Anda di halaman 1dari 2

Rahasia Hidayah

Hidayah artinya petunjuk. Dan Allah menurunkan Al Qur’an sebagai


petunjuk, Allah berfirman di pembukaan surah Al Baqarah: dzaalikal kitaabu
laa raiba fiih, hudal lilmuttaqiin ( inilah al kitab – Al Qur’an- yang tiada
keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa).
Dari ayat ini kita paham bahwa untuk mendapatkan hidayah Al Qur’an
secara utuh, syaratnya harus bertaqwa. Bahwa banyak orang yang mengaku
beriman kepada Al Qur’an, tetapi belum mendapatkan hidayahnya. Bahwa
tidak semua orang Islam patuh kepada tuntunan Al Qur’an. Perhatikan
berapa banyak dari umat ini yang melanggar dengan sengaja apa yang
diharamkan dalam Al Qur’an. Berapa banyak yang dengan tanpa merasa
berdosa, mereka berani membuka aurat, berzina, korupsi, makan harta riba,
padahal mereka secara ritual menegakkan shalat, pergi haji, dan
melaksanakan puasa Ramadhan.

Lebih jauh, banyak dari para anak yang berani kepada orang tuanya,
menyakiti hati ibunya, padahal tuntunan mencintai orang tua dan mengabdi
kepada mereka, adalah tuntunan yang sudah lama Allah turunkan. Semua
nabi yang Allah utus diperintahkan untuk menyampaikan hal tersebut. Al
Qur’an sangat jelas menceritakan syariah ini. Tidak ada keraguan di
dalamnya bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua adalah sebuah
keniscayaan. Tetapi sayang syariah ini telah banyak diabaikan. Berapa
banyak orang tua yang terlantar atau sengaja ditelantarkan dengan alasan
mengejar harta. Kesibukan telah membuat para anak mencari alasan untuk
menghindar dari kewajiban membantu orang tua. Lebih parah, bahwa
seringkali orang tua disakiti hatinya, ditunggu harta warisannya, dan
dipercepat kematiannya. Padahal para anak itu secara ritual rajin shalat dan
rajin melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Di manakah hidayah dalam
hatinya.

Banyak juga dari orang tua yang hanya sibuk mendidik anak-anak mereka
untuk urusan mencari makan. Sementara untuk urusan agamanya diabaikan.
Akibatnya banyak anak muda yang kini berhasil secara duniawi, sementara
mereka secara akhirat, sangat minim bekalnya. Mereka tidak tahu cara
mengisi waktunya. Shalat ditegakkan secara formalitas, sementara di saat
yang sama mereka bergaul bebas, dengan tanpa merasa berdosa. Tidak
sedikit dari mereka yang terbiasa berzina. Dan itu dianggap sah-sah saja.
Pun sudah banyak buktinya dari mereka yang hamil dan punya anak di luar
nikah. Para orang tua mereka di saat yang sama orang-orang yang taat
beribadah. Dalam kondisi seperti ini, kita bertanya, di manakah peran
hidayah Al Qur’an yang mereka yakini? Apa arti pengakuan beriman kepada
Al Qur’an, bila ternyata secara terang-terangan ajaran Al Qur’an di abaikan?
Apakah cukup hidayah Al Qur’an, diartikan sebatas kepatuhan ritual saja,
sementara secara moral sangat bejat?
Bila dilacak lebih jauh, ternyata banyak dari para koruptor, adalah orang-
orang yang mengaku beriman kepada Al Qur’an. Demikian juga tidak sedikit
dari para pelacur yang memakai jilbab dan mengaku sebagai seorang
muslim. Ketika ditegur, mereka menjawab: inilah jalan yang bisa dilakukan
untuk hidup. Bukan hanya itu, sogok-menyogok juga dianggap jalan halal
untuk mendapatkan penghasilan. Lebih parah lagi, perampokan, pencurian,
melakukan sistem riba dan lain sebagainya, sengaja mereka lakukan demi
untuk mendapatkan tambahan income. Dan ini semua dianggap lumrah dan
boleh-boleh saja. Padahal di dalam Al Qur’an dan As sunnah itu semua jelas
diharamkan.

Bandingkan dengan kondisi para sahabat ketika mereka mengambil hidayah


ini. Seketika mereka langsung mengambilnya secara utuh. Mereka menerima
Al Qur’an secara maksimal, tidak main tebang pilih. Ketika datang perintah
shalat mereka langsung menegakkannya secara maksimal. Ketika turun
larangan minum khamer, mereka seketika segera meninggalkannya. Sampai
dikatakan bahwa pada saat itu kota Madinah banjir khamer. Karenanya
mereka berkah, sebagaimana berkahnya Al Qur’an. Mengapa? Karena
mereka benar-benar mengambil Al Qur’an secara lengkap, tidak sebagian-
sebagian. Dari sini jelas bahwa tidak akan berkah suatu umat yang hanya
mengambil Al Qur’an sepenggal-sepenggal. Perhatikan apa yang telah
dicapai para sahabat, sebagai bukti keberkahan. Mereka telah berhasil
membangun peradaban yang indah dan menyelamatkan kemanusiaan,
belum pernah sebelum atau sesudahnya ada kaum yang bisa membangun
peradaban yang sama. Padahal jumlah mereka sangat sedikit, dibanding
dengan jumlah umat Islam saat ini.

Kini kita sangat butuh cara mengambil hidayah Allah seperti apa yang telah
diperbuat oleh para sahabat. Hidayah yang mengantarkan agar manusia
benar-benar kenal siapa Tuhan mereka. Hidayah agar orang-orang beriman
tidak menjadi umat yang pasif, melainkan umat yang bergerak dengan
penuh keseimbangan (tawazun): seimbang antara ritual dan sosial, pun
seimbang antara dunia dan akhirat. Hidayah agar umat ini benar-benar
mengambil ajaran Allah secara utuh dan maksimal bukan sepenggal-
sepenggal. Sungguh rahasia keberkahan umat ini adalah ketika mereka
mengambil hidayah Allah secara komprehensif. Inilah langkah yang harus
kita buktikan. Wallahu a’lam bish shawab.

Anda mungkin juga menyukai