2009-11-26 21:56:00
Walaupun perairan laut kita cukup luas yang dihuni oleh berbagai jenis
sumberdaya ikan, ternyata mempunyai keterbatasan. Selain masalah
lingkungan alam yang membatasinya yaitu habitat tempat hidupnya,
sumberdaya ikan sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia, terlebih
dengan meningkatnya permintaan akan sumberdaya protein bagi kebutuhan
manusia.
Kepadatan Nelayan
Pembangunan perikanan di waktu yang lalu, khususnya pada era orde baru
mengalami kemajuan yang cukup berarti dengan meningkatnya produksi
perikanan dari sekitar 1 juta ton pada tahun 1970 menjadi lebih dari 4
juta ton pada tahun 2000 atau meningkat empat kali lipat dalam kurun
waktu 30 tahun. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan jumlah
kapal serta penggunaan alat-alat penangkapan yang semakin canggih.
Pada tahun 1986, Pemerintah juga mulai mengijinkan kapal-kapal asing
untuk menangkap ikan di perairan kita sehingga mau tidak mau juga ikut
meningkatkan hasil tangkapan. Sayangnya kapal-kapal asing itu tidak
mendaratkan ikannya di pelabuhan kita tapi langsung dibawa ke
negaranya, sehingga kita tidak memperoleh data tangkapan yang pasti.
Banyak sudah tulisan para peneliti dalam berbagai forum seminar atau
workshop yang menyebutkan bahwa beberapa jenis ikan di berbagai
kawasan Indonesia khususnya di mana terjadi kepadatan nelayan
mengalami overfishing. Daerah yang sering disebutkan adalah kawasan
pantai Selat Malaka, pantai Utara Jawa dan pantai Sulawesi Selatan.
Bahkan akhir-akhir ini di perairan Arafura banyak kapal-kapal asing
yang menangkap di sana. Selain hasil tangkapan para nelayan semakin
sedikit, ukuran ikan yang ditangkap juga semakin kecil. Kepadatan
nelayan ini terjadi akibat tidak dikendalikannya secara baik ijin
penangkapan.
Bahkan hingga saat ini walaupun ada ijin penangkapan bagi kapal-kapal
di atas ukuran 30 GT oleh Pemerintah pusat, tidak ada Pemerintah
Daerah yang membatasi jumlah ijin penangkapan bagi kapal-kapal yang
berukuran 30 GT ke bawah, kecuali untuk perikanan lemuru di Selat
Bali. Khusus di Selat Bali sudah ada kesepakatan antara Pemerintah
Propinsi Bali dan Jawa Timur dalam membatasi jumlah armada penangkapan
ikan lemuru di sana sejak tahun 1977.
Jika ini terjadi maka pajak pendapatan negara dari individu pelaku
penangkapan dengan sendirinya akan menurun, disamping keadaan
sumberdayanya sendiri akan semakin memprihatinkan yang ditandai dengan
gejala-gejala yang diakibatkan oleh overfishing. Dengan kata lain,
meningkatkan pendapatan daerah melalui PAD dari sektor perikanan kalau
tidak dikendalikan dengan baik dapat disamakan sebagai upaya bunuh
diri. Uraian singkat di atas menunjukan bahwa overfishing bukanlah
merupakan suatu sebab melainkan merupakan akibat dari pengelolaan
perikanan yang tidak baik.
Salah satu pedoman dalam kode etik itu adalah kewajiban para pelaku
penangkapan untuk memberikan data yang benar kepada Pemerintah sebagai
dasar dalam menentukan jumlah alokasi kapal. Bila data yang dipakai
dalam kebijakan pemberian alokasi jumlah kapal tidak benar, maka dapat
berakibat kebijakannya menjadi tidak benar.
Apabila kebijakan yang dirumuskan tidak benar, misalnya jumlah kapal
terlalu banyak, maka yang rugi adalah para pelaku penangkapan itu
sendiri. Oleh karenanya data dan informasi hasil tangkapan dari para
pelaku penangkapan menjadi syarat mutlak bagi terselengganya proses
perijinan yang kuat, disamping perlunya kepatuhan para pelaku
penangkapan terhadap aturan main yang ada.
http://agromaret.com/artikel/73/overfishing_bagaimana_mengatasinya