Anda di halaman 1dari 5

Anestesi Spinal Pada Pasien Hernia Inguinal

Lateralis Dekstra Dengan Staus Fisik ASA I


M. Arif Darmawan

Dibuat oleh: M Arif Darmawan,Modifikasi terakhir pada Mon 27 of Sep, 2010 [04:28 UTC]

Abstrak

Telah dilaporkan seorang laki- laki 50 tahun datang dengan keluhan nyeri benjolan di
selangkangan. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis Hernia Inguinalis
Lateralis Dekstra Repponibel. Pada pasien akan dilakukan herniotomi dengan anestesi spinal
dengan teknik subarachnoid block. Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi regional dapat dibagi
menjadi 2, yaitu Blok sentral (blok neuroaxial) meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal, dan
Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena,
dan lain-lainnya. Hernia inguinalis lateralis sering dijumpai pada pria dan penyakit ini
memerlukan suatu tindakan pembedahan. 

Kata kunci:Anestesi spinal , regiona, subarachnoid block.

Kasus

Seorang laki-laki 50 tahun datang ke poliklinik  dengan keluhan terdapat benjolan di


selangkangan kanan sejak ±6 bulan yang lalu. Benjolan dapat keluar masuk. Kadang benjolan
membesar ketika pasien mengangkat beban dan ketika pasien jalan, namun ketika pasien tiduran
benjolan dapat masuk. Benjolan tersebut tidak nyeri, lunak dan tidak mengeluarkan cairan. Tidak
terdapat nyeri perut , mual, muntah , nyeri kepala, batuk . BAB dan BAK normal. Riwayat
hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi disangkal. Riwayat anestesi
sebelumnya disangkal.

Dari pemeriksaan didapatkan, keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 16 x/menit, suhu 36,7 oC. Pemeriksaan kepala-leher,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, hidung, mulut, mandibula tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan thorak, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Status Lokalis pada
regio Inguinalis dextra teraba benjolan diameter + 4 cm, konsistensi lunak, tunggal, bisa
dimasukkan lagi (reponibel), tak nyeri dan tak panas. Pemeriksaan penunjang : darah lengkap
Hb   13,5 g/dL, Hmt  29, Angka Leukosit4,5 103/uL,  Angka Eritrosit  4,64 106/uL, Angka
Trombosit 245 103/uL, BT  2’00”, CT 6’00”, Ureum 24,6 mg/dl, Kreatinin 0,94 mg/dl. Foto
Thorax diperoleh Pulmo dan besar cor normal.

Diagnosis

 Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Repponibel dengan status fisik ASA I.

Terapi

Pada tindakan anestesi diberikan premedikasi berupa ondansetron 4 mg i.v dan antrain 1000 mgr
i.v, pada induksi anastesi disuntikan secara SAB pada vertebra lumbal 3-4 obat yang digunakan
adalah bupivacain 20mg, kemudian untuk menjaga oksigenasi diberikan O2 3L/m.

Diskusi

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi regional dapat dibagi menjadi 2, yaitu Blok
sentral (blok neuroaxial) meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal, dan Blok perifer (blok saraf),
misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena, dan lain-lainnya. Indikasi
anestesi spinal  pada pasien yaitu akan dilakukannya pembedahan pada daerah anogenital dimana
indikasi untuk anestesi spinal antara lain : bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan
sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan
pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang dikombinasikan dengan anastesia umum
ringan.

Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 63 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalis
Lateralis Dekstra Repponibel dan akan dilakukan herniotomi. Jenis anestesi yang digunakan
adalah regional anastesi-anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada
ruang subarachnoid kanalis spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan teknik anastesi
berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan lokasi operasi, ketrampilan ahli
bedah, ketrampilan ahli anastesi dan pendidikan.

Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:

1.      Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk
maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2.      Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang
punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan
pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.

3.      Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4.      Beri anestetik lokal pada tempat tusukan , misalnya dengan lidokain 1-2 % 2-3 ml.

5.      Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau 25 G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan
penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introducer
sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan
jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel
mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut
dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5
ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 900
biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.

6.      Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.

Pada tindakan anestesi diberikan premedikasi berupa ondansetron 4 mg i.v dan antrain 1000 mgr
i.v, pada induksi anastesi disuntikan secara SAB pada vertebra lumbal 3-4 obat yang digunakan
adalah bupivacain 20mg, kemudian untuk menjaga oksigenasi diberikan O2 3L/m. Ondancentron
adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan muntah pasca
operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Induksi anastesi pada kasus ini adalah
dengan menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg , bupivacain merupakan obat
anastesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel
saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan
asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal
ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf  tersebut berhenti sehingga segala macam
rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia,
sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang
terblock. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga oksigenasi pasien.

Pada anestesi regional seharusnya pasien tidak perlu lagi diberikan obat-obatan induksi intra
Vena seperti ketamin, propovol, dan tiopental, tetapi pada pasien ini tetap diberikan ketamin inta
vena dikarenakan pasien masi tampak gelisah dan kesakitan. Hal ini kemungkinan dikarenakan
kegagalan dalam tindakan anestesi Sub Araknoid Blok ( SAB).

Hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan dalam tindakan Anestesi Regional diantaranya:
1.      Faktor Operator.

Operator tidak kompeten atau kurang mahir dalam melakukan tindakan Sub Arakhnoid Blok,
sehingga obat yang diinjeksikan tidak tepat masuk kedalam ruanga sub arakhnoid sehingga
menyebabkan Tindakan anestesi tidak adekuat atau gagal

2.      Faktor Pasien

Faktor Pasien juga dapat menyebabkan pemberian tindakan anestesi SAB tidak berhasil, pasien
dengan berat badan berlebih memerlukan dosis yang lebih tinggi dari dosis yang umum
digunakan, selain itu pasien dengan ketergantungan alkohol dan obat-obat psikotropika dapat
mengakibatkan ambang toleransi terhadap obat anestesi meningkat sehingga memerlukan dosis
yang lebih tinggi. Faktor genetik juga dapat berpengaruh terhadap ambang toleransi pasien pada
obat-obat anestesi

3. Faktor Obat

Cara penyimpanan dan lama penyimpanan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
tindakan Anestesi, obat yang disimpan terlalu lama dalam Gudang farmasi dapat menyebabkan
Obat kadaluasa sebelum digunakan. Disamping itu cara penyimpanan juga perlu diperhatikan,
obat harus disimpan sesuai suhu yang dianjurkan produsen obat, untuk Obat anestesi SAB
Bupivakain ( Decain) suhu penyimpanan yang dianjurkan dari produsen adalah 15-25 C. Jika
obat ini tidak disimpan pada suhu yang ditentukan dapat mengakibatkan obat rusak dan jika tetap
digunakan dapat mengakibatkan kegagalan dalam tindakan Anestesi.

Komplikasi tindakan pada analgesia spinal berupa hipotensi berat akibat blok simpatis sehingga
terjadi venous pooling, bradikardia, hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi
pusat kendali napas, trauma pembuluh darah

Kesimpulan

Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 63 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalis
Lateralis Dekstra Repponibel dan akan dilakukan herniotomi. Jenis anestesi yang digunakan
adalah regional anastesi-anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada
ruang subarachnoid kanalis spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5.

Referensi

 
Desai,Arjun M.2010. Anestesi. Stanford University School of Medicine. Diakses dari:
http://emedicine.medcape.com

Hariyono, Siswo. 2006. Anetesi regional, aplikasi klinis dan manfaat. Diakses dari:
http://digilib.uns.ac.id

Latief, said. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI  

PENULIS

M. Arif Darmawan, bagian Anestesiologi dan Reanimasi, RSUD Panembahan Senopati Bantul

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Anestesi+Spinal+Pada+Pasien+Hernia+Inguinal+Lateralis+Dekstra+Dengan+Staus+Fisik+ASA+I

Anda mungkin juga menyukai