Anda di halaman 1dari 19

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui

akal dan penca inderanya, baik secara sengaja maupun tidak


sengaja.

Ilmu adalah pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :


1. Landasan Ontologis
2. Landasan Epistemologis
3. Landasan Aksiologis
LANDASAN LANDASAN
ONTOLOGIS EPISTEMOLOGIS

LANDASAN
AKSIOLOGIS
Landasan Ontologis didasarkan atas pertanyaan:
• “Apa yang menjadi bidang telaah ilmu?”
• “Bagaimana wujud hakiki objek tersebut?”
• “Bagaimana hubungan antara objek dan daya tangkap manusia
yang membuahkan pengetahuan?”

Ilmu membatasi diri pada kejadian-kejadian dan objek-objek


empiris:
1. Objek-objek memiliki keserupaan
2. Objek dalam jangka waktu tertentu tidak berubah
3. Kejadian bukan merupakan kebetulan, tetapi mempunyai pola
tertentu
The Natural
Sciences The Social
Physical Biological Sciences
Sciences Sciences
Landasan Epistemologis didasarkan atas pertanyaan2:
• Proses dan prosedur diperolehnya pengetahuan
• Cara, teknik, atau sarana yang membantu memperoleh
pengetahuan
• Hal-hal yang diperhatikan dalam memperoleh pengetahuan
yang benar
• Kebenaran dan kriteria tentang kebenaran

Teori Kebenaran
1. Teori Koheren  suatu pernyataan atau kesimpulan dianggap
benar jika koheren/konsisten dengan pernyataan atau
kesimpulan terdahulu yang dianggap benar
2. Teori Koresponden  suatu pernyataan atau kesimpulan
dianggap benar jika berkoresponden dengan objek yang faktual
Landasan Aksiologis didasarkan atas pertanyaan2:
• Penggunaan ilmu
• Kaitan antara penggunaan ilmu dengan kaidah moral
• Hubungan antara teknik prosedur dengan norma-norma moral
dan agama

Bagaimana dengan pernyataan:


“Ilmu yang merdeka, yang bebas dari nilai”
Ilmu berfungsi memberikan penjelasan atau dugaan
terhadap permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Ilmu menjadi dasar bagi manusia dalam pengambilan
keputusan
Menurut A. Comte, sejarah perkembangan manusia
terbagi menjadi tiga tahap:
1. Tahap teologi atau tahap metafisika
Manusia menyusun mitos atau dongeng mengenai
realita untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
2. Tahap filsafat
Pada tahap ini rasio telah terbentuk, tapi belum ada
metode berpikir yang objektif.  penalaran
deduktif (rasionalisme)
3. Tahap positif atau tahap ilmu
Pengetahuan dikembangkan berdasarkan pengelaman
konkret  penalaran induktif (empirisme)
Rasionalisme Empirisme

Rasionalisme
Empirisme

Metode
Ilmiah
Langkah-langkah Operasional Metode Ilmiah (minimal):
• Perumusan Masalah
• Penyusunan Hipotesis
• Pengujian Hipotesis
• Penarikan Kesimpulan

Keterbatasan Metode Ilmiah:


1. Keterbatasan indera  kesimpulan tentatif.
2. Tidak menjangkau kesimpulan berkenaan sistem nilai,
seni dan keindahan
Keunggulan Metode Ilmiah :
Membimbing manusia pada sikap terpuji:
• Mencintai kebenaran yang objektif dan adil
• Menyadari bahwa kebenaran ilmu bersifat tentatif
• Menjauhkan diri dari perbuatan takhayul dan untung0-
untungan karena alam semesta terjadai melalui proses
yang teratur
• Mempercayai segala sesuatu melalui pembuktian
• Menumbuhkan sikap optimis, teliti, dan berani
• Bertindak sistematis dan berpikir logis
 Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses
(Sund dan Trowbribge)
 Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara
untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan
itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak
dapat dipisahkan. "Real Science is both product and
process, inseparably Joint“(Kuslan Stone)
 Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah
yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan
penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang
gejala-gejala alam.
Pandangan dan pernyataan terhadap sains:
 Sains telah menghadirkan kemajuan kehidupan
sehingga tidak perlu direvisi
 Sains itu bebas nilai, tidak ada sangkut pautnya
dengan keyakinan apalagi agama
 Sains berlaku universal melampaui batas-batas
keyakinan, budaya, agama dan bangsa
Diktum utama sains memandang segala sesuatu
dengan skeptis (penuh keraguan). Diktum ini bisa
digunakan untuk melakukan otokritik terhadap sains
itu sendiri
Selama ini, diktum bebas nilai menjadi cara ampuh
untuk membungkus sains sehingga tampak sebagai
sebuah konsep sakral yang tidak bisa dipertanyakan
lagi kebenarannya kecuali dengan jalan serupa yang
dihalalkan oleh sains itu sendiri. Karena itu upaya
demistifikasi merupakan ikhtiar untuk mengkritisi
sains modern dan ia akan menjadi kebutuhan utama
dalam tahap awal wacana islamisasi sains.
“Ketika para saintis memulai pekerjaan mereka,
mereka secara setengah sadar terpengaruh oleh tradisi
budaya mereka”. - Andre Linde (kosmolog Rusia)
Dalam khazanah sains kita mengenal bahwa:
• Kaum Phythagorean telah mereduksi segala sesuatu
menjadi angka-angka
• Parmenides mereduksi segala sesuatu menjadi ruang.
Kaum positivis yang telah mereduksi segala sesuatu
menjadi data-indra saja
• Kaum materialis yang menyederhanakan segala
sesuatu menjadi sekedar materi belaka.
Ketika peradaban Islam sedang jaya (700-1200 M),
semangat para sainstis muslim saat itu digerakkan oleh
keyakinan terhadap agama Islam. Namun seiring
dengan lunturnya keketatan tradisi agama dalam diri
para ilmuwan muslim saat itu, maka redup pulalah sains
yang telah dikembangkan.
Disadari atau tidak, kita percaya bahwa pengaruh
terbesar terhadap sains berasal dari Barat. Padahal
sungguh aneh jika selama ini kita percaya bahwa sains
sekarang merupakan kelanjutan dari sains Yunani
(sekitar 300 SM) dan kemudian tiba-tiba meloncat ke
sains Barat yang baru mulai berkembang sejak 1400 M.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi selama 14 abad itu?

Anda mungkin juga menyukai