Indonesia sedang gencar melakukan pembangunan yang berkesinambungan untuk kembali bangkit dari keterpurukan akibat krisis ekonomi yang dialami pada tahun 1997 lalu. Kejadian tersebut menjadi cambuk bagi bangsa Indonesia untuk selalu waspada dan matang dalam membuat kebijakan pembangunan guna menciptakan fondasi perekonomian yang kuat dan dapat meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Hal ini dilakukan melalui pembangunan ekonomi yang merata dan diimbangi dengan kehidupan sosial,dan politik yang demokratis dan berkeadilan. Struktur perekonomian Indonesia masih terkonsentrasi di pulau Jawa,Bali dan Sumatera. Diantara ketiganya, pulau Jawa masih menduduki peringkat pertama mobilitas perekonomian. Dari pulau Jawa ini secara khusus daerah DKI Jakarta merupakan daerah perekonomian yang paling tinggi perkembangannya dibanding daerah lain. Hal ini diindikasikan oleh jumlah uang beredar, alokasi kredit, pajak, dan alokasi sumberdaya produktif lainnya. Struktur perekonomian nasional masih mengandung berbagai ketimpangan, dengan pertumbuhan yang masih berpusat di Jakarta dan sekitarnya. Untuk itu, perlu ada komitmen bersama guna menumbuhkan pusat-pusat aktivitas ekonomi di daerah melalui reformasi pembangunan ekonomi yang mampu mengembangkan sumberdaya lokal dan menggerakkan ekonomi rakyat yang lebih produktif dan berdaya saing. Komitmen yang kuat ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan salah satu tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum, yang berarti kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan representasi rakyat Indonesia dalam kehidupan ekonomi nasional, sehingga perlu diberikan prioritas yang tinggi dalam pembangunan nasional. Untuk itu, perlu disusun rencana pemberdayaan UMKM di Indonesia yang terintegrasi, sistematis, dan berkelanjutan. UMKM pada umumnya berbasis sumber daya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, sehingga pembangunan UMKM diyakini akan memperkuat fondasi perekonomian nasional. Perekonomian Indonesia akan memiliki fundamental yang kuat jika UMKM dan koperasi telah menjadi pelaku utama yang produktif dan berdaya saing dalam perekonomian nasional. Untuk itu, pemberdayaan UMKM menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Berdasarkan data BPS 2006, jumlah UMKM pada tahun yang sama sebanyak 48,9 juta unit atau sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada. Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 96,2 persen. Berdasarkan data ini tergambar bahwa UMKM merupakan andalan masyarakat dalam menopang perekonomian mereka. Disamping itu, UMKM terbukti dapat membantu pemerintah dalam upaya menyediakan lapangan kerja. UMKM bergerak hampir di semua sektor ekonomi dan berlokasi di seluruh daerah. Khusus usaha berskala mikro dan kecil, masih berada dalam keadaan tertinggal dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang lain. Namun peran atau kontribusinya tidak kalah penting dalam menunjang perekonomian nasional.
1.2 Perumusan Masalah
Salah satu kendala utama dalam perkembangan UMKM adalah langkanya sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi modal mendukung produksi. Akses UMKM terhadap institusi keuangan atau pendanaan memang masih relatif terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali bahwa dari sejumlah unit usaha itu sebanyak 99,96% merupakan usaha mikro dan kecil. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha UMKM antara lain adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Modal yang diperlukan untuk mengembangkan usaha kecil menengah dan koperasi lebih banyak mengandalkan modal pribadi dan perputaran hasil usaha yang diperoleh. Kendala lainnya adalah tingkat produktivitas usaha dan produktivitas tenaga kerja relatif rendah, nilai tambah rendah, pangsa pasar di dalam negeri dan ekspor masih rendah, jumlah investasi rendah, jangkauan pasar terbatas, jaringan usaha terbatas, permodalan dan akses pembiayaan terbatas, kualitas SDM terbatas, dan manajemen yang umumnya belum profesional, serta belum adanya pemisahan yang tegas antara keuangan pribadi dengan keuangan perusahaan. Selain itu masih ditemukan adanya mekanisme pasar yang distortif, termasuk regulasi dan retribusi yang dasar hukumnya kurang kuat dan proses perizinan yang kurang transparan, serta lemahnya koordinasi antar badan/ lembaga yang mengembangkan program pembinaan UMKM. Keadaan demikian menyebabkan UMKM menanggung beban biaya transaksi yang besar. Kondisi dan permasalahan tersebut di atas, memperlihatkan masih adanya masalah yang perlu segera diidentifikasi sehubungan dengan upaya pemerintah dalam menerapkan kebijakan untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah khususnya mengenai permodalannya. Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan UMKM di Provinsi Bali 2. Kendala apa yang paling sering dihadapi UMKM dalam memperoleh fasilitas permodalan? 3. Bagaimana dukungan pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan bagi UMKM di daerahnya dalam memperoleh permodalan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan atau pelaksanaan kebijakan permodalan UMKM di Provinsi Bali. Dari analisa ini akan diperoleh gambaran perkembangan UMKM, kendala-kendala yang paling sering dihadapi UMKM dalam memperoleh fasilitas permodalan dan gambaran dukungan pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan bagi UMKM di daerahnya dalam memperoleh permodalan. Hasil temuan penelitian lapangan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi DPR dalam mengatur lebih lanjut hal-hal yang terkait permodalan UMKM dalam undang-undang yang terkait. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM) Pasal 1 angka (1), (2), dan (3), Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UU UMKM. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU UMKM. Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UU UMKM. Adapun kriteria UMKM diatur dalam UU UMKM Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3). Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta. Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta – Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar. Sedangkan Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta – Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2, 5 miliar – Rp 50 miliar. 2.2 Modal Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap usaha atau perusahaan membutuhkan dana atau biaya untuk dapat beroperasi. Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang dihadapi hampir semua pengusaha, karena untuk memulai usaha dibutuhkan pengeluaran sejumlah uang sebagai modal awal. Pengeluaran tersebut untuk membeli bahan baku dan penolong, alat-alat dan fasilitas produksi serta pengeluaran operasional lainnya. Melalui barang-barang yang dibeli tersebut perusahaan dapat menghasilkan sejumlah output yang kemudian dapat dijualnya untuk mendapat sejumlah uang pengembalian modal dan keuntungan. Bagian keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar menghasilkan uang sebagai keuntungan dalam jumlah yang lebih besar lagi, dan seterusnya begitu sampai pengusaha mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan atau target. Tambunan5 menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Sedangkan Budiwati menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya. Mengutip Suryadi Prawirosentono, lebih lanjut Budiwati menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor penting diantara berbagai faktor produksi yang diperlukan. Bahkan modal merupakan faktor produksi penting untuk pengadaan faktor produksi seperti tanah, bahan baku, dan mesin. Tanpa modal tidak mungkin dapat membeli tanah, mesin, tenaga kerja dan teknologi lain. Pengertian modal adalah “suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan bisnis sehari-hari. Modal merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan datang dan dinyatakan dalam nilai uang. Modal dalam bentuk uang pada suatu usaha mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan usaha, yakni: (1) sebagian dibelikan tanah dan bangunan; (2) sebagian dibelikan persediaan bahan; (3) sebagian dibelikan mesin dan peralatan; dan (4) sebagian lagi disimpan dalam bentuk uang tunai (cash). Selain sebagai bagian terpenting di dalam proses produksi, modal juga merupakan faktor utama dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam pengembangan perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan atau laba bagi pengusaha. Selanjutnya, mengutip Bambang Riyanto, Budiwati menjelaskan pentingnya faktor modal bagi suatu usaha sebagai berikut: “Modal kerja sangat berpengaruh terhadap berjalannya operasi suatu perusahaan sehingga modal kerja harus senantiasa tersedia dan terus menerus diperlukan bagi kelancaran usaha, dengan modal yang cukup akan dapat diproduksi optimal dan apabila dilakukan penambahan modal maka produksi akan meningkat lebih besar lagi.” Dengan tersedianya modal maka usaha akan berjalan lancar sehingga akan mengembangkan modal itu sendiri melalui suatu proses kegiatan usaha. Modal yang digunakan dapat merupakan modal sendiri seluruhnya atau merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Kumpulan berbagai sumber modal akan membentuk suatu kekuatan modal yang ditanamkan guna menjalankan usaha. Modal yang dimiliki tersebut jika dikelola secara optimal maka akan meningkatkan volume penjualan. Modal dapat dibedakan atas pengertian sempit dan yang luas. Dalam arti sempit, modal sering diartikan sebagai uang atau sejumlah dana untuk membiayai suatu usaha atau kegiatan. Dalam arti luas, modal diartikan sebagai segala sesuatu (benda modal: uang, alat, benda-benda, jasa) yang dapat digunakan untuk menghasilkan lebih lanjut. Dilihat dari segi fungsinya modal dapat dibedakan atas modal individu dan modal sosial. Modal individu adalah tiap-tiap benda yang memberikan pendapatan bagi pemiliknya. Modal social adalah setiap produk yang digunakan untuk produksi selanjutnya. Dengan modal maka produksi dapat berjalan dan produktivitas menjadi tinggi. Khusus untuk UMKM yang berbadan hukum perseroan, mengenai modal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dimana dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (1) bahwa “Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai niminal saham.” Selanjutnya pada Pasal 32 ayat (1) dinyatakan bahwa “Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).” BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu analisis dengan mendasarkan pada data primer dan sekunder, yang kemudian dari hasil pembahasan diambil kesimpulan dan rekomendasi.
3.2 Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam guna memperoleh keterangan yang lengkap dari pihak-pihak yang mengetahui pasti dan berhubungan erat UMKM dan pengembangannya. Adapun pihak yang dijadikan sumber data primer ini di Provinsi Bali dan Sulawesi Utara ini adalah Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk mengetahui rencana prioritas pembangunan daerah khususnya yang berhubungan dengan pengembangan UMKM, Kepala Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah untuk mengetahui perkembangan UMKM, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk mengetahui perkembangan perdagangan yang dilakukan UMKM. Untuk memperoleh gambaran dukungan sektor keuangan terhadap UMKM maka Bank Indonesia di daerah dipilih menjadi sumber data primer untuk mengetahui kebijakan penyaluran keuangan atas dasar karakteristik daerah dan PT. Permodalan Nasional Madani sebagai salah satu perusahaan penyalur keuangan untuk UMKM. Disamping itu, untuk memperkaya sumber data primer di Provinsi Bali maka dilakukan wawancara dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri Daerah dan untuk provinsi Sulawesi Utara melakukan wawancara dengan Ketua Kerukunan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melakukan mengetahui apakah kebijakan pemerintah dalam mendukungan permodalan bagi UMKM ini dapat dirasakan para pelaku usaha dan harapannya atas kebijakan yang diterapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, buku, internet dan data yang diperoleh Badan Pusat Statistik.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah daerah Provinsi Bali.Alasan dipilihnya provinsi Bali ini sebagai daerah penelitian adalah karena daerah ini diketahui merupakan salah satu daerah yang memiliki perkembangan UMKM yang cukup besar dan memiliki pasar bukan hanya di tingkat nasional tapi sudah merambah tingkat internasional. Penelitian di Provinsi Bali dilakukan pada tanggal 8 – 14 April 2010.