Anda di halaman 1dari 11

ANALISA KEBIJAKAN PERMODALAN DALAM

MENDUKUNGPENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL


DAN MENENGAH
STUDI KASUS PROVINSI BALI

Oleh :

Ni Ketut Ayu Paramita Dewi

(08810331190014)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

2010
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia sedang gencar melakukan pembangunan yang
berkesinambungan untuk kembali bangkit dari keterpurukan akibat krisis ekonomi
yang dialami pada tahun 1997 lalu. Kejadian tersebut menjadi cambuk bagi
bangsa Indonesia untuk selalu waspada dan matang dalam membuat kebijakan
pembangunan guna menciptakan fondasi perekonomian yang kuat dan dapat
meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Hal ini dilakukan melalui
pembangunan ekonomi yang merata dan diimbangi dengan kehidupan sosial,dan
politik yang demokratis dan berkeadilan.
Struktur perekonomian Indonesia masih terkonsentrasi di pulau Jawa,Bali dan
Sumatera. Diantara ketiganya, pulau Jawa masih menduduki peringkat pertama
mobilitas perekonomian. Dari pulau Jawa ini secara khusus daerah DKI Jakarta
merupakan daerah perekonomian yang paling tinggi perkembangannya dibanding
daerah lain. Hal ini diindikasikan oleh jumlah uang beredar, alokasi kredit, pajak,
dan alokasi sumberdaya produktif lainnya. Struktur perekonomian nasional masih
mengandung berbagai ketimpangan, dengan pertumbuhan yang masih berpusat di
Jakarta dan sekitarnya. Untuk itu, perlu ada komitmen bersama guna
menumbuhkan pusat-pusat aktivitas ekonomi di daerah melalui reformasi
pembangunan ekonomi yang mampu mengembangkan sumberdaya lokal dan
menggerakkan ekonomi rakyat yang lebih produktif dan berdaya saing.
Komitmen yang kuat ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan salah satu tujuan negara adalah
memajukan kesejahteraan umum, yang berarti kemakmuran masyarakat yang
diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) merupakan representasi rakyat Indonesia dalam kehidupan
ekonomi nasional, sehingga perlu diberikan prioritas yang tinggi dalam
pembangunan nasional. Untuk itu, perlu disusun rencana pemberdayaan UMKM
di Indonesia yang terintegrasi, sistematis, dan berkelanjutan. UMKM pada
umumnya berbasis sumber daya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor,
serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, sehingga pembangunan
UMKM diyakini akan memperkuat fondasi perekonomian nasional.
Perekonomian Indonesia akan memiliki fundamental yang kuat jika UMKM dan
koperasi telah menjadi pelaku utama yang produktif dan berdaya saing dalam
perekonomian nasional. Untuk itu, pemberdayaan UMKM menjadi prioritas
utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Berdasarkan data BPS 2006, jumlah UMKM pada tahun yang sama sebanyak 48,9
juta unit atau sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada. Unit-unit
tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 96,2 persen.
Berdasarkan data ini tergambar bahwa UMKM merupakan andalan masyarakat
dalam menopang perekonomian mereka. Disamping itu, UMKM terbukti dapat
membantu pemerintah dalam upaya menyediakan lapangan kerja. UMKM
bergerak hampir di semua sektor ekonomi dan berlokasi di seluruh daerah.
Khusus usaha berskala mikro dan kecil, masih berada dalam keadaan tertinggal
dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang lain. Namun peran atau kontribusinya
tidak kalah penting dalam menunjang perekonomian nasional.

1.2 Perumusan Masalah


Salah satu kendala utama dalam perkembangan UMKM adalah langkanya
sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi modal mendukung
produksi. Akses UMKM terhadap institusi keuangan atau pendanaan memang
masih relatif terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Negara Koperasi
dan UKM Suryadharma Ali bahwa dari sejumlah unit usaha itu sebanyak 99,96%
merupakan usaha mikro dan kecil. Namun demikian perkembangan UMKM
umumnya masih mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai
dengan yang diharapkan. Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam
pengembangan usaha UMKM antara lain adalah keterbatasan modal yang dimiliki
dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Modal yang
diperlukan untuk mengembangkan usaha kecil menengah dan koperasi lebih
banyak mengandalkan modal pribadi dan perputaran hasil usaha yang diperoleh.
Kendala lainnya adalah tingkat produktivitas usaha dan produktivitas tenaga kerja
relatif rendah, nilai tambah rendah, pangsa pasar di dalam negeri dan ekspor
masih rendah, jumlah investasi rendah, jangkauan pasar terbatas, jaringan usaha
terbatas, permodalan dan akses pembiayaan terbatas, kualitas SDM terbatas, dan
manajemen yang umumnya belum profesional, serta belum adanya pemisahan
yang tegas antara keuangan pribadi dengan keuangan perusahaan.
Selain itu masih ditemukan adanya mekanisme pasar yang distortif, termasuk
regulasi dan retribusi yang dasar hukumnya kurang kuat dan proses perizinan
yang kurang transparan, serta lemahnya koordinasi antar badan/ lembaga yang
mengembangkan program pembinaan UMKM. Keadaan demikian menyebabkan
UMKM menanggung beban biaya transaksi yang besar.
Kondisi dan permasalahan tersebut di atas, memperlihatkan masih adanya
masalah yang perlu segera diidentifikasi sehubungan dengan upaya pemerintah
dalam menerapkan kebijakan untuk mendukung pengembangan usaha mikro,
kecil dan menengah khususnya mengenai permodalannya. Adapun yang menjadi
pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan UMKM di Provinsi Bali
2. Kendala apa yang paling sering dihadapi UMKM dalam memperoleh fasilitas
permodalan?
3. Bagaimana dukungan pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan
bagi UMKM di daerahnya dalam memperoleh permodalan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan atau pelaksanaan
kebijakan permodalan UMKM di Provinsi Bali. Dari analisa ini akan diperoleh
gambaran perkembangan UMKM, kendala-kendala yang paling sering dihadapi
UMKM dalam memperoleh fasilitas permodalan dan gambaran dukungan
pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan bagi UMKM di daerahnya
dalam memperoleh permodalan.
Hasil temuan penelitian lapangan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi
bagi para pembuat kebijakan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
rekomendasi bagi DPR dalam mengatur lebih lanjut hal-hal yang terkait
permodalan UMKM dalam undang-undang yang terkait.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM) Pasal 1 angka (1), (2), dan (3), Usaha
Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UU
UMKM. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU
UMKM. Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan
Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam UU UMKM. Adapun kriteria UMKM diatur
dalam UU UMKM Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3). Usaha Mikro memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta. Usaha
Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta – Rp 500 juta, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar. Sedangkan Usaha Menengah
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta – Rp 10 miliar, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp 2, 5 miliar – Rp 50 miliar.
2.2 Modal
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap usaha atau perusahaan membutuhkan
dana atau biaya untuk dapat beroperasi. Hal ini sebenarnya menjadi persoalan
yang dihadapi hampir semua pengusaha, karena untuk memulai usaha dibutuhkan
pengeluaran sejumlah uang sebagai modal awal. Pengeluaran tersebut untuk
membeli bahan baku dan penolong, alat-alat dan fasilitas produksi serta
pengeluaran operasional lainnya. Melalui barang-barang yang dibeli tersebut
perusahaan dapat menghasilkan sejumlah output yang kemudian dapat dijualnya
untuk mendapat sejumlah uang pengembalian modal dan keuntungan. Bagian
keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar menghasilkan
uang sebagai keuntungan dalam jumlah yang lebih besar lagi, dan seterusnya
begitu sampai pengusaha mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan atau target.
Tambunan5 menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi yang
sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar.
Sedangkan Budiwati menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal
merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu
usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha
tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini
menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu
kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha,
maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal
untuk usahanya.
Mengutip Suryadi Prawirosentono, lebih lanjut Budiwati menjelaskan bahwa
modal adalah salah satu faktor penting diantara berbagai faktor produksi yang
diperlukan. Bahkan modal merupakan faktor produksi penting untuk pengadaan
faktor produksi seperti tanah, bahan baku, dan mesin. Tanpa modal tidak mungkin
dapat membeli tanah, mesin, tenaga kerja dan teknologi lain.
Pengertian modal adalah “suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun yang
tidak diperdagangkan dalam kegiatan bisnis sehari-hari.
Modal merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat
menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan datang dan dinyatakan dalam
nilai uang. Modal dalam bentuk uang pada suatu usaha mengalami perubahan
bentuk sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan usaha, yakni:
(1) sebagian dibelikan tanah dan bangunan;
(2) sebagian dibelikan persediaan bahan;
(3) sebagian dibelikan mesin dan peralatan; dan
(4) sebagian lagi disimpan dalam bentuk uang tunai (cash).
Selain sebagai bagian terpenting di dalam proses produksi, modal juga merupakan
faktor utama dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam
pengembangan perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan jumlah produksi
yang menghasilkan keuntungan atau laba bagi pengusaha.
Selanjutnya, mengutip Bambang Riyanto, Budiwati menjelaskan
pentingnya faktor modal bagi suatu usaha sebagai berikut: “Modal kerja sangat
berpengaruh terhadap berjalannya operasi suatu perusahaan sehingga modal kerja
harus senantiasa tersedia dan terus menerus diperlukan bagi kelancaran usaha,
dengan modal yang cukup akan dapat diproduksi optimal dan apabila dilakukan
penambahan modal maka produksi akan meningkat lebih besar lagi.” Dengan
tersedianya modal maka usaha akan berjalan lancar sehingga akan
mengembangkan modal itu sendiri melalui suatu proses kegiatan usaha. Modal
yang digunakan dapat merupakan modal sendiri seluruhnya atau merupakan
kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Kumpulan berbagai
sumber modal akan membentuk suatu kekuatan modal yang ditanamkan guna
menjalankan usaha. Modal yang dimiliki tersebut jika dikelola secara optimal
maka akan meningkatkan volume penjualan.
Modal dapat dibedakan atas pengertian sempit dan yang luas. Dalam arti sempit,
modal sering diartikan sebagai uang atau sejumlah dana untuk membiayai suatu
usaha atau kegiatan. Dalam arti luas, modal diartikan sebagai segala sesuatu
(benda modal: uang, alat, benda-benda, jasa) yang dapat digunakan untuk
menghasilkan lebih lanjut. Dilihat dari segi fungsinya modal dapat dibedakan atas
modal individu dan modal sosial. Modal individu adalah tiap-tiap benda yang
memberikan pendapatan bagi pemiliknya. Modal social adalah setiap produk yang
digunakan untuk produksi selanjutnya. Dengan modal maka produksi dapat
berjalan dan produktivitas menjadi tinggi.
Khusus untuk UMKM yang berbadan hukum perseroan, mengenai modal
ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dimana
dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (1) bahwa “Modal dasar Perseroan terdiri atas
seluruh nilai niminal saham.” Selanjutnya pada Pasal 32 ayat (1) dinyatakan
bahwa “Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).”
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu analisis dengan
mendasarkan pada data primer dan sekunder, yang kemudian dari hasil
pembahasan diambil kesimpulan dan rekomendasi.

3.2 Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara mendalam guna memperoleh keterangan yang
lengkap dari pihak-pihak yang mengetahui pasti dan berhubungan erat UMKM
dan pengembangannya. Adapun pihak yang dijadikan sumber data primer ini di
Provinsi Bali dan Sulawesi Utara ini adalah Kepala Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk mengetahui rencana prioritas
pembangunan daerah khususnya yang berhubungan dengan pengembangan
UMKM, Kepala Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah untuk
mengetahui perkembangan UMKM, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan
untuk mengetahui perkembangan perdagangan yang dilakukan UMKM. Untuk
memperoleh gambaran dukungan sektor keuangan terhadap UMKM maka Bank
Indonesia di daerah dipilih menjadi sumber data primer untuk mengetahui
kebijakan penyaluran keuangan atas dasar karakteristik daerah dan PT.
Permodalan Nasional Madani sebagai salah satu perusahaan penyalur keuangan
untuk UMKM.
Disamping itu, untuk memperkaya sumber data primer di Provinsi Bali
maka dilakukan wawancara dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah
dan untuk provinsi Sulawesi Utara melakukan wawancara dengan Ketua
Kerukunan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk
melakukan mengetahui apakah kebijakan pemerintah dalam mendukungan
permodalan bagi UMKM ini dapat dirasakan para pelaku usaha dan harapannya
atas kebijakan yang diterapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
literatur dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, buku, internet dan data
yang diperoleh Badan Pusat Statistik.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian adalah daerah Provinsi Bali.Alasan dipilihnya provinsi
Bali ini sebagai daerah penelitian adalah karena daerah ini diketahui merupakan
salah satu daerah yang memiliki perkembangan UMKM yang cukup besar dan
memiliki pasar bukan hanya di tingkat nasional tapi sudah merambah tingkat
internasional. Penelitian di Provinsi Bali dilakukan pada tanggal 8 – 14 April
2010.

Anda mungkin juga menyukai