mungkin dibenak kita profesi hakim ialah pengadil di meja hijau yang
rentan akan praktek penyalahgunaan kewenangan atau yang ngeteren sekarang ini dengan
Mafia Kasus. Dari mulai kasus lokal hingga kasus nasional tak terlepas dari masalah-masalah
hukum dan banyak diantaranya terjadi permainan diantara mereka dan mengasilkan sebuah
keadilan yang fana. Bukan bermaksud untuk mendeskritkan dan mengeneralisasikan profesi
hakim sebagai profesi yang buruk dan tak mengenal istilah kebenaran. Akan tetapi itulah
yang terjadi saat ini atas realita yang ada. Mencoba menganilis profesi lainnya yang berkaitan
dengan dunia hukum hampir semua tak memiliki kredibilitas sebagai mana mestinya.
Contohnya jaksa sering bermain mata dengan tersangka, yang mengakibatkan hukum dapat
diberjualbelikan dengan mencari tuntutan yang karet dan ringan. Belum lagi pihak polisi
yang semakin memperuyam masalah dengan tuduhan ini itu terhadap si pelaku dan terjadilah
pemerasan. Dilain pihak pengacara membela kliennya tak berpikir panjang asalkan sang klien
sanggup membayar sesuai harga yang pantas baik kebenaran ataupun kesalahan sudah
dianggap barang yang halal. Dan terakhir ujung tombak dalam mencari kebenaran yaitu
Hakim terkesan malu-malu tapi mau akan sodoran dari pelaku untuk meminta keringanan
vonis. Inilah problema negeri ini, negeri Indonesia yang dulu disebut dengan macan Asia
sekarang seperti Macan yang pesakitan dalam tidurnya. Bayangkan bagaimana 20 tahun
mendatang apa yang kita wariskan untuk kita, eh tidak terlalu jauh kita berpikir 20 tahun
mungkin kurang lebih sepuluh tahun bila dunia hukum Indonesia tidak segera dibenahi
mungkin kita menyiapkan dana dalam anggaran rumah tangga untuk di anggarkan “amplop
pelicin”. Memang apa adanya saya berkata ini dengan aliran tangan ini tak kunjung berhenti
mengomenntari hancurnya negeri ini dan sudut pandang saya yang dilahirkan dikalangan
orang biasa yang sering tersakiti akan kebrokokan hukum negeri ini. Sebegitukah bobroknya
dunia hukum negeri ini mungkin yang bisa menjawab itu adalah anda sendiri...
Anda yang sekarang berkarya, anda yang sekarang berbuat, anda yang sekarang merubah...
Meskipun sering dinafikan keberadaannya oleh sebagian pihak, namun sesungguhnya harus
disadari secara sungguh-sungguh bahwa Hakim adalah sebuah Jabatan terhormat dan Mulia.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tekhnis Peradilan
Mahkamah Agung RI, DR. Supandi, SH, M. Hum, di hadapan para Cakim TUN angkatan IV
di Megamendung, 15/07.
Menurut DR. Supandi, seseorang ketika telah menjadi sebagai Hakim, maka dia harus sadar
bahwa dia sedang menduduki jabatan yang bukan sembarangan jabatan. ” Hakim ini adalah
jabatan Pengadil. Itu artinya, segenap bangsa Indonesia (Termasuk rakyat pencari keadilan),
manakala rakyat Indonesia ada yang tersangkut dalam sebuah perkara, maka kalau diserahkan
kepada saudara sebagai Hakim, maka hati rakyat akan menjadi tenteram. Karena mereka
yakin, anda adalah Pengadil, yakni sosok yang mampu menyelesaikan perkara itu secara baik
dan sesuai dengan keadilan yang sebaik-baiknya” Tegas mantan Ketua Pengadilan PTUN
Jakarta ini.
Tentunya, dalam menjaga kehormatan Hakim, lanjut Supandi, Hakim harus bisa dan mampu
melakukan itu dengan senantiasa berpedoman pada Pedoman Prilaku Hakim. Menurut Pria
kelahiran Medan ini, Pedoman Prilaku Hakim bukan sekedar kewajiban bagi setiap Hakim,
tapi sebagai pagar atau koridor bagi Hakim dalam menjalanai kehidupannya sebagai Hakim.
”Dalam konteks ini, tanpa adanya sanksi pun, apabila Hakim melakukan sebuah kesalahan,
maka Hakim akan terimbas oleh persepsi Publik sebagai sesuatu yang negatif ” ujara
Kandidat Hakim Agung ini. Menurut Supandi, Hakim merupakan predikat terhormat,
sehingga setiap penampilan dan kepribadian harus memiliki nilai yang mampu menjaga
kehormatan itu. Sang Hakim harus mampu menghargai diri sendiri dengan penampilan yang
rapi dan perpect; sebab ketika persepsi publik yang buruk , maka hal tersebut sulit
direhabilitasi.
Oleh karena itu, ketika menerima dan akan memeriksa sebuah perkara, maka Hakim yang
baik adalah mengawali semua itu dengan berdoa, agar senantiasa mendapat petunjuk daru
Tuhan Yang Maha Kuasa. Selanjutnya, mencermati dan berusaha menemukan fakta hukum,
menentukan pilihan nilai hukum yang akan diterapkan dan menyelesaikan dengan baik.
Dalam Penutup ceramahnya, salah satu Hakim Senior di Lingkungan Pengadilan Tata Usaha
Negara ini mengingatkan bahwa , Ketika telah menjadi seorang Hakim, maka jangan sampai
terbetik dalam benak saudara bahwa anda sudah memiliki sebuah kekuasaan; jangan sekali-
sekali menunjukkan arogansi atas nama kekuasaa. Dr. Supandi menegaskan bahwa, begitu
melangkah sebagai Hakim, maka prilaku yang ugal-ugalan dan tidak terhormat dll , maka
semua itu harus ditinggalkan. Sehingga untuk menjaga kewibawaan Hakim, Maka seorang
Hakim harus banyak membaca literatur-literatur yang terkait dengan masalah keadilan;. Bagi
Supandi, Hakim merupakan satu eksistensi dan peran sosial yang tidak mampu digantikan
oleh Ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sebab Iptek tidak mampu menghadirkan nilai
keadilan. Sehingga Hakim harus bersiap-siap dalam berkompetisi dengan peradaban yang
penuh dengan kecanggihan tekhnologi dan informasi. (Irvan)