Anda di halaman 1dari 4

roses terjadinya awan adalah seperti ini : panas dari matahari akan

menyebabkan air dilaut, sungai dan danau menguap. Uap air yang
hangat tersebut akan bergerak naik keatas, dan saat uap tersebut
naik, uap air mulai menjadi dingin. Hasilnya, uap air tersebut mulai
berkondensasi membentuk kembali butiran-butiran air. Kumpulan
dari butiran-butiran air dilangit tersebut yang kita kenal sebagai
awan. Butiran-butiran air yang makin lama makin membesar
akhirnya akan jatuh kembali ke bumi sebagai hujan. Kadangkala,
suhu udara yang terlalu dingin membuat butiran-butiran air tersebut
membeku membentuk es dan jatuh kembali ke bumi sebagai salju.

Secara fisis proses terjadinya awan bisa dijelaskan seperti ini :


Dalam atmosfer tetes awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi
sebagai inti kondensasi atau inti pengembunan. Kecepatan
pembentukan tetes tersebut ditentukan oleh banyaknya inti
kondensasi. Proses dimana tetes air dari fasa uap terbentuk pada
inti kondensasi disebut pengintian heterogen. Adapun pembentukan
tetes air dari fasa uap dalam suatu lingkungan murni yang
memerlukan kondisi sangat jenuh (supersaturation) disebut
pengintian homogen. Pengintian homogen yaitu pembekuan pada
air murni hanya akan terjadi pada suhu dibawah -40 0C. Akan tetapi
dengan keberadaan aerosol sebagai inti kondensasi maka
pembekuan dapat terjadi pada suhu hanya beberapa derajat
dibawah 0 0C2.

Inti kondensasi adalah partikel padat atau cair yang dapat berupa
debu, asap, belerang dioksida, garam laut (NaCl) atau benda
mikroskopik lainnya yang bersifat higroskopis, dengan ukuran 0,001
mm – 10 mm.

Secara lebih terperinci proses kondensasi dalam pembentukan


awan adalah sebagai berikut :
- Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara
adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah,
tetapi sebelum RH mencapai 100 %, yaitu sekitar 78 % kondensasi
telah dimulai pada inti kondensasi yang lebih besar dan aktif.
Perubahan RH terjadi karena adanya penambahan uap air oleh
penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui pendinginan.

- Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes awan pada saat
RH mendekati 100 %. Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti
yang lebih besar dan inti yang lebih kecil kurang aktif tidak
berperan maka volume tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil
dari jumlah inti kondensasi.

- Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20


mm. Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5
cm/s sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar
sehingga tetes awan tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika
kelembaban udara kurang dari 90 % maka tetes tersebut akan
menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa menguap maka
diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm (1000
mm), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat
mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).

- Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan adalah pada
ukurannya.

Jika sebuah awan tumbuh secara kontinu, maka puncak awan akan
melewati isoterm 0 0C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih
berbentuk cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal
es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan,
maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu
-40 0C bahkan lebih rendah lagi2.

begitulah penjelasanya.

materi referensi:

http://www.ceritakecil.com/ilmu-pengetah…
http://dayant.blog.friendster.com/2008/0…

• 2 tahun lalu

Sekilas tentang aerosol

1. Pengertian

Aerosol didefinisikan sebagai partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara.
Partikel aerosol memiliki rentang ukuran mulai dari sekitar 2 nm sampai 100 um.
Aerosol terdiri dari sistem dua fasa yang terdiri dari partikel dan gas dimana
partikel-partikel tersebut tersuspensi di dalamnya. Oleh karena itu istilah aerosol
menunjuk pada campuran yaitu antara partikel dan gas. Partikel debu tanah yang
tersuspensi di udara, asap yang keluar dari cerobong pabrik, partikel garam dari
percikan air laut, tetes air awan, dan lain-lain sejenisnya merupakan contoh dari
aerosol. Dalam beberapa keadaan, aerosol bersifat tidak stabil sehingga sifatnya
berubah-ubah terhadap waktu. Namun untuk mengkaji dan mempelajari efeknya
terhadap kesehatan, aerosol diasumsikan cukup stabil terutama ketika
menghitung beban sistem pernafasan pada waktu berlangsung proses
penghirupan udara di sekitarnya.

Aerosol mempunyai tipe yang berbeda-beda didasarkan pada metode


pembangkitan (terbentuknya), ukuran partikel dan partikel padat atau cair.
Aerosol dapat dikarakterisasi melalui ukuran, konsentrasi massa atau konsentrasi
jumlah (jumlah partikel/m3). Berdasarkan asal sumbernya dikenal adanya
bioaerosol, aerosol radioaktif dan aerosol (non radioaktif). Radon merupakan
jenis aerosol radioaktif yang harus diwaspadai karena tiga isotop hasil
peluruhannya yang berumur pendek (218Po, 214Bi dan 214Pb) apabila terhirup dapat
menaikkan risiko kanker paru-paru. Di udara partikel dibagi menjadi dua
kelompok yaitu partikel kasar (lebih dari 2um) dan partikel halus (kurang dari
2um). Partikel halus dibedakan lagi menjadi partikel super-halus (ultrafine
particle, kurang dari 0,1 um) dan virus termasuk dalam kelompok ini. Rentang
ukuran partikel dan sifat-sifatnya ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1.

Distribusi ukuran
partikel dari
berbagai jenis
sampel. Debu
atmosfer
mempunyai ukuran
lebih dari 0,001 - 1
um, sedangkan
asap rokok
berukuran antara
0,01-1 um.

2. Konsentrasi Massa

Konsentrasi massa suatu aerosol adalah massa partikel per satuan volume
campuran. Satuan yang biasa digunakan adalah mg/m3. Satuan ini biasa
digunakan untuk standar pengukuran aerosol yang berhubungan dengan
keselamatan kerja. Satuan lainnya adalah ug/m3 yang digunakan untuk standar
pengukuran polusi udara. Aerosol dapat juga dikarakterisasi dengan konsentrasi
jumlah yaitu jumlah partikel per satuan volume dan sering digunakan
partikel/m3. Konsentrasi jumlah biasanya digunakan untuk analisis bioaerosol,
asbestos, clean room dan partikel super-halus.

3. Penyaring Partikel Udara

Untuk membersihkan suatu ruangan dari partikel udara yang dapat menggangu
sistem pernafasan terutama aerosol radioaktif karena akan menyebabkan radiasi
interna di dalam tubuh (khususnya sistem pernafasan) maka dikembangkan
sistem penyaring partikulat udara. Mengingat partikulat udara berukuran
mikroskopis maka penyaring ini harus mampu menangkap partikel halus
tersebut, dan dibuatlah penyaring (filter) HEPA.. Filter HEPA (High Efficiency
Particulate Air) telah dikembangkan sejak tahun 1940-an ketika US Atomic
Energy Commission mengembangkan teknologi untuk menghilangkan partikulat
radioaktif. Filter HEPA dapat menangkap 99,97% partikel berukuran 0,3um. Awal
1960-an telah dikembangkan filter ULPA (Ultra Low Penetration Air) yang
memiliki efisiensi 99,999% untuk partikel sampai berukuran 0,12um. Sedangkan
SULPA( Super ULPA) memiliki efisiensi 99,9999% untuk partikel berukuran
0,12um.

(epudjadi©jan2009)

Anda mungkin juga menyukai