Anda di halaman 1dari 5

Setiap investor seharusnya mengenal apa yang disebut diversifikasi.

Diversifikasi adalah salah satu


metode manajemen risiko dalam berinvestasi. Mengapa investor perlu diversifikasi? Lalu bagaimana
cara diversifikasi? Simak jawabannya dalam tulisan berikut.

Risk Return Trade-off


Dalam berinvestasi, tentunya investor mengharapkan return. Namun, dalam investasi Anda dihadapkan
pada kenyataan yakni suatu risk-return tradeoff. Jika Anda mau return yang tinggi, tentu risikonya juga
tinggi. Demikian pula sebaliknya, jika Anda mau investasi yang aman dan berisiko rendah, maka return
juga kecil.

Dalam setiap investasi, pasti mengandung risiko. Baik itu Anda berinvestasi di saham, obligasi, bahkan
yang aman seperti deposito sekalipun. Oleh karena itu, Anda jelas tidak dapat menghindari risiko dalam
berinvestasi. Namun, Anda masih dapat berusaha untuk mengelola dan meminimalisir risiko, salah
satunya dengan cara diversifikasi.

Risiko sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni systematic risk dan unsystematic risk. Pertama, systematic
risk atau market risk adalah risiko yang sudah `given` dan `embed` di pasar secara keseluruhan. Risiko ini
tidak dapat didiversifikasi. Kedua, unsystematic risk yakni risiko yang dimiliki oleh perusahaan atau
industri secara spesifik, sehingga tiap investasi punya risiko yang berbeda. Unsystematic risk inilah yang
dapat diminimalisir melalui diversifikasi yang tepat.

Strategi Portfolio Management


Orang sering mengabaikan diversifikasi. Alasannya, diversifikasi memperkecil potensi return mereka.
Sehingga mereka memilih untuk memegang satu jenis aset saja, misalnya saham. Hasilnya, tentu saja
mereka punya potensi return yang besar. Namun seandainya tiba-tiba kondisi pasar merosot secara
signifikan, tentunya mereka juga terekspos terhadap kerugian yang sangat besar.

Bagaimana diversifikasi dapat meminimalisir risiko Anda?


Diversifikasi adalah strategi dalam manajemen portfolio yakni meminimalisir risiko dengan cara
mengkombinasikan berbagai inverstasi berbeda yang punya korelasi sekecil mungkin. Jangan lupa
bahwa risiko yang dapat kita diversifikasikan disini adalah unsystematic risk.

Apa itu korelasi? Korelasi menggambarkan seberapa besar hubungan antara pergerakan dua aset. Jika
korelasinya sebesar 1.0 maka kedua aset tersebut bergerak tepat searah. Sementara jika korelasinya 0,
maka pergerakan kedua aset tersebut sama sekali tidak ada hubungannya, alias random. Kemudian, jika
korelasinya sebesar -1.0 maka kedua aset tersebut bergerak secara tepat berlawanan arah.

Sulit untuk mencari korelasi yang benar-benar tepat berlawanan arah sebesar -1.0, sehingga kita
berusaha untuk membuat portfolio dengan aset yang serendah mungkin. Mengapa kita menginginkan
korelasi yang rendah antar aset? Hal ini disebabkan dengan korelasi yang semakin rendah, maka return
aset semakin tidak bergerak searah. Jadi, ketika return dari suatu aset melemah, maka return dari aset
lain pelemahannya lebih sedikit, atau justru malah menguat. Contohnya adalah saham dan obligasi, yang
keduanya punya korelasi rendah. Ketika saham melejit, maka harga obligasi rendah. Sementara ketika
saham anjlok, maka obligasi menjadi primadona.
Sehingga, kinerja yang buruk dari satu aset dalam portfolio dapat ditutupi oleh kinerja dari aset lainnya.
Dengan demikian, diharapkan portfolio dapat menghasilkan kinerja yang maksimal, dan dapat
meminimalisir risiko sehingga menghindari kerugian yang ekstrim

Setelah memahami prinsip korelasi, sekarang bagaimana Anda dapat melakukan diversifikasi?
Diversifikasi secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara.

Pertama, diversifikasi vertikal, yakni mengalokasikan investasi ke berbagai asset class, mulai dari cash,
obligasi, properti, saham, dan tipe aset lainnya. Aset-aset ini punya karakteristik yang berbeda, sehingga
menciptakan return yang berbeda pula sesuai dengan kondisi yang terjadi.

Kedua, diversifikasi horizontal, yakni Anda mengalokasikan investasi yang berbeda-beda dalam satu
asset class. Disini, Anda berusaha untuk meminimalisir risiko spesifik dari sektor dan perusahaan
tertentu, misalnya ketika berinvestasi pada saham.

Diversifikasi, pada prakteknya sulit menghasilkan portfolio optimal, yakni return yang optimal dengan
risiko yang rendah. Ini secara teori dapat Anda capai dengan metode efficient frontier, yang
menghasilkan kombinasi aset paling efisien. Pada kenyataannya, normalnya diversifikasi akan
menghasilkan portfolio dengan komposisi risiko yang lebih rendah dengan return yang moderat. Dengan
diversifikasi, Anda tidak hanya memperkecil risiko, melainkan juga menjaga dan meningkatkan investasi
Anda dalam jangka panjang

Pergerakan pasar di seluruh dunia pada dasarnya dilandasi oleh view terhadap risiko. Ketika outlook
perekonomian optimis, maka pasar mempunyai pandangan risk appetite, atau menyukai risiko, sehingga
memicu terjadinya carry trade dan investasi di instrumen yang lebih berisiko. Sebaliknya, ketika outlook
berubah jadi pesimis, maka muncullah risk aversion, atau menghindari risiko, sehingga memicu
unwinding carry trade dan investasi di instrumen yang safe haven.

Saat outlook perekonomian positif, atau ketika perekonomian sedang booming, maka yang lebih
dominan di pasar adalah risk appetite. Risk appetite mendorong orang untuk melakukan carry trade dan
berinvestasi di aset yang lebih berisiko dan keuntungannya lebih tinggi.

Carry Trade, Investasi di Aset Berisiko


Apa yang dimaksud dengan carry trade? Carry trade adalah suatu aktivitas arbitrase, dimana investor
mengambil pinjaman dalam mata uang yang suku bunganya rendah, untuk kemudian diinvestasikan
pada aset yang yield-nya lebih tinggi di negara lain.

Contohnya, investor atau spekulator meminjam uang di Jepang yang suku bunganya rendah, untuk
kemudian diinvestasikan di Brazil, Australia atau New Zealand yang punya suku bunga tinggi. Dengan
berinvestasi di negara dengan suku bunga tinggi, maka diharapkan dia dapat memperoleh keuntungan
lebih banyak dibandingkan dengan jika diinvestasikan di Jepang. Selanjutnya, hasil dari investasi tersebut
dibawa pulang ke Jepang, dan sebagian digunakan untuk membayar utang.

Carry trade ini dilakukan biasanya jika investor memandang bahwa nilai Yen tidak akan apresiasi di masa
depan, sehingga mereka bisa terus meminjam dalam Yen, dan berinvestasi di luar negeri. Jika ekspektasi
berubah jadi Yen bakal apresiasi, investor akan melakukan unwinding carry trade, yang akan kita bahas
nanti.

Selain itu, investor yang melakukan carry trade biasanya berinvestasi pada aset-aset yang lebih berisiko.
Aset-aset yang berisiko ini diantaranya saham, ETF, hingga instrumen derivatif yang lebih kompleks
seperti index.

Unwinding Carry Trade, Investasi Safe Haven


Sebaliknya, ketika outlook perekonomian berubah negatif, maka yang dominan adalah risk aversion,
dimana minat terhadap risiko menjadi menurun. Risk aversion mendorong investor untuk melakukan
unwinding carry trade dan `flight to safety` ke investasi yang safe haven.

Apa itu unwinding carry trade? Unwinding carry trade adalah kebalikan dari carry trade. Dalam
unwinding carry trade, investor melepas posisi pada mata uang dengan suku bunga tinggi atau aset yang
berisiko, dan beralih ke investasi yang safe haven dan/atau bersuku bunga rendah.

Unwinding carry trade dapat kita lihat contohnya saat krisis finansial kemarin. Sementara bursa global
luluh lantak, investor berlomba-lomba untuk beralih ke investasi yang lebih safe haven, diantaranya
adalah commodity, seperti oil dan gold yang bisa menjadi instrumen hedging terhadap inflasi. Obligasi
juga jadi investasi pilihan, karena harganya meningkat justru ketika suku bunga rendah. Mata uang
dengan yield tinggi seperti euro atau sterling jatuh, dan investor beralih ke mata uang yang lebih safe
haven seperti dollar dan yen.

Apa efek yang dihasilkan oleh unwinding carry trade? Mari kita telaah. Misalnya, investor Jepang yang
sebelumnya melakukan carry trade di Eropa kemudian melakukan unwinding carry trade. Mereka
kembali ke Jepang membawa hasil investasinya di Eropa, kemudian menjual mata uang euro-nya untuk
ditukar dengan yen. Karena para investor banyak yang membeli yen, maka yen terapresiasi, dan
sebaliknya mata uang dengan yield tinggi justru melemah. Hal yang sebaliknya berlaku pada carry trade.

Oleh karena itu, dalam berinvestasi, maka ada baiknya Anda memahami bagaimana kondisi pasar
mengenai minat terhadap risiko. Baru kemudian Anda menentukan instrumen investasi yang tepa

Pembaca managementfile.com yang kami hormati, kami mengucapkan Selamat Tahun Baru 2010 dan
pada kesempatan yang baik ini kami juga mengucapkan terimakasih atas kesetiaan anda mengunjungi
web ini selama tahun 2009. Kunjungan anda sangat berpengaruh terhadap upaya pengembangan web
ini dalam jangka panjang.

Melaui berbagai topik yang kami sajikan seperti Risk Management, Sales & Marketing, Services & CRM,
ICT, Human Resources, Finance & Accounting, Tax, Quality Management, Leadership & Corporate
Culture dan Strategic Management kami berusaha mendukung anda meningkatkan wawasan dan
sharing knowledge tentang manajemen praktis. Dengan bantuan para experts yang selalu berusaha
memberikan informasi, kajian maupun hasil riset sesuai topik masing-masing, diharapkan
managementfile.com mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi bagi anda.

Manajemen yang memiliki empat pilar dasar yaitu merencanakan (planning) , mengatur (organizing) ,
mengarahkan (directing), dan memonitor (controlling) , tetap berada pada fungsinya. Pasalnya, kondisi
yang dihadapi sangat bervariasi, kesiapan sumber daya manusianya, banyaknya perubahan yang terjadi
dan risiko ketidakpastian yang dihadapi membuat manajemen dalam praktek tidak sesederhana teori.

Pemerintah telah menetapkan 6 sektor industri yang menjadi prioritas pengembangan, yakni
inftastruktur, transportasi, energi, pangan, usaha kecil-menengah (UKM) dan koperasi, serta industri dan
jasa. Ke-6 sektor ini diharapkan menjadi lokomotif untuk mendorong petumbuhan ekonomi sedikitnya
7% pada akhir 2014. Untuk itu, pemerintah berjanji akan membenahi tata aturannya untuk
memudahkan para investor menanamkan dananya pada sektor-sektor tersebut. Memasuki 2010, tentu
hal ini akan memberikan ruang bagi penerapan praktis manajemen di berbagai sektor usaha.

Seni dan Sains Menghadapi Perubahan dan Risiko Ketidakpastian

Kalau kita bicara mengenai manajemen maka sebenarnya kita berbicara mengenai seni dan sains.
Manajemen merupakan seni di dalam membuat orang menjadi lebih efektif lebih dari sebelumnya pada
waktu tanpa Anda. Manajemen sebagai sains adalah bagaimana cara Anda melakukan sesuatu, yang
meliputi empat pilar dasar tersebut di atas. Hal ini akan menjadi semakin tidak mudah ketika secara
sains apa yang sudah direncanakan selalu menghadapi perubahan-perubahan atau ketidakpastian. Pada
saat seperti inilah mau tidak mau harus menggunakan manajemen sebagai seni.

“Manajemen yang baik adalah seni bagaimana membuat masalah sebegitu menariknya dan solusinya
sebegitu konstruktifnya sehingga semua orang ingin bekerja untuk itu dan berurusan dengan masalah
tadi. - Paul Hawken

Perubahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia baik pribadi maupun
dalam organisasi. Sehingga yang lebih diperlukan adalah bagaimana mengantisipasi dan masalah yang
dihadapi, dan memikirkan alternatif dan metode apa yang akan digunakan dalam pemecahan masalah
tersebut, termasuk didalamnya bagaimana cara menghadapi sikap penolakan terhadap perubahan.
Bagaimana mengantisipasi dan memanaje perubahan - perubahan yang terjadi disekitar kita, bagaimana
suatu perubahan memberikan pengaruh terhadap organisasi, perubahan - perubahan yang bisa kita
buat sebagai seorang manajer dan bagaimana mengimplementasikannya dengan cara yang tepat
memerlukan sains sekaligus seni manajemen.
Bagaimana dengan manajemen risiko ketidakpastian?
Perkembangan risk management dari pengukuran subyektif kepada kuantifikasi resiko menjadi resiko
yang terukur terus melaju. Paradigma lama “From back room” beralih kepada paradigma baru “to Board
Room” . Dimana dulu pemantauan resiko menjadi salah satu fungsi internal audit di level officer, kini
pemantauan resiko sudah menjadi pekerjaan seorang CEO. Hingga tak heran, ada jabatan Direktur
Kepatutan, Risk Management Director hingga Chief Risk Officer. Tentu ini berdampak pada penerapan
manajemen risiko pada praktik di dunia nyata khususnya lembaga
Tahun 2010 bagi perbankan Indonesia juga merupakan tahun penting karena penerapan manajemen
risiko perbankan khususnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/19/PBI/2009 tentang Sertifikasi
Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum memasuki batas waktu dimana seluruh
lembaga perbankan di Indonesia pada tahun 2010 harus sudah menerapkan peraturan ini. Manajemen
risiko dengan demikian akan berkembang ke arah lifestyle bagi perbankan di Indonesi

Anda mungkin juga menyukai