Anda di halaman 1dari 2

Metode Penentuan Idul Adha

Ditulis oleh Farid Ma'ruf di/pada 2 November 2010

Tanya :

Ustadz, mohon diterangkan bagaimana metode penentuan Idul Adha?

Jawab :

Penentuan Idul Adha (10 Dzulhijjah) bergantung pada penentuan awal bulan Dzulhijjah.
Dalam hal ini para fuqaha sepakat, bahwa penentuan awal bulan Dzulhijjah hanya didasarkan
pada rukyatul hilal saja, bukan dengan hisab.

Ini ditegaskan oleh Syaikh Abdul Majid al-Yahya dalam kitabnya Atsar Al-Qamarain fi Al-
Ahkam Al-Syar’iyah,”Tak ada khilafiyah di antara fuqaha, bahwa rukyatul hilal adalah
standar/patokan dalam penentuan masuknya bulan Dzulhijjah….” (Abdul Majid al-Yahya,
Atsar Al-Qamarain fi Al-Ahkam Al-Syar’iyah, hal. 198).

Dalilnya adalah dalil-dalil umum bahwa metode standar untuk menentukan awal bulan-bulan
Qamariyah adalah rukyatul hilal saja. Misalkan hadits Nabi SAW,”Berpuasalah kamu karena
melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal.” (HR Bukhari no 1776; Muslim no
1809; At-Tirmidzi no 624; An-Nasa`i no 2087). (Lihat Abdul Majid al-Yahya, ibid., hal. 199;
Ahmad Muhammad Syakir, Awa`il al-Syuhur Al-Arabiyah, hal.4; Fahad Al-Hasun, Dukhul
al-Syahr al-Qamari, hal. 14).

Berdasarkan hadits-hadits seperti itu, lahirlah ijma’ ulama bahwa hisab astronomis (al-hisab
al-falaki) tidak boleh dijadikan sandaran untuk menentukan masuknya awal bulan
Qamariyah. Ijma’ ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Taimiyah, Abul Walid al-
Baji, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi, Ibnu Hajar, Al-‘Aini, Ibnu Abidin, dan Syaukani. (Lihat
Majmu’ al-Fatawa, 25/132; Fathul Bari, 4/158; Tafsir al-Qurthubi, 2/293; Hasyiyah Ibnu
Abidin, 3/408; Bidayatul Mujtahid, 2/557).

Namun khusus untuk penentuan awal bulan Dzulhijjah yang terkait dengan Idul Adha,
rukyatul hilal yang menjadi patokan utama adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan
dari negeri-negeri Islam yang lain. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat
hilal, barulah rukyat dari negeri yang lain dapat dijadikan patokan.

Dalilnya adalah hadits dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata,“Amir (penguasa)
Makkah berkhutbah kemudian dia berkata,”Rasulullah telah berpesan kepada kita agar kita
menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada
dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji
berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud, hadits no 2339. Imam Daruquthni
berkata,”Hadits ini isnadnya muttashil dan shahih.” Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267.
Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata,”Hadits ini shahih.” Lihat Nashiruddin Al-Albani,
Shahih Sunan Abu Dawud, 2/54).

Hadits ini menunjukkan bahwa yang mempunyai otoritas menetapkan hari-hari manasik haji,
seperti hari Arafah, Idul Adha, dan hari-hari tasyriq, adalah Amir Makkah (penguasa
Makkah), bukan yang lain. Pada saat tiadanya pemerintahan Islam (Khilafah) seperti
sekarang, kewenangan itu tetap dimiliki penguasa Makkah sekarang (Saudi Arabia), meski
sistem pemerintahannya berbentuk kerajaan, bukan Khilafah.

Kesimpulannya, penentuan Idul Adha ditetapkan berdasarkan rukyatul hilal, bukan hisab.
Hanya saja, rukyat yang diutamakan adalah rukyat penguasa Makkah. Kecuali jika penguasa
Makkah tidak berhasil merukyat, barulah diamalkan rukyat dari negeri-negeri yang lain.
Wallahu a’lam.

Malang, 31 Oktober 2010

Muhammad Shiddiq Al-Jawi

Anda mungkin juga menyukai