Anda di halaman 1dari 23

Makalah

Peranan pers dimasyarakat


Indonesia

RINA PAHLAWATI

XII IPA2

SMAN 1 DURI

Kec.Mandau

Tahun Ajaran 2010/2011


Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengaruniakan

kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyajikan makalah dengan judul

“PERANAN PERS BAGI MASYARAKAT JNDONESIA” ini.

Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Maka penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam

pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah penulis pakai sebagai data dan fakta pada

karya tulis ini.

Penulis telah berusaha menyajikan karya tulis ini dengan baik. Akan tetapi, penulis

menyadari karya tulis ini masih belum sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat

diharapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua

terutama bagi perkembangan dan peningkatan pendidikan.

Duri, 17 Oktober 2010

Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................................. 1

II. PEMBAHASAN......................................................................................................................... 3

A. Pengertian Pers dan Fungsi.......................................................................................... 3

B. Perkembangan Pers diIndonesia................................................................................. 6

C. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab................................................................ 8

D. Kode Etik Jurnalistik.................................................................................................... 10

III. PENUTUP................................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan dan sarana penyampaian
informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada
pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini diharapkan menimbulkan pengetahuan,
pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat
terlaksana. Sebagai lembaga sosial pers adalah sebuah wadah bagi proses input dalam
sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan
antara masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu
dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik
terhadap sasaran yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses
input.

Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam mewujudkan
demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya terutama dalam menunjang
demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta
fungsinya secara professional. Media masa yang bebas memberikan dasar bagi
pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh
rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang demokratis sebagai
sarana yang paling efekif untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat itu. Apabila negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara
untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat
negara.

Bagi suatu pemerintahan diktator kebenaran merupakan bahaya baginya, sebab


kebenaran akan membuka seluruh jaringan manipulasinya. Berita-berita yang berasal
dari foto jurnalisme serta data dokumenter lainnya memang memiliki daya yang sangat
kuat. Misi pertama pers dalam suatu masyarakat yang demokrartis atau suatu
masyarakat yang sedang berjuang untuk menjadi demokratis adalah melaporkan fakta.
Misi ini tidak akan mudah dilaksanakan dalam suatu situasi ketidak adilan secara besar-
besaran dan pembagian yang terpolarisasi.

Terkucilnya prospek kebebasan pers jelas merupakan bagian dari redupnya prospek
demokratisasi. Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini.
Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang ada
(Harsono Suwardi, 1993 : 23) Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik
yang ada maka pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai “balancer” (penyeimbang)
antara kekuatan yang ada. Tindakan atau sikap ini bukan tanpa alasan mengingat pers di
negara berkembang seperi di Indonesia mempunyai banyak pengalaman bagaimana
mereka mencoba mempertahankan keberadaannya sebagai pers yang bebas dan
bertanggung jawab.

Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat mereka tidak
mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan keberadaannya,
pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu
terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan
kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang yang pada
umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik
nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.

Diawal kekuasaannya, rezim pemerintahan orde baru menghadapi Indonesia yang


traumatis. Suatu kondisi dimana kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya serta
psikologis rakyat yang baru tertimpa prahara. Politik satu kata yang tepat ketika itu
kemudian dijadikan formula orde baru, yakni pemulihan atau normalisasi secepatnya
harus dilakukan, jika tidak kondisi bangsa akan kian berlarut-larut dalam ketidak pastian
dan pembangunan nasional akan semakin tertunda. Konsentrasi bangsa diarahkan untuk
pembangunan nasional. Hampir seluruh sektor dilibatkan serta seluruh segmen
masyarakat dikerahkan demi mensukseskan pembangunan nasional tersebut.
Keterlibatan seluruh sektor maupun segmen masyarakat tersebut agaknya sebanding
dengan beban berat warisan Orde Lama yang ditimpakan kepada Orde Baru. Pemerintah
Orde Baru memprioritaskan trilogi pembangunannya yakni stabilitas, pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan sebagai kata kunci yang saling berkait erat serta sebagai
bagian doktrin negara.

Oleh karena pemerintah menitik beratkan pembaruan pada pembangunan nasional, maka
sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan oleh karena
sepeninggalan orde lama tidak satupun kekuatan non negara yang bisa dijadikan acuan
dan preferensi, serta seluruh yang tersisa mengidap kerentanan fungsi termasuk yang
melanda pers nasional. Deskripsi-deskripsi yang sering kali ditulis oleh para pemerhati
pers menyatakan bahwa kehidupan pers diawal-awal orde baru adalah sarat dengan
muatan berbagai kepentingan, ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan
dari segala penjuru untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa
dibredel sewaktu-waktu.

Meskipun pers bukanlah pelopor gerakan revolusi itu, sulit dibayangkan bahwa gerakan
revolusi yang dipelopori mahasiswa itu akan terus bergulir tanpa pemberitaan dan
dukungan gencar media di Indonesia seperti pers. Kekuasaan presiden Soeharto yang
mendekati absolut menyebabkan faktor pemersatu diluar pemerintah bahkan menjadi
semakin besar. Kondisi ini dipicu semakin keras oleh peranan pers yang menyiarkan
pemberitaan yang semakin kritis terhadap pemerintah maupun penyajian opini publik
mengenai kesalahan serta kelemahan kebijakan publik.

Pers sebagai wahana untuk menjamin kemerdekaan mengeluarkan pikiran baik

dengan lisan dan tulisan yang didasari oleh Pasal 28 UUD 1945. Pers yang meliputi media

cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut.

Pada pasal 28 UUD 1945 mengamanatkan agar pers berfungsi secara maksimal ,

maka perlu dibentukmua UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dalam kehidupan yang

demokratisitu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan

negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.

Pers memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga

sangat penting untuk perwujudan hak asasi manusia. Pers yang juga melaksanakan

kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan

baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Fungsi

dari hukum pers tersebut yaitu menjamin dan melindungi kebebasan berbicara,

kebebasan berbicara atau berpendapat memungkinkan adanya control terhadap

kekuasaan dan adanya dialog horizontal antar warga negara.

IPDN merupakan institusi pendidikan yang mencetak camat, lulah dan

sederajatnya. Berbagai kasus yang terjadi dalam tubuh IPDN terugkap berkat peran
media massa sebagai sarana control atau pengawasan terhadap kekuasaan. Sebenarnya

kasus yang ada dalam tubuh IPDN sangatlah banyak, namun hanya sedikit yang

terungkap dipermukaan antara lain kasus Wahyu Hidayat pada tahun 2004.

Pada tahun 2004, mulai popular dengan diubahnya nama STPDN menjadi IPDN

karena tersandung kasus kekerasan oleh praja senior kepada praja junior. Kini

masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi adanya kekerasan dalam IPDN

karena adanya media massa yang secara lengkap dan lugas dalam mengikuti

perkembangan kasus tersebut.

Peran pers tersebut berjalan dengan baik apabila tidak ada pihak-pihak yang

mengintimidasi pers untuk tidak meyiarkannya. Dalam pengungkapan kasus IPDN

tersebut tidak terlepas dari sosok seorang dosen IPDN, Inu Kencana Syafe’i yang

secara vokal dan lantang mengungkapkan kebobrokan dalan tubuh IPDN. Sebenarnya

bukan kasus Wahyu Hidayat saja yang muncul ke permukaan, namun kasus Cliff Muntu

juga muncul kepermukaan karena jasa dari Inu Kencana Syafe’i.

Menurut Inu, sejak tahun 1990 – 2007 terdapat kasus adanya 35 kematian praja

yang rata-rata meninggal dunia tiap tahunnya, namun hanya 10 kasus saja yang terungkap

di media massa.

Menurut hemat penulis upaya yang dilakukan oleh pers untuk mewujudkan

demokrasi di tengah-tengah rezim pemerintah otoritarian yang senantiasa berusaha

untuk mempertahankan kekuasaan merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Selain itu

pers merupakan lembaga sosial yang secara ideal nya bersifat netral, tidak untuk

kepentingan kelompok orang-orang tertentu melainkan untuk semua orang.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pers dan Fungsi

1. Pengertian Pers

Pada pasal 1 angka 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers tersurat apa yang di

maksud dengan pers yaitu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang

melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tilisan, suara,

gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan

media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Pengertian di atas dimaksudkan bahwa pers tidak bersifat individual melainkan

bersifat universal, sebagai wahana komunikasi pers mempunyai fungsi sebagai

pemererat dan pemersatu segala bentuk tatanan masayarakat baik ada di desa

maupun di kota. Kebebasan pers merupakan salah satu wujud adanya demokrasi dalam

negara. Dalam negara demokrasi terdapat salah satu cirinya yaitu peran serta

masyarakat dilibatkan dalam penyelenggaraaan pemerintah.

Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan

prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Kemerdekaan pers dijamin

sebagai hak asasi manusia yaitu Right To Know atau hak untuk tahu, berpendapat dan

mendapat informasi. Yang dimaksud dengan kemerdekaan pers yang dijamin sebagai

hak asasi manusia adalah pers yang bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan

atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.

Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya

penegakan hukum yang dilaksanakan oleh peradilan, dan tanggungjawab profesi yang

dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insani pers.
Pers mempunyai fugsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol

sosial.

Pers sebagai fungsi media informasi dan pendidikan mempunyai arti bahwa pers

sebagai sarana untuk dapat mengaskes informasi secara bebas dan terbuka serta

dapat dipertanggungjawabkan. Pers berperan banyak dalam membangun pendidikan di

Indonesia dimana dengan adanya pers informasi tentang pendidikan dapat diaskes

dengan cepat dan mudah.

Pers sebagai media hiburan dan kontrol sosial dapat diartikan sebagai sarana untuk

memenuhi kebutuhan akan jiwa yang bersifat hiburan dan kontrol sosial dalam

terciptanya tataran masyarakat yang seimbang dan sebagai alat pengawasan

terhadap kekuasaan, kebijakan dan tindakan pemerintah. Namun, perlu diketahui

bahwa pers berkewajiban memberitahukan peristiwa dan opini harus menghormati

norma-norma agama dan kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah

(presumption of innocent).

Dengan kewajiban tersebut berarti kebebasan pers terjamin tetapi kebebasan yang

bertanggungjawab. Hal ini agar tidak menyinggung salah satu agama maupun etnik

atas opini yang disampaikan dan tidak bertentangan dengan asas kepatutan, oleh

karena pers dituntut pers yang professional dan terbuka dikontrol oleh masarakat.

Dalam pers terdapat hak tolak, hak jawab, dan hak koreksi. Hak tolak yaitu hak

karena profesinya untuk menolak mengungangkapkan nama dan identitas lainnya dari

sumber berita yang harus dirahasiakannya. Tujuan umum hak tolak adalah agar

wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak

menyebutkan identitas sumber informasi.

Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat

penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Namun, hak tolak dapat

dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang

dinyatakan oleh pengadilan. Hak jawab adalah hak seseorang untuk memberi
sanggahan atau tanggapan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan

hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi dan membetulkan kekeliruan

informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain

2. Fungsi Pers

Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers

adalah sebagai berikut :

A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi

tentang peristiwa yang terjadi  kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat

kabar karena memerlukan informasi.

B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education),

pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat

bertambah pengetahuan dan wawasannya.

C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk

mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.

Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang,

pojok, dan karikatur.

D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat

unsur-unsur sebagai berikut:

1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.

2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.

3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.

4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.


E. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak

dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga

pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil

prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

B. Perkembangan Pers di Indonesia

1. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Penjajah Belanda sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap

masyarakat indonesia, karena itu mereka memandang perlu membuat UU untuk

membendung pengaruh pers Indonesia karena merupakan momok yang harus

diperangi.  Menuru Suruhum pemerintah mengeluarkan selain KUHP tetapi belanda

mengeluarkan  atruan yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak

kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau

majalah Indonesia yang dianggap berbahaya.  Kemudian belanda juga mengeluarkan

Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam

hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian,

serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda, serta

terhadap sesutu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda.

Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan pasistis, dimana

orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan

ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan ,

pendidikan, politik.  Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia

tertekan.

                        Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan

antara lain :
1. Pengalaman yang diperoleh  para karyawan pers indonesia bertambah. 

Terutama dalam penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman

belanda.

       2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.

       3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita

yang disajikanoleh sumber-sumber resmi Jepang.

2. Di Masa Orde Lama

Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers

adalah konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak

atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat.  Isi pasal ini kemudian

dicantumkan dalam UUD Sementara 1950.  Awl pembatasan pers adalah efek samping

dari keluhan wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak

membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional.

Pers di masa demokrasi terpimpin (1956-1966), tindakan tekanan terhadap

pers terus berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik,

Pedoman, Berita Indonesia dan Sin Po di Jakarta.  Upaya untuk pembatasan

kebebasan pers tercermin  dari pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi

yang menyatakan .....Hak kebebasan individu disesuaikan denga hak kolektif seluruh

bangsadalam melaksanakan kedaulatan rakyat.  Hak berpikir, menyatakan pendapat,

dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya

yaitu keamanan negara, kepentingan bangsa, moraldan kepribadian indonesia, serta

tanggung jawab kepada Tuhan YME. 

3. PERS DI MASA ORDE BARU


Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik

demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan

positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. 

Menurut sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia

dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai

Pancasila dan UUD 1945.  Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang

bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar

informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang

konstruktif.

Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya

pristiwa malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde

lama.  Dengan peristiwa malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk

Kompas.  Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan

penguasa, pemerintah atau negara.  Pers tidak pernah melakukan kontrol sosial disaat

itu.  Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus

diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik.

4. PERS DI ERA REFORMASI

Kalngan pers kembali bernafas lega karena pmerintah mengeluarkan UU No.

39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers.

Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai

Hak azasi warga negara (pasal 4) dan terhadap persnasioal tidak lagi diadakan

penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2).  Dalam

mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak

agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak

menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur apabila

demimkepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang dinyatakan oleh

pengadilan.
    

Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk

mengetahui dan mengembangkan pendapata umum, dengan menyampaikan informasi

yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkan keadilan dan

kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang

tertib.

Contoh kasus diatas tidaklah jauh dari peran PWI dan Dewan Pers dimana kedua

organisasi memberikan perlindungan terhadap wartawan dari kekerasan dalam

meliput berita. Namun pada masa Orde Baru peran dan kemansirian kedua organisasi

tersebut patut dipertanyakan. Dalam banyak kasus, suara dua lembaga ini tidak

berbeda (atau tidak mampu untuk berbeda) dengan suara pemerintah.

C. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab

1. Landasan Hukum Pers Indonesia

1. Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan

Undang-Undang.

2. Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan

memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta

berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan 21

yang bebunyi :

-Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.


-Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran

yang tersedia.

4. UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 :

-Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.

- Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis

saluran yang tersedia.

5. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 :

-Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang

berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

-pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara.

2. DEWAN PERS

Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan Dewan

Pers yang independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan

meningkatkan kehidupan pers nasional.  Fungsi-fungsi dewan pers adalah :

1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.

2. Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.

3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan

masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.


5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.

6. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyususn peraturan  di bidang

pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

7. Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2).

3.  ANGGOTA DEWAN PERS

Keangotaan dewan pers terdiri dari :

1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan

2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers.

3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi  dan bidang lainnya yang

dipilih oleh arganisasi perusahaan  pers;

4. ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata.

5. Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden.

6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode.

4. LANDASAN PERS NASIONAL :

1. Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945)

2. Landasan Konstitusi adalah UUD 1945

3. Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999.

4. Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik

5. Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat.

D. Kode Etik Jurnalistik


Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang

dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh

informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan

kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan

Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial,

keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak,

kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers

dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh

informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika

profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan

menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia

menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalisti:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,

berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran :

1. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati

nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk

pemilik perusahaan pers.

2. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

3. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

4. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata

untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan

tugas jurnalistik.

Penafsiran:

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi

c. tidak menyuap.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,

tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas

praduga tak bersalah.

Penafsiran :

1. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran

informasi itu.

2. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-

masing pihak secara proporsional.

3. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan

opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas

fakta.

4. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran :
1. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai

hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

2. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat

buruk.

3. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

4. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,

suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

5. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu

pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan

susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran :

1. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang

memudahkan orang lain untuk melacak.

2. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran :

1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan

pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut

menjadi pengetahuan umum.

2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak

lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak

bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,

informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran :

1. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan

narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

2. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan

permintaan narasumber.

3. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang

disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

4. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak

boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka

atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,

agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,

miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran :

1. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum

mengetahui secara jelas.

2. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya,

kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran :
1. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

2. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain

yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru

dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan

atau pemirsa.

Penafsiran :

1. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun

tidak ada teguran dari pihak luar.

2. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran :

1. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan

tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan

nama baiknya.

2. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi

yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

3. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pers sebagai wahana untuk menjamin kemerdekaan mengeluarkan pikiran baik

dengan lisan dan tulisan yang didasari oleh Pasal 28 UUD 1945. Pers merupakan alat

kontrol masyarakat terhadap kinerja suatu pemerintah, yang mana masyarakat bebas

mengeluarkan pendapat baik secara tertulis maupun lisan di depan umum.


DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, Sudikno. 1986. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty.

Sudibyo, Agus. 2005. Republik Tanpa Ruang Publik (Kebebasan Pers dan Ironi
Demokratisasi). Jakarta: Ire Press.

Syah, Sirikit. 1999. Media Massa di bawah Kapitalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers

Anda mungkin juga menyukai