Anda di halaman 1dari 40

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.1 Industri Besi dan Baja


A. Ruang Lingkup Industri Baja
Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Industri
Logam Dasar Besi dan Baja termasuk dalam kode 2710 yang terdiri dari:
 27101 : Industri besi dan baja dasar (iron and steel making)
 27102 : Industri penggilingan baja (steel rolling)
 27103 : Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi

B. Pengelompokan Industri Baja


Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk,
maka struktur industri baja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kelompok Industri Hulu
a. Pertambangan
Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri
besi baja dan merupakan industri pemasok dalam supply chain industri
baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya
saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini
adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik
untuk bahan energi maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral
penunjang seperti batu kapur dan dolomit.
b. Penyedia Bahan Baku.
Kelompok ini juga sangat strategis dalam menentukan daya saing
industri baja suatu negara. Kelompok ini terdiri dua jalur proses
pembuatan besi (iron making) serta satu industri penyediaan scrap yang
merupakan material besi bekas. Sebagaimana dipahami secara umum
dalam dunia perbajaan, bahwa terdapat dua jalur utama dalam industri
pembuatan besi. Jalur pertama yang mendominasi sebesar 70% dari
produksi besi dunia adalah melalui teknologi blast furnace. Melalui
proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah
tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang
kemudian dapat diproses lebih lanjut dalam tahap steel making atau
dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal sebagai pig iron. Jalur lain
yang merupakan alternatif industri pembuatan besi adalah jalur
pembuatan besi spons. Melalui jalur ini bijih besi dalam bentuk bulk
atau pellet direduksi dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam
atau batu bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons atau hot
briquette iron (HBI), sebagai bahan baku proses steel making
selanjutnya. Jalur ini menguasai sekitar 25 dari produksi besi dunia. Di
samping dua jalur utama diatas terdapat pula beberapa teknologi
penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti
teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart.

2. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel)


Kelompok ini sering dijadikan ukuran produksi industri baja suatu negara.
Melalui proses yang tahap akhirnya mengubah baja cair menjadi baja padat
ini dihasilkan bloom dan billet sebagai bahan baku industri baja pengolahan
long product, slab sebagai bahan baku industri pengolahan flat product dan
ingot sebagai bahan baku industry pembentukan baja lainnya.
Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah
produksi baja kasar ini dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut pada
saat itu.

3. Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja Semi Finished Product


Kelompok ketiga ini adalah tahap yang memproses baja kasar menjadi
produk semi finished. Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk
pembuatan produk semi finished wire rod dan green pipe. Selanjutnya wire
rod akan menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long finished
product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire. Sedangkan green pipe
akan menjadi bahan baku industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi
industri migas.

Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil
(HRC), hot rolled plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain
merupakan bahan baku terbesar dari industri pengolahan flat product seperti
untuk konstruksi, pipa las spiral dan otomotif. Sementara CRC digunakan
sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, pelapisan
seng. Pelat baja merupakan semi finished product yang digunakan sebagai
bahan baku industri pipa las longitudinal, profil dan perkapalan.

4. Kelompok Industri Hilir


a. Pembuatan baja finished flat productKelompok ini merupakan
konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai
diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan.
Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan
industri pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalam
kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran
(shearing/slitting lines).
b. Pembuatan baja finished long product
Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industry
baja. Berbagai industri pemakai diantaranya industri pembuatan baja
batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku, mur/baut.

SASARAN

Sasaran pengembangan jangka menengah antara lain mengembangkan


industri pengolahan bahan baku besi baja berbasis sumber daya lokal,
mengoptimalkan kapasitas terpasang industri baja kasar (7.4 juta ton) dan
berkembangnya produk baja lembaran dan baja batangan untuk kebutuhan
industri perkapalan, pipa migas, konstruksi, otomotif, kemasan dan peralatan
rumah tangga. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang adalah
tumbuhnya industri peleburan baja terintegrasi yang menghasilkan baja khusus
berbasis sumber daya lokal.

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Baja Nasional


1. Visi Industri Baja Nasional
Memiliki industri baja modern dan efisien yang berstandar dunia yang
memenuhi kebutuhan seluruh produk baja domestik dengan pencapaian
konsumsi per kapita dunia.
2. Arah Pengembangan
Memiliki industri baja yang mencapai daya saing global dalam aspek
biaya, mutu, dan kemampuan sumber daya manusia dan level teknologi.
Setelah merumuskan gambaran masa depan dan arah pengembangan
industri baja nasional, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan peta
arsitektur strategis sebagai cetak biru rumusan strategi berikut skenarionya
untuk mendukung tercapainya visi industri dalamwaktu yang telah
ditentukan, yaitu 15 tahun. Gambar III.1 menunjukkan hasil penyusunan
peta arsitektur strategik yang dibuat secara skematik sederhana.
Simplifikasi peta arsitektur strategik dipilih dan ditetapkan untuk memberi
kemudahan dalam mendapatkan pengertian dan ide-ide skenario yang
diusulkan.
Peta arsitektur tersebut disusun sebagai berikut :
a. Bahwa sebagai hasil gambaran masa depan, dicita-citakan terciptanya
industri baja nasional pada tahun 2020 yang memiliki daya saing tinggi.
b. Indikasi daya saing tersebut dijabarkan dalam empat indicator pencapaian
yaitu:
1) Kapasitas produksi
2) Teknologi, research & development, dan sumber daya manusia
3) Supporting
4) Pendanaan
c. Untuk mengusahakan jalur pencapaian dilakukan dengan 3 tahap
implementasi yang berjangka masing-masing lima tahun.
d. Dalam setiap tahap implementasi kemudian diusulkan berbagai action
plan yang menunjang dan mensukseskan setiap jalur pencapaian

3.1.2 Industri Semen


A. Ruang Lingkup Industri Semen
1. Semen merupakan komoditi strategis yang memanfaatkan potensi sumber
daya alam bahan galian non logam berupa batu kapur, tanah liat, pasir
besi dan gipsum (diimpor) melalui proses pembakaran temperature tinggi
(di atas 1.000 0C).
2. Industri semen mempunyai karakteristik :
a. Padat modal (capital intensive);
b. Padat energi berupa batubara dalam proses pembakaran dan energy
listrik;
c. Bersifat padat (bulky) dalam volume besar sehingga biaya transportasi
tinggi.
3. Produsen semen nasional telah mampu memproduksi 11 jenis semen
menurut kegunaannya, namun yang paling banyak digunakan adalah
semen Portland (tipe I – V), semen komposit/campur dan semen putih.
4. Hasil produksi diutamakan untuk memenuhi kebutuhan nasional untuk
mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan, sedangkan
kelebihan produksi diekspor agar proses produksi berkesinambungan dan
silo-silo tidak penuh.
5. Industri semen nasional mempunyai daya saing yang tinggi dan termasuk
kelompok komoditi yang diperdagangkan tanpa hambatan tarif (BM =
0%) sesuai dengan kesepakatan perdagangan bebas hambatan (FTA).

B. Pengelompokan Industri Semen


1. Produsen semen mampu memproduksi berbagai jenis (saat ini ada 11)
semen menurut kegunaannya;
2. Tarif Bea Masuk semen sejak tahun 1995 adalah 0% dan mulai tahun
2010 akan menjadi 5%;
3. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk semen telah direvisi dan akan
dinotifikasikan ke Sekretariat WTO bidang standardisasi untuk
diberlakukan secara wajib.
Tabel 1. Tarif Bea Masuk Produk Semen Berdasarkan HS Tahun 2008
HS DESKRIPSI BM PPN (%) SNI
2523.21.00.00 Portlan putih 0 10 15-0129-2004
2523.29.90.00 Portlan Pozoland 0 10 15-0302-2004
2523.29.10.00 Portland Type I – V 0 10 15-2049-2004
2523.29.29.00 Portland Campur 0 10 15-3500-2004
2523.90.00.00 Masonry 0 10 15-3758-2004
2523.29.29.00 Semen Portland Komposit 0 10 15-7064-2004
2523.90.00.00 Oil Well Cement (OWC) 0 10 15.3044-1992

A. Sasaran Jangka Menengah (2010 -2014)


1. Meningkatnya utilitas produksi dari 70% menjadi 80% yang didukung
kemampuan produksi berbagai jenis semen dengan spesifikasi khusus;
2. Terpenuhinya kebutuhan semen nasional;
3. Diterapkannya secara wajib SNI No. 35/M-IND/PER/4/2007 tanggal 31
Agustus 2007 terhadap produk semen.

B. Sasaran Jangka Panjang (2010-2025)


1. Terpenuhinya kebutuhan semen nasional di seluruh pelosok tanah air
dengan harga jual yang tidak jauh berbeda di masing-masing daerah;
2. Terjaminnya pasokan energi khususnya batubara untuk periode jangka
panjang;
3. Tersedianya tenaga kerja operator pabrik yang kompeten;
4. Makin menguatnya daya saing industri semen;
5. Terwujudnya kemampuan rekayasa dan fabrikasi pembangunan pabrik
semen.
C. Visi dan Arah Pengembangan Industri Semen
1. Visi Industri Semen
Menjadikan industri semen nasional berdaya saing tinggi dan mampu
memenuhi kebutuhan dalam negeri.
2. Arah Pengembangan
Arah pengembangan industri semen adalah meningkatkan daya saing
melalui efisiensi penggunaan energi dan diversifikasi produk semen.

B. Strategi Kebijakan
1. Memenuhi kebutuhan nasional;
2. Melakukan persebaran pembangunan pabrik semen ke arah luar Pulau
Jawa;
3. Meningkatkan daya saing industri semen melalui efisiensi penggunaan
energi;
4. Meningkatkan kemampuan kompetensi sumber daya manusia dalam
desain dan perekayasaan pengembangan industri semen.

A. Program Jangka Menengah (2010 -2014)


1. Meningkatkan kemampuan SDM persemenan melalui program
pendidikan dan pelatihan kompetensi SDM;
2. Meningkatkan penggunaan semen non Portland tipe I melalui kegiatan
sosialisasi dan kerjasama dengan pihak REI;
3. Meningkatkan penghematan dalam penggunaan energi melalui:
 Kajian audit energi;
 Peningkatan efisiensi energi panas dari 800 kkal per kg klinker
menjadi 760 kkal per kg klinker;
 Penggunaan sumber energi alternatif;
 Penggunaan peralatan tambahan seperti Waste Heat Recovery
Boiler.
B. Program Jangka Panjang (2010-2025)
1. Mengembangkan industri semen di luar Pulau Jawa khususnya
Kawasan Timur Indonesia melalui pembangunan unit pengepakan,
cement mill sampai pabrik semen secara utuh;
2. Meningkatkan kemampuan SDM dalam rekayasa dan pabrikasi melalui
kerjasama dengan Institut Semen Beton Indonesia (ISBI) dalam
program diklat dari tingkat operator hingga D3;
3. Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam penggunaan
bahan baku, emisi debu dan efisiensi energi, melalui program CDM
secara berkesinambungan;
4. Meningkatkan kerjasama kemitraan antara produsen batubara dan
semen;
5. Mendorong pengembangan teknologi yang lebih efisien melalui
peningkatan kerjasama dengan NEDO maupun perusahaan permesinan
dunia.
3.1.3 Industri Petrokimia
A. Ruang Lingkup Industri Petrokimia
Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai ”industri
yang berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang
merupakan produk samping eksploitasi gas bumi, gas alam), batubara, gas
metana batubara, serta biomassa yang mengandung senyawa-senyawa
olefin, aromatik, n-parrafin, gas sintesa, asetilena dan menghasilkan
beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari bahan-bahan baku
utama tersebut, untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai
tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya.” Kondisi ketersediaan bahan
baku dari produk migas yang makin terbatas dan mahal mengakibatkan
mulai munculnya pencarian-pencarian bahan bakupengganti, diantaranya
gas etana, batubara, gas dari coal bed methane, dan limbah refinery (coke).
Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan
klaster industri petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia seperti sandang, papan dan pangan. Produk-produk petrokimia
merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku bagi industri
hilirnya (industry tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida, bahan
pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, kulit imitasi, dll).

B. Pengelompokan Industri Petrokimia


Industri petrokimia dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
1. Industri petrokimia hulu
Industri petrokimia hulu merupakan industri paling hulu dalam rangkaian
industri petrokimia, memproses bahan baku berupa naphta dan/atau
kondensat menjadi hidrokarbon olefin, aromatik, dan parafin. Contoh :
industri olefin (ethylene, polyethylene, dll), industri aromatic (benzene,
paraxylene, dll), industri berbasis C-1 (ammonia, methanol)
2. Industri petrokimia antara
Industri petrokimia antara adalah industri yang memproses bahan baku
olefin, aromatik (produk industri petrokimia hulu) menjadi produk-produk
turunannya seperti vinyl chloride, styrene, ethylene glycol, dll.

3. Industri petrokimia hilir


Industri petrokimia hilir adalah industri yang mengolah bahan yang
dihasilkan oleh industri petrokimia antara menjadi berbagai produk akhir
yang digunakan oleh industri atau konsumen akhir (industrial dan
consumer goods). Contoh : industri PET, PP, HDPE, PVC, EDC, PTA, dll.

A. Sasaran Jangka Menengah (2010-2014)


1. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari
81% (2009) menjadi lebih dari 85% (2014).
2. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20%
(2014).
3. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu:
a. Olefin : ethylene dari 600.000 Ton/Tahun menjadi 900.000 Ton/Tahun,
b. Aromatik : toluene 100.000 Ton/Tahun, dan orthoxylene 120.000
Ton/Tahun.
c. Berbasis C1 : amoniak 6,1 Juta Ton/Tahun menjadi 6,8 Juta
Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun.
4. Terintegrasinya pengembangan industri petrokimia dengan pendekatan
klaster, berlokasi di Banten (Anyer, Merak, Cilegon) untuk yang
berbasis olefin, di Jawa Timur (Tuban, Gresik, Lamongan) untuk yang
berbasis aromatik dan di Kalimantan Timur (Bontang) untuk yang
berbasis C1.
B. Sasaran Jangka Panjang (2015-2025)
1. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :
a. Olefin : ethylene dari 900.000 Ton/Tahun menjadi 1,25 Juta
Ton/Tahun,
b. Berbasis C1 : amoniak 6,8 Juta Ton/Tahun menjadi 7,5 Juta
Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun menjadi 1,5 Juta
Ton/Tahun, pupuk NPK dari 700.000 Ton/Tahun menjadi 1,9 Juta
Ton/Tahun.
2. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu,
industry petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan
distribusi dan infrastruktur yang efektif dan efisien.

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Petrokimia


1. Visi Industri petrokimia
Mewujudkan industri petrokimia yang berdaya saing dan mandiri.
2. Misi
 Pemantapan struktur industri petrokimia
 Peningkatan efisiensi.
 Perluasan lapangan kerja.
 Percepatan alih teknologi
3. Arah Pengembangan Industri Petrokimia :
Pengembangan industri berskala besar
4. Strategi
a. Peningkatan utilisasi:
 Penguasaan pasar DN dan pasar ekspor, serta peningkatan
informasi pasar.
 Peningkatan efisiensi bahan baku dan energi.
 Optimalisasi pemanfaatan bahan baku dalam negeri.
 Penciptaan iklim usaha kondusif terhadap industri daur ulang
petrokimia.
 Integrasi industri petrokimia hulu dengan industri migas.
b. Penguatan struktur industri petrokimia yang terkait pada semua tingkat
dalam rantai nilai (value chain):
 Peningkatan nilai tambah dengan peningkatan kandungan local
(bahan baku, barang modal/peralatan pabrik, SDM, teknologi, jasa
konstruksi, jasa pemeliharaan dan modal DN)
 Penciptaan Iklim investasi dan usaha yang kondusif melalui
pemberian insentif dibidang fiskal, moneter dan administrasi
termasuk jaminan hukum dan kestabilan keamanan.
 Pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan
 Pengembangan kemampuan SDM.
c. Pengembangan teknologi kedepan :
 Meningkatkan kemampuan alih teknologi dengan memanfaatkan
lisensi teknologi proses petrokimia C-1, Olefin dan Aromatik yang
habis masa lisensinya berdasarkan inovasi teknologi dalam negeri.
 Mengaplikasikan lisensi teknologi proses Industri Urea
yangdikembangkan bersama pemilik lisensor.
 Sinergi dalam penelitian teknologi proses industri polimer seperti
alkyd resin, unsaturated polyester resin, polyurethane resin.
d. Pengembangan lokasi klaster :
 Bontang, Kaltim
 Tuban - Gresik, Jawa Timur
 Anyer – Merak – Cilegon – Serang, Banten

5. Kebijakan
a. Pengaturan alokasi SDA lokal sebagai bahan baku industri petrokimia.
b. Pengaturan efisiensi bahan baku/energi melalui penghematan maupun
diversifikasi bahan baku/energi.
c. Pengaturan limbah/scrap/used-product petrokimia sebagai bahan baku.
d. Pengaturan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi
industri petrokimia.
e. Pengaturan peningkatan SDM melalui peningkatan standar
kompetensi kerja nasional industri petrokimia.
f. Pengaturan mengenai pembangunan infrastruktur industri antara
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan swasta.
g. Pengaturan yang mengutamakan penggunaan produksi DN.
h. Pengaturan pengembangan litbang teknologi DN yang terintegrasi dan
berkualitas melalui pemberian insentif.

A. Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) :


1. Revisi UU No. 22 / 2001 tentang Migas, Peraturan Pemerintah Nomor
35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas,
sebagai upaya pengamanan pasok migas nasional untuk bahan baku
industri (sebagai tindak lanjut amandemen UU No. 22 / 2001 tentang
Migas).
2. Mengupayakan insentif berupa split yang lebih besar bagi KPS yang
memasok industri dalam negeri.
3. Proses Debottlenecking Unit Ethylene meningkatkan kapasitas produksi
ethylene 30.000 Ton/Tahun.
4. Fasilitasi penerapan AICO (ASEAN Industrial Co-operation) scheme
dan pengembangan Ethylene Cracker Unit PT. Titan Indonesia di
Merak untuk mendukung industri polietilen pada tahun 2009.
5. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku dengan harga khusus
yang diprioritaskan untuk industri petrokimia hulu;
6. Studi untuk mengkaji fasilitasi proses integrasi antara industri primer,
petrokimia hulu, antara, dan hilir;
7. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industry
petrokimia antara lain pelabuhan, kereta api & aero-train, jalan akses,
serta utilitas.
8. Revitalisasi 5 pabrik urea yang sudah tua, pembangunan 1 pabrik urea,
pembangunan 5 pabrik compound, 6 pabrik amonia (terintegrasi dengan
pabrik pupuk).
9. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk
petrokimia yang terintegrasi.
10. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak
industry dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi.
11. Promosi investasi industri petrokimia (pengembangan bahan baku
industry plastik teknik) seperti polycarbonate, polyacetal, polyamide, ke
negara a.l. Jepang, Korea dan China.
12. Pembentukan Working Group Klaster Industri Petrokimia, melalui
kegiatan kegiatan pembahasan/evaluasi pengembangan industri
petrokimia di wilayah klaster industri meliputi aspek bahan baku,
teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate
Social Responsibility (CSR), pengelolaan lingkungan, manajemen
tanggap darurat (emergency response), sinkronisasi kebijakan
pemerintah pusat dan daerah.
13. Pengembangan sistem informasi industri petrokimia.
14. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia, yang mencakup
aspek penyediaan, konservasi dan efisiensi bahan baku & energi,
teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate
Social Responsibility (CSR), kerjasama luar negeri, serta penerapan
manajemen penanganan dampak Keselamatan, Keamanan, Kesehatan
dan Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri petrokimia.
15. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia dalam rangka AFTA
maupun FTA.
16. New PP Plant (kapasitas 250.000 ton/tahun) yang terintegrasi dengan
RCC Offgas to Propylene Project/Methatesis pada awal 2011 oleh
Pertamina.
17. Kajian/bantuan teknik “Gas bumi melalui proses splitting untuk
industry olefin dan aromatik”.
18. Belum ada studi Prakelayakan Industri Unggulan ”Batubara melalui
proses gasifikasi untuk industri ammonia & methanol”.
19. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat
Olefin berbasis pati khususnya sagu di wilayah Riau yang akan
dikembangkan oleh Mitsubishi Group.
20. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat
Olefin yang bahan bakunya berasal dari pati atau biomassa di
wil.Banten yang akan dikembangkan oleh PT. Titan.
21. Mempercepat realisasi MOU antara PT. Pertamina /PT. Medco Energy
dg PT. Pusri (holding) mengenai rencana pembangunan industry
ammonia/urea dengan kapasitas global terintegrasi berbasis gas bumi,
berlokasi di Sonoro (Sulawesi Tengah).
22. Mendorong perencanaan pembangunan infrastruktur industri petrokimia
di Sonoro dan Papua Barat.
23. Pertemuan dengan instansi terkait untuk pengembangan, perawatan dan
perawatan infrastruktur.

B. Rencana Aksi Jangka Panjang (2015-2025) :


1. Meneruskan & meningkatkan diversifikasi sumber bahan baku dan
sumber energi industri petrokimia.
2. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk
petrokimia yang terintegrasi.
3. Peningkatan kualitas SDM melalui trainning & standar kompetensi
kerja nasional industri petrokimia.
4. Pemeliharaan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industry
petrokimia antara lain pelabuhan, jalan akses, dan utilitas.
5. Pengembangan centre of excellence industri petrokimia.
3.1.4 Industri Keramik
A. Ruang Lingkup Industri Keramik
Keramik adalah berbagai produk industri kimia yang dihasilkan dari
pengolahan tambang seperti clay, feldspar, pasir silika dan kaolin melalui
tahapan pembakaran dengan suhu tinggi. Industri keramik yaang terdiri dari
ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga (tableware), genteng telah
memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan nasional
melalui penyediaan kebutuhan domestik, perolehan devisa dan penyerapan
tenaga kerja. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti
lembpung, feldspar dan pasir silika yang tersebar di berbagai daerah,
industri keramik terus tumbuh baik dalam kapasitas maupun tipe dan desain
produk yang semakin berdaya saing tinggi. Kondisi ini dapat terlihat
pertumbuhan rata – rata sekitar 6% dan perolehan devisa yang mencapai
US$ 220 juta pada tahun 2008 ataau meningkat dibandingkan dengan tahun
2007 sebesar US$ 212 juta serta penyerapan tenaga kerja lebih dari 200.000
orang. Saat ini kapasitas kapasitas industri keramik tile mencapai 327 juta
m2, keramik saniter 4,6 juta pcs dan keramik tableware 268 juta pcs,
sehingga untuk keramik telah menempatkan Indonesia sebagai produsen
keramik terbesar dunia setelah China, Italy, Spanyol, Turki dan Brazil.
Industri keramik meliputi industri bahan baku, industri bahan penolong dan
industri bahan setengah jadi serta produk keramik seperti tile, saniter dan
tableware dan alat laboratorium meliputi KBLI 26201 s/d 26209 atau HS
6901 s/d 6914. Keramik adalah berbagai produk industri kimia yang
dihasilkan dari pengolahan bahan tambang seperti kaolin, feldspar, pasir
silika dan tanah liat (clay) melalui tahapan pembakaran dengan suhu tinggi
(sekitar 1.300 oC).
Adapun karakteristik industri keramik meliputi :
 Padat energy
 Padat karya
 Penggunaan bahan baku tambang yang tidak dapat diperbaharui.

B. Pengelompokan Industri Keramik


1. Kelompok Industri Hulu
Meliputi Industri bahan baku keramik seperti tanah liat, kaolin,
feldspar, pasir kuarsa, zircon. Bahan baku dan penolong yang masih di
impor sebagian besar dari China seperti feldspar, glazur / fritz, China
Stone dan zat pewarna (pigmen). Sedangkan sumber deposit bahan
baku tersebut banyak terdapat di Indonesia tetapi belum diolah seperti
tabel berikut:

Jenis Bahan Lokasi Cadangan


Pengaribuan, Sumut 400 ribu ton
Lampung 12,5 juta m3
Feldspar
Banjar Negara, Jabar 642 ribu ton
Tulung Agung 40 ribu ton
Lampung 10 juta ton
Clay
Monterado, Kalbar 250 ribu ton
Bangka 7 juta ton
Kaolin
Belitung 6 juta ton
Toseki Pacitan, Jawa Timur 5 juta m3

2. Kelompok Industri Antara


Meliputi bahan baku body keramik, bahan pewarna, frits dan glasir.
3. Kelompok Industri Hilir
Meliputi industri barang jadi keramik seperti perlengkapan rumah
tanggal dari porselin, bahan bangunan dari porselin, alat laboratorium
dan alat listrik/teknik dari porselin, barang untuk keperluan
laboratorium kimia dan kesehatan dari porselin serta barang-barang
lainnya dari porselin.

No Uraian
Keramik ubin/ tile :
1
Ubin lantai, ubin perapian atau ubin dinding
Keramik Saniter :
Bak cuci, wastafel, alas baskom cuci, bak mandi, bidet, bejana
2 kloset, tangki air pembilasan, tempat kencing dan perlengkapan
saniter semacam itu dari keramik, dari porselen atau tanah
lempung China
Keramik table ware :
3 Perangkat makan, perangkat dapur,
perlengkapan rumah tangga lainnya

Keramik termasuk dalam katagori thermoset yaitu suatu benda yang


setelah mengalami pemanasan dan pendinginan kembali tidak dapat
berubah lagi kebentuk asalnya. Berdasarkan fungsi dan strukturnya
produk keramik dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
keramikkonvensional dan keramik maju. Keramik konvensional
menggunakan bahan–bahan alam fas amorf (dengan atau tanpa diolah).
Keramik konvensional dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan masing–
masing :
 Industri keramik berat terdiri dari refraktori, mortar, abrasive dan
industri semen
 Industri keramik halus yang terdiri dari industri gerabah/keramik hias,
porselen lantai dan dinding (ltile), saniter, tableware dan isolator listrik.
Keramik maju dikenal juga advanced ceramics menggunakan bahan
baku artifikal murni yang memepunayi fasa kristalin. Beberapa jenis
industry keramik maju antara lain :
 Zirkonia dan silikon, seperti untuk kebutuhan otomotif (blok mesin,
gear, mata pisau dan gunting
 Barium titanat untuk industri elektronika (kapasitor dan gunting)
 Keramik nitrid oksida (zirkon nitride, magnesium nitride, cilikon
karbida) digunakan untuk high technologi, cutting tools, komponen
mesin, alat ekstraksi dan pengolahan logam
 Fiber optic di industri telekomunikasi, penerangan, gedung pencakar
langit dan tenaga surya

A. Jangka Menengah (2010 -2014)


1. Terpenuhinya kebutuhan bahan bakar gas sebanyak 130 mmscfd
(2010);
2. Tercapainya tingkat utilisasi rata-rata diatas 90 persen;
3. Meningkatnya nilai ekspor dari USD 222 juta (2006) menjadi USD.
250 juta (2010);
4. Tersusun dan diterapkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) secara
wajib untuk keramik ubin dan saniter;
5. Pengembangan pemanfaatan bahan baku keramik di Kalimantan Barat.

B. Jangka Panjang (2010-2025)


1. Menguatnya struktur industri keramik mulai dari penyediaan bahan
baku hingga produk jadi;
2. Tingginya daya saing industri keramik nasional di pasar domestik dan
ekspor;
3. Tersedianya industri bahan baku keramik yang sesuai dengan
kebutuhan.

A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Keramik


1. Visi Industri Keramik
Membangun industri keramik nasional yang mempunyai daya saing
internasional dan mempunyai nilai tambah yang tinggi pada tahun
2025.
2. Arah Pengembangan
Pengembangan industri Keramik untuk peningkatan nilai tambah.
Adanya klaster industri Keramik diharapkan memperkuat keterkaitan
pada semua tingkatan rantai nilai (value chain) dari industri hulunya,
mampu meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan
membangun visi dan misi yang selaras, sehingga mampu meningkatkan
produktivitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan dalam
industri, dan memfokuskan keterkaitan yang kuat antara sektor hulu
sampai dengan hilir.

A. Rencana Aksi Jangka Pendek (2010 – 2015)


 Koordinasi pengamanan pasokan gas untuk industri keramik;
 Promosi investasi bahan baku keramik;
 Peningkatan produksi bahan baku keramik untuk substitusi impor;
 Peningkatan efisiensi energi melalui penerapan konservasi energi;
 Pengembangan desain produk industri keramik;
 Meningkatkan kualitas produk keramik melalui SNI;
B. Rencana Aksi Jangka Menengah ke-1 (2014 – 2019)
 Memenuhi pasokan gas sesuai kebutuhan industri keramik nasional.
 Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan
produsenkeramik dalam rangka pengembangan industri inti di daerah,
khususnya penggunaan bahan baku yang tersedia di dalam negeri.
 Mempromosikan investasi industri bahan baku keramik.
 Melakukan revitalisasi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Industri Kecil dan
Menengah Keramik.

C. Rencana Aksi Jangka Menengah ke-2 (2020 – 2025)


 Meningkatkan efisiensi dan konservasi energi;
 Menerapkan dan pengawasan SNI;
 Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia bagi industry
keramik;
 Mengembangkan industri pemurnian dan penyiapan bahan baku;
 Mengembangkan industri keramik bernilai tambah tinggi (advanced
ceramic);
 Mengembangkan bidang desain, rekayasa dan fabrikasi pabrik keramik
yang hemat energi.
D. Rencana Aksi Jangka Panjang (2010-2025)
 Memenuhi pasokan gas sesuai kebutuhan industri keramik nasional;
 Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan produsen
keramik dalam rangka pengembangan industri inti di daerah, khususnya
penggunaan bahan-bahan baku yang tersedia di dalam negeri;
 Mempromosikan investasi industri bahan baku keramik;
 Melakukan Revitalisasi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Industri Kecil
dan Menengah Keramik. Kerangka pengembangan industri keramik
perlu ditunjang oleh infrastruktur ekonomi yang memadai seperti
teknologi, SDM, infrastruktur dan pasar. Pada Gambar 1. disampaikan
Kerangka Pengembangan Industri Keramik, Gambar 2 tentang
Kerangka Keterkaitan Industri Keramik dan Gambar 3. Tentang Lokasi
Pengembangan Klaster Keramik, sedangkan pada Tabel 1. disampaikan
Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Industri Keramik.

3.2 Kelompok Industri Mesin


3.2.1Industri Mesin Listrik dan Peralatan listrik
1. Ruang Lingkup Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik
Ruang lingkup industri Mesin Listrik dan Peralatan listrik mencakup:
 84.02 : ketel uap
 84.06 : turbin uap air dan uap• 85.02 : perangkat pembangkit listrik
 85.04 : transformator elektris, konverter statis dan inductor
 85.37 : papan panel listrik
 85.38 : Komponen papan, panel listrik
 85,46 : isolator listrik dari berbagai bahan
 90.28.30 : pengukur listrik
B. Pengelompokan Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listri Berdasarkan
pada penggunaan dan fungsinya dalam suatu rangkaian
pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan maka mesin listrik dan
peralatan
listrik dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kelompok Pembangkit Listrik
1) Turbin
2) Generator
3) Boiler
4) Solar Cell
5) Balance of Plant
6) Instrumen and Control
7) Electrical
2. Kelompok Primary Substantion
1) Power Trafo
2) MV Switchgear
3) Circuit Breaker
4) Switches
5) Relay
6) Arrester
7) Busbar
8) Meter Listrik
9) HV Insulator

3. Kelompok Switching Substation


1) Power Trafo
2) MV Switchgear
3) Circuit Breaker
4) Switches
5) Relay
6) Arrester
7) Busbar
8) Meter Listrik
9) HV Insulator

4. Kelompok Distribution Substantion


1) Power Trafo
2) MV Switchgear
3) Circuit Breaker
4) Switches
5) Relay
6) Arrester
7) Busbar
8) Meter Listrik
9) HV Insulator

SASARAN
Dalam rangka program pembangunan ketenagalistrikan nasional sudah saatnya
mulai dikembangkan konsep kemandirian dalam pembangunan pembangkit
tenaga listrik dan pembangunan jaringan transmisi – distribusi. Sehingga
diharapkan akan diperoleh pembangunan ketenagalistrikan yang tidak
tergantung pada impor mesin peralatan, yang berdampak pada biaya
pembangunan dan pemeliharaannya. Dalam rangka meningkatkan kemampuan
industri mesin listrik dan peralatan listrik, untuk mendukung kemandirian
pembangunan ketenagalistrikan nasional perlu adanya arah pembangunan
industri mesin peralatan listrik yang mempunyai tujuan yang jelas dan sasaran
yang ingin dicapai.
Tujuan pembangunan industri mesin listrik dan peralatan listrik adalah
meningkatkan kemampuan industri dalam negeri dalam mendukung
kemandirian pembangunan ketenagalistrikan nasional dengan sumber daya
lokal.
Sasaran pembangunan industri mesin listrik dan peralatan listrik adalah
meningkatnya daya saing produk industri mesin listrik dan peralatan listrik
dalam negeri yang digunakan dalam pembangunan ketenagalistrikan baik di
dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri.
1. Jangka Menengah (2010 -2014)
1. Meningkatnya peran industri mesin listrik dan peralatan listrik dalam
pembangunan ketenagalistrikan program 10.000 MW tahap II.
2. Meningkatnya kemampuan SDM industri untuk mendukung
pengembangan industri mesin listrik dan peralatan listrik.
3. Meningkatnya sinergi antara lembaga litbang dengan industri mesin
listrik dan peralatan listrik untuk mendukung penguasaan teknologi,
khususnya untuk produk seperti turbin, generator, dsb.
4. Meningkatnya investasi baru dan perluasan usaha industri mesin listrik
dan peralatan listrik.
5. Industri mesin listrik dan peralatan listrik bersama EPC nasional
menjadi pelaku utama dalam pembangunan ketenagalistrikan
6. Meningkatnya tingkat komponen lokal dalam pembangunan
ketenagalistrikan nasional.

2. Jangka Panjang (2010 – 2025)


1. Meningkatnya kemampuan industri mesin listrik dan peralatan listrik
bersama EPC nasional dalam membangun semua pembangkit tenaga
listrik dan transmisi-distribusi berdasarkan rancang bangun dan
rekayasa dalam negeri.
2. Meningkatnya kemampuan industri mesin listrik dan peralatan listrik
dalam negeri untuk memproduksi mesin peralatan utama pembangkit
tenaga listrik.
3. Meningkatnya pangsa pasar luar negeri.

C. Visi dan Arah Pengembangan Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik
1. Visi Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik
Menjadikan industri mesin listrik dan peralatan listrik berdaya saing
tinggi untuk mendukung kemandirian pembangunan ketenagalistrikan
nasional.
2. Arah Pengembangan
 Menyediakan mesin peralatan listrik untuk mendukung kemandirian
pembangunan ketenagalistrikan nasional.
 Menjadi basis pengembangan teknologi pembangunan
ketenagalistrikan.
 Meningkatkan pangsa pasar ekspor .
3.2.2 Industri Mesin dan Peralatan Umum
A. Ruang Lingkup Industri Mesin Peralatan Umum
Ruang lingkup industri mesin peralatan umum mencakup mesin
peralatan yang digunakan untuk berbagai industri dan sektor seperti
konstruksi baja, alat berat, alsintan, mesin peralatan pabrik, mesin
perkakas, mesin pengukur, engine, boiler industri, dan sebagainya.
Cakupan HS meliputi HS 84.
B. Pengelompokan Industri Mesin Peralatan Umum
Berdasarkan karakteristik dari masing-masing produk mesin peralatan
umum dapat dikelompokkan menjadi :
1. Konstruksi baja
Konstruksi baja struktur, konstruksi baja bangunan, konstruksi baja
pelat, dan sejenisnya (HS 7308, 7309, 7310, dan 7311).
2. Alat konstruksi
Alat berat, alat handling mekanik, dan sejenisnya (HS 8428, 8429,
8430).
3. Mesin pertanian
Traktor, thresher, reaper, RMU, huller, dan sejenisnya (HS 8424,
8432, 8433, 8435, 8436, 8437).
4. Mesin proses
Mesin peralatan pabrik untuk pabrik tekstil, pabrik kulit, pabrik
kertas, pabrik percetakan, pabrik pengolahan makanan dan
minuman, pabrik kimia dan sebagainya (HS 8422, 8438, 8439, 8440,
8441, 8443, 8444, 8446, 8447, 8448, 8449, 8456, 8457, 8458, 8459,
8460, 8461, 8462, 8463, 8464, 8465, 8474, 8479).
5. Alat energi
Boiler industri, heat exchanger, engine, dan sebagainya (HS 8406,
8407, 8408, 8410, 8411).
6. Mesin penunjang
Mesin perkakas, pompa, peralatan pemanas dan pendingin, alat ukur,
dan sejenisnya (HS 8413, 8414, 8417, 8418, 8419, 8423, 8425, 8426,
8427, 8483, 9024, 9026, 9427, 9428, 9429, 9430).

SASARAN
Dalam rangka program pembangunan industri nasional sudah saatnya mulai
dikembangkan konsep kemandirian dalam setiap pembangunan pabrik-pabrik
pengolahan dan pembangunan infrastruktur dimana peranan EPC nasional
dapat lebih diutamakan agar mampu menarik industri mesin peralatan umum
sebagai industri pendukungnya. Sehingga diharapkan pembangunan industri
mesin peralatan umum menjadi tulang punggung daripada pembangunan
industry unggulan yang akan datang, dengan mengurangi ketergantungan pada
impor mesin peralatan.
Tujuan pembangunan industri mesin peralatan umum adalah meningkatkan
kemampuan industri dalam negeri dalam mendukung pembangunan industri
manufaktur dan sektor ekonomi lainnya.
Sasaran pembangunan industri mesin peralatan umum adalah meningkatnya
daya saing produk industri mesin peralatan umum dalam negeri untuk
mendukung pembangunan industri manufaktur dan sektor ekonomi lainnya.
A. Jangka Menengah (2010 -2014)
1. Meningkatnya kemampuan industri mesin peralatan umum untuk
memenuhi kebutuhan mesin peralatan pembangunan industri
manufaktur dan sektor ekonomi lainnya.
2. Meningkatnya kemampuan SDM industri untuk mendukung
pengembangan industri mesin peralatan umum.
3. Meningkatnya sinergi antara lembaga litbang dengan industri mesin
peralatan umum dalam rangka penguasaan teknologi.
4. Meningkatnya investasi baru/perluasan usaha dan penyebaran industri
mesin peralatan umum di Jawa maupun di luar Jawa.
5. Meningkatnya peran EPC nasional dalam setiap pembangunan di dalam
negeri yang didukung oleh Industri mesin peralatan umum.
B. Jangka Panjang (2010 – 2025)
1. Meningkatnya kemampuan industri mesin peralatan umum bersama
EPC nasional dalam setiap pembangunan industri manufaktur dan
sector ekonomi lainnya.
2. Meningkatnya kemampuan industri mesin peralatan umum dalam
negeri untuk memproduksi barang modal.
3. Meningkatnya pangsa pasar luar negeri.

STRATEGI DAN KEBIJAKAN


A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Mesin Peralatan Umum

1. Visi Industri Mesin Peralatan Umum


Menjadikan industri mesin peralatan umum berdaya saing tinggi untuk
mendukung pembangunan industri unggulan masa depan.
2. Arah Pengembangan
 Menyediakan mesin peralatan umum sebagai barang modal untuk
mendukung pembangunan industri manufaktur dan sektor ekonomi
lainnya.
 Memperkuat kemampuan dan pengembangan teknologi produk
berbasis static equipment/plate working dan meningkatkan
penguasaan teknologi produk berbasis rotating equipment.
3.3 Kelompok Industry Padat Tenaga Kerja
3.3.1 Industri Tekstil dan Produk Tekstil
A. Ruang Lingkup Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Berdasarkan No. HS, ruang lingkup klaster Industri Tekstil dan Produk
Tekstil (ITPT) mencakup No. HS 50 hingga 63. Berdasarkan rantai
nilainya, industry ini dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu :
1. Industri Serat (Fiber)
Adalah industri yang memproduksi serat-serat baik serat alam
maupun serat buatan. Berdasarkan KBLI tahun 2007, yang termasuk
dalam kelompok industri serat adalah :
 KBLI No 17111 Industri persiapan serat tekstil, yang terdiri dari
HS No 5001, 5003, 5101, 5102, 5103, 5104, 5105, 5201, 5202,
5301, 5302, 5303, 5304 dan 5305.
 KBLI No 24302 Industri serat stapel buatan, yang terdiri dari
HS No. 5502, 5503, 5504, 5506 dan 5507
2. lndustri Benang (Pemintalan/Spinning)
Adalah industri yang mengolah serat menjadi benang. Berdasarkan
KBLI tahun 2007, yang termasuk dalam kelompok industri benang
adalah :
 KBLI No 17112 Industri Pemintalan Benang yang terdiri dari
HS No 5002, 5003, 5004, 5005, 5006, 5103, , 5105, 5106, 5107,
5108, 5109, 5110, 5202, 5203, 5204, 5205, 5207, 5301, 5302,
5303, 5304, 5305, 5306, 5307, 5308, 5402, 5403, 5406, 5505,
5509, 5510, 5511, 5604,
 KBLI No 17113 Industri Pemintalan Benang Jahit yang terdiri
dari HS No. 5401 dan 5508
 KBLI No 17121 Industri Penyempurnaan Benang yang terdiri
dari HS No 5205 dan 5206.
 KBLI No 24301 Industri serat/benang filamen buatan yang
terdiri dari HS No 5401, 5402, 5403, 5404 dan 5405

3. Industri Kain (Pertenunan/Weaving, Perajutan/Knitting, Pencelupan/


Dyeing, Pencapan/Printing, Penyempurnaan/Finishing dan Non-
Woven)
Adalah industri yang mengolah benang menjadi kain. Berdasarkan
KBLI tahun 2007, yang termasuk dalam Kelompok Industri Kain
adalah :
 KBLI No 17123 Industri Pencetakan Kain yang terdiri dari HS
No. 5208, 5209, 5211, 5212, 5407, 5408, 5513, 5514 dan 5516.
 KBLI No 17292 Industri yang menghasilkan kain keperluan
industry yang terdiri dari HS No. 5811, 5901, 5906, 5907, 5908,
5910 dan 5911
 KBLI No 17294 Industri Non Woven (bukan tenunan) yang
terdiri dari HS No. 5603 dan 6002
 KBLI No 17301 Industri Kain Rajut yang terdiri dari HS No
6001 dan 6002.
4. Industri Pakaian Jadi (Garment)
Adalah industri yang mengolah kain menjadi pakaian jadi.
Berdasarkan KBLI tahun 2007, yang termasuk dalam Kelompok
Industri Pakaian Jadi adalah :
 KBLI No 17302 Industri Pakaian Jadi Rajutan yang terdiri dari
HS No. 6101, 6102, 6103, 6104, 6109, 6110, 6111, 6112, 6113,
6114, 6115, 6116 dan 6117.
 KBLI No 18101 Industri Pakaian Jadi dari Tekstil dan
Perlengkapannya yang terdiri dari HS No. 6201, 6202, 6203,
6204, 6205, 6206, 6207, 6208, 6209, 6210, 6211 dan 6212
 KBLI No 18102 Industri Pakaian Jadi (konveksi) dan
perlengkapanya yang terdiri dari HS No 6212, 6213, 6214,
6215, 6216 dan 6217.
5. Industri Tekstil dan Produk Tekstil Lainnya
Adalah industri yang mengolah serat atau benang atau kain menjadi
produk jadi lainnya selain pakaian jadi. Berdasarkan KBLI tahun
2007, yang termasuk dalam Kelompok Industri Tekstil dan Produk
Tekstil Lainnya adalah :
 KBLI No 17211 Industri Barang Jadi Tekstil, untuk keperluan
rumah tangga yang terdiri dari HS No. 6301, 6302, 6303, 6304,
6306, 6307 dan 6308.
 KBLI No 17213 Industri Barang Jadi Tekstil Lainnya yang
terdiri dari HS No. 5601.
 KBLI No 17220 Industri Permadani (ambal) yang terdiri dari
HS No. 5701, 5702, 5703, 5704 dan 5705
 KBLI No 17292 Industri yang menghasilkan kain keperluan
industry yang terdiri dari HS No. 5811, 5901, 5906, 5907, 5908,
5910 dan 5911.
 KBLI No 17293 Industri bordir/sulaman yang terdiri dari HS
No. 5810
 KBLI No 17303Industri Rajutan Kaos Kaki yang terdiri dari HS
No. 6115 dan 6217

B. Pengelompokan Industri TPT


1. Kelompok Industri Hulu
Termasuk dalam Industri Hulu adalah industri serat dan benang
didalamnya adalah :
 Industri Serat Alam yang memproduksi serat alam seperti
kapas, sutera, rami, wol dan lain sebagainya.
 Industri Serat Buatan Staple yang mengolah PX, PTA, MEG
dan pulp kayu menjadi serat pendek seperti polyester, nylon,
rayon dan lain sebagainya.
 Industri Benang filamen yang mengolah PX, PTA, MEG dan
pulp kayu menjadi benang filament seperti polyester, nylon,
rayon dan lain sebagainya.
 Industri Pemintalan yang memproduksi benang dari bahan baku
berupa serat buatan maupun serat alam atau campuran
keduanya.
 Industri Pencelupan Benang untuk memberikan efek warna
pada benang.

1. Kelompok Industri Antara


Termasuk dalam Industri Antara adalah industri yang memproduksi
kain, diantaranya adalah:
 Industri Pertenunan (Weaving) yang mengolah benang menjadi
kain tenun mentah (grey fabric).
 Industri Perajutan (Knitting) yang mengolah benang menjadi
kain rajut mentah (grey fabric).
 Industri Pencelupan (Dyeing) yang mengolah kain mentah
menjadi kain setengah jadi dengan memberikan efek warna
pada kain.
 Industri Pencapan (Printing) yang mengolah kain mentah
menjadi kain setengah jadi dengan memberikan efek motif
warna pada kain.
 Industri Penyempurnaan (Finishing) yang mengolah kain
setengah jadi menjadi kain jadi (finish fabric).
 Industri Non Woven yang mengolah serat atau benang menjadi
kain selain melalui proses tenun atau rajut.
2. Kelompok Industri Hilir
Termasuk dalam Industri Hilir adalah industri yang memproduksi
barangbarang jadi tekstil konsumsi masyarakat, diantaranya adalah :
 Industri Pakaian Jadi (Garmen) yang mengolah kain jadi
menjadi pakaian jadi baik kain rajut maupun kain tenun.
 Industri Embroideri yang memberikan efek motif atau corak
pada kain jadi ataupun barang jadi tekstil.
 Industri Produk Tekstil lainnya yang mengolah kain jadi
menjadi produk tekstil lainnya selain pakaian jadi.

Diagram Alir Ruang Lingkup dan Pengelompokan Klaster Industri TPT


dapat digambarkan sebagai berikut:
Secara fisik kelompok-kelompok industri TPT di atas pada dasarnya
sudah membentuk klaster-klaster industri dari mulai industri hulu,
antara dan industri hilir yang beraglomerasi di suatu daerah tertentu
seperti yang terlihat di wilayah Bandung Selatan, Cimahi, Pekalongan,
Purwakarta, Semarang Selatan, Solo Raya dan Tanggerang.

SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 -2014)
1. Mantapnya struktur ITPT melalui peningkatan investasi (proyeksi
total 2014 = Rp. 172 trilyun);
2. Meningkatnya ekspor dengan proyeksi 2014 = US$ 16,7 Milyar;
3. Teramankannya pasar dalam negeri (proyeksi nilai produksi = Rp.
144,8 trilyun dan konsumsi perkapita = 6 kg);
4. Penyerapan tenaga kerja (proyeksi 2014 = 1,47 juta orang) dan
meningkatkan kemampuan.
5. Meningkatnya ekspor ke pasar non tradisional.

B. Jangka Panjang (2010-2025)


1. Meningkatnya produktifitas, kualitas dan effisiensi yang
berdaya saing ke arah competitive advantage;
2. Meningkatnya daya saing melalui spesialisasi pada produk TPT
bernilai tambah tinggi dan high fashion yang berbahan baku
lokal;
3. Berkembangnya merek – merek Indonesia untuk tujuan ekspor;
4. Meningkatnya penggunaan produk TPT lokal di dalam negeri

STRATEGI DAN KEBIJAKAN


A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil
1. Visi Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Visi:Terwujudnya industri Tekstil dan Produk Tekstil Nasional
sebagai produsen TPT kelas dunia.
Misi:
 Meningkatkan produktifitas, kualitas dan efisiensi yang
berdayasaing kearah “competitive advantage”.
 Meningkatkan dayasaing melalui spesialisasi pada produk
TPT bernilai tambah tinggi dan high fashion yang berbahan
baku lokal.

2. Kebijakan
Kebijakan yang diperlukan sektor TPT untuk memperbaiki iklim
usahanya adalah untuk merestrukturisasi permesinannya,
ketersediaan bahan baku, ketersediaan energi listrik dan
ketenagakerjaan.
 Melanjutkan program peningkatan teknologi (restrukturisasi
permesinan) di industri TPT.
 Peninjauan ulang kebijakan ekspor MIGAS agar dapat lebih
memenuhi kebutuhan PTA dan MEG didalam negeri dan
memberikan kontinyuitas suplai energi dengan harga
dibawah 6 cent/ kwh.
 Kebijakan kemudahan/insentif bagi industri yang
melakukan diversifikasi sumber energi dan industri yang
memproduksi dissolving pulp.
 Pengaturan peningkatan kemampuan SDM melalui
peningkatan standar kompetensi kerja nasional dan
penyiapan Lembaga Sertifikasi Profesi industri TPT.
 Pengaturan pengembangan litbang teknologi DN yang
terintegrasi dan berkualitas melalui pemberian insentif.

3.3.2 Industri Alas Kaki


A. Ruang Lingkup Industri Alas Kaki
Berdasarkan KBLI Industri Alas Kaki termasuk dalam kode 1920 yang
terdiri dari :
 19201 : Industri Alas Kaki untuk keperluan sehari-hari
 19202 : Industri Sepatu Olah Raga
 19203 : Industri Sepatu Teknik Lapangan/Keperluan Industri
 19204 : Industri Alas Kaki Lainnya.

B. Pengelompokan Industri Alas Kaki


1. Industri Hulu
a. Industri Penyamakan Kulit
b. Industri Kulit Buatan/Imitasi
c. Industri Karet Remah (SIR, Crepe)
d. Industri Pemintalan Benang
e. Industri Bahan Kimia dari Aromatic
2. Industri Antara
a. Industri Sol dari Karet/Plastik
b. Industri Assesories dari Logam
c. Industri Pertenunan Kain (Kain Kanvas, Kain Lapis, Kain Pita)
d. Industri Embroydery (Label)
e. Industri Perekat/Lem
f. Industri Rajut (Tali Sepatu)
3. Industri Hilir
a. Industri Alas kaki untuk keperluan sehari-hari
b. Industri Sepatu Olahraga
c. Industri sepatu tekniklapangan/keperluan industry
d. Industri Alas Kaki lainnya

SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 -2014)
1. Sasaran Kualitatif
 Berkembangnya Merk Nasional, terutama untuk kebutuhan
pasar dalam negeri dan secara bertahap mampu bersaing di pasar
regional.
 Meningkat dan bertambahnya negara tujuan ekspor , terutama
untuk produk dengan nilai tambah tinggi dan memiliki
keunggulan/ diferensiasi, seperti sepatu kulit formal/pesta.
 Meningkatnya penggunaan produksi dalam negeri dan
meningkatnya pangsa pasar dalam negeri
 Berkurangnya impor terutama pemasukan dengan cara tidak
wajar/illegal impor
 Terciptanya iklim usaha yang kondusif.
 Berkembangnya industri supporting dan berkurangnya
ketergantungan terhadap impor bahan baku
 Meningkatnya daya saing produk alas kaki di pasar dunia
2. Sasaran Kuantitatif.
 Peningkatan ekspor rata-rata 10 % per tahun sehingga tahun
2014 ekspor mencapai USD 3,2 Milyar
 Penambahan tenaga kerja baru rata-rata 4 % pertahun
 Tambahan investasi baru maupun perluasan sekitar USD. 500
juta pertahun.

B. Jangka Panjang (2010 – 2025)


1. Sasaran Kuanlitatif
 Merek Nasional telah mendominasi pasar domestik dan
regional.
 Meningkatnya penyerapan tenaga kerja
 Meningkatnya share dan peran yang signifikan dalam
pertumbuhan ekonomi nasional.
 Klaster telah kuat dan berkembang dan industri besar sebagai
mitra pendorong pertumbuhan UKM dalam rangka menciptakan
peningkatan peran UKM serta peluang berusaha dan kesempatan
kerja.
 Struktur industri telah kuat dengan tumbuhnya industry
pendukung
 Lembaga R&D telah berperan yang berarti sebagai fasilitator
pelaku usaha dalam pengembangan teknologi, desain dan
kemampuan SDM
 Meningkatnya peran dalam pengembangan wilayah melalui
penyebaran industri alas kaki keluar Jawa.
2. Sasaran Kuantitatif.
 Indonesia menjadi produsen eksportir alas kaki kelas dunia
dengan pangsa pasar sekitar ... %
 Penambahan tenaga kerja baru sebanyak 10.000 orang pertahun
 Tambahan investasi baru maupun perluasan sekitar USD. 500
juta Per tahun

STRATEGI DAN KEBIJAKAN


A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Alas Kaki
1. Visi Industri Alas kaki
Indonesia menjadi produsen eksportir alas kaki kelas dunia
2. Arah Pengembangan
Pengembangan industri alas kaki diarahkan kepada penguatan dan
pengembangan klaster industri alas kaki guna meningkatkan daya
saing dipasar global dengan memperkuat sisi supplay/produksi dan
mengembangkan pemasaran/permintaan . Untuk itu upaya-upaya
yang dilakukan untuk mencapai kedua hal tersebut adalah dengan (1)
meningkatkan pasokan bahan baku, teknologi, SDM dan (2)
meningkatkan pasar ekspor dan dalam negeri. Untuk mencapai
terlaksananya arah pengembangan tersebut, maka strategi
pengembangan dilakukan dengan penguatan pada level sector dan
perusahaan (mikro) dan penciptaan iklim usaha dan kebijakan yang
lebih kondusif (makro).
B. Rencana Aksi Jangka Panjang (2010 – 2025)
Rencana Aksi pengembangan Industri Alas kaki jangka panjang pada
dasarnya adalah melanjutkan rencana aksi dari hasil-hasil yang telah
dicapai pada rencana aksi jangka menengah, dengan intgi rencana aksi
terdiri dari :
1. Penguatan Struktur Industri Alas kaki dengan mendorong lebih
tumbuhnya industri supporting.
2. Mendorong tumbuh dan berkembangnya bahan baku yang
bersumber dari dalam negeri
3. Mendorong untuk menjadi industri alas kaki yang berkelas
internasional dengan :
 Meningkatkan mutu produksi dan penerapan manajemen mutu
 Meningkatkan kemampuan SDM industri alas kaki termasuk
penyamakan kulit
 Meningkatkan kerjasama kemiteraan antara industri besar
dengan IKM melalui aliansi strategis atau subcontracting
dengan mutu prima harga bersaing

Anda mungkin juga menyukai