lease) terletak pembayaran secara berkala dan penggunaan suatu barang atas suatu harga yang
disepakati. Sedangkan perbedaanya terletak pada peralihan hak milik atas barang yang pada perjanjian jual beli dengan cicilan terjadi pada saat
dilakukannya pelaksanan traksasksi dan penyerahan barang.

2. Anjak Piutang (Factoring).

a. Definisi

1) Anjak Piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

2) Penjual Piutang (Client) adalah perusahaan yang menjual dan/atau mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi
perdagangan kepada Perusahaan Pembiayaan.

b. Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk :

Pasal 4 KEPMENKEU NO.172


1) Pembelian dan atau pengalihan ;serta
2) Pengurusan,
piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.

c. Kegiatan Usaha Factoring dilakukan dengan dua cara :

1) Dengan Cara pembelian Account Receivable, yaitu terjadi hubungan para pihak sebagai berikut :
- Penjual (client) menjual barang kepada pembeli (customer) atas penjualan secara kredit jangka pendek atau jangka menengah.
- Untuk kepentingan cash flow-nya maka penjual (client) meminta kepada pembeli (customer) persetujuan untuk menjual piutangnya kepada
perusahaan Factoring.
- Pembeli (customer) menyetujui usul penjual (client) meminta kepada pembeli (customer) persetujuan untuk menjual piutangnya kepada
perusahaan Factoring.
- Data-data mengenai piutang ini oleh penjual (client) diteruskan kepada perusahaan Factoring.
- Dibuat kontrak pengambilalihan piutang antara penjual (client) dengan perusahaan Factoring.
- Perusahaan Factoring membayar uang penjualan piutang tadi kepada penjual dengna suatu tingkat diskonto tertentu.
- Pembeli (customer) pada waktu piutang tersebut telah jatuh tempo membayar hutangnya kepada perusahaan Factoring.

2) Dengan cara pendiskontoan Promissory Notes, yaitu terjadi hubungan para pihak sebagai berikut :
- Penjual (client) menjual barangnya secara kredit kepada pembeli (customer).
- Pembeli (customer) mengeluarkan Promissory Notes kepada penjual.
- Promissory Notes dari pembeli (customer) oleh penjual (client) di-endorse kepada perusahaan Factoring.
- Perusahaan Factoring membayar Promissory Notes yang sudah di-diskonto kepada penjual (client).
- Promissory Notes yang jatuh tempo oleh perusahaan Factoring diselenggarakan kepada pihak bank pembeli untuk diminta pembayarannya.
- Pembayaran Promissory Notes yang sudah jatuh tempo oleh bank kepada perusahaan Factoring.
- Bank kemudian memungut pembayaran Promissory Notes dari pembeli (customer).

d. Beberapa pengaturan tentang transaksi penjualan dan pengalihan piutang dalam KUH Perdata dan KUH Dagang.

1) Pasal 1533, 1459 dan 613 KUH Perdata.

Pasal 1533 : "Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, sepertinya penanggungan-penanggungan, hak istimewa
dan hipotik-hipotik.

Pasal 1459 : "Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal
612, 613, dan 616".

Pasal 613 : "Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta
otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain".

"Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahaan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis
disetujui dan diakuinya".

"Penyerahaan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen".

Berdasarkan pasal-pasal diatas dapat disimpulkan bahwa dengan djualnya piutang baik yang terbit dari transaksi kredit maupun dari transaksi
dagang maka segala hak-hak yang melekat pada piutang tersebut turut berpindah ke perusahaan Factoring.

2) Bentuk Piutang dan Cara Penyerahannya.

Piutang dalam anjak piutang dapat berupa piutang atas transaksi kredit dan piutang atas transaksi dagang.

Bentuk Piutang dapat dibedakan atas :


a) Piutang yang terbit dari transaksi kredit yang Atas Tunjuk (order).
b) Piutang yang terbit dari transaksi kredit yang Atas Bawa (to order).
c) Piutang yang terbit dari transaksi kredit yang Atas Nama (op naam).
d) Piutang yang terbit dari transaksi dagang.

Pengalihan hak milik Piutang Atas Tunjuk dan Piutang Atas Bawa tidak memerlukan bantuan dari debitur, sedangkan piutang yang terbit dari
transaksi kredit yang atas nama dan piutang yang terbit dari transaksi dagang harus diketahui dan disetujui oleh debitur.

Piutang atas nama yang terbit dari transaksi kredit dan piutang yang terbit dari transaksi dagang adalah piutang yang hanya mengikat antara
Debitur (nasabah) dan Kreditur (client). Maka, kreditur (client) hanya dapat mengalihkan hak milik atas piutangnya kepada pihak ketiga
dengan sempurna jika pengalihan itu disetujui dan diketahui oleh debitur(nasabah).

Kemudian, perjanjian yang ada yaitu Perjanjian Anjak Piutang melibatkan tiga pihak yaitu penjual(client/kreditur lama), perusahaan Factoring
(kreditur baru) dan Debitur (nasabah).

3) Hal-hal yang berkenaan dengan kewajiban penjual piutang.

Pasal 1534 : "Barangsiapa menjual suatu piutang atas suatu hak tak bertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak-hak itu benar dan sewaktu
diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan".

Pasal 1535 : "Ia tidak bertanggung jawab tentang cukup mampunya si berutang, kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan hanya
untuk jumlah harga pembelian, yang telah diterimanya untuk piutangnya".

Pasal 1536 : "Jika ia telah berjanji untuk menanggung terhadap cukup mampunya si berutang, maka janji ini harus diartikan sebagai mengenai
kemampuannya sekarang, dan tidak mengenai keadaan di kemudian hari, kecuali dengan tidak dengan tegas dijanjikan sebaliknya".

Pasal 1491 : "Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan
benda yang dijual secara aman dan tenteram; kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa
hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya".

Dalam pasal 1534, menentukan bahwa penjual piutang harus menanggung bahwa hak-hak itu benar adanya sewaktu diserahkan meskipun tanpa
penanggungan.

Dalam pasal 1491, mengenai penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli ialah untuk menjamin :
a)penguasaan benda secara aman dan tenram
b)cacat-cacat tersembunyi untuk menerbitkan alasan pembatalan.

Dalam pasal 1535 dan 1536 dikenal juga dalam usaha Anjak Piutang yaitu "recourse factoring" dan "without recourse factoring".
Ketidakmampuan (wanprestasi) dari debitur di kemudian hari untuk membayar tidak dengan sendirinya menjadi tanggungan penjual kecuali
mengenai hal tersebut memang tegas diperjanjikan.

4) Tentang sah tidaknya perjanjian anjak piutang tergantung pada perjanjian pokoknya.

Perjanjian anjak piutang merupakan perjanjian accesoir, yaitu perjanjian yang mungkin ada jika telah ada perjanjian utang-piutang antara
penjual (client) dan pembeli (nasabah). Perjanjian accesoir sah atau tidaknya tergantung pada sah atau tidaknya perjanjian pokoknya.

Dalam pasal 1821 KUH Perdata dan pasal 191 KUHD


Pasal 1821 ayat (1) KUH Perdata : "tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah".

Pasal 191 KUHD :

Ayat (1) : "Pemberi aval, ia pun sama terikatnya seperti mereka untuk siapa aval diberikan".

Ayat (2) : "Ikatan dia berlaku juga, pun sekiranya ikatan yang dijaminnya, karena lain alasan dari pada cacat dalam bentuknya, batal".

kesimpulannya adalah perjanjian anjak piutang yang terbit dari transaksi dagang sah atau tidaknya tergantung pada sah tidaknya perjanjian
pokoknya.
Sedangkan perjanjian anjak piutang yang obyeknya adalah piutang-piutang yang terbitnya dari transaksi kredit maka sah atau tidaknya tidak
tergantung pada perjanjian pokoknya.

3. Jual Beli Angsur.

Definisi

Jual Beli Angsur pada dasarnya merupakan perjanjian jual beli biasa yang pengaturannya mengikuti peraturan yang terdapat dalam KUH
Perdata mengenai perikatan, yang memiliki tahap-tahap pembayaran tanpa tunai yang pelunasan pembayarannya ditetapkan dalam perjanjian
jual beli angsur.

tentang penyerahan hak milik atas obyek perjanjian jual belio angsur, hak milik seketika telah beralih kepada pembeli sedangkan atas sisa harga
yang belum lunas terbayar, yang berupa angsuran, dianggap merupakan hutang pembeli kepada penjual, yang telah ditegaskan oleh pembeli
dengan mengaku hutang kepada penjual.

Anda mungkin juga menyukai