Anda di halaman 1dari 2

Terbaring gagah dibumi keris

Hamba Allah gelaran Supek


____________
Oleh: Ag. Platon

Pada malam sabtu tanggal 21 bulan desember tahun 2007 sekitar jam 23.00,
penulis dan kawan-kawan sedang membuat forum tidak resmi dikamar seorang
pelajar dari kampung tanto, kami sama-sama berbicara beberapa hal tentang masalah
kedepan seharusnya kita bagaimana, sambil berbicara dengan penuh mesra, serta
menanyakan teman seseorang yang selalu menjadi bahan olakan, bila dia ada dalam
forum itu, tiba-tiba dia datang dengan membawa wajahnya yang sangat
dipertanyakan, tiba-tiba ada kawan dalam forum itu mengatakan “ada masalah dah
tuh! Pergi sendiri tanpa memberi kabar”, namun dengan wajah kusang itu dia
mangatakan “ajan loh supek sudah tak ada, aku dapat dari kawan kita”, semua dalam
forum itu diam dan tak ada yang menanggapi apa-apa atas perkara yang telah terjadi,
forum menjadi bisu, namun wajah yang memberi kabar itu bagaikan seekur keledai
mambawa beban yang berat, wajahnya kusam.
Namun tiba-tiba ada yang menanyakan “dimana terjadi” jawab pembawa
berita itu “di lammai, jala”, bagi penulis ini merasakan tak mungkin terjadi pada dia,
hanya ada kata tak mungkin, namun hal itu adalah kenyataan yang telah terjadi pada
hamba Allah gelaran Supek, tidak mahu untuk mengungkapkan kalimah innalilahi
wainna ilaihirajiun, pada kejadian itu, susah untuk menahan rasa penasaran apakah
betul berita itu terjadi padanya, sampai sekarag pun bagi penulis belum mengucapkan
kalimah itu padanya, masih mengatakan bahwa dia belum mati, manun sungguh
dalam kalam qodim juga mengatakan demikian, yang pada pengertiannya adalah
“jangan mengatakan orang mati di jalan Allah itu mati, tapi dia hidup disisi Allah”,
kini apa daya, ini kenyataan sudah tiba, kebenaran yang harus semua lapisan
masyarakat patani tahu bahwa nama gelaran supek itu adalah bukti nyata pada
perjuangan suci untuk mempertahankan maruah agama dan bangsa melayu patani
yang sekian lama dibawah manusia durjanam yang melanggar undang-undang antar
bangsa, manusia yang melanggar hak atas bangsa yang lain, kini hamba Allah gelaran
Supek sudah pergi dengan penuh perkhidmatan terhadap Agama dan Bangsa yang dia
cintai, tanpa dia menuntuti peras keringat yang dia curahkan, penuh suka rila untuk
berkhidmah terhadap yang dia yakini, semua orang yang kenal sama dia tentu berita
itu merupakan pukulan besar terhadap sanubari yang dalam, pribahasa berbunyi “
harimau mati tinggal taring, manusia mati tinggal jasa”, emang susuh diterima dengan
kejadian itu, namun kenyataan pada sebuah kebenaran setiap jiwa manusia tidak bisa
menolaknya. Berbaju warna biru dan bercelana hitam jalur merah, biru menandakan
keluasan dan kepemimpinan, menandakan sikap jiwa yang bagaikan samudra dan
fikiran yang cemerlang, hitam menandakan suatu nilai keabadian dan teguh, serta
kesunyian dan merah merupakan tanda keberanian, disertai darah segar mengalir
deras dibumi penuh kegersangan yang selalu memanggil penghuni diatasnya unutuk
membela, kini telah berwujud kaku dengan wajah memandang kelangit dengan tangan
kanan terbuka lebar, penuh dengan darah berwarna merah segar menghiasinya,
menunjukkan sikap kepasrahan pada sang penghidup dan pemberi rizqi bahwa kini
“aku pasrah pada mu”.
Lengkaplah sudah hidupnya sebagai seorang pahlawan rivolusiner, yang selalu
siap dengan tiga risiko menimpa pada diri sendiri, dipenjara, diburu, dan dibunuh oleh
musuh, semua tiga risiko itu telah dia alami, terbukti pada hamba Allah gelaran
Supek, kini hanya tinggal kenangan pada anak isteri dan pada kawan-kawannya
seperjuangan nya, terbaring dengan wajah kukuh dan darah segar yang dikelilingi
oleh musuh-musuh memeriksa terhadapnya, seolah-olah musuh tak berani menyentuh
dengan tubuh gagah yang berbaju biru dan celana hitam jalur merah, kini musuh akan
bertanya-tanya dan akan merasakan tikaman jiwa yang dalam dengan melihat wajah
itu, musuh akan bertanya-tanya “apakah Bapak harimau ini telah mewariskan
taringnya pada anak-anaknya?”, bila pertanyaan itu terjawab dengan diam!, maka
tentunya tepat dengan pepatah para pejuang tanah nusantara raya “mati satu tumbuh
seribu”, kini musuh akan berlipat-lipat rasa takut dalam diri mereka, maka tiba
saatnya anak-anak dia tampil lebih gagah dan lebih berani setelah bapaknya berbujur
kaku ditanah keris! gersang, semua pokok kayu diam, semua binatang malam yang
selalu gembira pada malam hari juga ikut diam, namun sebaliknya para bidadari
bersukaria dan girang menyambutnya.sekian!!!.

Anda mungkin juga menyukai