Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Islam sebagai agama yang universal dan komprehensif, sangat mampu menjawab
problematika - problematika kehidupan manusia yang kompleks termasuk didalamnya
masalah perekonomian.

Allah SWT berfirman QS;17:9

“ Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih


lurus dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang
mengerjakan amal kebajikan bahwa bagi mereka adalah pahala besar”

Untuk mengatasi masalah perekonomian maka dalam agama islam ada istilah Ijaroh
yg artinya pemindahan hak guna atas barang dan jasa tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan ( sewa menyewa ).

1.2Tujuan
Tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
matapelajaran Pendidikan Agama Islam.

1.3Manfaat
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, bisa bermanfaat dan menambah wawasan
bagi para pembaca.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ijarah


Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan atas dasar
suatu manfaat dengan imbalan jasa. Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis
akad yang
mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Dengan demikian pada hakikatnya
ijarah adalah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarah tidak ada perubahan
kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada
penyewa.
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu :
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang
dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut
mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upahyang dibayarkan disebut ujrah.

b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu


memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain
dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada
bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang
menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah. Ijarah
bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah,
sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau
pembiayaan di perbankan syari’ah

2
2.2 Dasar Ijarah
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong
mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan Hadits. Konsep ini mulai
dikembangkan pada masa Khlaifah Umar bin Khathab yaitu ketika adanya sistem
bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang
pemberian tanah bagi kaum muslim di wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai
langkah alternatif adalah membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan
jizyah. Adapun yang menjadi dasar hukum ijarah adalah

a. Al-Qur’an surat al-Baqarah : 233 :

Artinya :
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

b. Al-Qur’an surat al-Qashash : 26 :

Artinya :
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Hai ayahku! Ambilah ia sebagai
orang yang bekerja pada (kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”

3
2.3 Rukun,Syarat dan Kaidah Ijarah
Sebelum melakukan ijaroh kita harus memenuhi rukun dan syarat – syarat ijaroh.
1. Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah :
a. Adanya pelaku, yaitu mustajir (penyewa) dan mu’jir/muajir (pemilik / yang
menyewakan barang)
b. Adanya Objek, yaitu ma’jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga sewa).
c. Sighat yaitu ijab dan qabul.

2. Syarat – syarat dari ijaroh yaitu :


 Baik Mu’jar atau musta’jir harus balig dan berakal.
 Musta’jir harus benar-benar memiliki barang yang disewakan itu atau
mendapatkan wilayah untuk menyewakan barang itu.
 Kedua pihak harus sama-sama ridho menjalankan akad.
 Manfaat yang disewakan harus jelas keadaannya maupun lama penyewaannya
sehingga tidak menimbulkan persengketaan.
 Manfaat atau imbalan sewa harus dapat dipenuhi secara nyata dan secara
syar’i. Misalnya tidak diperbolehkan menyewakan mobil yang dicuri orang atau
perempuan haid untuk menyapu masjid.
 Manfaat yang dapat dinikmati dari sewa harus halal atau mubah karena ada
kaidah ” menyewakan sesuatu untuk kemaksiatan adalah haram hukumnya”.
 Pekerjaan yang diupahkan itu tidak merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh orang yang diupah sebelum terjadinya akad seperti menyewa orang
untuk sholat.
 Upah harus berupah harta yang secara syar’i bernilai.
 Barang yang disewakan tidak cacat yang dapat merugikan pihak penyewa..

3. Dalam ijaroh juga terdapat kaidah – kaidah yang harus terpenuhi :


 Semua barang yang dapat dinikmati manfaatnya tanpa mengurangi substansi
barang tersebut, maka barang tersebut dapat disewakan.
 Semua barang yang pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi
tidak mengurangi substansi barang itu seperti susu pada unta dan air dalam sumur
dapat juga disewakan.
4
 Uang dari emas atau perak dan tidak dapat disewakan karena barang-barang
ini setelah dikonsumsi menjadi hilang atau habi
2.4 Berakhirnya akad ijaroh
Akad ijaroh dapet terputus atau berakhir karena beberapa hal yaitu :

1. Salah satu pihak meninggal dunia (Hanafi); jika barang yang disewakan itu
berupa hewan maka kematiannya mengakhiri akad ijaroh (Jumhur).
2. Kedua pihak membatalkan akad dengan iqolah.
3. Barang yang disewakan hancur atau rusak.
4. Masa berlakunya akad telah selesai.

Anda mungkin juga menyukai