Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN PENDIDIKAN

Pengertian Manajemen Pendidikan, Peran dan Fungsi Manajemen Pendidikan, dan Ruang
Lingkup Pendidikan

Dosen Pengampu : Suyantiningsih, M.Ed

Disusun Oleh :

Septian (07105244002)

Noor Rofiana (09105244001)

Winarko (09105244011)

Okke Junindra Safutra (09105244023)

Agus Cahyono (09105244044)

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
A. Pengertian Manajemen

Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya
(1995) memberikan rumusan bahwa :

“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan
kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing),
memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah
sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.

Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan
bahwa:

“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-


usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.

Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat
umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah
tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu
kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen
pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.

B. Peran dan Fungsi Manajemen Pendidikan

Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen
secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan Prancis, dia
mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu adalah merancang, mengorganisasikan,
memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai
digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950,
dan terus berlangsung hingga sekarang.

Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang
paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan.
Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau
tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu : Perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.

Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen pendidikan , maka kami


akan menguraikan fungsi manajemen pendidikan sesuai dengan pendapat yang dikemukan
oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu :
Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.
Pendidikan merupakan salah satu instrumen paling penting dalam kehidupan manusia. Ia
merupakan bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk mempertahankan
berlangsungnya eksistensi mereka (Fakih dalam Wahono, 2000: iii). Oleh karenanya, upaya
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitasnya harus dilakukan secara terus menerus.
Melalui pendidikan diharapkan pemberdayaan, kematangan, dan kemandirian serta mutu
bangsa secara menyeluruh dapat terwujud. Pendidikan merupakan salah satu aspek
kehidupan yang bersifat fungsional bagi setiap manusia dan memiliki kedudukan strategis
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tantangan lainnya yang mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang terjadi akibat
semakin mengglobalnya tatanan pergaulan kehidupan dunia saat ini.
Terminologi pendidikan memiliki ruang lingkup yang luas, meliputi pendidikan persekolahan
dan pendidikan luar sekolah. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa tumpuan
utamanya dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan berada pada
pendidikan persekolahan. Karena itu, upaya reformasi pendidikan ditujukan untuk
memperbaiki sistem pendidikan persekolahan agar dapat menjawab tantangan nasional,
regional dan global yang berada di hadapan kita.

Lembaga pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk mengembangkan fungsi


reproduksi, penyadaran dan mediasi secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi
melalui proses pendidikan dan pembelajaran sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan
dan pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Tiga pilar
fungsi sekolah yakni fungsi pendidikan sebagai penyadaran; fungsi progresif pendidikan dan;
fungsi mediasi pendidikan ( Danim, 2007:1).
Hal tersebut nampak bahwa sekolah hanyalah salah satu dari subsistem pendidikan karena
lembaga pendidikan itu sesungguhnya identik dengan jaringan-jaringan kemasyarakatan.
Fungsi penyadaran atau fungsi konservatif bermakna bahwa sekolah bertanggung jawab
untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai
manusia. Pendidikan sebagai instrumen penyadaran bermakna bahwa sekolah berfungsi
membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral
di mana hal ini menjadi tugas semua orang.
Pendidikan formal, informal dan pendidikan kemasyarakatan merupakan pranata masyarakat
bermoral dengan partisipasi total sebagai replica idealnya. Partisipasi anak didik dalam
proses pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai alat pendidikan, melainkan sebagai
intinya. Sebagai bagian dari jaring-jaring kemasyarakatan, masyarakat pendidikan perlu
mengemban tugas pembebasan, berupa penciptaan norma, aturan, prosedur, dan kebijakan
baru. Orang tua, guru, dan dosen harus mampu membebaskan anak-anak dari aneka
belenggu, bukan malah menindasnya dengan cara menetapkan norma tunggal atau menuntut
kepatuhan secara membabi buta. Mereka perlu membangun kesadaran bagi lahirnya proses
dialogis yang mengantarkan individu-individu secara bersama-sama untuk memecahkan
masalah eksistensial mereka. Tidak menguntungkan jika anak dan anak didik diberi pilihan
tunggal ketika mereka menghadapi fenomena relatif dan normatif, termasuk fenomena
moralitas.
Fungsi konservatif atau fungsi penyadaran sekolah sebagai lembaga pendidikan masih
menjelma dalam sosok konservatisme pendidikan persekolahan, bukan sebagai wahana
pewarisan dan seleksi budaya, ditandai denga makin terperosoknya kearifan generasi dalam
mewarisi nilai-nilai mulai peradaban masa lampau. Bukti konservatisme pendidikan formal
benar-benar nyata di dalam alur perjalanan sejarah. Seperti dikemukakan oleh Ash Hatwell
(1995), diperlukan waktu sekitar 100 tahun bagi teori dan ide ilmiah untuk dapat
mempengaruhi isi, proses, dan struktur persekolahan. Bersamaan dengan itu, perubahan
wajah dunia terus berakselerasi. Misalnya, pada abad ke-20 telah diproduksi konsep dan teori
yang radikal tentang alam, realitas dan epistemologi.
Munculnya teori relativitas, mekanika kuantum, dan penemuan ilmiah lainnya adalah contoh
nyata revolusi di bidang keilmuan. Memang, evolusi perilaku sosial jauh lebih cepat
dibandingkan dengan evolusi spesies-genetik nonrekayasa. Meski kita harus pula menerima
realitas bahwa pendidikan formal belum menampakkan pergeseran fungsi progresifnya yang
signifikan. Fungsi reproduksi atau fungsi progresif merujuk pada eksistensi sekolah sebagai
pembaru atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang lebih maju. Selain itu,
fungsi ini juga berperan sebagai wahana pengembangan, reproduksi, dan desiminasi ilmu
pengetahuan dan teknologi. Para peneliti, penulis buku, pengamat, pendidik, guru, tutor,
widyaiswara, pemakalah seminar, dan sejenisnya adalah orang yang banyak bergulat dengan
pengkajian, penelitian, penelaahan, dan desiminasi ilmu. Saat ini fungsi progresif sekolah
sebagai lembaga pendidikan terus menampakkan sosoknya, meski belum menunjukkan
capaian yang signifikan, setidaknya pada banyak daerah dan jenis sekolah. Di daerah
pedalaman misalnya, masih banyak sekolah yang sulit mempertahankan kondisinya pada
taraf sekarang, apalagi mendongkrak mutu kinerjanya. Meski harus diakui pula, pada banyak
tempat telah lahir sekolah-sekolah unggulan atau sekolah-sekolah yang diunggulkan oleh
masyarakat karena mampu mengukir prestasi, misalnya peningkatan hasil belajar siswa.
Fungsi itu akan lebih lengkap jika pendidikan juga melakukan fungsi mediasi, yaitu
menjembatani fungsi konservatif dan fungsi progresif. Hal-hal yang termasuk kerangka
fungsi mediasi adalah kehadiran institusi pendidikan sebagai wahana seosialisasi, pembawa
bendera moralitas, wahana proses pemanusiaan dan kemanusiaan umum, serta pembinaan
idealisme sebagai manusia terpelajar.

C. Ruang Lingkup Manajemen

Komponen-komponen tersebut meliputi:

1. Input siswa (kesiswaan)

Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan kesiswaan agar


kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lencar, tertib, dan teratur, serta
mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen Kesiswaan meliputi antara lain:

a. Penerimaan Siswa Baru


b. Program Bimbingan dan Penyuluhan
c. Pengelompokan Belajar Siswa
d. Kehadiran Siswa
e. Mutasi Siswa
f. Papan Statistik Siswa
g. Buku Induk Siswa

2. Kurikulum

Manajemen Kurikulum (program pengajaran) antara lain meliputi:

a. Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan


karakteristik siswa
b. Menjabarkan kalender pendidikan
c. Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar
d. Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan
persiapan pelajaran
e. Mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler
f. Mengatur pelaksanaan penilaian
g. Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas
h. Membuat laporan kemajuan belajar siswa
i. Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.

3. Tenaga kependidikan

a. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi:


b. Inventarisasi pegawai
c. Pengusulan formasi pegawai
d. Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi
e. Mengatur usaha kesejahteraan
f. Mengatur pembagian tugas
4. Sarana-prasarana

Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan,


mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan
penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada
kegiatan belajar-mengajar.

5. Dana

Manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi :

a. Otorisator

Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang
mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran.

b. Ordonator

Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan


pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah
ditetapkan.

c. Bendaharawan

Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan,


dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan
pertanggungjawaban.

6. Lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat)

Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan


sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara memberitahu masyarakat
mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang
dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran
yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.
7. Kegiatan belajar-mengajar, yang secara diagramatis seperti di bawah ini

Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga


kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan, dan lingkungan.
Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk
melaksanakan manajemen layanan khusus ini.

Fungsi
Planning Organizing Actuating Controlling Evaluating
Komponen

Wakasek
Kurikulum
Bid.Kurikulum

Wakasek
Siswa
Bid.Kesiswaan

Dana TU

Guru MGMP

Wakasek
Sarana
Bid.Sarana

Wakasek
Lingkungan
Bid.Humas

Perencanaan Struktur Motivasi Pengawasan Evaluasi


KepalaSekolah
Sekolah visi Sekolah Sekolah Sekolah Sekolah

Gambar
Berbagai Komponen Pendidikan Yang Perlu Dikelola
Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi

Komponen-komponen tersebut merupakan sub-sistem dalam sistem pendidikan (sistem


pembelajaran). Bila terdapat perubahan pada salah satu sub-sistem (komponen), maka menuntut
perubahan/ penyesuaian komponen lainnya.

Dalam hal ini, bila dalam suatu kelas terdapat perubahan pada input siswa, yakni tidak hanya
menampung anak normal tetapi juga anak luar biasa, maka menuntut penyesuaian (modifikasi)
pengelolaan kesiswaan, kurikulum (program pengajaran), tenaga kependidikan, sarana-
prasarana, dana, lingkungan, serta kegiatan belajar-mengajar.

Anda mungkin juga menyukai