Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 kelompok:
1. Kekurangan mekanisme kongenital yang didapat atau kongenital, biasanya kelainan imunologik berupa kekurangan globulin gama atau kelainan imunitas seluler atau kekurangan antitripsin alfa 1. Pada kasus ini dapat terjadi bronkiektasis yang luas akibat pneumonia yang berulang. Pada kebanyakan kasus pneumonia terutama pada anak-anak, sering terjadi pelebaran bronkus yang akan kembali normal selama masa penyembuhan. Kalau terjadi kerusakan yang permanen pada dinding bronkus, terjadi bronkiektasis yang menetap. 2. Kelainan struktur kongenital a. Bronkomalasia: kekurangan kartilago bronkus, pembentukan kista atau kantung menyebabkan pengumpulan sekret dan infeksi bakteri. b. Sindrom kartagener : gangguan silia dan masuknya sekret yang terinfeksi dari sinus ke bronkus yang menyebakan infeksi sinopulmonal yang berulang. c. Dinding bronkus terinfeksi, terjadi kerusakan pada jaringan otot dan elastin, sehingga timbul kerusakan yang menetap; kemampuan bronkus untuk berkontraksi selama ekspirasis menghilang, kemampuan untuk mengalirkan sekret menurun, lebih mudah terjadi infeksi. 3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing atau tuberkulosis paru. Obstruksi saluran nafas menyebabkan atelektasis, penyerapan udara dari parenkim di sekitar daerah yang tersumbat menyebabkan tekanan intrapleura menjadi lebih negatif dan perbedaan tekanan atmosfir dan tekanan intrapleura yang semakin negatifmenyebabkan bronkus berdilatasi. Dilatasi tersebut mengakibatkan pengumpulan sekret dan infeksi sekunder. Pada tuberkulosis paru postprimer infeksi merusak dinding bronkus menyebabkan bronkiektasis.
Brewis membagi tingkatan bronkiektasis:
1. Ringan: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (menunjukkkan adanya infeksi sekunder), hemoptisis ringan. 2. Sedang: batuk produktif setiap saat, sputum timbul setiap saat (warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), hemoptisis sering, ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena. 3. Berat: batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Danya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Jika ada obstruksi akan terjadi dispnea dan sianosis. Pemeriksaan fisiknya: ronki basah kasar pada daerah yang terkena.