Anda di halaman 1dari 11

Kekuatan Gaya dalam KaryaJudul : Stilistika Kajian Puitika

Bahasa, Sastra, dan Budaya


Penulis : Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna
Tebal : x-xi, 480 halaman
Penerbit : Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2009

HIDUP di dunia tak mungkin tanpa gaya. Dengan gaya, hidup menjadi lebih variatif. Dengan variasi,
hidup menjadi lebih menggairahkan. Dengan mengandaikan bahwa sebuah karya (sastra) itu hidup,
penuh daya vitalitas, sebagaimana puisi-puisi Chairil Anwar, maka kekuatan gaya ikut bermain di
dalamnya. Karenanya, gaya setiap genre karya sastra dari pengarang yang satu dengan yang lain dalam
periode tertentu, selalu berbeda. Perbedaan gaya pengarang dapat menjadi ciri pemerlain yang bisa
merangsang pembaca atau penikmat menemukan cara dan daya ungkap yang inspiratif bagi kehidupan
bermasyarakat. Agar gaya yang digunakan bisa menginspirasi, pengarang perlu memahami ilmu gaya
bahasa yang disebut stilistika. Dengan memahami stilistika, pengarang memiliki modal untuk
mengaplikasikan rasa dan rasio ke dalam karyanya.

Sampai saat ini, buku yang secara khusus membicarakan stilistika, masih sangat langka. Kelangkaan itu
bagi Kutha Ratna adalah peluang yang dapat membangunkan kegelisahan akademikanya sehingga
lahirlah bukunya keenam, yaitu "Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya". Sebelumnya, telah
terbit lima bukunya.

Secara intertekstual, keenam buku Kutha Ratna itu berhubungan satu sama lain dalam melihat sastra
dari konteks sosial budaya sehingga dapat dijadikan referensi untuk membedah karya sastra dari usnur
ekstrinsik tanpa melupakan unsur instrinsik. Pun dengan buku ini yang dari judulnya saja, penulis
tampaknya hendak menyaturagakan bahasa, sastra, dan budaya dalam sekali hembusan napas. Hal ini
logis karena sastra menggunakan bahasa sebagai medium penyampaian, sedangkan bahasa adalah salah
satu unsur universal dari kebudayaan manusia menurut Kuntjaraningrat.

Namun demikian, sebagai judul besarnya, buku ini memberikan porsi lebih pada stilistika dalam
pembahasannya. Buku yang terdiri dari 9 bab ini, 7 bab isinya ikhwal stilistika dikaitkan dengan ilmu
humaniora khususnya bahasa sastra dan budaya. Hal ini bisa dicermati dalam bab I sampai bab VIII,
kecuali bab IV dan bab IX. Bab IV memfokuskan perhatian pada proses kreatif, karya sastra, dan peranan
masyarakat pembaca. Sementara itu, bab IX bertajuk kesimpulan yang berisi rangkuman terhadap 8 bab
sebelumnya.

Lebih lanjut, buku ini berusaha mengajak pembaca keluar dari model tradisional dalam menganalis karya
sastra sekaligus menemukan cara-cara berbeda dalam analisis sehingga memberikan horizon harapan
baru bagi studi sastra khususnya dan studi humaniora pada umumnya. "Menemukan arah baru,
sekaligus model penelitian dengan teori stilistika kontemporer, stilistika postmodern" (hal. 2). Dengan
demikian, kesan monoton dan monolitik sebagai bagian dari upaya penyeragaman dalam kajian sastra
berubah ke arah kajian yang mengedepankan keberagaman analisis yang memberikan warna baru bagi
pengembangan studi humaniora.
Selain itu, buku ini juga menelusuri sejarah perkembangan stilistika dari Barat sampai Indonesia,
mencoba membedakan titik perpisahan antara stilistika bahasa dengan sastra, dan mengidentifikasi ciri-
ciri khas stilistika sastra dengan cara menemukan identitasnya dalam karya sastra.

Pemikiran Barat

Betapa pun buku ini menawarkan model penelitian dengan teori stilistika kontemporer, Kutha Ratna
tampaknya banyak mengompilasi pemikiran Barat. Tokoh-tokoh Barat yang dirujuk seperti Fowler,
Murry, Shipley, Hough, Teeuw menandakan betapa kecilnya perhatian sarjana Indonesia terhadap kajian
di bidang stilistika. Dalam Kata Pengantar buku ini disebutkan, "Sampai saat ini, selain buku yang ditulis
oleh Umar Junus, terbit di Malaysia berjudul Stilistik: Satu Pengantar (1989) dengan menggunakan
ragam bahasa Melayu, belum ada buku teks yang secara khusus berbicara mengenai stilistika" (hal. vi).
Jika mengacu pada pernyataan itu, maka buku ini adalah buku pertama yang membahas secara khusus
tentang stilistika dalam bahasa Indonesia oleh pakar sastra Indonesia.

Dengan mengompilasi pemikiran sarjana barat dan timur, kajian stilistika yang dibincangkan dalam buku
ini, jika mengacu pada fungsi pengarang (penulis) dalam terminologi Barthes, Kutha Ratna tidak lebih
dari seorang kompilator, orang yang mengumpulkan dan menambahkan hal-hal tertentu (hal. 95). Peran
kompilator juga mewarnai hampir semua buku susunan Kutha Ratna. Hal ini paling tidak mencerminkan
dua hal terhadap proses kreativitas penulisnya. Pertama, sebagai penulis, Kutha Ratna adalah orang
yang terbuka dengan pemikiran Barat, tanpa melupakan pemikiran Timur. Teori digali dari barat, tetapi
objek yang dikaji adalah karya sastra dari negeri sendiri. Ini adalah konsekuensi dari seorang akademikus
yang suntuk memperdalam teori sastra dan budaya. Kedua, Kutha Ratna telah membangun jembatan
persahabatan dengan konvergensi pemikiran tanpa dikotomi. Dengan cara itu, pergaulan akademik
dibangun melalui teks yang menjadi objek kajian.

Konsekuensi dari pemaknaan itu membuat Kutha Ratna tampil dengan gayanya sendiri dalam menulis
buku. Dengan gaya seorang kompilator, susah dibedakan antara gagasan pribadi penulisnya dengan
gagasan ahli yang dikompilasi. Selain itu, buku ini juga minim contoh bagaimana stilistika dioperasikan
dalam analisis bahasa dan budaya sesuai dengan judulnya. Hanya ada satu bab yang membincangkan
stilistika dan analisis karya sastra, walaupun secara implisit bahasa dan budaya sering menyatu dalam
karya sastra.

Walaupun Kutha Ratna memiliki pijakan teori sastra yang kuat dengan referensi yang beragam dari
dunia Barat dan Timur, karena perannya sebagai kompilator dalam menulis buku, maka gaya (menulis)
yang dilakoninya pun terasa baku kaku, terkesan takut keluar dari bahasa yang ditradisikan oleh
ilmuwan kampus. Berbeda dengan Darma Putra misalnya, yang lihai mengoperasionalkan teori Barat,
untuk melihat persoalan Timur. Perbedaan ini berkaitan dengan perkara gaya dan selera, di samping
juga latar belakang penulis. Kutha Ratna dengan latar belakang akademis murni yang berkutat lebih
banyak di dunia teori sastra dan budaya telah membatasi diri dalam gaya baku penulisan. Lain dengan
Darma Putra, dengan latar belakang akademis plus jurnalis, kajian yang dibuatnya menjadi lincah,
seakan tidak terikat pada teori. Teori digunakan untuk memperkuat argumentasi dengan mencairkan
kebekuan. Hal inilah yang mempengaruhi pilihan gaya dalam menggunakan bahasa.

Walaupun demikian, buku ini telah menawarkan paradigma baru dalam kajian stilistika yang bisa
dijadikan referensi untuk melihat persoalan gaya bahasa secara lebih komprehensif. Karenanya, buku
yang diterbitkan secara nasional ini, sangat penting dibaca oleh para mahasiswa, guru, dosen, para
pemerhati, penulis, atau peneliti yang bergulat dalam dunia sastra khususnya dan humaniora umumnya
untuk menambah wawasannya dalam bergaya bahasa. Buku ini memberikan modal dasar membangun
kekuatan gaya dalam karya.

Memahami Gaya dan Keindahan Bahasa


Selasa, 16 Maret 2010 | 04:28 WIB

istimewa

Judul Buku : Stilistika;


Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya
Penulis  : Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan  : Pertama, Mei 2009
Tebal  : xi + 480 halaman
Harga   : Rp 51.000,-
Peresensi  : Supriyadi*)

Bahasa merupakan media, alat, atau sarana untuk komunikasi manusia yang satu dengan yang
lainnya. Dengan bahasa, umat manusia bisa saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, tersampaikanlah pesan dari orang ke satu kepada orang yang lain, bahkan
orang yang lain pun bisa membalas pesan tersebut kepada orang ke satu (pengirim pesan). Hal
itu karena bahasa yang digunakan mampu diiterpretasi dan dipahami oleh kedua belah pihak,
yakni pengirim pesan dan penerima pesan.

Pada dasarnya, semua makhluk hidup (manusia, binatang, dan tumbuhuan) itu berbahasa. Akan
tetapi, hanya manusia yang dihukumi mempunyai bahasa karena hanya manusia yang memiliki
akal pikiran untuk belajar dan mempelajari sesuatu, termasuk bahasa. Meski demikian, binatang
juga mempunyai bahasa untuk bisa berkomunikasi dengan binatang lain, bahkan dengan
manusia, entah itu menggunakan isyarat atau bahasa tubuh yang sekiranya bisa dipahami.

Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga merupakan identitas suatu kelompok. Suatu
kelompok bisa teridentifikasi dari mana asalnya dengan tutur bahasa yang digunakan, gaya
berbahasa, dan khas pengguna bahasa. Orang Indonesia akan diketahui bahwa ia berasal dari
Indonesia jika ia menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan logat bahasa Indonesia. Orang
Jawa, Sunda, Batak, dan yang lainnya juga dapat diketahui dari bahasa yang digunakan karena
dari masing-masing bahasa tersebut memiliki entitas dan cirri khas yang berbeda-beda sehingga
dapat diklarifikasi. Berkaitan dengan hal itu, bahasa juga bisa digunakan dalam budaya bahasa
oleh masing-masing kelompok.

Dalam kajiannya, bahasa juga bisa melahirkan karya sastra yang indah. Terlepas dari fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa bisa menjadi sebuah karya sastra yang indah jika disusun
dengan diksi (pilihan kata) yang bagus dan sarat akan makna yang mendalam. Dalam hal ini,
masing-masing bahasa dengan setiap periodisasinya memilki khas keindahannya. Karya sastra
yang lahir dari rahim bahasa itu antara lain; puisi, sajak, cerita pendek, dan lain-lain.
Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna dalam bukunya yang berjudul Stilistika; Kajian Puitika Bahasa,
Sastra, dan Budaya dengan lugas memaparkan pembahasan gaya bahasa Indonesia dalam kajian
bahasa sastra dan budaya. Gaya bahasa (style),adalah cara-cara khas bagaimana segala sesuatu
diungkapkan dengan cara tertentu sehigga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara
maksimal. Dengan demikian ini, gaya bahasa beragam menurut adat dan budaya berbahasa
masing-masing daerah.

Stilistika, yakni ilmu tentang gaya bahasa, menjadi suatu disiplin ilmu yang mempelajari gaya-
gaya bahasa. Sebenarnya, penggunaan dari gaya dan ilmu gaya itu secara luas meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia, bagaimana segala sesuatu dilakukan, dinyatakan, dan diungkapakan.
Secara sempit, gaya dan atau ilmu gaya digunakan pada kajian bahasa dan sastra, khususnya
adalah puisi.

Gaya bahasa adalah cara tertentu, dengan tujuan tertentu. Meskipun demikian, gaya tidak bebas
sama sekali. Gaya lahir secara bersistem, sebagai tata sastra. Memang benar ada kebebasan
penyair, tetapi gaya tetap berada dalam aturan, sebagai puitika sastra (hal. 386).

Dalam pembicaraan puisi, adalah termasuk sastra. Dalam sastra secara substantif, terkandung
gaya (style) dan keindahan (esthetic). Antara stilistika dan estetika, sebenarnya saling
melengkapi keberadaannya. Seluruh aspek keindahan dalam karya sastra terkandung dan
dibicarakan melalui medium, yaitu unsur-unsur gaya bahasanya. Stilistika menampilkan
keindahan, sementara keidahan melibatkan berbagai sarana yang dimiliki oleh gaya bahasa.
Stilistika lahir dari rahim retorika, sementara estetika dari filsafat. Keberbedaan asal itulah yang
menjadikan saling melengkapi antara keduanya.

Indonesia, telah melahirkan berbagai karya santra. Chairil anwar dengan Aku-nya membangun
gaya tersendiri dalam karakter berpuisinya. Putu Wijaya hingga Zawawi Imran juga telah
membangun gaya dan karakternya dalam berbahasa dan mengolah bahasa menjadi karya sastra
puisi. Dengan demikian, masing-masing penyair memiliki khas yang berbeda-beda.

Begitu pun secara periodik, puitika atau karya sastra di Indonesia pun relatif berubah dari masa
ke masa. Periodisasi tersebut terbagi dalam beberapa masa, yakni angkatan balai pustaka (‘20-
an), pujannga baru (’30-an), angkatan ’45, angkatan ’60 hingga angkatan ’70 dengan ciri sastra
populer  dan sastra perempuan. Kemudian periode sastra angkatan 2000-an dengan ciri
postmodernisme.

Karakter yang dibangun pada masing-masing angkatan memiliki ciri tersendiri dalam melahirkan
puitika karya sastra. Terlebih lagi periode sastra angkatan 2000-an seperti sekarang ini,
keragaman berpuisi telah lebih mengenalkan heterogenitas gaya dan keindahan.

Buku yang berjudul Stilistika; Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya layak dijadikan
referensi oleh siapa saja yang ingin mendalami stilistika sebagai analisis bahasa dan sastra yang
terkait dengan budaya. Khususnya pada sastrawan dan ahli bahasa, buku ini sangat membantu
dalam kajian-kajian bahasa dan sastra. Bahkan masyarakat sebagai penikmat karya sastra dan
pengguna bahasa, akan diajak oleh penulis untuk menyelami stilistika dari sejarahnya hingga
kemunculannya di Indonesia, serta kaitannya dengan estetika.

Bahasa merupakan alat kounikasi. Akan tetapi, selain itu, fungsi bahasa juga bisa berupa karya
sastra yang menggunakan keindahan kata yang memikat. Indonesia mempunyai bahasa
Indonesia yang mana bahasa tersebut telah meahirkan karya-karya yang indah.

Penelitian
Judul: Kajian Stilistika Puisi Indonesia Tahun 1990-an
Peneliti: Ganjar Harimansyah Wijaya
Pos-el:
Deskripsi Fisik:
Tahun: 2001
ISBN/ISSN:
Sumber: Tesis (Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Subjek: Peneliti Pusat Bahasa
Abstrak:

Kajian stilistika terhadap puisi Indonesia ini merupakan analisis pemakaian bahasa di dalam
puisi Indonesia modern periode 1990-an. Pemakaian bahasa tersebut dianalisis dari aspek bunyi
bahasa, morfologis dan sintaktis, pemilihan kata (diksi), penggunaan kata-kata konkret,
pengimajian kata (imagery), dan bahasa figuratif. Selain itu, dianalis juga pengungkapan struktur
batin puisi [yang meliputi tema (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intention)]
yang tercermin dalam pemakaian bahasa puisi Indonesia tahun 1990-an. Hasil kajian stilistika
terhadap puisi Indonesia tahun 1990-an ini disimpulkan sebagai berikut. (1) Puisi Indonesia
tahun 1990-an tidak lagi memperlihatkan pola rima akhir yang terpola. Dalam beberapa kata
tertentu, terdapat bunyi bahasa yang mencerminkan kenyataan tertentu (ikonisitas). (2) Dari
aspek morfologis, puisi Indonesia tahun 1990-an memperlihatkan pembentukan kata yang
cenderung mengikuti pembentukan kata sesuai kaidah yang ada. Dari aspek sintaktis, puisi dalam
periode ini memperlihatkan kekhasannya dalam segi-segi sintaktis yang lebih banyak
menggunakan verba transitif daripada menggunakan verba intransitif. Beberapa pelesapan unsur
sintaktis terjadi dalam wujud tidak munculnya beberapa indikasi formal berupa subordinator atau
koordinator (pelesapan konjungtor), pelesapan S sebagai anafora yang berelasi noninsan (yang
telah disebutkan pada klausa sebelumnya), dan pemakaian tanda baca dengan segala variasi
penggunaan dan maknanya. (3) Hal yang menarik dalam puisi periode ini ialah a) penggunaan
bahasa daerah oleh penyair tertentu yang bukan berasal dari daerah bahasa itu, b) terdapat
banyak penyebutan pronomina persona dalam puisi yang merujuk pada benda-benda yang
dipersonifikasikan, dan 3) pengimajian lihatan, dengaran, dan gerak yang tampil secara bersama-
sama. (4) Hal yang menjadi keistimewaan personifikasi dalam puisi periode ini—dibandingkan
dengan pemakaian metafora, simile, dan metonimi—adalah adanya kata sifat atau kata yang
menggambarkan suasana tertentu yang dijadikan kata benda untuk kemudian dipersonifikasikan,
misalnya kata sepi, kegelapan, riuh, sejarah, lengang, detik, jam, kediktatoran orang kaya, dan
sebagainya. (5) Puisi indonesia tahun 1990-an masih menampilkan tema-tema besar seperti tema
religi, tentang kegelisahan, cinta, dan terutama tema kemanusian dan kritik sosial. Sikap yang
dominan muncul tersebut adalah sikap pesimistis dan kemuraman dalam memandang suatu
masalah itu. Nada puisi Indonesia tahun 1990-an menampilkan a) nada ironis; b) nada sinisme
dan cemooh yang diungkapkan melalui kiasan atau simbol-simbol; c) nada naratif yang dapat
diserap melalui pengalaman penyair, d) nada perenungan yang khusuk (nada perenungan ini
biasanya mengandung simbol-simbol filosofi dan religi). Amanat yang terkandung dalam puisi
Indonesia tahun 1990-an tersirat dalam tema puisinya.

Senin, 16 November 2009


Telaah Gaya Bahasa dengan Stilistika
STILISTIKA adalah ilmu tentang gaya, terutama gaya bahasa. Lebih jauh lagi, stilistika adalah
ilmu yang digunakan untuk menganalisis suatu karya, baik bahasa maupun sastra, untuk
menelusuri cara-cara yang khas atau cara pengungkapan tertentu sehingga tujuan yang ingin
disampaikan oleh penulis dapat dilakukan semaksimal mungkin. Stilistika merupakan ilmu
tentang gaya bahasa, ilmu interdisipliner antara linguistik dansastra, ilmu tentang penerapan
kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa, ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa
dalam karya sastra, dan ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan
mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang sosialnya (hlm.11).

Sebenarnya, stilistika dapat dipakai untuk semua ilmu humaniora. Terutama di dalam kehidupan
masyarakat modern dengan segala perkembangan teknologinya, stilistika dapat memasuki segala
aspek kehidupan manusia (hlm. 1). Meskipun demikian, stilistika jika dikaitkan dengan teori
sastra kurang mendapatkan perhatian. Kebanyakan, stilistika lebih banyak dibicarakan dalam
ilmu bahasa, berupa deskripsi berbagai jenis gaya bahasa, seperti majas. Dengan demikian,
terjadi kesenjangan pemakaian stilistika dalam ranah bahasa dan sastra.

Oleh karena itu, Kutha Ratna sebagai penulis ingin memberikan penjelasan serta menjembatani
kesenjangan itu. Di antara cara-cara yang disampaikan penulis melalui buku ini adalah (1)
menelusuri sejarah perkembangan stilistika sejak awal perkembangannya di Barat, (2) mencoba
menemukan perkembangan stilistika di Indonesia, (3) mencoba membedakan titik perpisahan
antara stilistika bahasa dan sastra, (4) menemukan arah baru, sekaligus model penelitian dengan
teori stilistika kontemporer, stilistika postmodern, dan (5) mengidentifikasi ciri-ciri khas stilistika
sastra dengan cara menemukan identitasnya dalam karya sastra (hlm. 2).

Buku ini secara gamblang mengupas tuntas stilistika, dari etimologi, definisi, sejarah,
keterkaitannya dengan sastra, relevansi teori, dan sistem sosial. Kuntha Ratna banyak
menampilkan kutipan atau contoh dari berbagai karya sastra untuk memperjelas pembahasannya.
Dari uraian lengkap dalam buku tersebut dapat disimpulkan dalam poin berikut, yaitu (1) di
dunia barat, stilistika merupakan bagian dari retorika sedangkan di Indonesia retorika merupakan
bagian dari stilistika, (2) di Indonesia studi stilistika tidak berkembang sebagaimana diharapkan.
Berbagai analisis terbatas dalam kaitannya dengan majas (gaya bahasa) sementara dalam teori
kontemporer majas berfungsi untuk membantu gaya bahasa, (3) stilistika merupakan bidang
penelitian bahasa dan sastra atau merupakan jembatan antara puitika bahasa dan puitika sastra,
(4) dalam pengertian yang sesungguhnya, sebagai gaya bahasa, stilistika merupakan wilayah
penelitian sastra, khususnya puisi, dan (5) secara luas, sebagai gaya, stilistika dibicarakan dalam
semua bidang ilmu pengetahuan, bahkan juga seluruh aspek kehidupan manusia (hlm. 391).
(Resti Nurfaidah, penikmat buku)**
83. Tujuan Stilistika

Stilistika sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai penggunaan bahasa, tidak terbatas
pada sastra. Namun biasanya stilistika lebih sering dikaitkan dengan bahasa sastra. Berbagai
tujuan stilistika.P ertama menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan
maknanya.Kedua menentukan dan memperlihatkan penggunaan bahasa sastrawan, khusus
penyimpangan dan penggunaan linguistik untuk memperoleh efek khusus.Ketiga, menjawab
pertanyaan mengapa sastrawan mengekspresikan dirinya justru memilih cara khusus?.
Bagaimanakah efek estetis yang dapat dicapai melalui bahasa? Apakah pemilihan bentuk-
bentuk bahasa tertentu dapat menimbulkan efek estetis? Apakah fungsi penggunaan bentuk
tertentu mendukung tujuan estetis?.

Keempat, mengganti kritik sastra yang bersifat subyektif dan impresif


dengan analisis. Stil wacana sastra yang lebih obyektif dan ilmiah.
Kelima, menggambarkan karakteristik khusus sebuah karya sastra.
Keenam, mengkaji pelbagai bentuk gaya bahasa yang digunakan oleh
sastrawan dalam karyanya.
4. Ruang Lingkup Stilistika
Berbagai pakar sastra telah mengurai ruang lingkup stilistika. Dalam
Pengkajian Puisi Univeristas Gajah Mada, Yogyakarta, Pradopo

(1993:10) mengurai ruang lingkup stilistika, yaitu aspek-aspek bahasa yang ditelaah dalam
stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya
bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat.

Dalam Bunga Rampai Stilistika, Sudjiman (1993:13-14) menguraikan pusat perhatian


stilistika adalahstyle, yaitu cara yang digunakan pembicara atau penulis untuk menyatakan
maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai saranastyle dapat diterjemahkan sebagai
gaya bahasa.

Sesungguhnya gaya bahasa terdapat dalam segala ragam bahasa ragam lisan dan ragam tulis,
ragam sastra dan ragam nonsastra. Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam
konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi secara tradisional
gaya bahasa selalu dikaitkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis.

Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan kata, struktur kalimat, majas dan citra, polarima,
makna yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Misalnya, kita dapat menduga siapa pengarang sebuah karya sastra karena kita menemukan
ciri-ciri penggunaan bahasa yang khas, kecenderungannya untuk secara konsisten
menggunakan struktur tertentu, gaya bahasa pribadi seseorang. Misalnya, Idrus dikenal
dengan gaya bahasanya yang khas sederhana.

Setelah membaca sebuah karya sastra, kita dapat juga menentukan ragamnya (genre)
berdasarkan gaya bahasa teks karena kekhasan penggunaan bahasa, termasuk tipografinya.
Gaya bahasa sebuah karya juga dapat mengungkapkan periode, angkatan, atau aliran
sastranya. Misalnya kita dapat mengenal gaya sebuah karya sebagai gaya egaliter (gaya
ragam); kita mengenal gaya realisme dalam karya yang lain (gaya aliran). Sebuah karya kita
perkirakan terbit pada zaman Balai Pustaka dengan memperhatikan gaya bahasa (gaya
angkatan).

Menentukan gaya khas seorang pengarang (sastrawan) kita seharusnya membaca dan
menelaah penggunaan bahasa dalam semua karyanya. Memastikan apa yang disebut gaya
suatu ragam atau suatu jenis sastra tertentu, kita seharusnya membaca dan menelaah
penggunaan bahasa dalam semua karya dari ragam dan jenisnya.

Demikian pula cara kerja untuk menentukan gaya semasa (angkatan),


aliran kesusastraan tertentu. Ranah penelitian menjadi terlalu luas.

Ranah penelitian stilistika biasanya dibatasi pada teks tertentu. Pengkajian stilistika adalah
meneliti gaya sebuah teks sastra secara rinci dengan sistematis memperhatikan preferensi
penggunaan kata, struktur bahasa,

mengamati
antarhubungan
pilihan
kata
untuk
mengidentifikasikan ciri-ciri stilistika (stilistic features) yang membedakan pengarang
(sastrawan) karya, tradisi, atau periode lainnya. Ciri ini dapat bersifat fonologi (pola bunyi
bahasa, matra dan rima), sintaksis (tipe struktur kalimat), leksikal (diksi, frekuensi
penggunaan kelas kata tertentu) atau retoris (majas dan citraan).

Dalam Apresiasi Stilistika, Intermasa. Natawidjaja (1986:5) menguraikan obyek stilistika atau
ruang lingkup stilistika. Ia menguraikan bahwa apresiasi stilistika tiada lain usaha memahami,
menghayati, aplikasi dan mengambil tepat guna dalam mencapai retorika agar melahirkan efek
artistik. Berdasarkan ekspresi individual kita kenal 1). Pribahasa, 2). Ungkapan, 3). Aspek kalimat
4). Gaya bahasa, 5). Plastik bahasa, 6). Kalimat Asosiatif. Keenam obyek itu dibahas satu persatu
secara singkat dengan sistematika bahasan, cara, dan daftar contoh.

10

Berdasar ruang lingkup stilistika di atas dan sebelumnya jelas terlihat persamaan, walaupun
dengan redaksi yang berbeda. Dengan demikian ruang lingkup stilistika itu sebagai berikut.

1) Pengertian Stilistika
2) Sejarah Stilistika
3) Tujuan Stilistika
4) Manfaat Stilistika

5) Hubungan Stilistika dengan Disiplin Ilmu Lain


6) Metodologi Penelitian Stilistika Sastra
7) Stilistika Puisi
8) Stilistika Cerita Pendek
9) Stilistika Novel
5. Manfaat Stilistika
Berbagai manfaat diperoleh dari stilistika bagi pembaca sastra, guru
sastra, kritikus sastra, dan sastrawan. Manfaat menelaah sebagai berikut.
1) Mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri keindahan bahasa yang
universal dari segi bahasa dalam karya sastra lebih.

2) Menerangkan secara baik keindahan sastra dengan menunjukkan keselarasan penggunaan ciri-
ciri keindahan bahasa dalam karya sastra.

3) Membimbing pembaca menikmati karya sastra dengan baik


4) Membimbing sastrawan memperbaiki atau meninggikan mutu karya
sastranya.
5) Kemampuan membedakan bahasa yang digunakan dalam satu karya
sastra dengan karya sastra yang lain.

Anda mungkin juga menyukai