RINA PAHLAWATI
XII IPA2
SMAN 1 DURI
Kec.Mandau
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengaruniakan
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyajikan makalah dengan judul
Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Maka penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah penulis pakai sebagai data dan fakta pada
Penulis telah berusaha menyajikan karya tulis ini dengan baik. Akan tetapi, penulis
menyadari karya tulis ini masih belum sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua
Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................. 1
II. PEMBAHASAN......................................................................................................................... 3
III. PENUTUP................................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan dan sarana penyampaian
informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada
pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini diharapkan menimbulkan pengetahuan,
pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi dapat
terlaksana. Sebagai lembaga sosial pers adalah sebuah wadah bagi proses input dalam
sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan
antara masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu
dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik
terhadap sasaran yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses
input.
Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam mewujudkan
demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya terutama dalam menunjang
demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta
fungsinya secara professional. Media masa yang bebas memberikan dasar bagi
pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh
rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang demokratis sebagai
sarana yang paling efekif untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat itu. Apabila negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara
untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat
negara.
Terkucilnya prospek kebebasan pers jelas merupakan bagian dari redupnya prospek
demokratisasi. Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini.
Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang ada
(Harsono Suwardi, 1993 : 23) Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik
yang ada maka pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai “balancer” (penyeimbang)
antara kekuatan yang ada. Tindakan atau sikap ini bukan tanpa alasan mengingat pers di
negara berkembang seperi di Indonesia mempunyai banyak pengalaman bagaimana
mereka mencoba mempertahankan keberadaannya sebagai pers yang bebas dan
bertanggung jawab.
Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat mereka tidak
mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan keberadaannya,
pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu
terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan
kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang yang pada
umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik
nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.
Oleh karena pemerintah menitik beratkan pembaruan pada pembangunan nasional, maka
sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan oleh karena
sepeninggalan orde lama tidak satupun kekuatan non negara yang bisa dijadikan acuan
dan preferensi, serta seluruh yang tersisa mengidap kerentanan fungsi termasuk yang
melanda pers nasional. Deskripsi-deskripsi yang sering kali ditulis oleh para pemerhati
pers menyatakan bahwa kehidupan pers diawal-awal orde baru adalah sarat dengan
muatan berbagai kepentingan, ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan
dari segala penjuru untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa
dibredel sewaktu-waktu.
Meskipun pers bukanlah pelopor gerakan revolusi itu, sulit dibayangkan bahwa gerakan
revolusi yang dipelopori mahasiswa itu akan terus bergulir tanpa pemberitaan dan
dukungan gencar media di Indonesia seperti pers. Kekuasaan presiden Soeharto yang
mendekati absolut menyebabkan faktor pemersatu diluar pemerintah bahkan menjadi
semakin besar. Kondisi ini dipicu semakin keras oleh peranan pers yang menyiarkan
pemberitaan yang semakin kritis terhadap pemerintah maupun penyajian opini publik
mengenai kesalahan serta kelemahan kebijakan publik.
dengan lisan dan tulisan yang didasari oleh Pasal 28 UUD 1945. Pers yang meliputi media
cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk
Pada pasal 28 UUD 1945 mengamanatkan agar pers berfungsi secara maksimal ,
maka perlu dibentukmua UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dalam kehidupan yang
sangat penting untuk perwujudan hak asasi manusia. Pers yang juga melaksanakan
kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan
baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Fungsi
dari hukum pers tersebut yaitu menjamin dan melindungi kebebasan berbicara,
sederajatnya. Berbagai kasus yang terjadi dalam tubuh IPDN terugkap berkat peran
media massa sebagai sarana control atau pengawasan terhadap kekuasaan. Sebenarnya
kasus yang ada dalam tubuh IPDN sangatlah banyak, namun hanya sedikit yang
terungkap dipermukaan antara lain kasus Wahyu Hidayat pada tahun 2004.
Pada tahun 2004, mulai popular dengan diubahnya nama STPDN menjadi IPDN
karena tersandung kasus kekerasan oleh praja senior kepada praja junior. Kini
masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi adanya kekerasan dalam IPDN
karena adanya media massa yang secara lengkap dan lugas dalam mengikuti
Peran pers tersebut berjalan dengan baik apabila tidak ada pihak-pihak yang
tersebut tidak terlepas dari sosok seorang dosen IPDN, Inu Kencana Syafe’i yang
secara vokal dan lantang mengungkapkan kebobrokan dalan tubuh IPDN. Sebenarnya
bukan kasus Wahyu Hidayat saja yang muncul ke permukaan, namun kasus Cliff Muntu
Menurut Inu, sejak tahun 1990 – 2007 terdapat kasus adanya 35 kematian praja
yang rata-rata meninggal dunia tiap tahunnya, namun hanya 10 kasus saja yang terungkap
di media massa.
Menurut hemat penulis upaya yang dilakukan oleh pers untuk mewujudkan
untuk mempertahankan kekuasaan merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Selain itu
pers merupakan lembaga sosial yang secara ideal nya bersifat netral, tidak untuk
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pers
Pada pasal 1 angka 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers tersurat apa yang di
maksud dengan pers yaitu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tilisan, suara,
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
pemererat dan pemersatu segala bentuk tatanan masayarakat baik ada di desa
maupun di kota. Kebebasan pers merupakan salah satu wujud adanya demokrasi dalam
negara. Dalam negara demokrasi terdapat salah satu cirinya yaitu peran serta
Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan
sebagai hak asasi manusia yaitu Right To Know atau hak untuk tahu, berpendapat dan
mendapat informasi. Yang dimaksud dengan kemerdekaan pers yang dijamin sebagai
hak asasi manusia adalah pers yang bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan
penegakan hukum yang dilaksanakan oleh peradilan, dan tanggungjawab profesi yang
dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insani pers.
Pers mempunyai fugsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol
sosial.
Pers sebagai fungsi media informasi dan pendidikan mempunyai arti bahwa pers
sebagai sarana untuk dapat mengaskes informasi secara bebas dan terbuka serta
Indonesia dimana dengan adanya pers informasi tentang pendidikan dapat diaskes
Pers sebagai media hiburan dan kontrol sosial dapat diartikan sebagai sarana untuk
memenuhi kebutuhan akan jiwa yang bersifat hiburan dan kontrol sosial dalam
norma-norma agama dan kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah
(presumption of innocent).
Dengan kewajiban tersebut berarti kebebasan pers terjamin tetapi kebebasan yang
bertanggungjawab. Hal ini agar tidak menyinggung salah satu agama maupun etnik
atas opini yang disampaikan dan tidak bertentangan dengan asas kepatutan, oleh
karena pers dituntut pers yang professional dan terbuka dikontrol oleh masarakat.
Dalam pers terdapat hak tolak, hak jawab, dan hak koreksi. Hak tolak yaitu hak
karena profesinya untuk menolak mengungangkapkan nama dan identitas lainnya dari
sumber berita yang harus dirahasiakannya. Tujuan umum hak tolak adalah agar
Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat
penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Namun, hak tolak dapat
dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang
dinyatakan oleh pengadilan. Hak jawab adalah hak seseorang untuk memberi
sanggahan atau tanggapan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan
hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi dan membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain
2. Fungsi Pers
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers
A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi
tentang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat
B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education),
C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk
dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga
pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil
kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau
Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam
Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan pasistis, dimana
orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan
pendidikan, politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia
tertekan.
Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan
antara lain :
1. Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers indonesia bertambah.
belanda.
2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita
adalah konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak
atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian
dicantumkan dalam UUD Sementara 1950. Awl pembatasan pers adalah efek samping
dari keluhan wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak
pers terus berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik,
kebebasan pers tercermin dari pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi
yang menyatakan .....Hak kebebasan individu disesuaikan denga hak kolektif seluruh
dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya
demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan
positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.
Menurut sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia
dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang
informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang
konstruktif.
pristiwa malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde
lama. Dengan peristiwa malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk
Kompas. Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan
penguasa, pemerintah atau negara. Pers tidak pernah melakukan kontrol sosial disaat
itu. Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus
39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers.
Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai
Hak azasi warga negara (pasal 4) dan terhadap persnasioal tidak lagi diadakan
pengadilan.
Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk
yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkan keadilan dan
tertib.
Contoh kasus diatas tidaklah jauh dari peran PWI dan Dewan Pers dimana kedua
meliput berita. Namun pada masa Orde Baru peran dan kemansirian kedua organisasi
tersebut patut dipertanyakan. Dalam banyak kasus, suara dua lembaga ini tidak
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan
Undang-Undang.
2. Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan 21
yang bebunyi :
yang tersedia.
-Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
-Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
-pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara.
2. DEWAN PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan Dewan
Pers yang independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan
3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang
6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode.
dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi
kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika
Pasal 1
Penafsiran :
1. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati
nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk
2. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
4. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan
tugas jurnalistik.
Penafsiran:
c. tidak menyuap.
Pasal 3
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas
Penafsiran :
informasi itu.
3. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
fakta.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran :
1. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
2. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
4. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
5. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
Pasal 5
susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran :
1. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
2. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Penafsiran :
pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran :
1. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
permintaan narasumber.
3. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang
4. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak
Pasal 8
atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
Penafsiran :
Pasal 9
Penafsiran :
1. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
2. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru
dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau pemirsa.
Penafsiran :
1. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran :
1. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
nama baiknya.
2. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi
yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
PENUTUP
KESIMPULAN
dengan lisan dan tulisan yang didasari oleh Pasal 28 UUD 1945. Pers merupakan alat
kontrol masyarakat terhadap kinerja suatu pemerintah, yang mana masyarakat bebas
Sudibyo, Agus. 2005. Republik Tanpa Ruang Publik (Kebebasan Pers dan Ironi
Demokratisasi). Jakarta: Ire Press.
Syah, Sirikit. 1999. Media Massa di bawah Kapitalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.