dipisahkan dari pemeriksaan fungsi luhur (lebih sederhana) Status emosional seseorang dapat dinilai dari
reaksinya terhadap pertanyaan yang diberikan oleh
pemeriksa, terhadap responnya terhadap orang- orang di , keadaaan sekitarnya serta terhadap perasaan dari dirinya sendiri. Status mental Status mental berhubungan dengan mood dan pemikiran dari pasien Jika terjadi abnormalitas maka menunjukkan
adanya kemungkinan penyakit neurologi
(seperti: penyakit lobus frontalis dan demensia), gangguan psikiatri yang menyebabkan gangguan neurologi ( seperti: anxietas), gangguan psikiatri yang disebabkan oleh penyakit neurologi (seperti: depresi akibat stroke Pemeriksaan Status Mental Penampilan dan tingkah laku ◦ Terdapat beberapa pertanyaan yang dapat kita tanyakan pada diri sendiri tentang keadaan pasien untuk menilai penampilan dan tingkah laku: Apakah terdapat tanda mengabaikan keadaan dirinya (lihat apakah pasien merawat dirinya dengan baik): penampilannya Apakah pasien terlihat depresi/ tertekan Apakah pasien tampak gelisah Apakah pasien bertingkah laku sesuai Apakah mood (suasana perasaan) pasien berubah dengan cepat/emosi yang labil Apakah pasien menunjukkan sikap yang tepat menghadapi penyakit yang dideritanya Pemeriksaan Status Mental Mood ◦ Tanyakan pasien tentang suasana hatinya dan minta deskripsikan perasaanya. ◦ Jika pemeriksa merasa mood pasien sedang depresi dapat ditanyakan apakah pasien melihat adanya harapan di kemudian hari ◦ Gejala vegetatif: pasien ditanyakan mengenai apakah terdapat penurunan atau penambahan berat badan yang berarti, gangguan tidur, tidak nafsu makan ◦ Apakah ada tanda halusinsi, ilusi,dan delusi pada pasien Berhitung Sebelum diberikan pertanyaan mengenai berhitung kita perlu menanyakan tingkat pendidikan dan apakah pasien dapat berhitung sehingga kita dapat memperkirakan kemampuan berhitung yang seharusnya dimiliki oleh pasien. Untuk mengetahui kemampuan berhitung pasien
dapat diberikan pertanyaan atau permainan berupa:
◦ Menghitung uang kembalian ◦ Substraksi: 100-7-7-7 ◦ Menghitung maju dari 1 sampai 20 lalu mundur dari 20 sampai 1 ◦ Penggandaan ◦ Pertanyaan, perkalian, pembagian, pengurangan, penambahan mulai dari yang sederhanakompleks Berhitung Dyscalculia merupakan gangguan berhitung dengan karakteristik lesi di lobus parietal dominan terutama di gyrus angular. Penghitungan dasar seperti 2+2 merupakan
pertanyaan dasar paling sering digunakan terutama
pada pasien pendidikan rendah. Pasien normal dengan kemampuan rata-rata dapat
setidaknya melakukan penghitungan sebanyak dua
digit. Gangguan berhitung juga dapat terjadi bila terdapat
lesi di hemisfer dominan bagian posterior atau defek
bagian dari sindrom Grestman Abstraksi Tes ini berfungsi untuk mengetahui fungsi lobus frontalis serta berguna untuk mengetahui apakah terdapat demensia maupun gangguan psikiatri. Kemampuan berpikir secara abstrak dapat dinilai dengan meminta pasien untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan, menginterpretasikan peribahasa/ pepatah dan kiasan Dalam memberikan pertanyaan ini perlu diperhatikan latar belakag sosiokultural dan pendidikan pasien. Pertanyaan yang dapat diajukan kepada pasien dapat berupa: ◦ Menanyakan persamaan (similiarities) ◦ Menanyakan perbedaan ◦ Menanyakan peribahasa ◦ Menanyakan kiasan Gnosis Gnosis memilki makna yakni “ knowledge”atau mengenal/ mengetahui, mengarah pada sintesis impuls sensorik yang lebih tinggi dan kemudian menghasilkan persepsi, apresiasi, mengenali stimulus. Agnosia berarti kehilangan atau gangguan
kemampuan untuk mengenali arti atau
stimulus sensori meskipun sensibilitas primernya normal Gnosis Agnosia dapat dibagi menjadi beberapa jenis yakni: ◦ Agnosia taktil (astereognosia): ketidakmampuan mengenali objek melalui perabaan sedangkan sensorik primernya baik. Pemeriksaan astereognosis: dengan mata tertutup pasien diminta untuk melakukan identifikasi benda yang disodorkan dalam tangannya. Pasien agnosia taktil tidak dapat mengenali objek dengan perabaan tangan dan mata tertutup tapi dapat mengenali objek dalam keadaan mata terbuka. ◦ Graphesthesia memilki makna yang serupa dengan taktil. Pemeriksaannya dilakukan dengan menuliskan angka di telapak tangan pasien dalam keadaan mata tertutup. Ketidakmampuan mengenali angka yang ditulis biasanya mengindikasikan adanya lesi di lobus parietal is kontralateral. ◦ Agnosia visual: ketidakmampuan mengenalai objek secara visual. Termasuk didalamnya prosopagnosia (agnosia megenai pengenalan wajah seseorang saja), agnosia visupspasial. Gnosis • Pada agnosia visual terdapat kehilangan atau gangguan kemampuan untuk mengenali benda secara visualisasi meskipun penglihatannya tidak terganggu/ normal. • Area 18 dan 19 merupakan daerah penting yang berperan dalam fungsi gnosis visual. • Oliver sacks mendeskripsikan gambaran klinis agnosia visual dalam bentuk yang menghibur yakni, penderita agnosia bagaikan seseorang yang mengenali istrinya sendiri sebagai topi. • Penderita prosopagnosia tidak dapat mengenali wajah orang meskipun yang familiar dengannya dengan hanya melihat tetapi dapat segera mengetahui jika ia mengenali suaranya. Contoh ekstremnya yakni, dia bahkan tidak dapat mengenali wajahnya sendiri di cermin maupun foto. Gnosis Agnosiavisuospasial: kehilangan atau gangguan kemapuan untuk melakukan pertimbangan arah, jarak, dan ketidakmampuan memahami tiga hubungan spasial/ ruang tiga dimensi. Agnosia auditorik/ akustik: ketidakmampuan
mengenali benda melalui pendengaran atau suara
yang diberikan Termasuk di dalamnya phonagnosia yakni,kehilangan pengenalan akan suara orang yang dikenalinya Gnosis Autotopagnasia: kehilangan atau gangguan kemampuan untuk mengetahui dan mengenali bagian tubuhnya. Termasuk di dalamnya agnosia jari: kehilangan atau gangguan kemampuan untuk mengenali, menamai jari pasien sendiri maupun jari orang lain (pemeriksa). Pemeriksaan agnosia jari dapat dikombinasikan dengan
penilaian orientasi kanan dan kiri
Agnosia waktu: kehilangan mengenali waktu tanpa adanya
disorientasi terhadap aspek lain Agnosia multipel dapat dijumpai jika terjadi disfungsi area
asosiasi di lobus parietal dan temporal yang menerima
informasi sensori lebih dari satu domain. Praksia Hilangnya kemampuan memproses dan melakukan perintah itu merupakan proses yang bertahap sehingga gangguannya dapat berbeda-beda. Dalam proses psikomotor terdapat tiga tahap yakni: tahap pemahaman, tahap pengorganisasian i, pelaksanaan dari gerakan yang dikehendaki dan bertujuan itu. Praksis dalam arti sempit berarti integrasi motorik yang digunakan untuk melakukan gerakan kompleks yang bertujuan. Apraksia adalah ketidakmampuan untuk membawa perintah ke level yang lebih tinggi menjadi aksi motorik/ tindakan yang bertujuan, tanpa adanya kelemahan,kehilangan sensorik, maupun defisit afektor. Definisi lain apraksia yakni, ketidakmampuan untuk melakukan aksi atas perintah akan tetapi dapat dilakukannya secara spontan Praksia Apraksia konstruksional dan berpakaian terjadi akibat lesi di lobus parietal yang menyebabkan kemampuan pasien untuk mengkomprehensikan hubungan spasial terganggu. Tugas konstruksional seperti menggambar garis dan bangunan blok sangat berguna dalam mendeteksi penyakait otak organik dan harus dimasukkjan pada tiap pemeriksaan status mental. Kemampuan konstruksi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggambar atau membangun gambaran atau bentuk 2 atau 3 dimensi. Mencontoh atau menyalin garis menggunakan pensil dan kertas , merekonstruksi bangunan blok Pada apraksia konstruksional pasien tidak dapat meniru gambar bentuk geometri visuospasial Taylor figure Praksia
Apraksia kinetik anggota gerak merupakan keadaan dimana pasien kesulitan dalam mengkontrol motorik halus sehingga tidak dapat melakukan gerakan volunter yang halus. Pasien dapat melaksanakan gerakan yang diperintahkan tetapi secara kasar dan hasil gerakannya tida sempurna. Untuk menilai pasien dengan gangguan ini dapat dilihat dengan hasil tulisan pasien di atas kertas Apraksia ideomotor adalah keadaan dimana pasien tidak dapat melakukan perintah (verbal)yang kompleks (misalnya: memberi hormat Pengertian akan tujuan dari suatu gerakan yang harus dilakukan atas permintaan/ perintah masih baik tetapi pengorganisasian suatu ide dari perintah tersebut mengalami gangguan Praksia Apraksia simpatetik adalah ketidakmampuan pasien untuk melakakan aksi motorik kompleks Apraksia ideasional/konseptual merupakan
keadaan pasien mampu untuk membawa
komponen individual ke tindakan motorik kompleks tetapi tidak dapat melakukannya secara keseluruhan dengan tepat. Pada gangguan ini tidak terdapat pengertian tentang tujuan dari gerakan Apraksia bukofasial, pasien tidak dapat melakukan
perintah tindakan kompleks pada bagian tubuh
tertentu seperti, bibir, mulut, dan wajah Gambar tamabahan buat presentasi Cek direct attention Clock drawing test A TALE OF NINE CLOCKS A & B - dementa with prominent frontal deficits C – early dementia D & E – frontal dementia F – moderate Alzheimer’s G – vascular dementia & neglect H - cerebellar stroke I – Pick’s disease