Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Era reformasi memang telah banyak melahirkan perubahan-perubahan
signifikan yang terjadi dalam kehidupan sosial – ekonomi bahkan politik dinegeri
ini termasuk dalam dunia pendidikan. Perubahan tersebut yang sejatinya
diharapkan mengarah kepada nillai-nilai konstruktif banyak diyakini masyarakat
sebagai upaya untuk merubah bangsa ini kearah yang lebih baik. Dan ketika
reformasi meggelinding begitu cepat, paradigma masyarakat juga begitu cepat
menjustifikasi nilai-nilai baru yang berkembang ditengah masyarakat sebagai
pengganti nilai-nilai lama. Persoalannya adalah tidak ada upaya penakaran yang
obyektif apakah nilai-nilai lama tersebut dianggap usang dan perlu dinegasikan.
Sementara nilai-nilai baru tersebut juga tidak ada yang mampu menjustifikasi
sebagai nilai-nilai yang mesti dipegang. Implikasinya adalah banyak produk
ilmiah dan produk intelektual zaman orde baru yang sejatinya masih tetap
relevan dan obyektif justru dianggap keliru dan mesti dihapuskan. Yang akan
dibahas dalam hal ini adalah tentang realitas eksistensi mata kuliah pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewiraan di Perguruan Tinggi yang terautarki oleh
paradigma “kekinian” yang keliru melihat konteks dan nilai sejarah, serta peranan
Pancasila di perguruan tinggi.
Pendidikan Pancasila dalam NKRI, terutama meliputi PKn bagi
pendidikan dasar dan menengah; dan Pendidikan Pancasila bagi PT. Semuanya
bertujuan membina kesadaran dan kebanggaan nasional SDM warga negara,
sebagai subyek penegak budaya dan moral politik NKRI sekaligus sebagai
bhayangkari integritas NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Thema ini diklarifikasi dalam pendekatan filosofis-ideologis dan
konstitusional, berdaasarkan asas imperatif. Artinya, setiap bangsa dan
negara secara niscaya (a priori) mutlak melaksanakan visi-misi nilai filsafat
negara (dasar negara, dan atau ideologi negara) sebagai fungsi bangsa dan
negaranya. Maknanya, demi integritas bangsa dan negaranya maka mendidik
kader bangsa ---semua warga negaranya--- untuk menegakkan sistem nilai
kebangsaan dan kenegaraannya; seperti: sistem kapitalisme-liberalisme,
zionisme, marxisme-komunisme, theokratisme, sosialisme untuk
membudayakannya. Tujuan ini hanya terwujud, berkat pendidikan yang
dimaksud.

1
Berdasarkan asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai
diamanatkan dalam UUD Proklamasi seutuhnya, dan demi integritas wawasan
nasional dan SDM Indonesia yang adil dan beradab (bermartabat) maka
ditetapkanlah program Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.

RUMUSAN MASALAH
 Apakah pancasila masih berlaku atau berperan di perguruan tinggi?
 Bagaimanakah sistem peranan pancasila dalam perguruan tinggi?

2
BAB II PEMBAHASAN

Perguruan Tinggi adalah suatu komunitas ilmiah. Suatu komunitas yang


memiliki karakteristik akademik. Disinilah tempat dimana produk intelektual
dilahirkan, dikembangkan dan diimplementasikan. Dengan kata lain perguruan
tinggi merupakan laboratorium bagi masyarakat, yang memberikan kontribusi
bagi terciptanya proses pemberdayaan berfikir sesuai dengan khasanah ilmu dan
kapasitas yang dimiliki untuk dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Esensi peran dan fungsi perguruan tinggi tersebut tertuang kedalam pola
orientasi yang menjadi bagian dari kegiatan akademik atau yang biasa dikenal
dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian).
Berbicara tentang pendidikan, maka perguruan tinggi bukan hanya menciptakan
suatu mekanisme kegiatan belajar-mengajar secara formal saja. Tetapi ia juga
harus mampu menumbuh-kembangkan nilai di dalam pendidikan. Nilai yang
dimaksud itu adalah bahwa di dalam pendidikan terdapat budaya dan etika yang
harus dipegang. Karena pendidikan hanya diperuntukkan bagi kemaslahatan
umat manusia. Dalam konteks itulah maka pendidikan (khususnya di perguruan
tinggi) harus setidaknya mengambil ikhtiar dari hakekat ilmu, yaitu dikaji secara
ilmiah dan dianalisa secara kontekstual agar bermanfaat bagi individu,
masyarakat bangsa dan negara.
Sebagai komunitas ilmiah, Perguruan Tinggi harus mampu membangun
responsibilitas yang bersifat konseptual dan solutif tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan situasi-kondisi yang berkembang ditengah masyarakat.
Dengan demikian perguruan tinggi menjadi media/ sarana yang mampu
mentransformasikan relevansitas perkembangan ilmu pengetahuan dalam
berbagai kapasitasnya sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
Termasuk bagaimana merespons perkembangan zaman yang saat ini sudah
berdimensi global.
Berkaitan dengan itu maka sesuai dengan amanat UUD 1945, Tap MPR
No. II/MPR/1993 dinyatakan bahwa : Pendidikan nasional yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan
martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri

3
sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat
memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
Penyelenggaraan Pendidikan nasional harus mampu meningkatkan,
memperluas dan memantapkan usaha penghayatan dan pengamalan Pancasila
serta membudayakan nilai-nilai Pancasila agar diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari di segenap masyarakat. Lebih jauh ketetapan MPR No. XVIII/ MPR/
1998 hasil Sidang Istimewa MPR 1998 menegaskan bahwa Pancasila sudah
tidak menjadi satu-satunya azas, Pancasila telah menjadi sebuah ideologi
terbuka yang dikaji dan dikembangkan berdasarkan kultur dan kepribadian
bangsa. Ketetapan MPR menyebutkan bahwa kurikulum dan isi pendidikan yang
memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan terus ditingkatkan dan dikembangkan disemua jalur, jenis dan
jenjang pendidikan nasional. Itu berarti Pendidikan pancasila di Perguruan Tinggi
harus terus menerus ditingkatkan ketepatan materi instruksionalnya,
dikembangkan kecocokan metodologi pengajarannya, di-efisien dan di-efektifkan
manajemen lingkungan belajarnya. Dengan kata lain perguruan tinggi memiliki
peran dan tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua
mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan
obyektif.
Disamping itu, kalau ditilik kembali secara yuridis formal, perkuliahan
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, juga tertuang dalam Undang-Undang
No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional. Pasal 39 dalam undang-
undang tersebut menegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan, wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan Kewarganegaraan
dan pendidikan Agama. Demikian juga di dalam Peraturan Pemerintah Nomor.
60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 13 (ayat 2) ditetapkan bahwa
kurikulum yang berlaku secara nasional diatur oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Secara lebih rinci perkuliahan Pancasila diatur dalam surat
keputusan Dirjen Dikti RI No. 467/DIKTI/KEP/1999 yang merupakan
penyempurnaan dari keputusan Dirjen DIKTI No. 356/DIKTI/KEP/1995. Dalam
Surat Keputusan Dirjen DIKTI No. 467/DIKTI/KEP/ 1999 tersebut dijelaskan pada
pasal 1 bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila yang mencakup filsafat
Pancasila merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari
kelompok mata kuliah umum dalam suatu susunan kurikulum inti perguruan

4
tinggi. Pasal 2 menjelaskan bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila adalah
mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada perguruan tinggi
untuk program Diploma dan program Sarjana. Sementara pasal 3 menjelaskan
bahwa pendidikan Pancasila dirancang untuk memberikan pengertian kepada
mahasiswa tentang Pancasila sebagai filsafat/ tata nilai bangsa, sebagai dasar
negara dan ideologi nasional dengan segala implikasinya.
Hal tersebut juga berlaku pada mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, sebagai satu kesatuan dari mata kuliah pendidikan Pancasila
dan pendidikan Agama, yang mengandung visi keilmuan dan hakekat yang sama
secara substansial dengan mata kuliah Pancasila. Karena sasaran yang hendak
dicapai dalam mata kuliah ini adalah memberikan pengetahuan dan pengertian
yang mendalam kepada mahasiswa sebagai tulang punggung negara, sebagai
tonggak/ agen pembaharu di dalam msyarakat, tentang hubungan antara warga
negara dengan negara, yang di dalamnya memuat unsur pendidikan politik,
strategi politik nasional, pendidikan bela negara (baca : Nasionalisme) dan
aspek-aspek yang dijadikan pedoman bagi mahasiswa dalam melihat perspektif
ketatanegaraan bangsa Indonesia (baik supra struktur maupun infra strukturnya),
sehingga mahasiswa diharapkan mampu menganalisa dan menjawab masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara
berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti
yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.
Dari paradigma pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua mata kuliah itu memiliki nilai
fundamental bagi sistem pendidikan nasional secara komprehensif. Namun
demikian apapun dan dalam bentuk apapun sebuah konsep ideal, ia harus
berevolusi dan berkorelasi dengan iklim dan situasi yang berkembang –
termasuk di dalamnya adalah mengenai intepretasi, sehingga terlihat adanya
kausalitas antara idealitas dengan realitas. Dalam konteks yang demikian itu,
seperti yang sudah dijelaskan di awal tulisan ini, pendidikan Pancasila dan
pendidikan Kewarganegaraan dalam pelaksanaannya memang pernah
mengalami homogenitas intepretasi dan manipulasi politik sesuai dengan selera
dan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang
berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan kata lain dalam
kedudukan seperti itu, Pancasila tidak lagi dikatakan sebagai dasar filsafat serta
pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia, melainkan direduksi, dibatasi

5
dan dimanipulasi demi kepentingan penguasa pada saat itu. Sekarang-pun
ketika iklim demokratisasi dan demokrasi telah terbuka – yang ditandai dengan
jatuhnya rezim Soeharto, sebagian masyarakat mengulangi sejarah yang sama
dengan mengintepretasikan Pancasila secara subyektif. Berbicara tentang
Pancasila, maka identik dengan Orde Baru – Golkar dan Soeharto. Begitu halnya
dengan ketika kita membicarakan mata kuliah Kewiraan (baca :
Kewarganegaraan), dibenak sebagian masyarakat yang melekat adalah
gambaran rezim militer dengan segala konsekwensi perilaku di masa lalunya
yang menakutkan dan membuat trauma masyarakat.
Melihat stigma berfikir masyarakat yang seperti itu seharusnya Perguruan
Tinggi bertanggung jawab untuk mencoba meluruskan sekaligus mendudukkan
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam level yang lebih
ilmiah dan obyektif. Bukan malah mengikuti arus persepsi salah sebagian
masyarakat dengan meredusir atau bahkan menegasikan nilai substansial
Pancasila dan Kewarganegaraan di mata publik, khususnya civitas akademika.

PROGRAM MENDASAR PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN


TINGGI
Sebagai amanat nilai dasar negara dan UUD negara, maka sistem
pendidikan nasional berkewajiban (imperatif) melaksanakan visi-misi
pembudayaan nilai dasar negara Pancasila, baik sebagai dasar negara maupun
sebagai ideologi negara (ideologi nasional). Visi-misi demikian tersurat dan
tersirat dalam UUD Proklamasi seutuhnya.
Untuk pelaksanaannya secara melembaga, sebagai kurikulum dasar
(core curriculum, kurikulum inti) semua jenjang dan jenis pendidikan
melaksanakan dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku. Inilah visi-misi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi
khususnya, dan pendidikan kewarganegaraan (PKn) untuk semua tingkat dan
jenis pendidikan umumnya.

6
Memorandum
Dengan berpedoman kepada pasal-pasal UUD Proklamasi ini, dapat
dikembangkan tujuan, isi dan program pembinaan SDM unggul-kompetitif-
terpercaya sebagai subyek dalam NKRI. Mereka wajib dikembangkan sesuai
kaidah fundamental Pancasila dan UUD Proklamasi; terutama
1. Pembudayaan dasar negara Pancasila, khususnya sila I (Pasal 29)
sebagai landasan moral watak dan kepribadian SDM Indonesia;
2. Dalam bidang HAM mulai nilai sila I – II – IV dan V, dan jabarannya
dalam UUD (Pasal 28, 34) perlu pembudayaan dan pengamalan yang nyata.
3. Khusus kondisi sosial ekonomi, karena cukup menyimpang dari nilai
dasar Pancasila dan UUD (terutama sila V dan Pasal 33, 34) maka realitas
aktual berupa ekonomi liberal dan penguasaan berbagai sumber daya alam
yang vital dan potensial oleh investor, maka pendidikan kita kepada generasi
penerus menjadi sekedar propaganda dan kebohongan publik (yang mungkin
ditertawakan mereka).

Peraturan Perundangan yang melandasi dan Kelembagaan pelaksana


pendidikan nasional wajib dan sungguh-sungguh dijiwai moral Pancasila,
dilandasi dan dipandu UUD Proklamasi. Karenanya, ketentuan-ketentuan di
bawah ini mutlak (imperatif) untuk ditinjau (direvisi, dicabut) demi kebenaran dan
keadilan yang diamanatkan dasar negara Pancasila dan UUD Proklamasi:
1. Cermati dan hayati: RUU BHP sebagai peningkatan dari PP No. 61 tahun
1999 tentang PTN sebagai BHMN (sungguh bertentangan dengan Pasal 31
dan 33 UUD Proklamasi);
2. Peraturan Presiden No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang
Tertutup dan Terbuka (terutama: hayati items: 71 – 75) yang membahayakan
jatidiri dan integritas kepribadian generasi muda bangsa!
3. Senantiasa mewaspadai gerakan separatisme-ideologi, kanan:
(neoliberalisme, ekstrim kanan) dan ekstrim kiri (neo-PKI, KGB dan semua
komponennya).

A. Landasan Pelaksanaan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi


Meskipun UU No. 20 tahun 2003 tidak mengandung kurikulum yang
khusus adanya program Pendidikan Pancasila, namun tetap diakui bahwa nilai
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara menjadi core curriculum

7
(kurikulum dasar, kurikulum inti), sebagai nilai dasar (nilai fundamental, core
values) Indonesia.
Program pendidikan Pancasila di PT bahkan menjadi prioritas mendesak,
supaya para kader ilmuan, termasuk kader kepemimpinan dalam NKRI memiliki
wawasan nasional yang memadai demi tegaknya budaya dan moral politik
nasional dari sistem kenegaraan Pancasila.

Analisis: fenomena era reformasi, hampir semua komponen bangsa


terlanda praktek budaya dan moral politik liberalisme dan neoliberalisme; bahkan
juga hanya memuja kebebasan (baca: liberalisme) atas nama: demokrasi dan
HAM. Akibatnya, kondisi nasional makin mengalami konflik horisontal dan
degradasi nasional; bahkan juga bangkitnya neo-PKI (komunis gaya baru/KGB)
dengan berbagai ormas mereka (PRD, Papernas, dan sebagainya).
1. Program perkuliahan berpedoman kepada GBPP Pendidikan Pancasila
yang ditetapkan SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/Kep/2006, 2 Juni 2006 tentang
Rambu-rambu Kelompok MKPK (Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian) di PT.
2. Pengembangan SAP yang ada dapat disesuaikan dengan kondisi bangsa
negara RI sebagai kelanjutan reformasi dan tantangan globalisasi-
liberalisasi-postmodernisme dan kebangkitan neo-PKI (KGB).
3. Supaya para dosen mewajibkan mahasiswa untuk menulis:
a. Makalah (dengan alternatif topik: berbagai bidang sosial politik, ekonomi,
hukum, HAM maupun demokrasi; seperti: ekonomi Pancasila, ekonomi
kerakyatan, demokrasi Pancasila; dan sebagainya antara 2-3 halaman
diketik kwarto).
b. Ringkasan dari kepustakaan wajib dalam 3 – 4 halaman kwarto (print
out).
c. Khusus bidang hukum, topik makalah, misal: NKRI Negara Hukum;
Menegakkan Supremasi Hukum berdasarkan Pancasila – UUD 45;
Menegakkan dan Menjamin HAM dalam Negara Hukum RI; Piagam PBB
tentang HAM Universal dalam Tantangan Dunia Modern; Multi Partai dan
Kebebasan (Demokrasi) Pancasila.
d. Pembudayaan dan Pelestarian Ideologi Pancasila dalam Era Liberalisasi;
Globalisasi dan Pascamodernisme Menggoda dan Melanda Negara
Bangsa (Nation State) dalam Fenomena abad XXI sebagai dimaksud ad.
2. di atas.

8
B. Program dan GBPP Pendidikan Pancasila di PTN-PTS
Program dimaksud secara mendasar dan komprehensif dapat dibahas
melalui thema dan sub-thema dalam GBPP yang dikembangkan dosen dan team
dosen, terutama meliputi:
1. Nusantara, sosio budaya dan sejarah nasional sebagai geopolitik dan
geostrategis.
2. Filsafat hidup dan filsafat negara Pancasila (pokok-pokok ajarannya)
3. Kedudukan dan fungsi Pembukaan UUD 45 dan hubungannya dengan
Batang Tubuh dan Penjelasan.
4. Negara RI sebagai negara berkedaulatan rakyat (demokrasi, yakni
demokrasi Pancasila; asas dan tata kerja kelembagaannya).
5. Kedudukan dan fungsi kelembagaan berdasarkan UUD 45 (pra dan
pasca amandemen).
6. Sistem NKRI sebagai nation state: wawasan nasional dan wawasan
nusantara. Waspada terhadap berbagai kelompok ekstrim (kiri dan kanan)
yang mengancam integritas nasional.
7. Negara RI sebagai negara hukum: asas-asas dan sifat negara hukum.
8. Teori-teori HAM; dan ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila.
9. Ekonomi kerakyatan sebagai demokrasi ekonomi: pemberdayaan rakyat
sebagai subyek ekonomi (teori dan praktek ekonomi Pancasila).
10. Pembinaan dan pengembangan SDM berkualitas sebagai manusia
Indonesia baru memasuki abad XXI sebagai tantangan globalisasi-liberalisasi
dan pascamodernisme: neoliberalisme-neoimperialisme.
11. Tantangan kebangkitan ideologi marxisme-komunisme-atheisme
12. Asas Ketahanan Nasional (trigatra + pascagatra = astagatra); sebagai
bagian dari geostrategi politik NKRI.
13. Asas-asas Wawasan Nusantara; nation state, jiwa kekeluargaan dan
kesadaran nasional (nasionalisme Indonesia: sila III Pancasila).
14. SDM Pancasilais sebagai subyek penegak sistem kenegaraan Pancasila
(unggul-kompetitif-terpercaya), dan wujud Ketahanan Nasional yang aktual!
15. Kesadaran tanggungjawab bina alam lingkungan hidup dan sumber daya
alam (ALH + SDA) lokal, nasional dan global.

9
Kami harapkan GBPP yang ada dilengkapi pula dengan pokok-pokok
sebagai berikut:
Materi pokok program Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, terutama
meliputi:
1. Mantapnya rumusan tujuan pendidikan; secara mendasar dan komprehensif,
dan dijabarkan dalam komponen-komponen kepribadian SDM sebagai
penegak dan bhayangkari sistem kenegaraan Pancasila.
2. Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan (sebagai diusulkan berikut),
sesuai dengan scope kebangsaan dan kenegaraan dalam sistem kenegaraan
Pancasila sebagai bangsa negara modern, berbudaya dan beradab; dan
3. Mantapnya thema dan sub-thema pembahasan tentang kehidupan nasional
dalam antar hubungan internasional (global): mulai politik bebas aktif;
organisasi internasional: PBB dan semua komponennya: IMF, World Bank;
termasuk GNB dan APEC; serta organisasi regional (ASEAN, SEAMEO).

Demi ketahanan nasional mendesak dilaksanakannya pembudayaan


dasar negara Pancasila, yang dipercayakan kepada lintas kelembagaan negara
(Mendiknas; Mendagri; Menag; LIPI; Lemhannas; Wantannas; Meneg Pemuda
dan Olah Raga (Menpora); dan Meneg Komunikasi dan Informasi (yang
melaksanakan sosialisasi, pembudayaan) secara nasional; serta berbagai
potensi dalam komponen-komponen kelembagaan keagamaan: seperti tokoh-
tokoh MUI, para ulama dan pemuka agama dari berbagai agama)
Dalam kehidupan dunia modern yang makin dinamis, terutama adanya
globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme, bangsa Indonesia senantiasa
mampu tegak dalam pergaulan internasional berdasarkan kemerdekaan,
keadilan dan perdamaian dunia demi kesejahteraan umat manusia.

10
BAB III PENUTUP

satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa Perguruan Tinggi
memiliki orientasi ideal yang harus terus di pupuk dan dikembangkan yaitu
membentuk kader yang dibutuhkan oleh negara dan masyarakat bagi
tercapainya tujuan umum bangsa Indonesia yang hendak mencapai terciptanya
suatu masyarakat yang berdiri atas satu corak kepribadian, yaitu kepribadian
Indonesia, sebagai jaminan untuk membangun kultur dan penjaga nilai ideologi
bangsa. Tujuan tersebut berarti mendidik masyarakat (civitas akademika) yang
memiliki keseimbangan intelektual yang nasionalis (rasa memiliki terhadap tanah
air), moralis dan spiritual. Oleh karenanya momentum 100 tahun kebangkitan
nasional saat ini adalah sangat relevan bagi kaum akademisi dan masyarakat
yang concern terhadap nilai sejarah dan edukasi ideologis bangsa untuk
menakar, menganalisis, membedah sekaligus melakukan petualangan ilmiah
melalui pengembaraan intelektualisasi dalam rangka menemukan kembali arah
yang tepat bagi upaya melestarikan pancasila sebagai ideologi sekaligus kultur
bangsa kita.

11

Anda mungkin juga menyukai