Anda di halaman 1dari 36

−1 −

FEASIBILITY STUDY (FS)

1.1 Pendahuluan
1.1.1 Latar Belakang
Air buangan adalah air sisa yang dibuang dari beberapa jenis kegiatan yang menggunakan air.
Air buangan berasal dari daerah domestik yang mencakup pemukiman dan komersil. Bisa
juga berasal dari industri dan dari hasil proses alam berupa hujan, infiltrasi dan inflow. Air
buangan domestik mengandung bahan-bahan organik yang bila terdekomposisi akan
menimbulkan bau, mengandung bakteri patogen yang mengganggu kesehatan manusia. Air
buangan mengandung nutrien-nutrien yang akan menstimulir tumbuhan-tumbuhan air dan
menyebabkan terjadinya algae blooming. Juga mengandung bahan-bahan toxic yang sangat
berbahaya bagi keselamatan anggota rumah tangga. Sedangkan air buangan industri berasal
dari proses dan operasi suatu industri dan mengandung unsur-unsur fisik dan kimia seperti
logam-logam berat dan zat kimia lainnya tergantung dari jenis produksinya. Umumnya debit
air buangan adalah 60%-80% dari debit pemakaian air minum.

Air buangan merupakan fenomena yang akan selalu ada dalam kehidupan, jika penanganan
dan pengelolaannya tidak dilakukan secara serius maka fenomena ini akan mendatangkan
efek yang sangat buruk bagi lingkungan, misalnya pencemaran bau, sumber vektor penyakit
seperti penyakit usus, typhus, diare dan disentri. Apalagi dengan semakin berkembangnya
kehidupan manusia, maka jumlah penduduk, jumlah pemukiman, sarana komersil, sarana
institusional dan industri semakin bertambah sehingga air buangan terakumulasi dan
menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia.

Untuk mengatasi hal tersebut dan untuk meningkatkan sumber air bersih maka diperlukan
Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB). Untuk daerah perKotaan, bangunan ini akan
mengumpulkan semua air buangan dari sumber domestik dengan menggunakan perpipaan
atau saluran terbuka dengan sistem gravitasi atau menggunakan pompa. Dalam membuat
bangunan pengolahan air buangan ini dibutuhkan perencanaan agar kualitas efluen sangat
baik dan aman untuk dimanfaatkan kembali, atau tidak mencemari lingkungan bila dibuang
ke lingkungan. Hal yang juga perlu diperhatikan dalam perencanaan bangunan pengolahan air
buangan adalah penyaluran air buangan yang dikelola dengan baik sehingga akan
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, dan jika tidak dikelola dengan baik, maka
akan menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti; terjadinya genangan air yang dapat
menyebabkan banjir, polusi air polusi tanah, dan lain-lain.

Pada negara-negara yang telah maju, sistem pengolahan air buangan yang dilakukan secara
umum telah dikelola dengan baik, namun di Indonesia, sistem pengolahan air buangan belum
begitu menjadi perhatian untuk dilaksanakan, bahkan di sebagian Kota air buangan langsung
dibuang begitu saja ke riol-riol Kota tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu.
Semestinya air buangan harus mengalami pengolahan terlebih dahulu sehingga tidak merusak
lingkungan. Oleh sebab itu dalam ilmu Teknik Lingkungan dipelajari tentang bangunan
pengolahan air buangan, yang mempelajari tentang sumber-sumber air buangan, cara
pengaliran, sistem perpipaan, lokasi bangunan pengolahan dan bangunan pelengkap.
1.1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan tugas besar ini adalah untuk mengaplikasikan teori-teori yang didapat
selama perkuliahan, sehingga dapat menjadi bekal untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
di lapangan. Sedangkan tujuan penulisan tugas besar ini adalah:
1. Untuk melatih kemampuan mendesain bangunan pengolahan air buangan melalui
pengaplikasikan teori-teori yang didapat selama perkuliahan, sehingga dapat menjadi
bekal untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan di lapangan;
2. Memenuhi syarat dalam mengikuti mata kuliah Perencanaan Bangunan Pengolahan
Air Buangan (PBPAB).

1.1.3 Sistematika Pembahasan


Secara umum, tugas PBPAB ini akan merencanakan bangunan pengolahan air buangan untuk
suatu daerah. Penyusunan tugas ini dibagi atas empat bab, yang masing-masing membahas
mengenai:
BAB I : FEASIBILITY STUDY (FS)
Berisi pendahuluan, kompilasi data, pengolahan data dan alternatif sistem
bangunan pengolahan air buangan.
BAB II : DETAILED DESIGN (DD)
Berisi unit pengolahan primer, unit pengolahan sekunder, unit pengolahan tersier
dan unit pengolahan lumpur.
BAB III : GAMBAR-GAMBAR PERENCANAAN
Berisi Gambar-Gambar perencanaan seperti flow sheet sistem pengolahan, lay out
sistem BPAB, profil hidrolis sistem BPAB, unit proses/operasi terpilih, foto unit
pompa/bangunan.
BAB IV : PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran mengenai tugas
PBPAB yang disusun ini.

1.2 Kompilasi Data


1.2.1 Keadaan Topografi
Kota A berada pada ketinggian 675 m sampai 925 m di atas permukaan laut. Titik terendah
berada di sebelah timur dengan ketinggian 675 m sedangkan titik tertinggi berada di sebelah
barat daya dengan ketinggian 925 m.

1.2.2 Hidrologi
Ditinjau dari segi tata air, sungai yang melewati Kota A adalah Sungai Kuranji yang mengalir
dari barat daya ke arah utara.

1.2.3 Demografi
A. Jumlah Penduduk
Dari data sensus penduduk untuk sepuluh tahun terakhir dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
di Kota A selalu pengalami penambahan dari tahun ke tahun. Ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.

I-2
Tabel 1.1 Data Penduduk Kota A Selama 10 Tahun Terakhir
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
1995 29340 2000 35340
1996 30340 2001 35340
1997 31340 2002 35340
1998 32340 2003 36340
1999 34340 2004 37340
Sumber: Data Tugas PBPAB, 2004

B. Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk Kota A merupakan pegawai negeri yang bergerak di sektor
pendidikan, perkantoran, dan keamanan. Sebagian lagi mengisi sektor perdagangan dan lain-
lain, hanya sebagian kecil yang menjalani sektor pertanian.
Tabel 1.2 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kota A Tahun 2004
Jenis Mata Pencaharian Persentase (%)
Petani 10
Pedagang 30
Pegawai negri 40
Lain-lain 20
Sumber: Data Tugas PBPAB, 2004

C. Jenis Pemukiman Penduduk


Berdasarkan hasil sensus pada tahun 2004, umumnya jenis pemukiman penduduk Kota A
adalah permanen dan semi permanen, sedangkan jumlah rumah non permanen lebih sedikit
dibandingkan permanen dan semi permanen. Persentasenya dapat dilihat pada Tabel 1.3. Ini
terkait dengan pelayanan PAM dimana pada rumah permenen dan semi permenen
menggunakan sistem sambungan langsung (SL) ke rumah-rumah. Sedangkan untuk rumah
non permanen menggunakan hidran umum (HU), sehingga perbandingan persentase
pelayanan dengan cara SL dan HU adalah 80 : 15.
Tabel 1.3 Jenis Pemukiman Penduduk Kota A Tahun 2004
Jenis Rumah Persentase (%)
Rumah permanen 50
Rumah semi permanen 35
Rumah non permanen 15
Sumber: Data Tugas PBPAB, 2004

1.2.4 Tata Guna Lahan


Sebagian besar lahan Kota A dipergunakan untuk lahan pemukiman dan selebihnya
dimanfaatkan untuk lahan perkantoran, pertanian, hutan, dan lain-lain. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Tata Guna Lahan Kota A Tahun 2004
Tata Guna Lahan Persentase (%)
Pemukiman 40
Pertanian/perkebunan 10
Perkantoran 20
Hutan/lain-lain 30
Sumber: Data Tugas PBPAB, 2004

I-3
1.2.5 Fasilitas PerKotaan
Sebagai Kota berkembang Kota A telah memiliki fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai
baik dibidang pendidikan, peribadatan, kesehatan, industri, perdagangan, perkantoran, dan
sarana-sarana pendukung lainnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Fasilitas Pendukung Kota A Tahun 2004
No Jenis Fasilitas Jumlah Keterangan
1 Sekolah:
- TK 45 150 jiwa/unit
- SD 115 350 jiwa/unit
- SMP 23 600 jiwa/unit
- SMU 17 800 jiwa/unit
- PT/Akademi 10 1000 jiwa/unit
2 Peribadatan:
- Mesjid 125 750 jiwa/unit
- Mushala 180 100 jiwa/unit
- Gereja 2 250 jiwa/unit
3 Kesehatan:
- Rumah sakit 5 300 tt/unit
- Puskesmas 6 50 tt/unit
- Klinik 9 10 tt/unit
- Apotik 34 5 jiwa/unit
4 Industri:
- Industri besar 8 2 Ha/unit
- Industri kecil 14 300 m2/unit
5 Perdagangan:
- Pasar 6 750 m2/unit
- Toko 124 50 m2/unit
- Restaurant 43 30 m2/unit
6 Kantor:
- Kantor besar 18 1000 m2/unit
- Kantor menengah 35 500 m2/unit
- Kantor kecil 21 250 m2/unit
7 Lain-lain:
- Hotel 12 50 tt/unit
- Bioskop 5 700 td/unit
- Stadion olah raga 2 2 Ha/unit
- Kolam renang 2 1 unit
- Lapangan tenis 2 1 unit
- Terminal bus 1 500 bus/unit
Sumber: Data Tugas PBPAB, 2004

1.2.6 Sumber Air Buangan


Air buangan pada dasarnya merupakan limbah cair yang tidak dipergunakan lagi oleh
manusia karena karakteristik yang dimilikinya (G. Tchobanoglous & F. L. Burton, 1991). Air
buangan juga merupakan semua cairan yang dibuang baik yang mengandung kotoran
manusia, hewan, bekas tumbuhan maupun sisa-sisa proses dari industri (Sofyan Moh.
Noerbambang & Takeo Morimura, 1993). Dari kedua definisi tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa air buangan bersumber dari buangan domestik, industri, dan air hujan. Air
yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi belum tentu semua air
tersebut sudah terpolusi (Srikandi Fardias, Polusi air dan Udara, 2001).

I-4
Berdasarkan sumbernya air buangan terdiri dari empat jenis, yaitu:
1. Air buangan domestik
Air buangan domestik adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga (pemukiman),
komersil, institusi, maupun fasilitas-fasilitas yang serupa. Air buangan domestik terdiri
dari kotoran yang sebagian berbentuk larutan dan suspensi, yang mengandung unsur-
unsur fisis dan biologis (zat organik yang cukup besar). Jumlah air buangan domestik
tergantung pada pemakaian air bersih dalam rumah tangga. Air buangan domestik ini
dapat langsung diolah secara biologi.
2. Air buangan industri
Air buangan industri adalah air buangan yang berasal dari proses industri yang
komposisinya tergantung pada jenis produksinya. Air buangan industri mengandung
unsur-unsur fisik, kimia (paling dominan, seperti logam-logam berat), sehingga perlu
diolah terlebih dahulu sebelum disalurkan ke penyaluran air buangan.
3. Infiltrasi dan inflow
Infiltrasi adalah adanya air dari luar yang menelusup ke dalam pipa, banyaknya
tergantung pada dimensi dan panjang pipa. Infiltrasi rate biasanya 1-3 L/dt/km. Infiltrasi
disebabkan oleh:
 Pekerjaan sambungan pipa tidak sempurna;
 Jenis sambungan pipa dan bahan saluran yang digunakan kurang baik;
 Adanya celah manhole dan bangunan lain.
Inflow adalah air hujan yang masuk ke sistem penyaluran air buangan melalui drain
connection, tutup manhole, pondasi dan basement drain, dan lain-lain.
4. Air hujan
Air hujan adalah air yang berasal dari air hujan dan salju.

1.2.7 Karakteristik Air Buangan


Karakteristik air buangan dibedakan atas tiga aspek, yaitu:
1. Karakteristik fisik
Karakteristik fisik yang terkandung dalam air buangan yang penting diketahui adalah total
solid, bau, temperatur, densitas, warna dan turbidity.
 Total solid
Total solid adalah semua materi yang tersisa setelah proses evaporasi pada suhu 103-
105 oC. Karakteristik yang bersumber dari saluran air domestik, industri, erosi tanah
dan infiltrasi/inflow ini dapat menyebabkan bangunan pengolahan penuh dengan
sludge dan kondisi anaerob dapat tercipta sehingga mengganggu proses pengolahan.
Total solid ini selain melalui evaporasi, juga dapat diperoleh melalui filtrasi terlebih
dahulu. Kandungan total solid yang terdapat dalam air buangan Kota A dapat dilihat
pada Tabel 1.7.
 Bau
Bau merupakan karakteristik fisik yang langsung berhubungan dengan perhatian
publik dalam penerapan fasilitas air buangan. Karakteristik ini bersumber dari gas-gas
yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik dari air buangan atau karena
penambahan suatu substrat ke air buangan. Walaupun bau tidak mengganggu terhadap
kesehatan tubuh tetapi dapat menyebabkan stress secara psikologis sehingga perlu
mendapat perhatian yang cermat.
 Temperatur
Temperatur air buangan umumnya lebih besar dari air minum, hal ini disebabkan oleh
penambahan air hangat yang bersumber dari kegiatan domestik (perumahan), dan
industri, dimana berdasarkan observasi, temperatur air buangan umumnya 10-21,2 oC,
dimana suhu tersebut lebih besar dari panas udara sekitar kecuali pada musim panas.
I-5
 Density
Density adalah perbandingan antara massa dengan volume yang dinyatakan sebagai
slug/ft3 (kg/m3). Density sangat penting dalam mendesain tangki sedimentasi dan unit
lainnya dimana dampak yang diakibatkannya beserta specific gravity adalah
menyebabkan perubahan konsentrasi pada air buangan.
 Warna
Warna hampir mempunyai persamaan dengan bau dimana dapat langsung diketahui
unsur dan kualitas air buangan dari kedua karakteristik ini. Semakin lama air buangan
mencapai unit pengolahan dan kondisi anaerob terbentuk, warna air buangan pun akan
semakin gelap dari abu-abu menjadi hitam keabu-abuan bahkan menjadi hitam sama
sekali.
 Turbidity
Turbidity atau dikenal sebagai kekeruhan ini diukur dengan intensitas cahaya yang
dipendarkan oleh sampel air buangan dibandingkan dengan cahaya yang dipendarkan
oleh suspensi standar pada konsentrasi yang sama. Efek yang ditimbulkannya adalah
dari segi estetika.
2. Karakteristik kimia
Pada air buangan ada tiga karakteristik kimia yang perlu diidentifikasi yaitu bahan
organik, anorganik, dan gas.
 Bahan organik
Pada air buangan sekitar 75% SS dan 40% FS terdiri dari bahan organik dimana hanya
bersumber dari hewan, tumbuhan dan aktivitas manusia. Bahan organik itu sendiri
terdiri dari C, H, O, N dan walaupun banyak sekali jenis bahan organik, yang menjadi
karakteristik kimia adalah protein karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan, priority
pollutan, VOC dan pestisida serta phenol, dimana sumbernya adalah buangan
domestik, komersil, industri kecuali pestisida yang bersumber dari pertanian dan
phenol dari industri. Bahan organik dalam air buangan biasa dinyatakan sebagai angka
BOD, yang fluktuasinya selama 24 jam dapat dilihat pada Tabel 1.6.
 Bahan anorganik
Bahan anorganik pada air yang belum tercemar umumnya meningkat karena proses
geologi dan evaporasi alamiah. Air melarutkan batu-batuan dan mineral yang ia
lewati, yang akan menambah kadar bahan anorganik air buangan. Walaupun alam
mempunyai andil, namun tidaklah sebesar akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas
manusia seperti kegiatan domestik, komersil, dan industri. Adapun bahan anorganik
yang diukur sebagai karakteristik air buangan adalah pH, klorida, alkalinitas, sulfur,
fospat, nitrogen, rantai anorganik beracun dan logam berat. Nilai parameter ini juga
dapat dilihat pada Tabel 1.7.
 Gas
Gas yang umumnya ditemukan dalam air buangan adalah N2, O2, CO2, H2S, dan CH4
dimana tiga gas pertama tersebut berada juga di atmosfer dan akan ditemukan pada air
teraerasi. Sedangkan tiga gas terakhir bersumber dari dekomposisi bahan organik.
Jadi, gas pada air buangan bersumber dari dekomposisi bahan organik, proses
pengolahan air domestik, dan aerasi air buangan.
3. Karakteristik biologi
Pada air buangan yang menjadi karakteristik biologi dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
 Tumbuhan;
 Hewan;
 Protist, seperti bakteri, alga, fungi, protozoa, dan virus.

I-6
Kualitas air buangan yang akan diolah diasumsikan akan berada pada kisaran tertentu, yang
diasumsikan tidak berubah sampai akhir periode desain. Data mengenai fluktuasi aliran dan
konsentrasi BOD dan SS dalam 24 jam dapat dilihat pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6 Fluktuasi Aliran dan Konsentrasi BOD dan SS
Jam % Aliran (terhadap Qrata-rata) BOD (mg/L) SS (mg/L)
00 - 01 1.5 176 450
01 - 02 4.5 220 452
02 - 03 1 240 458
03 - 04 4 250 463
04 - 05 2.5 172 465
05 - 06 4 1888 470
06 - 07 4 170 480
07 - 08 7.5 165 490
08 - 09 6 164 486
09 - 10 6.5 226 484
10 - 11 2 170 480
11 - 12 3 180 478
12 - 13 3 163 475
13 - 14 3.5 173 470
14 - 15 4.5 165 465
15 - 16 4 179 468
16 - 17 2.5 176 472
17 - 18 1 290 480
18 - 19 9 185 485
19 - 20 8 194 480
20 - 21 7 250 476
21 - 22 6 221 460
22 - 23 3 226 445
23 - 24 2 246 448
Sumber: Data tugas PBPAB, 2004
Tabel 1.7 Kualitas Air Buangan
No Parameter Satuan Nilai
1 Total salid mg/L 364.725
2 TDS mg/L 100
3 TSS mg/L 264.725
4 pH mg/L 9
5 BOD mg/L 473.35
6 COD mg/L 385
7 Amonium mg/L 60
8 Nitrat mg/L 1.1
9 Nitrit mg/L 0.8
10 Fosfat mg/L 1.2
11 Sulfat mg/L 17
12 Klorida mg/L 66
13 Alkalinitas mg/L 93
14 Sampah kasar mg/L 2.5
15 Total Coliform MPN/1000ml 11900
Sumber: Data tugas PBPAB, 2004
1.2.8 Badan Air Penerima

I-7
Sesuai dengan perencanaan efluen BPAB akan dibuang ke Sungai Kuranji. Data mengenai
karakteristik badan air penerima ini disajikan dalam Tabel 1.8.
Tabel 1.8 Data Sungai Kuranji
No Parameter Satuan Besaran
1 Kedalaman pipa outlet instalasi m 3
2 Kedalaman m 5.5
3 Lebar m 9
4 Debit minimum L/dt 4800
5 Debit rata-rata L/dt 8900
6 Debit maksimum L/dt 10200
7 BOD mg/L 11
8 COD mg/L 54
9 TSS mg/L 55
10 TDS mg/L 1320
11 Amonium mg/L 0.25
12 Nitrat mg/L 23
13 Nitrit mg/L 0.05
14 Fosfat mg/L 0.6
15 Total coliform MPN/10ml 1300
Sumber: Data tugas PBPAB, 2004

1.2.9 Baku Mutu


Salah satu pertimbangan dalam perencanaan bangunan pengolahan air buangan adalah baku
mutu yang terkait dengan efluen dan badan air penerima. Sesuai dengan peruntukan Sungai
Kuranji yaitu untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk pertamanan, standar
aliran (Stream Standard) akan digunakan sebagai acuan desain yaitu: Kriteria mutu Air Kelas
III PP No. 82/2001. Beberapa parameter pencemar dan baku mutu alirannya dapat dilihat
pada Tabel 1.9. sedangkan baku mutu untuk efluen dapat dilihat pada Tabel 1.10.
Tabel 1.9 Baku Mutu Aliran Air Kelas III
No Parameter Satuan Besaran
1 Residu terlarut (TDS) mg/L 1000
2 Residu tersuspensi (TSS) mg/L 50
3 pH mg/L 6-9
4 BOD mg/L 6
5 COD mg/L 50
6 Total fosfat sebagai P mg/L 1
7 NO3 sebagai N mg/L 2
8 Nitrit sebagai N mg/L 0.06
9 Total coliform MPN/10ml 10000
Sumber: Data tugas PBPAB, 2004

Tabel 1.10 Baku Mutu Efluen


No Parameter Satuan Besaran
1 Residu terlarut (TDS) mg/L 2000
2 Residu tersuspensi (TSS) mg/L 200
3 pH mg/L -
4 BOD mg/L 50

sambungan Tabel 1.10 Baku Mutu efluen


No Parameter Satuan Besaran

I-8
5 COD mg/L 100
6 Total fosfat sebagai P mg/L 1
7 NO3 sebagai N mg/L 20
8 Nitrit sebagai N mg/L 1
9 Total coliform MPN/10ml 10000
Sumber: Data tugas PBPAB, 2004

1.3 Pengolahan Data


1.3.1 Proyeksi Penduduk
Metode-metode untuk menghitung proyeksi penduduk ada beberapa macam, antara lain
adalah:
 Metode aritmatika;
 Metode logaritma;
 Metode least square;
 Metode trend eksponensial;
 Metode decreasing rate of increase;
 Metode geometri;
 Metode rasio & korelasi;
 Dan lain-lain.
Metode yang digunakan dalam menghitung proyeksi penduduk pada Kota A diperoleh dengan
membandingkan metode aritmatika, metode logaritma, metode eksponensial, dan metode
geometri.

A. Metode Aritmatika
Metode ini merupakan metode proyeksi dengan regresi sederhana. Metode ini didasarkan
pada angka kenaikan penduduk rata-rata setiap tahunnya. Metode ini digunakan jika data
berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama setiap tahunnya. Persamaan
umumnya adalah:
Y = a + b . x ………………….................................................... (1.1)

Dimana: Y = nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke- n


x = bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal
a = konstanta
〈∑ yi 〉 − b〈∑ xi 〉
= ………………………………………………………..
n
(1.2)
b = koefisien arah garis (gradien) regresi linier
n〈 xi yi〉 - 〈∑ xi 〉 〈∑ yi〉
= ……………………………………………....
n〈∑ xi 2 〉 − 〈∑ xi 〉 2
(1.3)

Perhitungan dengan metode ini dapat dilihat pada Tabel 1.11 dan data hasil proyeksi dapat
dilihat pada Gambar 1.1.

I-9
54000

49000
Penduduk (jiwa)

44000

39000

34000

29000
1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Data Penduduk Proyeksi

Gambar 1.1 Proyeksi Penduduk Dengan Metode Aritmatik


Sumber: Perhitungan,2004

I - 10
Tabel 1.11 Perhitungan Dengan Metode Aritmatik
NO Tahun Pendd (Yi) Y Xi 2 Xi.Yi Y' (Yi - Y') (Yi -Y' )2 (Yi-Yrata) (Yi-Yrata)2 S R
Xi rata-rata
1 1995 29340 3980025 58517340 29804.73 -472.73 223471.07 -4400.00 19360000
2 1996 30340 3984016 60542672 30677.45 -345.45 119338.84 -3400.00 11560000
3 1997 31340 3988009 62570004 31550.18 -218.18 47603.31 -2400.00 5760000
4 1998 32340 3992004 64599336 32422.91 -90.91 8264.46 -1400.00 1960000
5 1999 34340 33740 3996001 68629668 33295.64 1036.36 1074049.59 600.00 360000 629.25 0.97
6 2000 35340 4000000 70664000 34168.36 1163.64 1354049.59 1600.00 2560000
7 2001 35340 4004001 70699332 35041.09 290.91 84628.10 1600.00 2560000
8 2002 35340 4008004 70734664 35913.82 -581.82 338512.40 1600.00 2560000
9 2003 36340 4012009 72772996 36786.55 -454.55 206611.57 2600.00 6760000
10 2004 37340 4016016 74813328 37659.27 -327.27 107107.44 3600.00 12960000
3998008
19995 337400 5 674543340 337320.00 0.00 3563636.36 0.00 66400000
Sumber: Perhitungan,2004

a= -1711286
b= 872.73
Y= -1711286 + 873 X

I - 11
B. Metode Logaritma
Persamaan umumnya :
Y = a . bx …………………………………………………. (1.4)

Persamaan (1.4) dapat dikembalikan ke bentuk persamaan linier dengan mengambil


logaritma normalnya (Ln), di mana:
Y = a + b ln x …………………….……………………….. (1.5)

Apabila diambil x’ = ln x, maka diperoleh bentuk linier Y = a + bx’, dengan mengganti


nilai x = ln xi.
〈∑ yi 〉 - b 〈∑ Ln xi 〉
a = …………………………………………………..
n
(1.6)

n〈∑ Ln ( xi ) yi 〉 - 〈∑ Ln ( xi )〉 < ∑yi >


b =
n〈∑ Ln ( xi 2 )〉 −〈∑ Ln ( xi )〉2
………………………………... (1.7)

Dimana: Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke-n


X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal
a = konstanta
b = koefesien arah garis (gradien) regresi linier

Perhitungan dengan metode ini dapat dilihat pada Tabel 1.12 dan data hasil proyeksi dapat
dilihat pada Gambar 1.2.

54000

49000
Penduduk (jiwa)

44000

39000

34000

29000
1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Data Penduduk Proyeksi

I - 12
Gambar 1.2 Proyeksi Penduduk Dengan Metode Logaritma
Sumber:Perhitungan,2004

I - 13
Tabel 1.12 Perhitungan Dengan Metode Logaritma
NO Tahun Pendd (Yi) ln Xi ln Xi2 Yi ln Xi Y' (Yi-Y') (Yi-Y')2 Y (Yi-Yrata) (Yi-Yrata)2 S R
Xi rata-rata
7.5983993
1 1995 29340 3 57.74 222876.25 29801.70 -469.70 220617 -4400 19360000
7.5989004
2 1996 30340 6 57.74 230489.85 30676.27 -344.27 118518 -3400 11560000
7.5994013
3 1997 31340 3 57.75 238104.44 31550.39 -218.39 47696 -2400 5760000
7.5999019
4 1998 32340 6 57.76 245720.03 32424.08 -92.08 8479 -1400 1960000
7.6004023
5 1999 34340 3 57.77 260937.01 33297.34 1034.66 1070526 33732 600 360000 628.10 0.97
7.6009024
6 2000 35340 6 57.77 268555.09 34170.15 1161.85 1349885 1600 2560000
7.6014023
7 2001 35340 3 57.78 268572.75 35042.54 289.46 83790 1600 2560000
7.6019019
8 2002 35340 6 57.79 268590.40 35914.48 -582.48 339283 1600 2560000
7.6024013
9 2003 36340 4 57.80 276210.45 36785.99 -453.99 206106 2600 6760000
7.6029004
10 2004 37340 6 57.80 283831.48 37657.06 -325.06 105666 3600 12960000
19995 337400 76.006514 577.70 2563887.74 337320.00 0.00 3550566 66400000
Sumber: Perhitungan,2004

a= -13230903.43
b= 1745197.186
Y= -13230903.43 + 1745197.186 ln X

I - 14
C. Metode Eksponensial
Persamaan umumnya adalah:
Y = a . e b.x ; e = 2,7183 …….……………….... (1.8)

Dengan mengambil logaritma normalnya (Ln), persamaan di atas dapat diubah menjadi
persamaan berikut:
Ln Y = ln a + b . x …………………….......…………………. (1.9)

Persamaan tersebut linier dalam x dan ln Y. Nilai a dan b dapat dicari dengan rumus:

〈∑ Ln yi 〉 - b 〈∑ xi 〉
a = ………………………………………..
n
(1.10)

n〈∑ xiLn ( yi )〉 - 〈∑( xi )〉 < ∑ Ln ( yi ) >


b =
n〈∑ xi 2 〉 − 〈∑ xi 〉 2
…………………….. (1.11)

Perhitungan dengan metode ini dapat dilihat pada Tabel 1.13 dan data hasil proyeksi dapat
dilihat pada Gambar 1.3.

I - 15
64000

59000

54000
Penduduk (jiwa)

49000

44000

39000

34000

29000
1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Data Penduduk Proyeksi

Gambar 1.3 Proyeksi Penduduk Dengan Metode Eksponensial


Sumber: Perhitungan,2004

I - 16
Tabel 1.13 Perhitungan Dengan Metode Eksponensial
NO Tahun Pendd (Yi) Xi2 ln Yi Xi ln Yi Y' (Yi -Y' ) (Yi -Y' )2 Yi (Yi -Yrata) (Yi -Yrata)2 S R
Xi rata-rata
1 1995 29340 3980025 10.29 20521.44 29885.57 -553.57 306435.26 -4400 19360000
2 1996 30340 3984016 10.32 20598.64 30680.15 -348.15 121211.88 -3400 11560000
3 1997 31340 3988009 10.35 20673.73 31495.87 -163.87 26853.47 -2400 5760000
4 1998 32340 3992004 10.38 20746.86 32333.27 -1.27 1.62 -1400 1960000
5 1999 34340 3996001 10.44 20877.22 33192.94 1139.06 1297453.99 33732 600 360000 694.39 0.97
6 2000 35340 4000000 10.47 20945.09 34075.47 1256.53 1578877.14 1600 2560000
7 2001 35340 4004001 10.47 20955.56 34981.46 350.54 122881.71 1600 2560000
8 2002 35340 4008004 10.47 20966.03 35911.53 -579.53 335857.59 1600 2560000
9 2003 36340 4012009 10.50 21032.41 36866.34 -534.34 285517.03 2600 6760000
10 2004 37340 4016016 10.53 21097.32 37846.53 -514.53 264740.88 3600 12960000
19995 337400 39980085 104.23 208414.30 337269.13 50.87 4339830.57 0 66400000
Sumber: Perhitungan,2004

ln a = -42.04448311
b= 0.0262
ln Y = -42.04448311 + 0.0262 X

I - 17
D. Metode Geometri
Persamaan umumnya adalah:
Y = a . x b …………………………………………… (1.12)

Sama dengan metode logaritmik dan metode eksponensial, metode ini juga dapat dijadikan
model linier dengan mengambil logaritma normalnya (Ln). Persamaannya menjadi:

Ln Y = ln a + b ln x ……….……………………….. (1.13)

Dan persamaan tersebut linier dalam ln X dan ln Y.


〈∑ Ln yi 〉 - b 〈∑ Ln xi 〉
a = ………………………………………………
n
(1.14)
b =
n〈∑ Ln ( xi ) Ln ( yi )〉 - 〈∑ Ln ( xi )〉 < ∑Ln ( yi ) >
n〈∑ Ln ( xi 2 )〉 − 〈∑ Ln ( xi )〉2
……………………... (1.15)

Perhitungan dengan metode ini dapat dilihat pada Tabel 1.14 dan data hasil proyeksi dapat
dilihat pada Gambar 1.4.

I - 18
64000

59000

54000
Penduduk (jiwa)

49000

44000

39000

34000

29000
1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Data Penduduk Proyeksi

Gambar 1.4 Proyeksi Penduduk Dengan Metode Geometri


Sumber: Perhitungan,2004

I - 19
Tabel 1.14 Perhitungan Dengan Metode Geometri
NO Tahun Pendd ln Xi ln Xi2 ln Yi ln Xi Y' (Yi - Y' ) (Yi - Y')2 Y Yi-Yrata (Yi-Yrata)2 S R
Xi (Yi) . ln Yi Rata2
57.73567 10.2864343 78.1604358
1 1995 29340 7.598 2 5 6 29882.78 -550.78 303354.83 -4400 19360000
57.74328 10.3199585 78.4203376
2 1996 30340 7.598 8 4 6 30679.00 -347.00 120411.35 -3400 11560000
57.75090 10.3523952 78.6720060
3 1997 31340 7.599 1 2 3 31496.03 -164.03 26906.11 -2400 5760000
10.3838127 78.9159587
4 1998 32340 7.599 57.75851 3 2 32334.39 -2.39 5.72 -1400 1960000
57.76611 10.4438331
5 1999 34340 7.600 6 4 79.3773338 33194.63 1137.37 1293607.72 33732 600 360000 693.14 0.97
57.77371 10.4725443 79.6007880
6 2000 35340 7.600 8 5 9 34077.31 1254.69 1574247.66 1600 2560000
57.78131 10.4725443 79.6060230
7 2001 35340 7.601 7 5 5 34983.00 349.00 121800.57 1600 2560000
57.78891 10.4725443
8 2002 35340 7.601 3 5 79.6112554 35912.29 -580.29 336738.67 1600 2560000
57.79650 10.5004541 79.8286668
9 2003 36340 7.602 6 7 4 36865.79 -533.79 284927.76 2600 6760000
57.80409 10.5276061 80.0403416
10 2004 37340 7.602 5 5 4 37844.10 -512.10 262247.98 3600 12960000
33740 104.232127 792.233147
19995 0 76.006 577.699 3 1 337269.3235 50.68 4324248.37 66400000
Sumber: Perhitungan,2004

ln a = -388.4140
b= 52.4741
ln Y = -388.4140 + 52.4741 ln X

I - 20
Tabel 1.15 Proyeksi Penduduk Kota A tahun 1994-2024
Tahun Data Proyeksi Penduduk
Penduduk Aritmatik Logaritma Eksponensial Geometri
1995 29340
1996 30340
1997 31340
1998 32340
1999 34340
2000 35340
2001 35340
2002 35340
2003 36340
2004 37340
2005 - 38532 38528 38853 38848
2006 - 39405 39398 39886 39878
2007 - 40277 40268 40946 40934
2008 - 41150 41137 42035 42018
2009 - 42023 42006 43153 43131
2010 - 42896 42874 44300 44272
2011 - 43768 43742 45478 45443
2012 - 44641 44610 46687 46644
2013 - 45514 45477 47928 47876
2014 - 46387 46344 49202 49140
2015 - 47259 47210 50511 50437
2016 - 48132 48076 51854 51767
2017 - 49005 48942 53232 53132
2018 - 49877 49807 54648 54532
2019 - 50750 50671 56101 55968
2020 - 51623 51535 57592 57441
2021 - 52496 52399 59123 58953
2022 - 53368 53263 60695 60503
2023 - 54241 54125 62309 62093
2024 - 55114 54988 63966 63725
Sumber: Perhitungan,2004

Dari hasil proyeksi sesuai Tabel 1.15 dapat dilihat adanya perbedaan jumlah penduduk untuk
20 tahun yang akan datang berdasarkan perhitungan masing-masing metode. Untuk itu perlu
dipilih salah satu metode yang memliliki penyimpangan atau simpangan baku (standar
deviasi) yang terkecil dan memiliki tingkat korelasi yang dekat atau koefisien korelasi sama
dengan satu. Untuk perhitungan standar deviasi dan koefisien korelasi biasanya digunakan
rumus sebagai berikut:
 Standard deviasi:

n(∑Xi 2 ) − (∑Xi ) 2
Sx = …………………………………
n( n −1)
(1.16)

n(∑Xi 2 ) − (∑Xi ) 2
Sy = …………………………………
n( n −1)
(1.17)

I - 21
Se = Sx + Sy ………………………………………………... (1.18)

Se 2 =
n −1
n −2
(
Sy 2 − b 2 . Sx 2 ) …………………………………… (1.19)

 Koefisien korelasi:
Σ(Yi −Y ' ) 2
r = ± 1− …………………………………..
Σ(Yi −Y ) 2
(1.20)

Dimana:
XI = P – P’
YI = P = Jumlah penduduk awal
Y = Pr = Jumlah penduduk rata-rata
Y’ = P’ = Jumlah penduduk yang akan dicari

Hasil perhitungan nilai S dan r dari keempat metode proyeksi adalah sebagai berikut:
Tabel 1.16 Perbandingan Nilai S dan r Metode Proyeksi
Metode Proyeksi Standar Deviasi (S) Koefisien korelasi (r)
Aritmatik 629.25 0.97
Logaritma 628.10 0.97
Eksponensial 694.39 0.97
Geometri 693.14 0.97
Sumber: Perhitungan,2004

Berdasarkan Tabel 1.16 dapat dilihat bahwa keempat metode memiliki koefisien korelasi
yang sama dan mendekati satu namun yang memiliki standar deviasi terkecil adalah metode
logaritma. Jadi metode proyeksi penduduk yang akan digunakan dalam perhitungan
selanjutnya adalah metode logaritma. Hasil proyeksi dengan metode logaritma dapat dilihat
pada Tabel 1.17.
Tabel 1.17 Proyeksi penduduk Kota A dengan metode terpilih
Tahun Penduduk (jiwa) Tahun Penduduk (jiwa)
1995 29332 2010 42874
1996 30332 2011 43742
1997 31332 2012 44610
1998 32332 2013 45477
1999 34332 2014 46344
2000 35332 2015 47210
2001 35332 2016 48076
2002 35332 2017 48942
2003 36332 2018 49807
2004 37332 2019 50671
2005 38528 2020 51535
2006 39398 2021 52399
2007 40268 2022 53263
2008 41137 2023 54125
2009 42006 2024 54988
Sumber: Perhitungan,2004

I - 22
1.3.2 Perhitungan Jumlah Air Buangan
A. Pemakaian Air Minum
Kebutuhan air minum masyarakat dalam suatu daerah, menurut tempat pemanfaatannya dapat
dikategorikan pada kebutuhan air minum domestik dan kebutuhan air minum non domestik.
Kebutuhan air minum domestik meliputi kegiatan harian/rumah tangga penduduk di rumah,
seperti: mandi, mencuci, memasak, membersihkan rumah dan kendaraan, menyiram tanaman,
dan lain-lain. Kebutuhan air minum non domestik adalah kebutuhan air minum untuk selain
kegiatan domestik, meliputi kebutuhan air minum untuk sarana perkantoran, sekolah, rumah
sakit, pertokoan, masjid/sarana peribadatan, stasiun bus, hotel, dan lain-lain. Untuk Kota A
kebutuhan air minum domestiknya sesuai dengan kebutuhan penduduk yang pertumbuhannya
sampai tahun 2024 diproyeksikan dengan metode terpilih, yaitu metode logaritma seperti
yang terdapat pada Tabel 1.17 sedangkan kebutuhan air minum untuk non domestik sesuai
dengan kebutuhan air pada fasilitas-fasilitas pendukung Kota yang terdapat pada Tabel 1.5
yang perkembangannya pada tahun 2024 diasumsikan sebagai berikut:
Tabel 1.18 Perkembangan Fasilitas-fasilitas Pendukung Kota A Tahun
2024
No Jenis Fasilitas 2005 2010 2015 2024 Keterangan
1 Sekolah:
- TK 45 45 45 46 150 jiwa/unit
- SD 115 116 117 119 350 jiwa/unit
- SMP 23 23 23 24 600 jiwa/unit
- SMU 17 17 17 18 800 jiwa/unit
- PT/Akademi 10 10 10 11 1000 jiwa/unit
2 Peribadatan: 0 0 0 0
- Mesjid 125 126 127 129 750 jiwa/unit
- Mushala 180 182 184 187 100 jiwa/unit
- Gereja 2 2 2 3 250 jiwa/unit
3 Kesehatan: 0 0 0 0
- Rumah sakit 5 5 5 6 300 tt/unit
- Puskesmas 6 6 6 7 50 tt/unit
- Klinik 9 9 9 10 10 tt/unit
- Apotik 34 34 34 35 5 jiwa/unit
4 Industri: 0 0 0 0
- Industri besar 8 8 8 9 2 Ha/unit
- Industri kecil 14 14 14 15 300 m2/unit
5 Perdagangan: 0 0 0 0
- Pasar 6 6 6 7 750 m2/unit
- Toko 124 125 126 128 50 m2/unit
- Restaurant 43 43 43 44 30 m2/unit
6 Kantor: 0 0 0 0
- Kantor besar 18 18 18 19 1000 m2/unit
- Kantor menengah 35 35 35 36 500 m2/unit
- Kantor kecil 21 21 21 22 250 m2/unit
7 Lain-lain: 0 0 0 0
- Hotel 12 12 12 13 50 tt/unit
- Bioskop 5 5 5 6 700 td/unit
- Stadion olah raga 2 2 2 3 2 Ha/unit
- Kolam renang 2 2 2 3 1 unit
- Lapangan tenis 2 2 2 3 1 unit

I - 23
- Terminal bus 1 1 1 2 500 bus/unit
Sumber: Asumsi,2004

Perhitungan kebutuhan air minum berdasarkan pada:


 Jumlah satuan pengguna air, seperti: orang, karyawan, tempat tidur,
luas tanah, jumlah kendaraan, dan lain-lain;
 Besarnya kebutuhan air tiap satuan pengguna air, berdasarkan
referensi yang digunakan.

Berdasarkan kepada hasil proyeksi penduduk pada Tabel 1.17 perhitungan kebutuhan air
minum dan perkembangan fasilitas pendukung Kota A maka kebutuhan air minum pada saat
ini dan tahun yang akan datang sesuai periode desain untuk Kota A dapat dihitung. Hasil
perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.19.
Tabel 1.19 Kebutuhan Air Minum Kota A
No Uraian Satuan Peride Perencanaan
2005 2010 2015 2024
1 KEBUTUHAN DOMESTIK
a. Jumlah penduduk jiwa 37332 42874 46344 54988
b
. % daerah pelayanan % 70 75 80 90
c. % tingkat pelayanan % 70 75 80 90
d
. Jenis pelayanan
SL % 85 87.5 90 95
HU % 15 12.5 10 5
e. Jumlah penduduk yang dilayani
SL jiwa 15548 21102 26694 42313
HU jiwa 2743 3014 2966 2227
f. Standar pemakain air
SL L/o/hari 60 60 60 60
HU L/o/hari 30 30 30 30
g
. Pemakaian air domestik
10.79722 14.65416
SL L/dt 2 7 18.5375 29.384028
0.952430 1.046527 1.029861
HU L/dt 6 8 1 0.7732639
TOTAL L/dt 11.74965 15.70069 19.56736 30.15729
2 KEBUTUHAN NON DOMESTIK
a. Fasilitas sekolah L/dt 14.653 14.714 14.774 15.339
b
. Fasilitas peribadatan L/dt 19.43 19.595 19.759 20.087
c. Fasilitas kesehatan L/dt 5.96 5.96 5.96 7.016
d
. Fasilitas industri L/dt 10.542 10.542 10.542 11.84
e. Fasilitas perdagangan L/dt 0.843 0.846 0.849 0.903
f. Fasilitas kantor L/dt 14.149 14.149 14.149 14.757
g
. Fasilitas pendukung lainnya L/dt 1.774 1.774 1.774 2.157
TOTAL L/dt 67.351 67.58 67.807 72.099
3 KEBOCORAN
% kebocoran % 20 20 20 20
Kehilangan air L/dt 19.77516 20.82017 21.84359 25.564073

I - 24
3 4
TOTAL KEBUTUHAN AIR
4 BERSIH
Kebutuhan rata-rata L/dt 98.87582 104.1009 109.218 127.8204
148.3137 163.8269
Kebutuhan harian maksimum L/dt 2 156.1513 3 191.73055
197.7516 208.2017
Kebutuhan jam puncak L/dt 3 4 218.4359 255.64073
Sumber: Perhitungan,2004

B. Timbulan Air Buangan


Jumlah air buangan ditentukan berdasarkan rasio air buangan. Rasio air buangan adalah
perbandingan antara jumlah air minum yang dipakai dengan jumlah air yang dibuang atau

dikeluarkan. Rasio air buangan berkisar antara 60% - 80% dari debit rata-rata air minum.
Rasio air buangan terkecil biasanya berasal dari kegiatan pemukiman (domestik), hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
 Adanya kegiatan yang air buangan dari kegiatan tersebut tidak masuk
ke sistem air buangan, contohnya menyiram bunga dan mencuci mobil. Biasanya air
buangan dari kegiatan ini masuk ke drainase bukan ke sistem air buangan;
 Air minum yang dibutuhkan manusia untuk metabolisme, sebagian
tinggal dalam tubuh sehingga tidak semuanya kembali dalam bentuk air buangan ke
sistem air buangan.
Untuk kegiatan selain domestik, biasanya rasio air buangannya lebih besar, bisa mencapai
80%. Contohnya rasio air buangan pada sarana peribadatan (masjid), dimana pemakaian air
hampir keseluruhannya masuk ke saluran air buangan. Untuk Kota A perkiraan besarnya
timbulan air buangan dapat dilihat pada Tabel 1.20.
Tabel 1.20 Perkiraan Timbulan Air Buangan Kota A Tahun 2024
No Uraian Kebutuhan Rasio Timbulan
air minum (L/dt) % air buangan (L/dt)
1 PEMUKIMAN PENDUDUK
a. Sambungan langsung 29.384028 65 19.1
b
. Hidran umum 0.7732639 65 0.503
2 FASILITAS KOTA
a. Fasilitas sekolah 15.339 65 9.97
b
. Fasilitas peribadatan 20.087 80 16.07
c. Fasilitas kesehatan 7.016 75 5.262
d
. Fasilitas industri 11.84 80 9.472
e. Fasilitas perdagangan 0.903 75 0.677
f. Fasilitas kantor 14.757 75 11.068
g
. Fasilitas pendukung lainnya 2.157 80 1.726
3 KEBOCORAN 25.564073 60 15.338
4 TOTAL 127.8204 89.186
Sumber: Perhitungan,2004

1.3.3 Analisis Kualitas Air Buangan

I - 25
Konsentrasi air buangan yang telah bercampur dengan air sungai pada badan air penerima
perlu diketahui terlebih dahulu untuk menentukan apakah air buangan telah memenuhi baku
mutu. Ini dikenal dengan stream standard. Debit air sungai dalam jumlah tertentu akan dapat
mengencerkan konstituen dalam air buangan. Proses ini biasa dinamakan self purification.
Selain itu juga dapat dilakukan pengontrolan air buangan yang telah diolah sesuai dengan
baku mutu sebelum dilepas ke badan air penerima atau dikenal dengan effluent standard.

Dengan telah diketahuinya timbulan air buangan Kota A, maka fluktuasi aliran dan
konsentrasi BOD dan SS pada Tabel 1.6 dapat dihitung guna mengetahui nilai BOD dan SS
air buangan.

Tabel 1.21 Perhitungan Konsentrasi BOD dan SS Air Buangan Kota A


% Aliran Qab BOD SS BOD influen SS influen
Jam (thd Qrata-rata) (L/jam) (mg/L) (mg/L) (mg/jam) (mg/jam)
00 - 01 1.5 115585.056 176 450 20342969.86 52013275.2
01 - 02 4.5 346755.168 220 452 76286136.96 156733335.9
02 - 03 1 77056.704 240 458 18493608.96 35291970.43
03 - 04 4 308226.816 250 463 77056704 142709015.8
04 - 05 2.5 192641.76 172 465 33134382.72 89578418.4
05 - 06 4 308226.816 188 470 581932228.6 144866603.5
06 - 07 4 308226.816 170 480 52398558.72 147948871.7
07 - 08 7.5 577925.28 165 490 95357671.2 283183387.2
08 - 09 6 462340.224 164 486 75823796.74 224697348.9
09 - 10 6.5 500868.576 226 484 113196298.2 242420390.8
10 - 11 2 154113.408 170 480 26199279.36 73974435.84
11 - 12 3 231170.112 180 478 41610620.16 110499313.5
12 - 13 3 231170.112 163 475 37680728.26 109805803.2
13 - 14 3.5 269698.464 173 470 46657834.27 126758278.1
14 - 15 4.5 346755.168 165 465 57214602.72 161241153.1
15 - 16 4 308226.816 179 468 55172600.06 144250149.9
16 - 17 2.5 192641.76 176 472 33904949.76 90926910.72
17 - 18 1 77056.704 290 480 22346444.16 36987217.92
18 - 19 9 693510.336 185 485 128299412.2 336352513
19 - 20 8 616453.632 194 480 119592004.6 295897743.4
20 - 21 7 539396.928 250 476 134849232 256752937.7
21 - 22 6 462340.224 221 460 102177189.5 212676503
22 - 23 3 231170.112 226 445 52244445.31 102870699.8
23 - 24 2 154113.408 246 448 37911898.37 69042806.78
TOTAL 100 7705670.4 2039883597 3647479084
Sumber: Perhitungan,2004

Sesuai dengan perhitungan diatas maka fluktuasi aliran air buangan Kota A dan konsentrasi
BOD dan SS dapat dilihat dengan lebih jelas pada grafik-grafik berikut:

I - 26
800000

700000

600000

akumulasi Qab (m3/dt)


500000

400000

300000

200000

100000

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
wak tu (jam)

Gambar 1.5 Fluktuasi Aliran Air Buangan Kota A


Sumber: Perhitungan,2004
800000000
SS
700000000 BOD

600000000

500000000
influen (mg/dt)

400000000

300000000

200000000

100000000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
waktu (jam )

Gambar 1.6 Fluktuasi BOD Influen dan SS Influen


Sumber: Perhitungan,2004

Berdasarkan kualitas air buangan dari Kota A sesuai Tabel 1.7 dan baku mutu aliran air kelas
III untuk badan air penerima (Sungai Kuranji) maka perkiraaan parameter air buangan yang
akan diolah pada BPAB Kota A nantinya antara lain:
 Residu terarut (TDS);
 Residu tersuspensi (TSS);

I - 27
 pH;
 BOD;
 COD;
 Total fosfat sebagai P;
 NO3 sebagai N;
 Nitrit sebagai N;
 Total coliform.

A. Konsentrasi Campuran
Untuk menghitung beban instalasi, terlebih dahulu dihitung konsentrasi efluen air buangan
yang diperbolehkan untuk dibuang ke sungai, dengan syarat konsentrasi campuran dalam air
sungai tidak boleh melebihi baku mutu stream. Namun apabila konsentrasi campuran
melebihi baku mutu stream, maka pembuangan efluen yang telah diolah diusahakan tidak
memperburuk kondisi sungai.
Rumus yang digunakan untuk menghitung konsentrasi campuran di sungai adalah:
Qe Ce + Qs Cs
Cc =
Qe + Qs …………………………………………………
(1.21)
Dimana: Cc = konsentrasi campuran
Qs = Debit sungai minimum
Cs = konsentrasi zat dalam sungai
Qe = debit limbah maksimum
Ce = konsentrasi efluen

Perhitungan konsentrasi efluen air buangan Kota A dapat dilihat pada Tabel 1.22 dimana
konsentrasi efluen ditentukan berdasarkan perbandingan konsentrasi campuran dengan
konsentrasi air sungai dan konsentrasi air buangan dengan konsentrasi efluen standar. Aturan
perbandingan tersebut adalah sebagai berikut:
 Jika [campuran] < [sungai] dan [AB] < [efluen standar], maka
[efluen] adalah [AB];
 Jika [campuran] < [sungai] dan [AB] > [efluen standar], maka
[efluen] adalah [efluen standar];
 Jika [campuran] > [sungai] dan [AB] < [efluen standar], maka
[efluen] adalah [efluen standar];
 Dan jika [campuran] > [sungai] dan [AB] >[efluen standar], hitung
[influen] dengan mengkondisikan [campuran] = [BM sungai], jika [influen] < [efluen
standar] maka [efluen]=[influen] jika tidak maka [efluen] = [efluen standar].
Tabel 1.22 Analisis Kualitas Air Buangan
N [ ] Air [ ] [ ] BM [ ] BM [ ] [ ] efluen
o Parameter Satuan buangan Sungai sungai efluen campuran AB
1 Residu terlarut (TDS) mg/L 100 1320 1000 2000 1297.745 100
2 Residu tersuspensi (TSS) mg/L 264.725 55 50 200 58.826 200
3 BOD mg/L 473.35 11 6 50 19.434 50
4 COD mg/L 385 54 50 100 60.038 100
5 Total fosfat sebagai P mg/L 1.2 0.6 1 1 0.611 1
6 NO3 sebagai N mg/L 1.1 23 2 20 22.601 1.1
7 Nitrit sebagai N mg/L 0.8 0.05 0.06 1 0.064 0.8
8 Total coliform MPN/10ml 11900 13000 10000 10000 12979.934 10000
Sumber: Perhitungan,2004

I - 28
B. Polutan yang Akan Disisihkan
Setelah mengetahui konsentrasi efluen yang bisa atau boleh dibuang ke badan air dari
perhitungan pada Tabel 1.22 maka dapat diketahui parameter-parameter yang perlu diolah,
yaitu dengan membandingkan konsentrasi air buangan Kota A dengan konsentrasi efluen.
Pengolahan dilakukan untuk menyisihkan sejumlah polutan yang terkandung dalam air
buangan. Tingkat penyisihan polutan ini biasa dinamakan efesiensi pengolahan. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.23.
Tabel 1.23 Efesiensi Pengolahan Air Buangan Kota A
Keteranga
No Parameter Satuan [AB] [efluen AB] n % Penyisihan
1 Residu terlarut (TDS) mg/L 100 100 tdk diolah 0
2 Residu tersuspensi (TSS) mg/L 264.725 200 diolah 24.45
3 BOD mg/L 473.35 50 diolah 89.44
4 COD mg/L 385 100 diolah 74.03
5 Total fosfat sebagai P mg/L 1.2 1 diolah 16.67
6 NO3 sebagai N mg/L 1.1 1.1 tdk diolah 0
7 Nitrit sebagai N mg/L 0.8 0.8 tdk diolah 0
8 Total coliform MPN/10ml 11900 10000 diolah 15.97
Sumber: Perhitungan,2004

1.4 Alternatif Sistem Bangunan Pengolahan Air Buangan


Setelah mengetahui beban instalasi pengolahan, dalam arti kuantitas dan jenis konstituen
dalam air buangan yang harus disisihkan oleh instalasi pengolahan, langkah berikutnya adalah
menentukan alternatif-alternatif pengolahan yang sesuai. Alternatif pengolahan disesuaikan
dengan beban yang akan diolah. Metode pengolahan dan proses pengolahan yang biasa
digunakan untuk mengolah beban atau parameter pada air buangan dapat dilihat pada Tabel
1.24.
Tabel 1.24 Metode Pengolahan dan Proses Pengolahan Air Buangan
yang Biasa Digunakan
Tujuan pengolahan Proses Pengolahan Metode Pengolahan

Septic tank
Sedimentasi Free water surface constructed wetland
Vegetated submerged bed

Penyisihan Septic tank effluent screens


Suspended solids Packed-bed media filters (termasuk dosed systems)
Granular (pasir, kerikil, kaca, bara)
Filtrasi
Peat, textile
Mechanical disk filters
Soil Infiltration

Penyisihan Soluble Extended aeration


Aerobic, suspended-growth
carbonaceous Fixed-film activated sludge
reactors
BOD and ammonium Sequencing batch reactors (SBFs)

Fixed-film aerobic bioreactor Soil infiltration


Packed-bed media filters (termasuk dosed systems)
Granular (pasir, kerikil, kaca)
Peat, textile, busa
Trickling filter

I - 29
Fixed-film activated sludge
Rotating biological contractors

Facultative and aerobic lagoons


Lagoons
Free water surface constructed wetlands

Activated sludge (N)


Sequencing batch reactors (N)
Fixed film bio-reactor (N)
Biological Recirculating media filter (N, D)
Nitrification (N) Fixed-film activated sludge (N)
Transformasi Denitrification (D) Anaerobic upflow filter (N)
Nitrogen Anaerobic submerged media reactor (D)
Submerged vegetated bed (D)
Free-water surface constructed wetland (N, D)

Cation exchange (ammonium removal)


Ion exchange
Anion exchange (nitrate removal)

Infiltration by soil and other media


Penyisihan Physical/Chemical Chemical flocculation and settling
Phosphorus Iron-rich packed-bed media filter

Biological Sequencing batch reactors

sambungan Tabel 2.24 Metode pengolahan dan proses pengolahan air buangan yang biasa digunakan
Tujuan pengolahan Proses Pengolahan Metode Pengolahan

Soil infiltration
Penyisihan Pathogen Packed-bed media filters
Filtrasi/Predation/Inactivation
(bakteri, virus, Granular (pasil, kerikil, kaca, bara)
parasit) Peat, textile

Hypochlorite feed
Disinfeksi
Ultraviolet light

Grease trap
Flotasi
Septic tank
Grease removal
Adsorpsi Mechanical skimmer

Aerobic biological treatment Aerobic biological system


Sumber: U.S EPA, Onsite Wastewater Treatment Systems Manual, 2002

Dengan menyesuaikan parameter air buangan Kota A yang harus diolah dengan metode yang
ada maka alternatif pengolahan dapat ditentukan. Adapun parameter air buangan Kota A yang
perlu pengolahan adalah TSS, BOD, COD, total fosfat, dan total coliform.

Pengolahan air buangan biasanya dibagi atas beberapa tingkat, yaitu:


 pengolahan tingkat I untuk pengolahan secara fisik;
 pengolahan tingkat II untuk pengolahan secara biologi dan kimia;
 pengolahan tingkat III untuk mengolah sisa pengolahan sebelumnya.

1.4.1 Unit Pengolahan Air Buangan


1.4.1.1 Pengolahan Tingkat I
Pada pengolahan tingkat I ini ada beberapa unit yang biasa digunakan, yaitu:
♠ Sump well

I - 30
Berfungsi untuk menampung air buangan dari saluran induk sebelum pemompaan.
Perencanaan sumur pengumpul bergantung pada sistem pemompaan yang berkaitan
dengan adanya fluktuasi air buangan dan waktu detensi atau lamanya air buangan berada
pada sumur tersebut.
♠ Screw pump
Berfungsi untuk menaikkan air buangan dari sumur pengumpul ke unit pengolahan
selanjutnya. Pertimbangan penggunaan screw pump:
 mampu memompa cairan dengan kapasitas yang berfluktuasi berdasarkan
tinggi muka air pada inletnya. Dengan demikian tidak diperlukan sistem pemompaan
secara berangkai seperti halnya penggunaan pompa sentrifugal, untuk mengatasi
fluktuasi debit.
 mampu mengangkat cairan sampai ketinggian 9 meter.
♠ Saluran pembawa
Berfungsi menyalurkan air buangan dari screw pump ke bar screen dan untuk
menyalurkan air buangan dari satu unit pengolahan ke unit pengolahan selanjutnya.
♠ Bar screen
Berfungsi untuk menyisihkan benda-benda kasar yang terapung, seperti kayu, plastik,
lemak yang menggumpal dalam bentuk busa, dan lain-lain. Maksud penyisihan adalah
agar benda-benda tersebut tidak mengganggu pengoperasian unit-unit pengolahan
berikutnya.
♠ Comminutor
Berfungsi untuk memotong-motong sisa-sisa materi, terutama bahan organik yang masih
terbawa aliran dan tidak tersaring oleh bar screen. Setelah melalui comminutor, materi-
materi tersebut diharapkan menjadi berukuran seragam dan lebih kecil daripada ukuran
sebelumnya sehingga memudahkan pengolahan.
♠ Grit chamber
Berfungsi memisahkan pasir, kerikil, biji-bijian, serta partikel padat lainnya dan partikel-
partikel yang bersifat abrasif.
♠ Bak sedimentasi I (BS I)
Berfungsi untuk megurangi atau menurunkan beberapa parameter seperti BOD dan COD.
juga untuk menyisihkan partikel padat ataupun organik yang dapat mengendap secara
gravitasi dalam waktu tertentu. Efisiensi penyisihan BOD atau COD adalah 30-40 %,
sedangkan SS adalah 50-65 %.
♠ Tangki Aliran Rata-rata (TAR)
Berfungsi untuk membuat debit aliran dan konsentrasi air buangan hampir ekivalen.
Dengan demikian diharapkan fluktuasi aliran dan konstituennya dapat teratasi.

Alternatif pengolahan tingkat I difokuskan pada penggunaan TAR, seperti berikut:


1. Alternatif I, tanpa menggunakan TAR;

Sump Screw Saluran


influen Bar screen
well pump pembawa

Pengolahan Grit
Bak sedimentasi I
tingkat II Chamber

Gambar 1.7 Diagram alir Pengolahan tingkat I (tanpa TAR)

I - 31
Sumber: Asumsi,2004
2. Alternatif II, dengan TAR in-line;

Sump Screw Saluran


influen Bar screen
well pump pembawa

Pengolahan Grit
TAR Bak sedimentasi I
tingkat II Chamber

Gambar 1.8 Diagram alir Pengolahan tingkat I (dengan TAR in-line)


Sumber: Asumsi,2004

3. Alternatif III, dengan TAR off-line.

Sump Screw Saluran


influen Bar screen
well pump pembawa

Pengolahan Overflow Grit


Bak sedimentasi I
tingkat II strusture Chamber

TAR

Gambar 1.9 Diagram alir Pengolahan tingkat I (dengan TAR off-line)


Sumber: Asumsi,2004

1.4.1.2 Pengolahan Tingkat II


Pengolahan tingkat II bertujuan untuk menyisihkan substansi organik biodegradable yang
tidak tersisihkan pada pengolahan tingkat pertama. Oleh karena itu, unit-unit pada pengolahan
tingkat ini umumnya terdiri dari unit-unit pengolahan biologis. Pada unit ini biasanya
ditambahkan unit pengolahan lumpur yang berfungsi untuk mereduksi lumpur, mengontrol
pembusukan, dan memanfaatkannya untuk kebutuhan lain. Alternatif pengolahan tingkat II ini
berkaitan dengan unit pengolahan biologis sebagai berikut:
1. Alternatif I, menggunakan unit lumpur aktif (activated sludge);

I - 32
Pengolahan Activated Pengolahan
Bak sedimentasi II
tingkat I sludge tingkat III

Pengolahan
lumpur

Gambar 1.10 Diagram alir Pengolahan tingkat II (activated sludge)


Sumber: Asumsi,2004
2. Alternatif II, menggunakan unit trickling filter (TF);

Pengolahan Trickling Pengolahan


Bak sedimentasi II
tingkat I filter tingkat III

Pengolahan
lumpur

Gambar 1.11 Diagram alir Pengolahan tingkat II (trickling filter)


Sumber: Asumsi,2004

3. Alternatif III, menggunakan unit aerated lagoon.

Pengolahan Aerated Pengolahan


Bak sedimentasi II
tingkat I lagoon tingkat III

Pengolahan
lumpur

Gambar 1.12 Diagram alir Pengolahan tingkat II (aerated lagoon)


Sumber: Asumsi,2004

1.4.1.3 Pengolahan Tingkat III


Solid yang dihilangkan pada pengolahan air buangan merupakan hasil sampingan yang cukup
penting dari suatu proses pengolahan. Hal ini disebabkan oleh besarnya volume sludge yang
dihasilkan serta pengolahan dan pembuangannya merupakan masalah yang kompleks.

Fungsi pengolahan lumpur adalah untuk menurunkan volume lumpur yang dihasilkan dari
pengolahan akhir. Lumpur yang dihasilkan unit pengolahan lumpur diangkut menuju
pembuangan akhir, supernatan hasil pengolahan dikembalikan lagi ke unit pengolahan
biologis untuk diolah lagi.
Unit-unit pengolahan yang biasa digunakan antara lain:
♠ Sludge Thickener (Gravity Thickener)

I - 33
Fungsi dari bangunan ini adalah untuk meningkatkan kandungan solid dengan cara
memisahkan sebagian cairan yang terdapat dalam lumpur. Lumpur mempunyai kadar air
yang besar, untuk mengurangi kadar air dilakukan dengan pengentalan lumpur kemudian
dikeringkan. Lumpur yang akan diolah berasal dari bak pengendap I dan bak pengendap
II.
♠ Anaerobic Sludge Digestion
 Digestion dengan kecepatan standar, dalam operasionalnya, lumpur dimasukkan ke
dalam zona dimana pencemaran lumpur dilakukan dan gas telah dibebaskan. Lumpur
dipanaskan dengan penukar panas eksternal. Seperti gas yang muncul di permukaan,
partikel lumpur dan material lain seperti minyak, lemak akan muncul membentuk
lapisan buih. Akibat dari digestion tersebut, lumpur terbagi-bagi dengan membentuk
lapisan supernatan di atas digesting lumpur. Digestion dengan kecepatan standar
biasanya dipakai untuk instalasi yang kecil.
 Digestion dengan kecepatan tinggi, berbeda dengan digestion kecepatan standar,
digestion ini dalam prosesnya mempunyai loading rate padatan yang lebih besar.
Lumpur dicampur dengan menggunakan resilkulasi gas, pencampur mekanis, pompa
dan lumpur dipanaskan untuk memperoleh kecepatan digestion yang optimum.
Lumpur sebaiknya dipompakan ke digester secara terus menerus atau tepatnya 30
menit untuk siklus selama dua jam untuk memelihara agar kondisi dalam reaktor tetap
konstan.
 Digestion seri, dalam proses ini, tangki pertama untuk digestion, pemanasan dan
fasilitas pencampuran. Tangki kedua dipakai untuk menampung lumpur yang telah
didigest dan untuk membentuk supernatan yang bersih.

♠ Sludge Drying Bed


Lumpur endapan yang telah diendapkan pada sludge digester dikeringkan pada bidang
pengering lumpur (sludge drying bed) yang berupa saringan pasir. Lumpur yang dialirkan
kemudian pasir tersebut akan mengalami proses pengeringan dengan cara:
 Evaporasi;
 Merembesnya air secara gravitasi dari lumpur ke dalam media pengering.

1.4.2 Keuntungan dan Kerugian Alternatif Pengolahan Air Buangan


Pada Tabel 1.25 berikut akan ditampilkan perbandingan keuntungan dan kerugian dari
altertif-alterntif pengolahan air buangan pada masing-masing tingkat.
Tabel 1.25 Keuntungan dan Kerugian Alternatif Pengolahan Air
Buangan
Pengolahan Alternatif Keuntungan Kerugian
Tingkat I • Investasi lebih murah. • Variasi debit tidak terkontrol;
Tanpa TAR • Beban unit pengolahan berikutnya
cukup besar sehingnga dimensi
bangunannya pun lebih besar.
Dengan TAR on-line • Meningkatkan kinerja • Biaya investasi awal tinggi.
proses biologis;
• Kualitas efluen dan kinerja
unit berikutnya meningkat;
• Mengurangi luas/dimensi
unit berikutnya.

I - 34
• Meningkatkan kinerja • Biaya investasi awal tinggi.
Dengan TAR off-line proses biologis;

• Efesiensi pengolahan BOD • Memerlukan tenaga ahli dan


tinggi; terlatih untuk menjaga performa
Activated sludge • Investasi awal lebih rendah unit;
dibanding trckling filter. • Memerlukan energi untuk
menjalankan aerator.
• Operasi dan perawatan • Biaya investasi awal lebih besar
lebih mudah; dibandingkan dengan activated
Tingkat II sludge.
Trickling filter • Hanya memerlukan energi
untuk pemompaan;
• Biaya pengoperasian lebih
kecil.
• Biaya investasi awal lebih • Memerlukan lahan yang luas;
Aerated lagoon rendah • Memerlukan pengontrolan
terhadap bau.
• Proses pengolahan lebih • Investasi awal tinggi;
Sludge thickener,
anaerobic sludge
kompleks dan sempurna; • Biaya operasional dan perawatan
Tingkat III
digestion, dan sludge • Hasil yang diharapkan akan tinggi.
drying bed lebih memenuhi baku
mutu.
Sumber: Dari berbagai sumber.

1.5 Alternatif Terpilih


Alternatif terpilih merupakan alternatif yang akan digunakan untuk perencanaan bangunan
pengolahan air buangan Kota A. Alternatif terpilih ini dipilih dengan pertimbangan memiliki
biaya investasi dan operasi serta perawatan yang lebih murah dengan hasil atau kinerja unit
yang optimal. Dengan merujuk pada Tabel 1.25 tentang perbandingan keuntungan dan
kerugian dari masing-masing alternatif maka alternatif terpilih untuk perencanaan bangunan
pengolahan air buangan Kota A adalah:
1. Pengolahan tingkat I dengan TAR on-line karena dapat mengurangi beban
pengolahan untuk unit biologis berikutnya;
2. Pengolahan tingkat II dengan menggunakan trickling filter karena lebih
mudah dan murah dalam pengoperasian dan perawatan;
3. Pengolahan tingkat III dengan menggunakan kombinasi unit sludge
thickener, anaerobic sludge digestion dan drying bed agar diperoleh hasil yang memenuhi
baku mutu.

I - 35
Sump Screw Saluran Grit Bak sedimentasi I TAR
influen
well pump pembawa Bar screen Chamber

lumpur

Drying Sludge Sludge


bed digestion thickener Resirkulasi
lumpur

air
lumpur

Badan air Tangki Trickling


penerima kontak Bak sedimentasi II filter

Cl2 atau
Ca(OCl)2

Gambar 1.13 Diagram Pengolahan Air Buangan Terpilih

I -36

Anda mungkin juga menyukai