Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Amerika Serikat, setiap lima hari setidaknya ada satu anak yang meninggal
akibat tersedak. Meski belum ada laporan mengenai hal ini di Indonesia, namun
hal tersebut perlu diperhatikan. Pasalnya, anak tak hanya bisa tersedak karena
menelan mainan atau benda-benda lain, tapi bisa juga tersedak karena makanan.
Menurut penelitian, setiap tahunnya di Amerika Serikat, sekitar 66-77 anak di
bawah usia 10 tahun meninggal akibat tersedak makanan, dan lebih dari 10.000
anak di bawah usia 15 tahun dirawat di unit gawat darurat.
Tersumbatnya saluran udara bisa menyebabkan masalah pada otak anak-anak.
Ketika makanan atau benda lain tersangkut di saluran udara pernapasan, maka
oksigen tidak bisa sampai ke otak. Dalam waktu beberapa saat saja, ketika otak
kekurangan pasokan oksigen, otak bisa mengalami kerusakan.
.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana anatomi saluran nafas ?
1.2.2 Bagaimana Mekanisme batuk, tersedak, sianosis ?
1.2.3 Apakah yang dimaksud dengan obstruksi saluran nafas ?
1.2.4 Bagaimana penatalaksanaan obstruksi saluran nafas ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Agar mahasiswa mengetahui anatomi saluran nafas
1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui Mekanisme batuk, tersedak,
sianosis
1.3.3 Agar mahasiswa mengetahui obstruksi saluran nafas
1.3.4 Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan obstruksi saluran
nafas

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi


2.1.1 Pengertian
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen (O2) ke dalam tubuh serta menghembuskan
udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh.

2.1.2 Organ-Organ Pernapasan Bagian Atas


1. Hidung = Naso = Nasal
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang
(kavum nasi) dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Bagian-
bagian dari hidung adalah:
1) Bagian luar, terdiri dari kulit.
2) Lapisan tengah, terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
3) Lapisan dalam, terdiri selaput lender yang disebut karang
hidung, yaitu :
- Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)
- Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)
- Konka nasalis superior (karang hidung bagian bawah)
Fungsi hidung yaitu:
1) Bekerja sebagai saluran udara pernapasan.
2) Sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh
bulu-bulu hidung.

2
3) Dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa.
4) Membunuh kuman-kuman yang masuk bersama-sama
udara pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput
lender (mukosa) atau hidung.
2. Sinus Paranasal
Sinus paranasal ialah rongga-rongga yang terdapat di sekitar
hidung, terdapat 2 kelompok sinus paranasal, yaitu :
1) Kelompok anterior, yang terdiri dari sinus maksila, sinus etmoid
anterior dan sinus frontal. Semuanya bermuara di meatus medius
hidung.
2) Kelompok posterior, yang terdiri dari sinus etmoid posterior,
dan sinus sphenoid. Bermuara di meatus superior hidung.
 Sinus Maksila
Sinus maksila ini merupakan sinus paranasal terbesar,
terdapat kiri dan kanan hidung, pada os maksila. Dasarnya
terbentuk oleh prosesus alveolar dan prosesus palatine os
maksila.
 Sinus Frontal
Sinus frontal terletak di dalam tulang frontal, sinus ini
dibagian posterior, berbatas dengan kosa serebri media dan
didasarnya dekat dengan mata. Sinus frontal belum ada pada
anak yang baru lahir, perkembangannya baru setelah umur 8
tahun.
 Sinus Etmoid
Berdasarkan pada letaknya, sinus etmoid dibagi atas
kelompok anterior dan kelompok posterior. Sinus etmoid
berada dalam tulang etmoid dan tidak merupakan suatu rongga,
melainkan banyak rongga kecil, yaitu : sel. Kelompok anterior

3
bermuara ke meatus medius, sedangkan kelompok posterior
bermuara ke meatus superior hidung. Sinus etmoid sudah ada
pada waktu bayi baru lahir.
 Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak di dalam tulang sfenoid, atapnya
berhubungan dengan kosa serebri media dan hipofisa.
Sedangkan dasarnya ialah atap nasofaring. Sinus sfenoid belum
terbentuk pada bayi yang baru lahir, mulai berkembang pada
anak yang berumur 8 – 10 tahun. Sinus sfenoid mengalirkan
cairannya ke meatus superior hidung.
3. Tekak = Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Rongga
tekak dibagi 3 bagian, yaitu :
1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang
disebut nasofaring.
2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmusfausium,
disebut orofaring.
3) Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring.
4. Pangkal Tenggorokan (Laring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan
suara, terletak di depan faring sampai ketinggian vertebral
servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri
dari 5 tulang rawan, antara lain :
1) Kartilago tiroid (1 buah), depan jakun (Adam’s aple) sangat
jelas terlihat pada pria.
2) Kartilago ariteanoid ( 2 buah) yang berbentuk beker.

4
3) Kartilago krikoid ( 1 buah) yang berbentuk cincin.
4) Kartilago epigiotis ( 1 buah).

2.1.3 Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:


1. Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter
udara, oesofagus dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat
dalam paru2
2. Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, so diafragma naik
dan mnekan paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta
internus. yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada
paru2 meningkat hingga 100mm/hg.
3. Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka
dan udara meledak keluar dari paru- paru.
Saat udara keluar dari paru- paru dengan kecepatan yang relatif
tinggi, trachea dan bronkus yg tidak bercartilago akan
terinvaginasi, sehingga udara dapat melalui celah2 bronkus and
trachea. hal ini membantu untuk membersihkan saluran napas dari
kotoran, kuman, virus, bakteri, dan bahan- bahan berbahaya
lainnya. Batuk bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu reaksi
fisiologis tubuh untuk membersihkan saluran napas, sama halnya
dengan bersin.

2.1.4 Tersedak
Merupakan tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing,
muntah, darah atau cairan lain. Tersedak bias terjadi jika sumber udara
tersumbat contoh pada klien tenggelam atau kepalanya ditutup plastic.
Tersedak juga bias terjadi jika adaya benda asing disaluran nafas yang
menhalangi udara masuk keparu-paru. Tersedak mungkin disebabkan
oleh kelainan otot-otot volunteer dalam proses menelan khususnya

5
pada klien dengan penyakit-penyakit (ototrangka) atau persarafannya
yatiu penderit adermatomiiositis, miastenia grafis, distrofi otot, polio,
kelumpuhan pseudobular dan kelainan otak dan sum-sum tulang
belakang seperti penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotropik.
Tersedak merupakan salah satu gejala klini dari dispagia dan
terjadi bila ada problem dari bagian proses menelan, misalnya
kelemahan otot pipi atau lidah yang menyebabkan kesukaran untuk
memindahkan makanan ke sekeliling mulut untuk dikunyah. Makan
yang ukurannya sangat besar utuk ditelan akan masuk ke
tenggorokkan dan menutup jalan nafas. Kedua, karena ketidak
mampuan untuk memulai reflek menelan yang merupakan suatu
rangsangan sehingga menyebabkan makanan dan cairan dapat
melewati faring dengan aman, seperti adanya gangguan stroke, atau
gangguan syaraf lain sehingga terjadi ketidakmampuan utnuk memulai
gerakan otot yang dapat memindahkan makanan-makan dari mulut ke
lambung. Ketiga, kelemahan otot-otot faring sehingga terjadi ketidak
mampuan memindahkan keseluruhan makan ke lambung akibatnya
sebagian makanan akan jatuh atau tertarik kedalam saluran nafas
(trakea) yang menyebabkan infeksi pada paru-paru.
Jika klien tidak segera ditolong bisa terjadi henti nafas dan henti
jantung serta dapat menimbulkan kematiaan. Sebagian orang pasti
pernah tersedak. Walau kejadian ini dapat diatasi dengan sendirinya
namun pada beberapa kasus terssedak dapat menumbulkan kematian,
kematian ini dapt terjadi akibat terhambatnya jalur pernafasan. Proses
menelan normal ini terjadi dalam waktu 2 detik. Namun pada usia
lanjut, menelan yang merupakan aktivitas normal akan menjadi sebuah
gangguan, apabila terdapat indikasi penyakit lain yang menyebabkan
proses menelan menjadi tehambat.

6
 Gejala klini
- Tidak terdapat berbicara dan menjerit
- Terjadi sianosis akibat kekurangan oksigen
- Penderita nekat memegangi tenggorokannya
- Batuk melemah, dan pernafasan yang dipasakan
menimbulka hempasan yang tinggi
- Orang melakuakn salah satu diatas dan merekapun
tidak sadar

2.2 OBSTRUKSI SALURAN NAFAS


2.2.1 Definisi
Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan
penyumbatan pada saluran pernapasan bagian atas. Beberapa
gangguan yang merupakan obstruksi pada jalan napas atas,
diantaranya adalah :
2.2.1.1 Obstruksi Nasal
Merupakan tersumbatnya perjalanan udara melalui nostril oleh
deviasi septum nasi, hipertrofi tulang torbinat / tekanan polip yang
dapat mengakibatkan episode nasofaringitis infeksi. (Arif
Mansjoer, dkk, 1999). Obstruksi pada nasal meliputi:
1) Tumor hidung
Yaitu pertumbuhan sel yang abnormal sebagai akibat
radang pada hidung. (Ramis Ahmad, 2000). Ada 2 jenis
tumor, yaitu: Tumor jinak, biasanya terjadi di kavum nasi
dan sinus paranasal, Tumor ganas, sering ditemukan di
papiloma.
2) Karsinoma Nasofaring

7
Merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi difosa rosenmuller dan atap
nasofaring dan merupakan tumor di daerah leher. (Arif
Mansjoer, dkk, 1999)
3) Polip Hidung
Merupakan masa lunak, berwarna puth, keabu-abuan
yang terdapat di dalam ringga hidung, paling sering berasal
dari sinus etmoid, multipel dan bilateral. (Arif Mansjoer,
dkk, 1999)
2.2.1.2 Obstruksi Laring
Adalah adanya penyumbatan pada ruang sempit pita suara
yang berupa pembengkakan membran mukosa laring, dapat
menutup jalan dengan rapat mengarah pada astiksia. (Arif
Mansjoer, dkk, 1999). Salah satu penyakit obstruksi laring, yaitu :
1) Abses peritonsil (Quinsy)
Yaitu kumpulan nnah yang terbentuk di dalam ruang
peritonsial. (Arif Mansjoer, dkk, 1999)

2.2.2 Etiologi
1. Kelainan congenital hidung atau laring
- Atresia koane
- Stenosis
supraglotis, glotis dan
infra glotis
- Kista diktus
tiroglossus
- Kista brankiogen
yang besar

8
- Laringokel yang
besar.
2. Trauma
- Ingesti kaustik
- Patah tulang wajah
- Cedera
laringotrakeal.
- Intubasi lama
- Paralisis nervus
laringeus rekurren
bilateral.
3. Tumor
- Hemangioma
- Higroma kistik
- Papiloma laring
rekurren
Limfoma
- Tumor ganas tiroid
Karsinoma sel squamous
laring, faring dan
esofagus.
4. Infeksi akut
- Laringotrakeitis.
- Epiglotitis
- Hipertropiatonsiler
- Angina Ludwig
- Abses para faring
5. Paralisis satu atau kedua plika vokalis

9
6. Pangkal lidah jatuh ke belakang pada pasien tidak sadar.
7. Lain- lain : Benda asing

2.2.3 Patofisiologi
Obstruksi sering terjadi pada daerah yang secara anatomis
menyempit, seperti hipofaring pada dasar lidah dan pada pita suara di
laring. Tempat obstruksi jalan nafas dapat di supraglotis intraglotis dan
infraglotis. Juga bisa dibagi menjadi bagian intra thorak dan
ekstrathorak yang berbeda selama inspirasi dan ekspirasi.
Saluran nafas intra thorak melebar selama inspirasi dan karena tekanan
negatif dari intrapleural. Tekanan positif di intrapleural selama
ekspirasi menyebabkan penekanan dan penyempitan

2.2.4 Gejala Klinis


Bahkan sebelum riwayat pasien didapat, pemeriksaan fisik sangat
penting dilakukan untuk menilai keparahan sumbatan jalan nafas.
Pasien akan mengunakan otot nafas tambahan seperti
sternocleidomastoideus pada semua kasus sumbatan jalan nafas.
Gejala sangat bergantung dari penyebab sumbatan, tetapi beberapa
gejala sama pada semua kasus obstruksi.
- Dyspnea
- Stridor
- Inspiratory – biasanya obstruksi supraglottic akan terhisap ke
glottis dengan inspirasi
- Expiratory – biasanya obstruksi subglottic akan terdorong ke
glottis selama ekspirasi
- Biphasic – keduanya diatas atau suatu lesi yang terisolasi di
glottis seperti edema

10
- Perubahan suara
- Nyeri, batuk
- penurunan atau hilang suara nafas perdarahan
- gelisah, tercekik, megap-megap ( haus akan udara)
- Wheezing, atau suara pernafasan yang tidak biasa yang
menunjukkan kesulitan bernafas
- Agitasi, Panik, Sianosis
- Penurunan kesadaran/tidak sadarkan diri
- sumbatan jalan nafas dapat total atau parsial, sumbatan total:
Pasien tak bisa bernafas, berbicara atau batuk dan dan akan
memegang tenggorokan diantara jempol dan telunjuk, panik dan
gelisah. Usaha yang keras untuk bernafas dengan retraksi
interkostal dan supraklavikula. Pemeriksaan fisik menunjukkan
penurunan suara pernafasan nadi dan tekanan darah meningkat,
pasien akan segera sianosis, kelilangan kesadaran, bradikardi dan
hipotensi dan akhirnya henti jantung. Kematian terjadi bila
sumbatan tidak teratasi dalam 2-5 menit.
sumbatan jalan nafas tak lengkap: pasien dalam keadaan stabil atau
perburukan yang progressif, tanda dan gejala mungkin ringan
tetapi memburuk saat batuk, mengorok saat inspirasi, disfonia,
afonia, tesedak, sesak karena sumbatan, batuk yang lemah,
respiratory distress dan tanda-tanda hypoxaemia dan hypercarbia
seperti kecemasan, bingung, letargi, sianosis bisa muncul sebagai
perburukan . Usaha inspirasi yang kuat untuk melawan sumbatan
dapat menimbulkan ekimosis. Sumbatan jalan nafas parsial yang
memburuk harus ditangani secara cepat dan segera dilakukan
persiapan terapi sebagaimana sumbatan jalan nafas total.

11
2.2.5 Pemeriksaan Khusus
2.2.5.1 Laringoskopi dan bronkoskopi
Laringoskopi indirect pada pasien yang stabil dan kooperatif
berguna untuk mendiagnosa benda asing, massa retrofaring atau
laring dan patologi glottis lainnya.
Flexible fibreoptic bronchoscopy atau laringoskopi berguna
sebagai diagnosis dan penetalaksanaan dari obstruksi saluran nafas
atas. Keuntungannya dapat secara langsung melihat anatomi dan
fungsi saluran nafas atas dan membuat diagnosis yang akurat,
dapat dilakukan tdi unit gawat darurat tanpa memindahkan pasien
dan sedikit resiko obstruksi total, pasien dalam keadaan sadar dan
nafas spontan, bila dilakukan hati-hati tidak traumatic dan tidak
memperburuk obstruksi. Kekurangannya yaitu membutuhkan
operator yang handal dan pasien yang kooperatif, sulit dilakukan
bila terdapat banyak darah dan sekret.
Laringoskopi direct dapat sebagai tindakan diagnosis dan
terapetik. Benda asing, darah, muntahan, dan sekresi dapat di sedot
atau dikeluarkan dengan forsep. Intubasi endotracheal dapat
dilakukan dengan cepat dengan penglihatan langsung.
Kekurangannya adalah kebutuhan akan anastesi lokal yang baik
dimana sering sulit dilakukan pada keadaan emergensi. Prosedur
yang traumatis dapat memperburuk pembengkakan, perdarahan
dan edema.
2.2.5.2 Pemeriksaan Radiografi
Foto polos leher AP dan lateral berguna untuk mendeteksi
benda asing yang radiopaq, massa retrofaring dan epiglottitis. Foto
Lateral harus dilakukan saat inspirasi dengan kepala hiperekstensi.
CT scan dapat dilakukan pada pasien yang stabil dan untuk menilai

12
kartilago tiroid, krikoid dan aritenoid untuk menilai keadaan lumen
saluran nafas.

2.2.6 Prinsip Dan Teknik Penanganan Sumbatan Jalan Nafas


2.2.6.1 Manuver jalan nafas
Manuver sederhana dapat dilakukan untuk membuka jalan
nafas seperti headtilt, chin lift. Jaw thrust (triple airway
manoeuver) digunakan bila metode lainnya gagal. Manuver
“Heimlich” efektif digunakan pada sumbatan jalan nafas total yang
disebabkan oleh benda asing. Oropharyngeal airway (guedel) atau
nasopharyngeal airway akan berguna pada pasien-pasien yang
tidak sadar. Jika pasien tidak diintubasi segera, gunakan posisi
koma (semi-prone, kepala sedikit ditundukkan).
2.2.6.2 Intubasi Endotracheal
Direct laryngoscopy dan intubasi tracheal adalah metode yang
digunakan pada pasien yang apneu dan tidak sadar. Anastesi lokal
yang baik sangatlah penting. Phenylephrine (1-2%) atau kokain
(2ml dalam larutan 5%) mengurangi perdarahan hidung. Suction
catheters (oro atau nasopharyngeal) akan memperbaiki angka
keberhasilan dimana “port suction” dapat digunakan untuk
menyalurkan oksigen 100% dan juga menjaga ujung bronkoskopi
tetap bersih dari lendir.
Penanganan Operatif Diindikasikan bila intubasi endotracheal
tidak memungkinkan atau ada ketidakstabilan tulang cervical
2.2.6.3 Percutanous Transtracheal Jet Ventilation
Menggunakan kateter intravena yang besar dimasukkan
melalui membran cricothyroid. Cepat sederhana, relative aman dan
efektif pada situasi dimana pasien tidak bisa di intubasi. Lebih
cepat dari cricothyroidotomy atau trakeostomi

13
2.2.6.4 Cricothyroidotomy
Diandalkan, aman dan mudah untuk membuat suatu jalan nafas
emergensi. Merupakan metode yang dipilih jika terjadi sumbatan
total jalan nafas atas dan ekspirasi tidak bisa dilakukan melalui
glottis
Diameter internal minimum tube agar dapat terjadi pertukaran
gas yang adequate (menggunakan suplemen O2): pernafasan
spontan 3mm; ventilasi dengan suatu bag valve resuscitator 2.5mm
Diameter dari rongga cricothyroid adalah 9mm oleh karena itu
tube berukuran lebih dari 8.5 tidak boleh digunakan untuk
mencegah komplikasi seperti laryngeal fractur dan kerusakan pita
suara. Tube trakeostomi shiley no 4 memiliki diameter dalam 5mm
dan diameter luar 8.5 mm oleh karena itu ideal. Suatu tube
endotrakheal standar 6-6,5 juga bisa digunakan
2.2.6.5 Teknik Operasi
Leher pasien diekstensikan dan distabilkan, palpasi kartilago
krikoid kira-kira 2-3 cm dibawah tiroid. Dibuat suatu insisi
horizontal sepanjang 1 cm sedikit diatas batas superior krikoid (ini
untuk menghindari pembuluh yang berjalan dibawah batas inferior
sama seperti pembuluh yang berada di intercostal) untuk
mendapatkan membran cricothyroid yang kemudian ditembus
ditengahnya. Pisau harus diarahkan ke inferior untuk mencegah
trauma pita suara.hati-hati agar tidak menembus dinding posterior
laring yang bisa menembus oesofagus. Masukkan instrumen
tumpul seperti gagang pisau pada insisi dan putar perlahan untuk
memperbesar insisi agar dapat dimasuki kanula kecil
Komplikasi (seperti stenosis subglottic, fraktur tiroid, perdarahan
dan pneumothorax) jarang terjadi.
2.2.6.6 Tracheostomy

14
Trakeostomi dan trakeostomi adalah dua hal yang sering
dilakukan untuk membuka dinding anterior leher guna mencapai
trakea yang bersifat sementara. Trakeotomi perdefenisi adalah
suatu insisi yang dibuat pada trakea, sementara trakeostomi
merupakan tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk
keparu-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas. Stoma
permanen setelah laringektomi yang dibuat dengan menjahitkan
kuit ke mukosa trakea disebut trekeostomi permanen.
Perkembangan antibiotik dibarengi kemajuan hebat dalam
anastesi telah menjadikan trakeostomi paling sering dilakukan
sebagai prosedur elektif. Untuk memintas obstruksi
Anomali Kongenital (seperti, laryngeal hypoplasia,)
Benda asing yang tidak bisa dikeluarkan dengan manuver
Heimlich dan basic cardiac life support (BCLS)
Kondisi patologis supraglottic atau glottis (seperti, infeksi,
neoplasma, bilateral vocal cord paralysis). Trauma leher akibat
cedera berat pada kartilago tiroid atau krikoid tulang hyoid atau
pembuluh darah besar. Emphysema subcutan muncul di wajah
leher fraktur wajah yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas
(misalnya fraktur komminutif tulang wajah bagian tengah dan
mandibula, Edema, Trauma Luka bakar, Infeksi, Anafilaksis
Membuat rute jangka panjang untuk ventilasi mekanik jangka
panjang pada kasus kasus gagal nafas jalan untuk pulmonary toilet.
Batuk Inadequat karena nyeri atau kelemahan
Aspirasi dan ketidakmampuan untuk menangani sekresi (tube
dengan cuff membuat tracea terlindungi dari esophagus dan isi
refluxnya. Olehkarena itu intervensi ini bisa mencegah aspirasi dan
semua substansi aspirasi bisa dipindahkan). Profilaksis (seperti
persiapan pada pembedahan luas di kepala dan leher). Severe sleep

15
apnea (gangguan nafas saat tidur yang berat) yang tidak bisa
ditangani dengan cara lain yang lebih ringan.

2.2.6.7 Jenis trakeostomi


1. Trakeostomi biasa
Trakeostomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah
dicari, indikasinya:
- Tumor laring yang belum lanjut (belum sesak),
persiapan biopsi.
- Tumor pangkal lidah/tonsil, persiapan radiasi atau
operasi (untuk anestesi).
2. Trakeostomi sulit
Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena :
- Trakea letaknya "dalam", sulit dicapai; hal ini karena
ada tumor koli.
- Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
- Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
- Ada pembuluh vena besar karena bendungan
disebabkan oleh tumor koli.
- Lubang operasi tidak konsisten di garis tengah, karena
asisten memegang haak (pengait) tidak di garis tengah
secara konsisten.
- Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga
sulit meraba trakea.
- Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor
koli.
- Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeostomi
dahulu.

16
3. Trakeostomi darurat
Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah
sianosis; sesak karena lumen sudah menutup jalan napas lebih
dari 90%.
4. Trakeostomi darurat dan sulit, Kombinasi ini bisa
terjadi yang sangat membahayakan jiwa penderita
 Kontraindikasi
Tak ada kontraindikasi absolut untuk trakeostomi.
Suatu kontraindikasi yang relatif kuat untuk melakukannya
adalah sumbatan yang diduga suatu karcinoma laring
karena manipulasi pada tumor harus dihindari karena hal
tersebut meningkatkan insiden rekuren.

2.3 PEMECAHAN KASUS


Skenario
Tersedak Buah Rambutan
Bambang anak laki-laki berusia 12 tahun dibawa orangtuanya ke UGD karena
batuk-batuk dan sesak nafas, wajah membiru dan tidak sadar. Menurut ibunya
Bambang habis makan buah rambutan sambil bercanda dengan teman-temannya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
GCS 10
VS : RR 50x/menit dangkal, TD : 70/40 mmHg, N: 140x/menit kecil
Thorax kanan dan kiri pergerakannya sama, vesikuler dan sonor.
Akral dingin pucat dan membiru.
Dokter memberikan terapi sementara dengan oksigen 2 liter/menit

1. PEMECAHAN KASUS
 Identitas pasien

17
 Nama : Bambang
 Umur : 12 tahun
 Jenis kelamin : laki-laki
 Anamnesa singkat
 Keluhan utama : tersedak buah rambutan
 RPS :
• Lokasi : laring
• Kuantutas : berat
• Kualitas : mengganggu aktivitas
• Kronologi : Bambang habis makan buah rambutan
sambil bercanda dengan teman-temannya
 Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : lemah, tidak sadar
 Kesadaran : didapatkan GCS 10 ( stupor )
 Vital sign
• Tekanan darah : 70/40 mmHg
• Nadi : 140 x/menit
• RR : 50 x/menit
 Head to thoose :
• Thorak : Thorax kanan dan kiri pergerakannya
sama, vesikuler dan sonor.
• Ekstermitas : sianosis

2. PATOFISOLOGI KASUS

Makan buah rambutan


sambil bercanda

18
Terjadi regurgitasi
pada epiglotis

Tersedak sehingga
menutup jalan nafas

Proses ventilasi
paru menurun
Daerah ekstermitas/perifer
kekurangan oksigen

Sianosis

 perfusi oksigen ke
seluruh tubuh

Di otak, merupakan daerah Kompensasi jantung untuk


Kompensasi tubuh untuk
yang sangat peka jika mensuplasi O2 ke jaringan
mengeluarkan benda asing dan
terjadi penurunan oksigen
 ventilasi untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan
Meninggkatkan
Jaringan otak kontraksi otot jantung
mengalami hipoksia Terjadi batuk-batuk
dan sesak nafas
Tekanan darah
menurun karena CO
Terjadi penurunan GCS : 10
yg dihasilkan sedikit
kesadaran ( stupor )
Respirasi rate :
50x/menit Tekanan darah : 70/40
mmHg

19
Nadi cepat : 140x
/menit

3. PENATALAKSANAAN OBSTRUKSI JALAN NAFAS PADA KASUS


I. Bila disebabkana oleh benda asing (misalnya tersedak
makanan) usahakan dikeluarkan segera dengan Heimlich
Manuver :
A. Penderita dalam posisi duduk atau berdiri :
- Penolong duduk atau berdiri di belakang penderita.
- Lingkarkan kedua tangan, mengelilingi pinggang penderita.
- Buat kepalan dengan satu tangan, tangan lain mencekap kepalan
tersebut dengan ibu jari menghadap perut dan diletakkan di
epigastrium.
- Lakukan pendorongan dengan kuat dan cepat ke arah atas.
- Tindakan ini dapat diulang beberapa kali.
Bila tidak berhasil, coba kait benda asing tersebut dengan jari
yang dimasukkan ke dalam larings.
Bila sulit atau benda asing terletak dalam, penderita
dibungkukkan dan dilakukan penepukan kuat di punggung di
antara scapula.
B. Penderita dalam posisi terlentang :
- Penolong berlutut di atas penderita dengan kedua lutut
di samping kiri dan kanan tubuh penderita.
- Satu telapak tangan diletakkan di epigastrium
penderita, telapak tangan yang lain di atasnya.
- Lakukan penekanan dengan pangkal telapak tangan
dengan kuat dan cepat kea rah atas.
- Tindakan ini dapat diulang beberapa kali.

20
Bila penderita muntah, miringkan tubuhnya dan bersihkan
mulutnya. Bila cara-cara di atas gagal atau bila tidak
disebabkan oleh benda asing, siapkan segera bronkoskopi atau
trakeotomi.
II. Terhadap penderita obstruksi jalan nafas stadium I dan II
dilakukan tindakan konservatif dengan oksigen, bronkodilator
(aminofilin, bisolvon) dan anti edema (papasee) dan pengawasan
ketat terhadap gejala yang timbul.
III. Obstruksi jalan nafas stadium III dan IV memerlukan tindakan
intubasi atau trakeotomi segera.
1. Intubasi
Merupakan tindakan memasang pipa endotrakeal
(biasanya mempunyai cuff) atau bronkoskop. Sulit atau tidak
dapat dilakukan pada edema larings, trauma larings berat,
tumor yang menutup glottis atau paralisis n.rekurens bilateral.
Cara ini relative mudah dan cepat dilakukan, tetapi :
- Menyebabkan trauma larings sehingga dapat timbul
jaringan parut yang menyulitkan ekstubasi.
- Tidak boleh dipasang lebih dari 2 x 24 jam.
- Sering terlepas sendiri sehingga dapat membehayakan
penderita.
- Menghalangi intake peroral.
2. Trakeotomi
Merupakan tindakan membuat jalan nafas baru dengan
membuat lubang (stoma) pada trakea. Menurut urgensinya
dibagi atas :
a. Emergency Tracheostomy

21
Dilakukan pada keadaan darurat, biasanya di daerah
glottis (trakeostomi tinggi); sebaiknya segera diganti
dengan trakeostomi rendah.
b. Orderly Tracheostomy
Merupakan tindakan berencana, dilakukan pada cincin
trakea III atau di bawahnya (trakeostomi rendah).

 Tekniknya :
1. Premedikasi dengan atropine sulfat 1 mg i.m
2. Penderita dalam posisi hiperekstensi pada leher, bila
perlu tengkuk di ganjal dengan bantal atau kantong
pasir.
3. Setelah insisi kulit dan antisepsis daerah tindakan,
diberikan anastesi local (infiltrasi) dengan prokain 1%
mulai dari kartilago tiroid sampai daerah fosa
supraesternal, dapat juga dilakkukan anastesi umum,
tetapi sebelumnya harus ditandai dengan pipa
endotrakeal atau bronskoskop.
4. Insisi dibuat mulai dari bagian bawah kartilago krikoid
sampai dengan fosa supraesternal, tepat di garis tengah;
cara ini lebih aman daripada insisi horizontal meskipun
kosmetik lebih buruk.
5. Jaringan subkutis disisihkan, sedapat mungkin jangan
memotong pembuluh darah; fasia otot dipotong di garis
tengah.
6. Setelah cincin trakea tampak, ismus tiroid disisihkan
(bila perlu dipisahkan) sampai cincin trakea I-V terbuka;
perdarahan dirawat.

22
7. Dapat disuntikan beberapa tetes kokain 5% melalui
interkartilago I untuk mencegah iritasi pada pemasangan
kanul.
8. Trakea dibuka di garis tengah, sebaiknya di bawah
cincin trakea III, lalu dibuat lubang atau flap yang sesuai
dengan kanul yang akan dipasang.
9. Bila ada, benda asing dapat dicari dan dikeluarkan
melalui stoma dengan bantuan speculum hidung dan
pinset; bila ternyata benda asing itu terletak distal stoma
dan tak dapat diambil, maka dorong ke salah satu
bronkus agar jalan nafas dapat dibuka sebagian dan
kirim ke tempat yang mempunyai fasilitas bronkoskopi.
10. Pasca tindakan tidak perlu dijahit; bila perlu dapat
dibuat jahitan longgar di kedua ujung insisi.
 Beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Insisi yang terlampau pendek mempersulit pencarian
trakea dan memudahkan terjadinya emfisema subkutis.
2. Kanul sedapat mungkin esuai dengan diameter lumen
trakea :
- Bila terlalu kecil akan mudah bergerak sehingga
menimbulkan rangsangan.
- Bila terlalu besar akan menekan dinding trakea,
akibatnya mudah terjadi nekrosis.
- Bila terlalu pendek, mudah lepa dan masuk ke
subkutis.
- Bila terlalu panjang ujungnya akan menggeser
dinding trakea sehingga merangsang timbulnya
jaringan granulasi dan stenosis.

23
 Perawatan pasca trakeostomi :
1. Secret sering dibersihkan dengan penghisap, setiap 15
menit.
2. Kanul dalam dibersihkan sedikitnya sekali sehari; sedang
kanul luar dapat 2-3 hari sekali.
3. Kain alas kanul harus diganti bila basah agar tidak terjadi
dermatitis.
4. Dekanulisasi dilakukan bertahap, mula-mula ditutup ¼
bagian, bila tak ada keluhan tutup ½ bagian, seterusnya ¾
bagian dan akhirnya ditutup seluruhnya, setelah itu baru
kanul dilepas.
 Komplikasi trakeostomi :
1. Perdarahan, terutama dari arteri tiroidea yang terpotong.
2. Infeksi, perikondritis rawan tiroid, pneumoni.
3. Jaringan granulasi.
4. Stenosis trakea atau larings.
5. Fistula trakeoesofagus.
6. Emfisema subkutis dan mediatinum.
7. Pneumotoraks.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
3.1.1 Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan
penyumbatan pada saluran pernapasan bagian atas. Beberapa
gangguan yang merupakan obstruksi pada jalan napas atas,
diantaranya adalah : Obstruksi Nasal dan Obstruksi Laring
3.1.2 Obstruksi sering terjadi pada daerah yang secara anatomis
menyempit, seperti hipofaring pada dasar lidah dan pada pita suara di
laring. Tempat obstruksi jalan nafas dapat di supraglotis intraglotis
dan infraglotis. Juga bisa dibagi menjadi bagian intra thorak dan
ekstrathorak yang berbeda selama inspirasi dan ekspirasi.
Saluran nafas intra thorak melebar selama inspirasi dan karena
tekanan negatif dari intrapleural. Tekanan positif di intrapleural
selama ekspirasi menyebabkan penekanan dan penyempitan.

3.2 SARAN

25
3.2.1 Bila disebabkana oleh benda asing (misalnya tersedak makanan)
usahakan dikeluarkan segera dengan Heimlich Manuver.
3.2.2 Terhadap penderita obstruksi jalan nafas stadium I dan II dilakukan
tindakan konservatif dengan oksigen, bronkodilator (aminofilin,
bisolvon) dan anti edema (papasee) dan pengawasan ketat terhadap
gejala yang timbul.
3.2.3 Obstruksi jalan nafas stadium III dan IV memerlukan tindakan
intubasi atau trakeotomi segera

26

Anda mungkin juga menyukai