Anda di halaman 1dari 4

TANTANGAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT ADAT/

BANGSA PRIBUMI DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN


HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAAN

Pengantar
Adakah kebebasan beragama atau berkepercayaan di Indonesia? Jawaban terhadap
pertanyaan tadi bisa beragam.
Menurut PAMA PUJA (Panguyuban Masyarakat Adat Pulau Jawa, yaitu gerakan yang
mewakili masyarakat adat di Jawa), salah satu masalah paling berat yang dihadapi
masyarakat adat Jawa adalah hak untuk menjalankan agama atau
kerpercayaannya, dalam kegiatan pengajaran, pengamalan, ibadah dan pentaatan.
Pemerintah sering menuding agama atau kepercayaan masyarakat adat sebagai
agama sempalan yang harus kembali ke agama induknya. Sebaliknya, menurut
para penganut agama lokal, justru agama dan kepercayaan merekalah yang
seharusnya disebut sebagai agama asli atau agama yang induk. Agama-agama
besar (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha) merupakan agama impor. Jauh
sebelum kelima agama tersebut datang ke Indonesia, agama dan kepercayaan
yang mereka anut sudah hidup ribuan tahun.
Contoh agama dan kepercayaan mayarakat adat adalah:
• Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh mayarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten
• Agama Parmalim, agama asli Batak
• Agama Kaharingan di Kalimantan
• Kepercayaan Tonaas Walian di Minahasa, Sulawesi Utara
• Wetu Telu di Lombok
• Naurus di Pulau Seram di Propinsi Maluku

Data Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2003 mengungkapkan, dari


245 aliran kepercayaan yang terdaftar, jumlah penghayat mencapai 400 ribu jiwa
lebih.

Makalah ini akan mendiskusikan secara singkat beberapa masalah dan tantangan
yang dihadapi masyarakat adat di Indonesia dalam mewujudkan hak atas
kebebasan beragama atau berkepercayaan
Rumusan Hak Kebebasan Beragama atau Berkepercayaan
Inti normatif dari hak asasi manusia kebebasan beragama atau berkepercayaan
dapat dirumuskan dalam delapan elemen:
1. Kebebasan internal: setiap orang berhak atas kebebasan berfikir,
berkepercayaan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk setiap
orang menganut, menetapkan, merpertahankan atau pindah agama atau
kepercayaan
2. Kebebasan eksternal: setiap orang mempunyai kebebasan, baik sendiri
atau bersama-sama dengan orang lain, di tempat umum atau tertutup, untuk
menjalankan agama atau kerpercayaannya dalam kegiatan pengajaran,
pengamalan, ibadah dan pentaatan.
3. Tanpa dipaksa: Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu
kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau
kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
4. Tanpa diskriminasi: Negara berkewajiban untuk menghormati dan
menjamin hak kebebasan beragama atau berkepercayaan bagi semua orang
yang berada dalam wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, hak
kebebasan beragama atau berkepercayaan tanpa pembedaan apa pun
seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat
lain, kebangsaan atau asal-usul lainnya, kekayaan, kelahiran atau status
lainnya.
5. Hak orang tua dan wali: Negara berkewajiban untuk menghormati
kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk
memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka
sesuai dengan kepercayaan mereka sendiri, dibatasi oleh kewajiban
melindungi hak kebebasan beragama atau berkepercayaan setiap anak
sesuai dengan kemampuan anak yang sedang berkembang.
6. Kebebasan korporat dan kedudukan hukum: komunitas keagamaan
boleh mempunyai kedudukan hukum dan hak kelembagaan untuk mewakili
hak dan kepentingannya sebagai komunitas. Yaitu, komunitas keagamaan
sendiri boleh mempunyai hak bebebasan beragama atau berkepercayaan,
termasuk hak untuk mandiri dalam urusannya sendiri. Walaupun komunitas
keagamaan mungkin tidak ingin menggunakan kedudukan hukum formilnya,
sekarang sudah diakui secara umum bahwa komunitas tersebut mempunyai
hak untuk memperoleh kedudukan hukum sebagai bagian dari hak
kebebasan beragama atau berkepercayaan, khususnya pada hak
menjalankan agamanya bersama –sama dengan orang lain.12
7. Pembatasan yang diperbolehkan terhadap kebebasan eksternal:
kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat
dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan hal tersebut diperlukan
untuk melindungi:
• keamanan,
• ketertiban,
• kesehatan, moral masyarakat, atau
• hak-hak mendasar orang lain.13
8. Tidak boleh dikurangi: Negara tidak boleh mengurangi hak kebebasan
beragama atau berkepercayaan, bahkan dalam keadaan darurat.14
Pemabahasan

Seperti kita ketahui saat ini banyak sekali issue-issue yang menyangkut kebebasan
untuk memeluk dan menjalankan keyakinan (agamanya). Padahal kita tahu bahwa
di Negara kita ini sudah tercipta Undang-Undang untuk bebas memeluk dan
menjalankan keyakinannya masing-masing. Di dalam ideologi Indonesia sendiri atau
yang biasa kita sebut Pancasila, sudah tertera dengan jelas bahwa bangsa kita
menghargai perbedaan terutama dalam memeluk dan menjalankan keyakinannya.
Hal ini yang kemudian membuat kami tergerak untuk membahas tentang masalah
ini. Sebenarnya permasalahan ini dapat terselesaikan bila masing-masing pihak
yang terkait bisa saling menyadari perannya masing-masing. Karena Indonesia
terbentuk dan berdiri dengan peranan enam agama yang telah diakui secara resmi
oleh Negara.

Karena itu ketika sebagian dari kita berusaha untuk merubah hal itu dengan cara
menekan hak orang lain untuk memilih dengan bebas keyakinan yang ingin
dipeluknya, itu merupakan sikap atau tindakan yang tidak benar. Tidak seharusnya
kita memaksakan kehendak kita atau agama yang kita anut kepada orang lain.
Karena kebebasan untuk memeluk dan menjalankan keyakinannya adalah hak asasi
setiap individu. Individu itu sendirilah yang berhak menentukannya. Siapapun itu
tidak boleh mempengaruhinya. Tetapi walaupun kita diberi kebebasan untuk
memilih bukan berarti di Indonesia diperbolehkan untuk tidak beragama, karena
dalam Undang-Undang sendiri diatur mengenai hal ini agar setiap individu di
Indonesia wajib untuk memiliki agama.

Setiap pihak memiliki peran penting agar bisa terlaksana kehidupan yang rukun.
Baik pemerintahan, masyarakat atau para tokoh agama. Pemerintahan dengan
peraturannya dapat mengatur mengenai bagaimana agar agama yang satu dengan
ya lainnya bisa saling bedampingan dan tidak saling mendiskriminasikan. Para
tokoh agama berperan sangat penting dengan memberikan doktrin-doktrin atau
ajaran yang benar agar para penganut agamanya tidak menjalankan kehidupan
yang salah dan mendeskriditkan agama lain. Yang terakhir adalah peran
masyarakat. Masyarakatlah yang mengolah semua pada akhirnya. Baik Undang-
Undang maupun doktrin-doktrin yang mereka terima. Seharunya sebagai
masyarakat yang mengaku dirinya pintar, kita dapat memilah mana yang baik dan
benar serta mana yang salah. Kita tidak boleh begitu saja menerima doktrin-doktrin
yang diberikan oleh para tokoh agama. Kita harus memilah apakah doktrin yang
diberikan itu benar atau tidak. Sehingga kita tidak menjadi individu-individu yang
hanya bisa mendeskriminasikan agama lain.

Kami tahu bahwa tak mudah untuk menyatukan pemikiran dari berjuta-juta
masyarakat yang ada di Indonesia ini. Terkadang tanpa kita sadari disaat kita
memperjuangkan hak kita ada hak-hak orang lain uang kita tekan dan tak sengaja
dihiangkan. Kamu sungguh sangat menyadari itu. Namun ini membuktikan juga
betapa pentingnya disaat kita memikirkan diri kita, kita juga harus memikirkan
orang lain. Karena kita hidup sebagai manuisa sosial. Indonesia saat ini
membutuhkan dukungan dari masyarakatnya. Sehingga dibutuhkan tenaga ekstra
keras agar bisa menjadi bangsa yang kokoh, yang didalamnya bisa tercipta
kerukunan antar masyarakatnya. Tak ada lagi pendeskriminasian agama, sehingga
setiap individunya dapat merasakan secara bebas memeluk dan menjalankan
agamanya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Agar Pancasila bisa benar-
benar terealisasikan dalam hidup kita, sesuai dengan isi setiap butir-butirnya. Agar
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA serta PERSATUAN INDONESIA,
bisa benar-benar terwujud dan tercermin dalam kehidupan bangsa ini. Agar
Pancasila bisa benar-benar menjadi landasan ideology yang utuh dan dapat
dimengerti oleh bangsa ini.

Anda mungkin juga menyukai