Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Dengan mengucap Alhamdulillah kepada Allah SWT. Atas segala rahmat dan kurnianya juga

terselesainya essignment ini.

Shalawat dan salam kepada Nabi junjungan alam, Rasul Penghabisan yang membawa wahyu

dari Allah SWT. Yang menjadi contoh yang baik ( Uswatun Hasanah ) sebagai Panutan untuk

kita Umat Manusia sebagai ikutan dan contoh yang mesti di teladani sepanjang masa dunia

dan akhirat.

Rasa terimakasih kepada Ustaz Ahmad Mujahid Abdullah yang telah membimbing dan

mengajar kami atas limpahan Ilmunya dan Keramahan budinya, semoga Allah SWT. Tetap

memberikan Rahamt Nya Kepada beliau Amin Ya Rabb Alamin.

Rasa terimakasih kepada kawan – kawan atas kerjasama dalam kumpulan ini atas kerja keras

dan usaha yang kuat kepada penyusunan essignment ini dan kami mengakui disini masih

banyak kekurangan dalam bentuk penyusunan, kekemasan dan rujukan. Kami mengharapkan

kritikan / koment yang membina kepada penyusunan yang lebih baik.

Demikianlah, semoga dengan adanya essignment ini dapat memberikan manafaat kepada para

pembaca dan pemerhati dan khasnya kepada kami yang menyiapkan essignmnet ini.

PENSYARIATAN JIHAD
: Firman Allah SWT
۬ ْ ۬ ْ
َ‫وا َش ۡي'ًٔ(ٔـا َو ُهو‬ ُ ‫وا َش ۡي'ًٔ(ٔـا َو ُه َو َخ ۡي ٌ۬ر َّل‬
ُّ‫ َأن ُت ِحب‬ ‫ڪ ۡۖ‌م َو َع َس ٰٓى‬ َۡ َ ٓ ۖ ُ َّ ۬ ُ ُ ‫ڪ ُم ۡٱل ِق َت‬
‫أن تك َر ُه‬ ‫ال َو ُه َو ك ۡر ٌه لك ۡ‌م َو َع َس ٰى‬ ُ ‫ُكت َب َع َل ۡي‬
ِ
َ َُ ۡ َ ‫َ ٌّ۬ َّ ُ ۡۗ َ َّ ُ َ ۡ َ ُ َ َ ُ ۡ اَل‬
)٢١٦( ‫شر لك ‌م وٱلله يعلم وأنتم تعلمون‬

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi [pula]
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui". (216(

Jihad dari sudut bahasa arab ialah kesungguhan. Ini bermakna setiap orang yang bersungguh
di dalam sesuatu perkara dinamakan jihad.

Pengertian dari sudut syarak ialah memberikan sepenuh kesungguhan bagi memerangi orang
kafir atau penderhaka.

Mengikut al-Bahuti, jihad yang sebenar ialah ketika berperang dengan orang kafir atau
memerangi orang kafir yang tidak membuat perjanjian kedamaian dengan orang islam bagi
meninggikan kalimah Allah.
 
Kebajikan dan keburukan sama-sama bersanding dalam setiap jiwa manusia.
Allah mengilhami jiwa manusia dengan kedurhakaan dan ketakwaan.
 
Begitu firman Allah dalam surat Asy-syams ayat 8, yang artinya “diri manusia memiliki
potensi kebaikan dan keburukan” . 

Seperti itu jugalah sifat masyarakat dan negara yang terdiri dari banyak individu. Keburukan
mendorong pada kesewenang-wenangan, sedangkan kebajikan mengantarkan pada
keharmonisan. Saat terjadi kesewenang-wenangan, kebajikan berseru dan merintih untuk
mencegahnya. Dari sanalah lahir perjuangan, baik di tingkat individu maupun di tingkat
masyarakat dan negara. Demikian  itulah ketetapan Ilahi. 

Kami tidak menciptakan langit dan bumi, dan segala yang ada di antar keduanya bermain-
main. Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari
sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian (tentulah Kami telah
melakukannya).Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu
menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaan bagi
kamu menyifati (Allah dengan sifat yang tidak layak). (QS Al-Anbiya`: 16-18) .
 
Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri
dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan
kebatilan. Atau seperti bunyi ayat diatas,melontarkan yang hak kepada yang batil hingga mampu
menghancurkannya. Tapi hal itu tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui
perjuangan. Bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad) menghadapi musuh. Karena itu ,al-
jihadu madhin ila yaum al-qiyamah (perjuangan berlanjut hingga hari kiamat).
 
Istilah  Al-Quran untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad. Sayangnya, istilah ini
sering disalah pahami atau dipersempit artinya.
 
Makna Jihad
 
Kata jihad terulang dalam Al-Quran sebanyak empat puluh satu kali dengan berbagai
bentuknya. Menurut Ibnu Faris (w.395 H) dalam bukunya  Mu'jam Al-Maqayis fi Al-Lughah,
"Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau
kesukaran dan yang mirip dengannya."
 
Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti  "letih/sukar." Jihad memang sulit dan
menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar
kata "juhd" yang berarti "kemampuan." Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus
dilakukan sebesar kemampuan. Dari kata yang sama tersusun ucapan "jahida bir-rajul" yang
artinya "seseorang sedang mengalami ujian." Terlihat kata ini mengandung makna ujian dan
cobaan, hal yang wajar karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas
seseorang.
 
Makna-makna kebahasaan dan maksudnya di atas dapat dikonfirmasikan dengan beberapa
ayat Al-Quran yang berbicara tentang jihad. Firman Allah berikut ini menunjukkan betapa
jihad merupakan ujian dan cobaan. 

Apakah kamu menduga akan dapat masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang yang
berjihad di antara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang besar (QS Ali 'Imran: 142).
 
Demikianlah terlihat, bahwa jihad merupakan cara yang ditetapkan Allah untuk menguji
manusia. Tampak pula kaitan yang sangat erat dengan kesabaran sebagai isyarat bahwa jihad
adalah sesuatau yang sulit, memerlukan kesabaran serta ketabahan. Kesulitan ujian atau
cobaan yang menuntut kesabaran itu dijelaskan rinciannya antara lain dalam surat Al-Baqarah
ayat 214:

 Apakah kamu menduga akan dapat masuk surga padahal belum datang kepadamu cobaan
sebagaimana halnya (yang dialami) oleh orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncang aneka cobaan sehinga berkata Rasul
dan orang-orang yang beriman bersamanya. "Bilakah datangnya pertolongan Allah?"
Ingatlah pertolongan Allah amat dekat.

Dan sungguh pasti kami akan memberi cobaan kepada kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang bersabar (QS Al-Baqarah : 155)
 
Jihad juga mengandung arti "kemampuan" yang menuntut sang mujahid mengeluarkan segala
daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan, dan
dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil, tetapi memberi semua yang
dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang di
milikinya habis.
 
 Jihad merupakan aktivitas yang unik, menyeluruh dan tidak dapat dipersamakan dengan
aktivitas lain, sekalipun aktivitas keagamaan. Tidak satu amalan keagamaan yang tidak
disertai dengan jihad. Paling tidak, jihad diperlukan untuk menghambat rayuan nafsu yang
selalu mengajak pada kedurhakaan dan pengabaian tuntunan agama.

Katakanlah, "JIka bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kamu, keluarga,


harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-
Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-
Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik" (QS Al-Taubah : 24).
 
Karena itu, seorang Mukmin pastilah mujahid, dan tidak perlu menunggu izin atau restu
untuk melakukannya. Ini berbeda dengan orang munafik. Perhatikan dua ayat berikut: 

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian tidak meminta izin kepadamu
(Muhammad SAW) untuk berjihad dengan harta benda dan jiwa mereka. Allah Maha
Mengetahui orang-orang yang bertakwa (QS Al-Taubah : 44).

Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) bergembira di tempat mereka di


belakang Rasul, mereka tidak senang untuk berjihad dengan harta dan diri mereka di jalan
Allah….(QS Al-Taubah : 81).
 
 Mukmin adalah mujahid, karena jihad merupakan perwujudan identitas kepribadian Muslim.
Al-Quran menegaskan;  

Barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya untuk dirinya sendiri (berakibat
kemaslahatan baginya) (QS Al-Ankabut : 6).
 
Maka,  jangan menduga yang meninggal di medan juang sebagai orang-orang mati, tetapi
mereka hidup memperoleh rezekinya di sisi Allah SWT. (baca QS 3 : 169). Karena jihad
adalah perwujudan kepribadian, maka tidak dibenarkan adanya jihad yang bertentangan
dengan fitrah kemanusiaan. Bahkan bila jihad dipergunakan untuk memaksa berbuat
kebatilan, harus ditolak sekalipun diperintahkan oleh kedu orang-tua.

 Apabila keduanya (ibu-bapak) berjihad (bersungguh-sungguh hingga letih memaksamu)


untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu, yang tidak ada bagimu pengetahuan tentang
itu (apalagi jika kamu telah mengetahui bahwa Allah tidak boleh dipersekutukan dengan
sesuatu pun), jangan taati mereka, namun pergauli keduanya di dunia dengan baik…..(QS
Luqman : 15).
 
Mereka yang berjihad pasti akan diberi petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-citanya.
 Orang-orang yang berjihad di jalan kami, pasti akan Kami tunjukkan pada mereka jalan-
jalan Kami (QS Al-Ankabut : 69).
 
Terakhir dan yang terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilakukan demi Allah,
bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan duniawi. Berulang-ulang Al-
Quran menegaskan redaksi fi sabilihi(di jalan-Nya). Bahkan Al-Quran surat Al-Hajj ayat 78
memerintahkan: 

Berjihad di (jalan) Allah dengan jihad sebenar-benarnya.


 
Kesimpulannya,  jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Jihad tidak mengenal putus asa,
menyerah, kelesuan, tidak pula pamrih. Tetapi jihad tidak dapat dilaksanakan tanpa modal,
karena itu jihad mesti disesuaikan dengan modal yang dimiliki dan tujuan yang dicapai.
Sebelum tujuan tercapai dan selama masih ada modal, selama itu pula jihad dituntut.
 
 Karena jihad harus dilakukan dengan modal, maka mujahid tidak mengambil, tetapi
memberi. Bukan mujahid yang menanti imbalan selain dari Allah, karena jihad diperintahkan
semata-mata demi Allah. Jihad menjadi titik tolak seluruh upaya; karenanya jihad adalah
puncak segala aktivitas. Jihad bermula dari kesadaran. Kesadaran harus berdasarkan
pengetahuan dan tidak datang dengan paksaan. Karena itu mujahid bersedia berkorban, dan
tak mungkin menerima paksaan, atau melakukan jihad dengan terpaksa.
 
Macam-macam Jihad
 
Seperti telah dikemukakan, terjadi kesalahpahaman dalam memahami istilah jihad Jihad
biasanya hanya dipahami dalam arti perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata. Ini mungkin
terjadi karena sering kata itu baru terucapkan pada saat-saat perjuangan fisik. Memang diakui
bahwa salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik/perang, tetapi harus diingat pula bahwa
masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW. Ketika beliau baru saja kembali dari medan pertempuran.

 Kita kembali dari jihad terkecil menuju jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu.
 
Rasulullah SAW. Bersabda,

 "Berjihadlah menghadapi nafsumu sebagaimana engkau berjihad menghadapi


musuhmu." Dalam kesempatan lain beliau bersabda, "Berjihadlah menghadapi orang-orang
kafir dengan tangan dan lidah kamu."
 
Pada umumnya, ayat-ayat yang berbicara tentang jihad tidak menyebutkan objek yang harus
dihadapi. Yang secara tegas dinyatakan objeknya hanyalah berjihad menghadapi orang kafir
dan munafik sebagaimana disebutkan Al-Quran surat At-Taubah ayat 73 dan At-Tahrim ayat
9. 

Wahai Nabi, berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam dan itu adalah
seburuk-buruk tempat.
 
Tetapi ini tidak berarti bahwa hanya kedua objek itu yang harus dihadapi dengan jihad,
karena dalam ayat-ayat lain disebutkan musuh-musuh yang dapat menjerumuskan manusia
kedalam kejahatan, yaitu setan dan nafsu manusia sendiri. Keduanya pun harus dihadapi
dengan perjuangan.

 Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya dia merupakan


musuh yang nyata bagimu (QS Al-Baqarah : 168).
 
Hawa nafsu pun diperingatkan agar tidak diikuti sekehendak hati. 

Siapa lagi yang lebih sesat daripada yang mengikuti hawa nafsunya, tanpa petunjuk dari
Allah? (QS Al-Qashash : 50). 

Nabi Yusuf diabadikan Al-Quran ucapannya:

 Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya (hawa) nafsu selalu
mendorong kepada kejahatan, kecuali yang diberi rahmat oleh Tuhanku (QS Yusuf : 53).

Jelaslah, paling tidak jihad harus dilaksanakan menghadapi orang-orang  kafir, munafik, setan
dan hawa nafsu.
 
 Dapat dikatakan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah setan yang sering memanfaatkan
kelemahan nafsu manusia. Ketika manusia tergoda oleh setan, ia menjadi kafir, munafik
dan  menderita penyakit-penyakit hati, atau bahkan pada akhirnya manusia itu sendiri itu
sendiri menjadi setan. Sementara setan sering didefinisikan sebagai "manusia atau jin yang
durhaka kepada Allah serta merayu pihak lain untuk melakukan kejahatan."
 
Menghadapi mereka tentunya tidak selalu harus melalui peperangan atau kekuatan fisik. Tapi
pada saat yang sama perlu diingat bahwa hal ini sama sekali bukan berarti bahwa jihad fisik
tidak diperlukan lagi. Agar lebih jelasnya disini penulis akan  membagi beberapa macam
jihad:
 
1.   Fardlu 'Ain; yaitu berjuang melawan musuh yang menyerbu ke sebagian negara kaum
muslim seperti jihad melawan kaum Yahudi yang menduduki negara Palestina. Semua orang
muslim yang mampu berdosa sampai mereka dapat mengeluarkan orang-orang Yahudi dari
negeri tersebut.
 
2.   Fardlu Kifayah; yaitu jika sebagian telah memperjuangkannya, maka yang lain sudah
tidak berkewajiban untuk melakukan perjuangan tersebut, yaitu berjuang menyebarkan
dakwah Islam ke seluruh negara sehingga melaksanakan hukum Islam, dan barangsiapa yang
masuk Islam serta berjalan di jalan Islam kemudian terbunuh sehingga tegak kalimat Allah,
maka jihad ini berjalan terus sampai hari kiamat. Jika orang-orang meninggalkan jihad dan
tertarik oleh kehidupan dunia, pertanian dan perdagangan maka ia akan tertimpa kehinaan,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

 "Jika anda jual beli inah (seseorang jual sesuatu dengan bayaran akhir dan
menyerahkannya kembali dari sipembeli tersebut, sebelum lurus pembayarannya dengan
harga yang lebih murah dan dibayar langsung), kamu ambil ekor-ekor sapi, dan dan kamu
puas dengan pertanian kemudian kamu tinggalkan jihad dijalan Allah, maka Allah meliputi
dengan kehinaan dan tidak akan melepaskannya darimu sehingga kamu kembali kepada
agamamu" (HR. Ahmad).
 
3.  Jihad terhadap pemimpin Islam; yaitu dengan memberikan nasihat kepada mereka dan
pembantu mereka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

 "Agama adalah nasihat, kami bertanya , untuk siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab:
untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin Islam dan orang-orang muslim
awam"  (HR. Muslim).

Dan beliau bersabda: 

"Jihad yang paling mulia adalah menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang
zalim" (HR. Abu Daud dan Tarmizi).

Adapun cara untuk menghindarkan diri dari penganiayaan pemimpin kita sendiri, yaitu agar
orang-orang Islam bertaubat kepada Tuhan, meluruskan akidah mereka atas dasar ajaran-
ajaran Islam yang benar sebagai pelaksanaan dari firman Allah:

 "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Ar-'Ad : 11).
 
4.  Berjihad melawan orang kafir, komunis dan penyerang dari kaum ahli kitab, baik dengan
harta benda, jiwa dan lisan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 

"Dan berjihadlah menghadapi orang-orang musyrik dengan harta bendamu, jiwamu dan
lisanmu" (HR. Ahmad).
 
5.  Berjihad melawan orang-orang fasik dan pelaku maksiat dengan tangan dan hati,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 

"Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika
tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah
selemah-lemah iman" (HR. Muslim).
 
6.   Berjihad melawan setan; dengan selalu menentang segala kemauannya dan tidak
mengikuti godaannya. Allah berfirman:

 "Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah sebagai musuhmu, karena
sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni
neraka yang menyala-nyala" (QS Faatir : 6).
 
7.   Berjihad melawan hawa nafsu; dengan menghindari hawa nafsu, membawanya kepada
ketaatan kepada Allah dengan menghindari kemaksiatan-kemaksiatannya. Allah berfirman
melalui mulut Zulaihah yang mengakui telah membujuk Yusuf untuk berbuat dosa: 

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang" (QS Yusuf : 53). 
 
Ada sebuah syair menuturkan: 

"Musuh besarmu nafsu dan setan, bujuk-rayunya jangan kau hiraukan, tutur-nasihatnya
penuh kesesatan, i'tikad baiknya mesti kau ragukan.

 
Berjihad dengan Senjata
 
Al-Quran menyebutkan bahwa yang pertama dan utama pada saat melakukan jihad dengan
fisik atau bukan adalah kesiapan mental, yang intinya adalah keimanan dan ketabahan. Al-
Quran surat Al-Anfal ayat 65 mengingatkan: 

Hai Nabi, kobarkanlah semangat kaum Mukmin untuk berperang. Jika ada di antara kamu
dua puluh orang yang sabar, maka mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.
Kalau ada di antara kamu seratus orang yang sabar, maka mereka dapat mengalahkan
seribu orang kafir, ini karena mereka (orang kafir) tidak mengerti.
 
Memang, peperangan pada hakikatnya tidak dikehendaki oleh Islam. Seorang yang telah
dihiasi iman pasti akan membencinya, begitu yang dijelaskan Al-Quran: 

Diwajibkan kepada kamu berperang, padahal berperang adalah sesuatu yang kamu benci ,
(tetapi) boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi baik untukmu, dan boleh jadi pula kamu
menyukai sesuatu padahal buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui  (QS 2:216).
 
Allah Swt. Mewajibkan perang dan jihad, karena sebagaimana firman-Nya:

 Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain
(mengizinkan peperangan), maka pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia
(yang dicurahkan pada seluruh alam) (QS Al-Baqarah : 251).
Ayat tersebut turun berkaitan dengan izin peperangan bagi kaum Muslim, dan izin itu
diberikan dengan penjelasan tentang alasannya:  

Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka
telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah bena-benar Mahakuasa menolong mereka. Yaitu
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar,
kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah." Sekiranya Allah tidak
menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya akan dirobohkan
biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah ibadat orang Yahudi, dan masjid yang
didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa lagi
Mahaperkasa (QS Al-Hajj : 39-40).
 
Nabi juga melarang keras jika kita memerangi kaum musyrik dengan "melampaui batas" ,
dengan contoh membunuh wanita, anak kecil, orang tua dan merusak tumbuhan maupun
hewan. Bahkan Al-Quran salah satu pengertiannya adalah tidak mendadak melakukan
penyerangan, sebelum terjadi keadaan perang dengan pihak lain; karena itu jika sebelumnya
ada perjanjian perdamaian dengan suatu kelompok, perjanjian itu harus dinyatakan
pembatalannya secara tegas terlebih dahulu.

  Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari satu golongan,
kembalikanlah perjanjian perdamaian kepada mereka secara jujur. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berkhianat  (QS Al-Anfal:58).

Peperangan harus berakhir dengan berakhirnya penganiayaan. Sebagaimana yang di jelaskan


Al-Quran. 

Perangilah mereka sampai batas berakhirnya penganiayaan, dan agama itu hanya untuk
Allah belaka. Jika mereka telah berhenti dari penganiayaan, tidak lagi dibenarkan
permusuhan, kecuali atas orang-orang yang zalim (QS Al-Baqarah : 193).
 
Kaum Muslim yang melampaui batas ketetapan Allah pun dinilai berbuat zalim, dan atas
dasar itu mereka wajar untuk dimusuhi Allah dan kaum Mukmin yang lain. Perlu disadari
bahwa izin memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran atau keengganan mereka
memeluk Islam, tetapi karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap "hak asasi
manusia untuk memeluk agama yang dipercayainya.

" Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil (memberi sebagian hartamu)
terhadap orang-orang (non-Muslim) yang tidak memerangi kamu karena agama, dan tidak
pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu (menjadikan sebagai kawanmu)
orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai
kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS Al- Mumtahanah : 8-9).
 
Dari ayat-ayat itu dan ayat-ayat lain seperti dalam surat An-Nisa' ayat 75, dipahami bahwa
Al-Quran mensyariatkan peperangan untuk mengusir orang-orang yang menduduki tanah
tumpah darah; gugur dalam medan perjuangan ini dinilai sebagai syahid. Ulama-ulama
menegaskan bahwa jihad membela negara selama musuh masih berada di luar wilayah
negara, hukumnya fardhu kifayah. Oleh karena itu, bila telah ada sekelompok masyarakat
yang melaksanakan pembelaan, maka kewajiban itu gugur bagi orang yang tidak
melaksanakannya. Tetapi jika musuh telah memasuki wilayah negara, maka hukumnya
adalah fardhu 'ain, yakni wajib bagi setiap individu bangkit berjihad sesuai dengan batas
kemampuan masing-masing. 
 

Kesimpulan / Istafadhah

Jihad merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baik dengan harta benda (infaq), dengan jiwa
(perang) atau dengan lisan dan tulisan yaitu mengajak jihad dan mempertahankannya.
Demikian juga jihad dalam memberantas kebodohan, kemiskinan, ilmuwan berjihad dengan
ilmunya, kariyawan bekerja dengan karya yang baik, guru dengan pendidikannya, pemimpin
dengan keadilannya, demikianlah seterusnya. Tapi jihad yang paling besar adalah jihad
melawan hawa nafsu.

Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari essignment yang kami sediakan ini dalam
membina diri kita menjadi orang yang termsukd berjihad dijalan Allah SWT.
 
KEPUSTAKAAN / BIBLIOGRAFI

 Al-Qur’an al-Karim Perkata dilengkapi dengan Asbabun Nuzul & Terjemah, DR. AHMAD

HATTA, MA, Pustaka Maghfirah Indonesia.

Menghayati pengertian Jihad, DAUD MOHAMMAD SALLEH, Kor agama Angkatan

tentera, kuala lumpur, 1998, Kolonel Haji Najmi Bin Haji Ahmad.

Ibnu Taimiyah, As-Siyasah Asyar'iyah, Dar Al-Kitab Al-Arabi, Mesir, 1952.

Besant, Anne, The Life and Teachings of Muhammad.

Carlyle, Thomas, On Heroes, Hero, Worship and the Heros in History.

Dr. A.M. El-Hufy, El-Jihad, Majlis A'la Lis-Syu'un el-Islamiyah, Cairo-Egyption.

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, Mizan, 1996.

M. Jamil Zeno, Taujihat Islamiyah, Saudi Arabian, 1418 H.

M. Dahlan Yacub, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Arkola-Surabaya, 2001.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991.

Anda mungkin juga menyukai