Anda di halaman 1dari 4

Pesona Batik Tasikmalaya

Beragam corak khas batik tasik disatukan dalam selembar kain


agar lestari. Membuat pakaian jadi juga jadi strategi menarik
minat pasar yang lebih luas (Foto: Sita Dewi)

Bisa dibilang, tak banyak perajin batik Tasikmalaya yang


bertahan sejak tahun 70-an hingga sekarang. Agnesa Batik di
jalan Ciroyom, Kota Tasikmalaya, adalah satu dari yang sedikit
itu. Meski mengalami beberapa kali pasang surut, H. Cucu (55),
pendiri Agnesa Batik Tasikmalaya dan Hj. Enok (51), sang istri,
memilih untuk mempertahankan usaha batik yang didirikan
pada 1970 tersebut.

Enok berkisah, batik Tasik pernah mengalami masa kejayaan di tahun 60-an hingga 70-an.
Namun, industri batik juga sempat mengalami gonjang-ganjing saat kisruh politik beberapa
kali melanda negeri. Munculnya teknologi baru yang melahirkan tekstil bermotif batik
buatan mesin juga sempat mengancam kelangsungan hidup batik tradisional.

Memasuki milenium baru, industri batik kembali menggeliat. Puncak-puncaknya tahun 2005
saat demam batik melanda pelosok negeri. Batik Tasik tak pelak mendapat imbas positif.
Perajin batik mulai bermunculan lagi. Peran pemerintah setempat diakui Enok besar
pengaruhnya, “Pemerintah Tasik misalnya, menghimbau PNS dan pegawai BUMN untuk
memakai batik tasik pada hari tertentu sekaligus memberi daftar semua perajin batik di
Tasikmalaya. Kebijakan seperti itu sangat membantu kami para perajin batik.

Beragam corak khas batik tasik disatukan dalam selembar kain agar lestari. Membuat
pakaian jadi juga jadi strategi menarik minat pasar yang lebih luas (Foto: Sita Dewi)

Untuk dapat tetap bersaing di saat batik kembali diburu, Enok bercerita, ia harus berani
mengembangkan corak batik agar lebih bervariasi. “Saya mencari tumbuh-tumbuhan asli
Tasik yang punya corak menarik, saya foto lalu saya buat capnya. Pokoknya tidak melenceng
dari akar batik tasik yang menonjolkan motif flora dan fauna.” Selain corak, Enok juga
terus menggali warna-warna baru. “Kalau tidak berani bereksperimen dengan warna,
peminat batik terutama yang kolektor bisa cepat bosan.”

Upaya Enok tak sebatas untuk mendongkrak penjualan. Enok juga berusaha
mendokumentasikan corak-corak batik khas Tasik dalam selembar kain. Berbagai corak khas
Tasik seperti ramat lancah (laba-laba), jukut riut (bunga putri malu), payung, batu seling,
nusa indah, dan ayakan ia gambar satu persatu dan diberi nama. “Bahkan ada corak khas
yang tidak ada namanya meskipun saya sudah bertanya pada para orang tua yang mengerti
batik. Suatu kali saya melihat tanaman di sawah yang mirip, saya tanya pada petani lalu saya
beri nama sendiri. Tujuannya agar batik tasik tidak punah.” Saat dipajang di pameran,
justru banyak konsumen yang tertarik untuk membeli sebagai koleksi.

Menanggapi ancaman tekstil bermotif batik buatan Cina yang mulai menggempur pasar
dalam negeri, Enok tak khawatir. “Pencinta batik yang paham pasti akan mencari batik yang
asli.” Enok juga membagi tips agar konsumen tidak diperdaya dengan batik ‘palsu’. “Lebih
baik beli di toko batik yang ada workshop- nya. Supaya tidak salah membeli dan sekaligus
bisa melihat proses pembuatannya.”
Batik Tasikmalaya

Batik Tasikmalaya sering disebut Batik Tasikan, Batik Karajinan (Wurug), Batik
Sukaraja/Sukapura (Batik tulis khas tasikmalaya)

Contoh motif batik sukapura :

Warna dasar kain merah, kuning, ungu, biru, hijau, orange dan
soga. Dan warnanya cerah namun tetap klasik dengan dominasi
biru. Batik Sukapura : berciri khas warna merah, hitam, coklat.

Motifnya kental dengan nuansa Parahyangan seperti bunga


anggrek dan burung, selain itu ada juga motif Merak-ngibing,
Cala-culu, Pisang-bali, Sapujagat, Awi Ngarambat.

Batik Tasik memiliki kekhususan tersendiri yaitu bermotif alam, flora, dan fauna. Batik
Tasik hampir sama dengan Batik Garut hanya berbeda dari warna, Batik Tasik lebih terang
warnanya.

Contoh motif batik Tasikmalaya lainnya :

Batik Cap Bunga Besar Lereng Biru Batik Cap Motif Melati Coklat Batik Cap Lereng Putih Ungu Pink
Tentang Wayang Golek Sunda

Wayang golek atau disebut “golek” saja, merupakan salah satu


jenis tradisi yang hingga sekarang masih tetap bertahan hidup
di daerah Sunda. Berbeda dari wayang kulit yang dwimatra,
golek adalah salah satu jenis wayang trimatra.
Golek memiliki sifat pejal. Ia merupakan boneka tiruan rupa
manusia (ikonografi), yang dibuat dari bahan kayu bulat torak
untuk mempertunjukkan sebuah lakon.
Ada 2 macam wayang golek di daerah Sunda, yaitu wayang
golek papak (cepak atau wayang golek menak dan wayang golek purwa. Wayang golek yang banyak
dikenal orang adalah wayang golek purwa. Sama seperti wayang kulit, pementasan wayang golek purwa
menampilkan cerita Ramayana dan Mahabharata.

APA ITU WAYANG..?


Wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara
banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang sendiri meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni
tutur, seni sasra, seni lukis, seni pahat dan juga seni perlambang.
Menurut penelitian ahli sejarah, sebetulnya budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia yang
sudah ada jauh sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa. Memang, cerita wayang yang populer saat
ini merupakan adaptasi cerita dari karya sasra India, yaitu Ramayana dan Mahabrata. Tetapi sudah
mengalami adaptasi untuk menyesuaikan dengan falsafah asli Indonesia.

Pengertian wayang sangat tergantung dari sudut pandang orang yang melihatnya. Kata wayang dapat
diartikan secara luas, tetapi seringkali dibatasi dengan makna boneka, gambar, tiruan dari manusia,
tokoh/pemain dalam suatu pertunjukan/sandiwara. Arti ini mirip dengan yang ada dalam Kamus Umum
Bahasa Sunda, yaitu wayang adalah boneka atau penjelmaan dari manusia yang terbuat dari kulit atau
pun kayu. Namun ada juga yang mengartikan bahwa perkataan wayang berasal dari bahasa Jawa, yang
artinya perwajahan yang mengandung penerangan.

ASAL USUL WAYANG


Mengenai asal-usul wayang khusus di Indonesia juga ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan
bahwa wayang berasal dari kebudayaan India yang sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu. Pendapat
lain mengatakan bahwa wayang merupakan hasil kebudayaan asli masyarakat Jawa tanpa ada pengaruh
budaya lain. Disebutkan pula oleh beberapa sumber bahwa wayang berasal dari relief candi karena
candi memuat cerita wayang, seperti candi Prambanan.

Bukti keberadaan wayang dalam perjalanan sejarah di Indonesia tercatat dalam berbagai prasasti,
seperti prasasti Tembaga (840 M), prasasti Ugrasena (896 M), dan prasasti Belitung (907 M).
Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan
mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa.

Pertunjukan Kesenian wayang sendiri adalah sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari
kepercayaan animisme dan dinamisme. Meski ada perbedaan pendapat mengenai asal-usul wayang,
tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan wayang di Indonesia sudah melalui perjalanan waktu yang
sangat panjang dan hingga kini masih hidup di dalam masyarakat.
JENIS WAYANG
Jenis wayang dapat dibedakan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan cerita yang dibawakan, cara
mementaskan, dan bahan pembuatannya, di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, terdapat sekitar 40
jenis wayang yang sebagian di antaranya sudah punah.

SEJARAH SINGKAT WAYANG GOLEK SUNDA


Di Jawa Barat, tempat berkembangnya wayang pertama kali adalah
Cirebon, yaitu pada masa Sunan Gunung Jati (abad ke-15). Jenis wayang
yang pertama kali dikenal adalah jenis wayang kulit. Sementara wayang
golek mulai dikenal di Cirebon pada awal abad ke-16 dan dikenal dengan
nama wayang golek papak atau cepak. Dalam perkembangannya, kita lebih
mengenal wayang golek purwa, yaitu yang berlatar belakang cerita
Ramayana dan Mahabharata.
Kelahiran golek berasal dari ide Dalem Bupati Bandung (Karang Anyar) yang
menugaskan Ki Darman, juru wayang kulit asal Tegal yang tinggal di Cibiru,
untuk membuat bentuk golek purwa. Awalnya wayang kayu ini masih
dipengaruhi bentuk wayang kulit, yaitu gepeng atau dwimatra. Pada
perkembangan selanjutnya, tercipta bentuk golek yang semakin membulat
atau trimatra seperti yang biasa kita lihat sekarang. Kemudian, pembuatan golek pun menyebar ke
seluruh wilayah Jawa Barat seperti Garut, Ciamis, Ciparay, Bogor, Kerawang, Indramayu, Cirebon,
Majalaya, dan sebagainya.

GOLONGAN UTAMA
Bagaimana wayang golek itu divisualisasikan dalam bentuk atau raut, secara garis besar dikelompokkan
dalam empat golongan utama yaitu
1.Satria
Bentuk tubuh golek golongan satria ini menggambarkan keluwesan, ketenangan dan kelemahlembutan,
dengan tetap tidak menghilangkan unsur kegagahan dan kecerdasannya. Golongan ini memiliki bentuk
mata sipit, alis tipis, dan hidung cenderung kecil dan tidak memiliki kumis. Tokohnya seperti Rama,
Samiaji, Nakula, Sadewa.
“Sri Rama beristerikan Dewi Shinta, setelah memenangkan sayembara menarik Busur Pusaka Kerajaan
Mantili (Mithiladiraja).”

2.Ponggawa
Golongan golek ini digambarkan sebagai tentara yang ditampilkan dengan bentuk tubuh yang tegap,
tegas, dengan mata besar, alis tebal, berkumis, hidung mancung. Tokoh-tokohnya antara lain Gatotkaca,
Bima, Duryudana.
“Gatotkaca, salah seorang tokoh dari epos Mahabharata. Dikenal dengan julukan otot kawat, tulang
baja, daging besi.
Dia memiliki jiwa seni yang tinggi, pembuat arca, patung-patung dari batu.”

3.Buta
Buta atau disebut juga raksasa memiliki bentuk tubuh tinggi besar, mata melotot, alis tebal, hidung
besar dan bertaring atas bawah. Tokoh golongan ini yang terkenal adalah Rahwana.
“Prabu Rahwana, atau Prabu Dasamuka, adalah raja dari Kerajaan Alengkadirja. Ia menculik istri Batara
Rama, yaitu Dewi Sinta”

4.Panakawan
Golongan golek ini digambarkan sebagai tokoh yang kocak dan jenaka. Banyak golek ciptaan baru yang
digolongkan dalam golek panakawan.
“Cepot alias Sastrajingga Wataknya humoris, suka banyol ngabodor. Kendati begitu, lewat humornya dia
tetap memberi nasehat petuah dan kritik.”

Anda mungkin juga menyukai