Jika gerakan-gerakan ini tidak kita kontrol atau kita biarkan, Quo Vadis
Republik Indonesia? Tidakkah kita ingat "Maklumat dari Bung Karno kepada
kaum Marhaen Indonesia"? Apakah kita lupa dengan pidato Bung Karno 1 Juni
1945 dalam Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (BPUPKI)?
Jangan sekali-kali melupakan sejarah!!!
1
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Jakarta
Lht. Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid I, hlm. 169 (Sebenarnya ini merupakan
perkataan Jawaharlal Nehru yang di adopsi oleh Bung Karno sebagai landasan pergerakannya.
Bung Karno mengatakan: "Perkataan Jawaharlal Nehru ini saya ambil sebagai perkataan saya sendiri")
1
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih
sulit karena melawan bangsamu sendiri." (Soekarno 1901-1970)
Itulah wasiat yang disampaikan Bung Karno (BK) kepada kaum Marhaen
Indonesia. Di tangan kaum Marhaen, transformasi dapat terlaksana. Dulu musuh
kita adalah imperialis bangsa asing, sekarang adalah imperialis bangsa sendiri.
Inilah yang dikhawatirkan BK.
Jika kita perhatikan uraian di atas, sangat jelas perbedaan antara ketika
Indonesia di bawah imperialisme dan ketika Indonesia sudah merdeka. Jika
sebelum merdeka, musuh kita jelas (imperialis). Namun, setelah merdeka menjadi
penjajahan terselubung, meminjam istilah Herbert Marcuse, repressif tolerance,
2
yaitu suatu keadaan yang tampaknya toleran dan memberi kesan seolah-olah
memberi kebebasan yang seluas-luasnya, padahal maksudnya penindasan.
Musuh kita kini telah jelas. Oleh karena itu, wahai para kaum Marhaen
Indonesia, bersatulah. Kini saatnya kita bangkit bersama melawan imperialis
bangsa sendiri dengan membangkitkan semangat nasionalisme dan pluralitas
untuk mencapai Indonesia jaya.
Marhaen adalah seorang petani yang dijumpai Bung Karno secara kebetulan
ketika sedang berjalan-jalan di daerah Cigelereng, Bandung. Ketika itu Marhaen
sedang menggarap sawahnya dan kemudian Bung Karno menghampirinya seraya
mengajaknya bicara.
2
Taufik Adi Susilo, SOEKARNO: Biografi Singkat (1901-1970), (Jogjakarta: Garasi, 2008), hlm. 84-85
3
Berdasarkan pembicaraan Bung Karno tersebut di atas dengan Marhaen,
maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa Marhaen adalah seorang petani yang
mempunyai alat-alat produksi sendiri, tidak menjual tenaga kerjanya kepada
majikan sebagai seorang buruh (pekerja upahan), tapi hidupnya melarat. Inilah
kemudian yang menggusarkan pemikiran Bung Karno. Kenapa seorang yang
memiliki tanah dan alat-alat produksi melarat?
3
Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid I, hlm. 256
4
Ibid., hlm. 169-170
4
Dari tulisan Bung Karno tersebut diatas, kita bisa menarik kesimpulan
bahwa hanya dengan menjaga persatuan dan kesatuan, Indonesia menjadi negara
yang besar. Bahwa hanya ditangan kaum Marhaen sendiri sebagai pewaris
semangat nasionalisme Bung Karno yang bukan hanya sekedar cinta tanah air,
tapi semangat anti-penjajahan dan keadilan ekonomi, yang mampu
mendatangkan suatu masyarakat adil dan sempurna untuk negeri, untuk bangsa,
dan khususnya untuk Marhaenisme Indonesia.
Dan pada pidato 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidikan Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Bung Karno dengan brilian
menyampaikan gagasan-gagasannya. Marilah kita simak inti daripada gagasan-
gagasan tersebut:
"..... Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca
Indra. Apalagi yang lima bilangannya? Pandawa pun lima orangnya. Sekarang
banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan
ketuhanan, lima pula bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Panca Sila. Sila artinya asas atau
dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal
dan abadi.
Atau barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka dengan bilangan lima
itu?
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-
democratie, dan Ketuhanan. Kalau tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah
yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada Tri Sila ini,
dan minta satu dasar saja? Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi
menjadi satu. Apakah sebagai yang satu itu?
Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita
semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia,
bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia,
bukan Van Eck buat Indonesia – semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima
menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan
Indonesia yang tulen, yaitu perkataan "gotong-royong". Negara Indonesia yang
kita dirikan haruslah negara gotong-royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong
Royong!
5
royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan
anggota yang terhormat Soekardjo: satu satu karyo, satu gawe.
Ini merupakan bukti bahwa Bung Karno adalah seorang nasionalis dengan
tradisi pemikiran Marxis. Bung Karno tidak hanya melihat ketidak adilan
ekonomi oleh kapitalis akibat "cara produksi dan hubungan produksi" saja.
Namun, apa saja yang menjadikan rakyat sengsara, yang memecah-belah
Republik Indonesia, sesungguhnya itulah musuh utama kaum Marhaen. Bung
Karno mengatakan:
6
kajian penulis bersama teman-teman dalam forum "Bung Karno: Membangun
Indonesia Kembali", (forum diskusi mahasiswa, pengkaji dan peneliti Soekarnoisme,
Universitas Bung Karno Jakarta).(*)