Anda di halaman 1dari 9

Komentar semacam ini berulang kali saya dengar dari para ibu.

Satu hal yang


menarik adalah, tidak jarang kalimat tersebut muncul dari ibu yang anaknya
berusia masih kurang dari 4 ataupun 6 bulan. Menjadi sebuah hal yang menarik,
karena ternyata para orang tua ( ibu-ibu khususnya.red ) sesungguhnya bisa
menjawab dengan baik tentang kapan seharusnya anak mulai diperkenalkan
dengan makanan padat. Dengan lantang mereka akan menjawab rentang usia yang
tepat, namun seperti yang seringkali terjadi, tahu namun tidak melaksanakannya.
Dalam bahasa kedokteran, hal semacam ini diberi istilah pemahaman yang sampai
pada taraf tilikan intelektual, hanya sekedar tahu namun tidak berbuat apa-apa
dengan pengetahuannya itu.

Satu hal yang patut menjadi perhatian dari para ibu, atau lebih tepatnya calon ibu
adalah memahami apa yang seharusnya dilakukan bagi putra/putrinya saat mereka
lahir. Bukan hanya sekedar warna apa yang sebaiknya dipilih untuk kamar
ataupun baju bayi mereka, bukan juga tentang nama apa yang cocok diberikan
sesuai dengan tanggal kelahiran ataupun hari baik, namun saya sangat berharap
bahwa orang tua juga memikirkan tentang apa yang akan saya berikan atau
sediakan bagi anak, agar mereka bisa tumbuh sehat dan kuat. Mengapa kuat?
Sebab daya tahan tubuh anak yang baru lahir sangatlah rapuh. Daya tahan tubuh
yang mereka miliki sedang dalam taraf perkembangan dan pematangan, sehingga
menjadi penting bagi kita semua agar bisa mengupayakan lingkungan yang
kondusif bagi kesehatan anak.

ASI ( Air Susu Ibu )

ASI sangat direkomendasikan bagi anak yang baru lahir. ASI merupakan
makanan alami bagi setiap anak baik yang cukup bulan maupun prematur selama
bulan-bulan pertama kehidupannya. Keunggulan ASI terletak pada nutrisi, praktis,
serta memiliki keuntungan dalam hal fisiologis, imunologis, dan psikologis.
Larangan menyusui di antaranya: ibu yang sedang menjalani kemoterapi atau
terapi radiasi, HIV/AIDS, TB yang tidak diterapi, herpes primer atau herpes pada
regio payudara, obat-obatan tertentu ( obat anti tiroid, kloramfenikol ), pemakaian
alkohol, dan obat-obatan terlarang.

WHO menganjurkan pemberian ASI selama 6 bulan pertama kehidupan, dan


makanan tambahan dapat diberikan sesudahnya sampai usia mencapai 1 tahun.
Alternatif ASI adalah susu formula yang terbuat dari susu sapi ataupun protein
soya. Komposisi susu ibu dan susu sapi berbeda dalam hal protein, jenis lemak,
serta kuantitas mineral dan vitamin. Meski teknologi terbaru telah diterapkan
dalam pembuatan susu formula, tetap tidak dapat menandingi keunggulan daya
tahan tubuh yang dimiliki oleh ASI.

Tahap Pemberian Makanan pada Bayi

Pada usia 6 bulan, mekanisme menelan bayi sudah berkembang dengan cukup
baik, sehingga mereka dapat diperkenalkan dengan makanan padat. Mendekati
akhir usia 1 tahun (12 bulan), penyapihan dari ASI atau botol ke gelas sangat
disarankan. Namun demikian, seringkali dijumpa banyak anak masih melanjutkan
minum dari botol pada usia sekian. Anak yang masih meneruskan minum dari
botol untuk jangka waktu lama ( sampai usia 15 bulan ) memiliki risiko tinggi
untuk terjadinya karies, dan hal ini memungkinkan tambahan risiko untuk otitis
media. Rekomendasi diet yang harus diberikan selama masa tumbuh kembang
adalah sebagai berikut:

0-12 bulan:

Pola makan vegetarian tidak dianjurkan pada usia 2 tahun awal. Susu skim
ataupun 2% tidak lagi dipergunakan sejak diketahui bahwa lemak ( fat )
dibutuhkan untuk perkembangan saraf. (susu utuh mengandung 4% lemak, susu
2% mengandung 2% lemak, susu skim tidak mengandung lemak). Susu sapi
murni tidak disarankan sebelum usia 9 bulan (tinggi kadar solut di ginjal,
komposisi protein yang rendah, penyerapan zat besi yang buruk, serta distribusi
energi yang kurang tepat). ASI dan atau susu formula dapat diberikan secara
eksklusif (tanpa perlu makanan padat tambahan) sampai usia 6 bulan. Beberapa
vitamin tambahan mungkin diperlukan (ex. vitamin K diberikan tepat saat bayi
lahir, vitamin D untuk mencegah riketsia). Harus dipastikan adanya asupan zat
besi (beberapa susu formula yang disebut “rendah zat besi”, tidak memiliki cukup
zat besi yang diperlukan). Suplementasi fluoride harus dimulai saat usia 6 bulan,
dan dilanjutkan sampai usia 12-16 tahun untuk mencegah insiden karies gigi,
terutama di area-area dimana pasokan air yang ada kurang mengandung fluoride.

6-9 bulan :

Ini adalah tahap dimana makanan padat mulai diperkenalkan. Cereal kaya zat besi
( ex. Beras sereal ) harus dimulai pertama kali karena kemungkinan alergi yang
paling kecil. Jenis makanan baru dapat ditambahkan secara bertahap ( hanya 1-2
makanan baru per minggu untuk dapat menentukan adanya hipersensitivitas dan
atau intoleransi makanan). Bubur dari sayur warna kuning atau orange ( wortel,
labu) dapat diberikan pada tahap selanjutnya. Sayur yang mengandung nitrit
tinggi ( bit, bayam, lobak ) harus dihindari. Sayur pada umumnya diperkenalkan
sebelum buah sebab rasa manis dari buah dapat menyebabkan bayi menolak jenis
makanan lain. Juice, bubur daging, ikan, unggas, dan kuning telur dapat diberikan
setelah bayi menunjukkan kemampuannya bertoleransi dengan bubur sayur.
Hindari putih telur sampai dengan usia 12 bulan karena adanya risiko alergi.
Hindari makanan selingan/cemilan, sebab jenis makanan itu tidak memiliki nilai
gizi serta rasa manisnya dapat menyebabkan bayi menolak makanan lain.

9-12 bulan :

Fingerfood, buah kupas, keju, dan sayur masak lunak dapat mulai diberikan.
Hindari kacang dan sayuran mentah dan keras sampai usia 3-4 tahun, karena
adanya risiko aspirasi (tersedak). Hindari tambahan gula, garam, lemak, atau
bumbu penyedap.

1-2 tahun :
Perilaku makan pada usia 1-2 tahun mempengaruhi tahun-tahun selanjutnya. Pola
makan vegetarian tidak direkomendasikan pada 2 tahun awal kehidupan. Table
food yang sangat lunak dapat diperkenalkan. Makanan tinggi protein mendukung
proses pertumbuhan yang baik. Karbohidrat dan lemak dibutuhkan sebagai
sumber energi.

2 tahun :

Snack bisa disertakan (juice dan crackers), namun inipun mesti dengan perhatian
khusus. Usia ini (seringkali dikenal sebagai usia 2 tahun yang mengerikan)
ditandai dengan menurunnya nafsu makan (karena interaksi sosial ataupun
penolakan makanan), serta penambahan berat badan yang sangat sedikit. Orangtua
seringkali secara tidak sadar memberi hadiah untuk hal-hal yang kurang baik.
Sebagai contoh, bila anaktidak cukup makan pada jam makan siang atau makan
malamnya, orangtua merasa takut dan kasihan, serta sangat menginginkan supaya
anaknya tumbuh dengan baik, maka mereka memberikan kepada anak-anaknya
snack (kue-kue, coklat, es krim) pada saat sela di antara jam makan.

Karena snack ini tidak pernah memiliki gizi sebagaimana yang seharusnya
diberikan pada makan malam, serta karena snack seringkali memiliki rasa yang
lebih enak, kemudian anak-anak belajar bahwa bila mereka menolak makan pada
jam-jam makan yang seharusnya, maka mereka akan mendapat hadiah snack pada
saat-saat sesudahnya yang sudah pasti memiliki rasa yang lebih enak. Sebagai
hasil akan muncul pertumbuhan yang kurang baik. Orang tua seringkali secara
tidak sengaja juga memberi hadiah bagi mereka yang berperilaku buruk pada saat
jam makannya (ex. Bila kamu makan kurang pada saat makan malam, ibu akan
berikan kamu kue atau es krim beberapa saat kemudian). Penyuluhan yang sangat
diperlukan adalah memberi saran pada orangtua untuk menghindarkan segala jenis
snack. Meski anak-anak tidak makan cukup pada saat jam makannya, mereka
harus belajar bahwa tidak akan ada lagi makanan yang diberikan sampai dengan
jam makan berikutnya. Saat hal ini dipraktekkan dengan konsisten dan pantang
menyerah, anak-anak akan makan pada jam makan mereka, pada saat dimana
makanan yang bergizilah yang disajikan.

2-5 tahun :

Batasi lemak sampai kurang dari 30% kalori. Ini dapat dilakukan dengan
mengganti ke susu rendah lemak (2% atau skim), menggunakan mentega atau
margarin, serta mengenyahkan lemak murni dari makanan. Pilihan jenis makan/
pola diet sangat bervariasi, sesuai dengan apa yang orang dewasa makan. Pastikan
adanya cukup protein dalam makanan. Vegetarian harus dengan pengawasan,
mengingat tidak adanya protein hewani dapat mengarah ke defisiensi vitamin
B12. Jumlah protein nabati (ex. Kedelai)sangat kecil, bila dibandingkan dengan
protein yang ada pada daging, ikan, ayam, serta telur. Karena tubuh kita sebagian
besar tersusun dari protein, vegetarian murni lebih sulit untuk mencapai tinggi dan
berat yang sama, seperti mereka yang non vegetarian.
Obesitas pada anak merupakan masalah yang serius dan terus berkembang.
Prevalensi diabetes tipe 2 pada anak-anak usia sekolah meningkat. Tidak pernah
ada solusi yang mudah, namun pendampingan dalam hal diet untuk mengurangi
konsumsi lemak dan total kalori pada usia-usia awal dimana obesitas pertama kali
terdeteksi sangat tepat. Konsumsi kalori meningkat dengan pesat pada masa puber
dan remaja.

Aktivitas remaja sangat bervariasi, mulai dari sangat aktif hingga sangat pasif
(TV, video games dan komputer berperan besar dalam hal ini). Individu yang
lebih banyak berdiam diri lebih condong untuk mengkonsumsi lebih banyak
kalori, dan berada pada risiko tinggi untuk terjadinya obesitas. Pada perempuan,
perlu diberikan perhatian lebih terkait asupan besi dan kalsium. Asupan kalsium
selama masa pertumbuhan yang pesat serta pembentukan rangka sangat penting,
karena dapat menurunkan risiko terjadinya osteoporosis di masa lanjut. Selama
masa remaja, sangatlah penting mengenali adanya potensi kelainan makan, seperti
anoreksia dan bulimia nervosa. Dengan pengecualian pada kelainan makan, masa
remaja merupakan masa dengan risiko lebih tinggi terjadinya kelebihan makan
dibanding kurang makan. Pendampingan dalam hal det sangat penting, karena
menentukan kebiasaaan makan pada masa dewasa.
Masalah muncul ketika bayi memasuki masa transisi dari makanan cair ke
makanan semipadat. Di usia 6 bulan, kebutuhan asupan makan si kecil mengalami
perubahan. ASI saja tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Itulah mengapa di usia ini si kecil membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-
ASI).

Namun tak selamanya pemberian MP-ASI berjalan mulus. Ada begitu banyak
bentuk penolakan makan yang dilakukan bayi. Di antaranya melepehkan atau
menyembur-nyemburkan makanan yang sudah disuapkan ke mulutnya. Bahkan,
tidak sedikit yang terang-terangan menolak dengan memalingkan mukanya atau
menutup mulutnya rapat-rapat. Jangan terburu-buru menyalahkan anak, apalagi
mencapnya dengan sebutan “bayirewel”, “susah diurus”, “bikin repot” dan
sebagainya. Siapa tahu penolakan-penolakan tersebut justru muncul karena
organ-organ pencernaan di mulutnya belum siap menerima makanan yang
diberikan. Entah karena tekstur makanannya terlalu kasar, terlalu kental, atau
porsinya tidak sesuai dengan kemampuan menelan bayi.

Ada juga bayi yang awalnya tak pernah menolak makan, tapi saat berusia 8 bulan
atau lebih baru rewel soal makan. Kemungkinan, bentuk penolakan tersebut
merupakan “aksi protes” terhadap citarasa makanan yang diberikan. Ingat, anak
usia ini sudah mengenal rasa apa yang disukainya, apakah manis atau asin/gurih.

Bisa juga,penolakantersebut merupakan wujud dari ketidaksukaannya terhadap


sosok si pemberi makan. Meski masih bayi, anak sudah bisa mengenali mana
sosok yang bersahabat dan mana pula yang tak sabaran hingga cenderung main
paksa. Perlakuan yang buruk tentu akan terekam dalam benak anak yang
kemudian mendorongnya memasang “benteng pertahanan” lewat bentuk
penolakan.

KIAT MEMBERI MAKAN

Untuk mencegah dan menangani masalah sulit makan pada bayi, setidaknya orang
tua harus mengupayakan hal-hal berikut:

- Mengakrabkan diri agar disukai di kecil.

- Membangun suasana makan yang menyenangkan, tidak dengan diam membisu


atau bersikap formal. Selingi dengan canda ria sambil sesekali mengajaknya
ngobrol dan bermain.

- Sajikan semenarik mungkin, baik makanan itu sendiri maupun perangkat


sajinya.

- Menguasai ilmu mengenai teknik maupun tahapan pemberian makan pada bayi.

* USIA 6-7 BULAN


MP-ASI dikenalkan secara bertahap sebab mekanisme menelan dan kemampuan
mencerna si kecil masih lemah. Jadi, mulailah dengan makanan yang lunak dan
bersifat cair lebih dulu, berupa bubur susu yang encer, kemudian semakin kental.

Selain itu, selalu berikan lebih dulu dalam jumlah sedikit. Seiring dengan
berjalannya waktu, konsentrasi buburnya bisa dipadatkan dan porsinya dapat
ditingkatkan. Mengapa komposisi kekentalan harus sesuai? Karena kalau terlalu
encer tentu kandungan gizinya tidak maksimal. Sebaliknya, jika kelewat kental
bukan tidak mungkin malah mendatangkan masalah baru, yakni susah buang air
besar.

Yang harus dijadikan patokan, tetap berikan ASI kapan pun si kecil mau. Namun
usahakan jangan sampai membuatnya terlalu kenyang karena dia toh harus
mengonsumsi MP-ASI-nya. Jangan lupa, biasakan pula ia mengonsumsi buah-
buahan yang manis rasanya seperti pepaya, pisang, atau jeruk. Buah-buahan ini
bisa disajikan dalam bentuk jus atau dicampur dengan makanan lainnya. Ada
baiknya pula jika diberikan biscuit khusus bayi. Biskuit semacam ini, selain
melatih kemampuannya mengunyah, juga amat disarankan untuk merangsang
pertumbuhan giginya.

* USIA 8-9 BULAN

Di usia ini, ASI tetap diberikan kapan pun bayi mau. Akan tetapi, mulailah
perkenalkan makanan dengan tekstur yang lebih padat, seperti bubur susu
(berbahan buah atau tepung). Mengenai porsinya, tambahkan sesuai kebutuhan
dan kondisi bayi. Contohnya, bayi dengan BB dan panjang tubuh lebih tentu
butuh asupan lebih banyak ketimbang bayi dengan panjang tubuh dan BB yang
lebih kecil. Bubur saring bias juga dijadikan alternatif pilihan bila kebetulan tidak
tersedia buah yang segar. Bahan-bahannya bisa berupa beras, makaroni, kentang,
kacang hijau, atau roti. Namun perhatikan, sebelum diberikan harus disaring lebih
dulu.

* USIA 9-12 BULAN

Saat berusia 9 bulan dan seterusnya, bayi sudah mampu mencerna makanan
semipadat. Yang dimaksud adalah nasi tim beserta lauk pauknya. Jangan lupa,
biasanya bagian atas nasi tim lebih keras dibandingkan bagian bawahnya. Nah,
agar bayi tidak menolak makanan baru ini, aduklah dulu agar kepadatannya
merata.

Bubur saring, buah kerok atau jus, dan ASI atau penggantinya berupa susu
formula tetap diberikan. Sebagai selingan, bayi boleh diberi bubur susu berbahan
dasar jeruk atau pisang untuk memperkaya pengenalan rasanya. Tak ada salahnya
pula bila sesekali mengenalkan bumbu alami dan teknik pengolahan makanan
sederhan. Semisal tumis ikan dengan bawang putih dan mentega atau sup dimasak
dengan bawang merah, bawang putih, dan daun bawang. Untuk anak usia ini,
garam sudah boleh diberikan sedikit.
Di usia setahun, diharapkan si kecil sudah bisa makan sesuai menu keluarga.
Namun jangan lupa memperhatikan kemampuan mengunyah dan menelannya.
Potong kecil-kecil lauk pauknya agar mudah masuk ke mulut mungilnya, mudah
pula untuk dikunyah, dan ditelan serta dicerna organ tubuhnya.

TRIK MENGHADAPI PENOLAKAN

Walaupun
hal-hal yang dianjurkan tadi sudah dicoba, mungkin sekali si kecil tetap
melancarkan penolakan. Kalau ini yang terjadi, berarti eksplorasi yang dilakukan
orang tua belum maksimal. Lebih baik, terus lakukan pencarian untuk mengetahui
seperti apa makanan yang disukainya, bagaimana cara memberi makan yang
disukai dan tidak disukai dan sebagainya. Sukses tidaknya penelusuran ini tidak
terlepas dari kesabaran, ketenangan, dan keterampilan orang tua menghadapi ulah
si kecil saat melakukan penolakan.

* Tolak MP-ASI, tapi mau ASI

Jika menghadapi kondisi seperti ini, pemberian makanan secara bertahap harus
dirancang. Memang sih waktu makannya jadi jauh lebih lama. Contohnya, berikan
sendok MP-ASI setiap jadwal makan tiba dengan konsentrasi makanannya lebih
cair disbanding ukuran standar yang dianjurkan di kemasan. Setiap hari porsi ini
harus ditingkatkan, dari 1 sendok menjadi 2 sendok hingga akhirnya mencapai 1
mangkuk.
Perlu diingat, jadwal makannya pun harus diberikan secara konstan dan
berkesinambungan. Mengapa ini penting? Karena si kecil mau tidak mau
harus diajarkan keteraturan untuk membentuk kedisiplinan.

* Dilepeh

Jika ini terjadi pada bayi di bawah usia 8 bulan, kemungkinan besar hanya karena
reflex anak. Ingat, MP-ASI yang diberikan merupakan sesuatu yang “asing”
baginya, lo. Tapi kalau si kecil sudah berusia 8 bulan atau lebih, maka orang tua
harus cermat. Apakah karena memang makanannya itu yang tidak enak karena
terlalu asin, terlalu manis, kelewat kasar atau malah kelewat lembut? Atau
apakah orang tua memberikannya dalam porsi terlalu banyak, terlalu panas/dingin
dan sebagainya. Nah, agar si kecil tidak melakukan penolakan,
pandai-pandailah mengatur strategi dengan cara menggonta-ganti menu, rasa
maupun tekstur makanannya. Jangan lupa pula untuk senantiasa
mengomunikasikannya pada si kecil. Contohnya, “Kenapa, Sayang, kok dilepeh?
Terlalu asin, ya? Nah, sekarang sudah enggak asin lagi.”

* Diemut

Ini juga salah satu bentuk penolakan yang kerap dilakukan bayi. Anak yang
makannya ngemut umumnya karena alat-alat pencernaan di rongga mulutnya
belum siap menerima MP-ASI. Jika memang kebiasaan ngemut-nya karena
gangguan fisik, si kecil besar kemungkinan juga akan mengalami gangguan
bicara. Untuk memastikannya, kasus seperti ini lebih baik segera diperiksakan ke
dokter.

* Disembur

Sesekali si kecil mungkin saja menyemburkan makanannya. Itu hal yang wajar
terjadi sebagai salah satu bentuk eksplorasinya. Namun orang tua harus
menjelaskan pada anak, semisal dengan mengatakan, “Lucu, ya, Dek, bunyinya.
Tapi makanan itu nanti harus ditelan ya.” Kalau penjelasan seperti itu terus-
menerus diutarakan, anak tentu akan tahu mana perilaku yang tak baik alias tak
boleh diulanginya lagi. Akan tetapi, jika setiap kali makan si kecil selalu
menyemburkan santapannya, boleh jadi ia memang tidak berselera pada makanan
tersebut. Kemungkinan lain cara makan ataupun suasana makan yang dirasa tak
nyaman baginya. Lagi-lagi orang tualah yang harus kembali mengeksplorasi cara
lain agar si kecil mau makan.

* Dimuntahkan

Perilaku memuntahkan makanan bisa akibat penolakan ataupun bukan. Kalau


ternyata disebabkan masalah fisik atau ada yang harus dibereskan pada sistem
pencernaannya, maka muntahnya bukan merupakan penolakan. Akan tetapi kalau
muntah disebabkan si kecil mencari perhatian dalam mengeskpresikan
ketidaksukaannya pada makanan itu, baru bias dikategorikan sebagai penolakan.
Untuk memastikan penyebabnya, orang tua dapat memperhatikan kondisi anak.
Misalnya apakah rewel atau tidak selagi muntah maupun sesudah muntah, demam
atau tidak, dan apakah disertai gangguan lain semisal diare atau tidak. Jika
jawabannya memang ya, kemungkinan si kecil mengalami masalah fisik dan ini
sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter ahlinya.

* Menolak sama sekali

Wujud
penolakannya bias berupa memalingkan kepala, menutup rapat-rapat mulutnya,
sampai menangis keras setiap kali disuapi. Penyebabnya lebih banyak karena
faktor fisik, seperti gara-gara sariawan, atau terkena radang tenggorokan. Jadi,
kalau si kecil menunjukkan tanda-tanda tadi, cermati dulu kondisi kesehatannya
secara umum. Pastikan apakah ia sariawan atau tidak, gunakan termometer untuk
memastikan
suhu tubuhnya, apakah kondisi lidahnya bermasalah atau tidak, bibirnya pecah-
pecah, dan buang airnya lancar atau tidak. Kalau benar karena kendala
fisik, lekas konsultasikan ke dokter.

Akan tetapi jika tak ada gangguan fisik kemungkinan besar si kecil melakukan
gerak tutup mulut gara-gara faktor psikis. Tidak tertutup kemungkinan ia memang
tengah mencari perhatian orang tuanya yang sudah sepanjang hari tidak
dijumpainya, tak menyukai menunya, dan penampilan makanannya membuat bayi
kehilangan selera makan.
1-3 TAHUN

SUKA MENGEMUT MAKANAN

Makan diemut menunjukkan si batita belum berhasil melewati masa transisi dari
makanan cair ke padat.

“Ayo dong, Nak, makanannya dikunyah! Jangan diemut gitu ah!” ujar seorang ibu
dengan nada kesal pada putrinya. Maklum si ibu sudah harus berangkat bekerja,
sementara buah hatinya tak kunjung menelan makanan dalam mulutnya.

Ilustrasi tersebut memberi gambaran betapa susahnya mengatur perilaku makan


anak batita. Ia seringkali menunjukkan sikap tidak kooperatif. Sebetulnya, sikap
ini bisa dibenahi dengan mengajari anak biasa “makan sendiri” sejak bayi. Pada
saat makan ia sudah dibiasakan memegang sendok sendiri, menyendok makanan,
dan duduk di kursi khususnya (setiap kali hendak disuapi). Jadi, bukan dengan
menggendongnya sambil berjalan-jalan. Pengenalan-pengenalan semacam itu
pasti akan membuat anak di usia batita jadi lebih cepat menyesuaikan diri.

Kendati awalnya mungkin merepotkan, seiring dengan berjalannya waktu, “kerja


keras” dan segala kerepotan orang tua mengajari anak makan sendiri akan
membuahkan hasil. Ini berarti anak tak perlu bergantung pada orang lain saat
memenuhi kebutuhan makannya. Selain itu orang tua pun diuntungkan dengan tak
perlu terus-menerus “bertengkar” hanya gara-gara persoalan sulit makan ini.
Sementara anak pun jadi lebih disiplin. Saat jam makan tiba, anak akan duduk
manis siap menyantap makanan yang tersaji di hadapannya.

Saat mulai mengajak anak untuk makan sendiri, ciptakan suasana yang
menyenangkan. Usahakan pula supaya tak terkesan memaksa dalam bentuk apa
pun. Untuk tahap awal, orang tua bias memberikan contoh bagaimana cara makan
yang baik: dari duduk manis, bagaimana cara memegang sendok kemudian
mengangkatnya, menyuapkannya ke mulut, kemudian mengunyahnya dengan
benar. Dengan melihat contoh konkret tersebut anak jadi punya gambaran
mengenai apa yang harus dilakukannya dengan makanan tersebut.

Mengenalkan menu makanan pun harus dilakukan secara bertahap. Mulailah dari
makanan yang berteksturpaling halus sampai yang kasar, dari lauk yang sederhana
hingga yang komplet. Dengan kata lain, makan pun merupakan proses
pembelajaran. Kemudian di saat anak sudah mau melakukannya sendiri, orang tua
perlu memotivasi. Misalnya dengan memberi semangat atau pujian lewat ucapan,
Anak Mama pintar ya, sudah bisa makan sendiri.” Dengan demikian anak akan
merasa nyaman dan jadi bersemangat untuk berusaha makan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai