Anda di halaman 1dari 15

PENGANTAR EKONOMI MAKRO

KEBIJAKAN EKONOMI SEKTOR RIIL

Oleh:
Adita Rizki Andini C1C010101
Yanna Krisna T C1C010102
Rezky Pramurindra C1C010104
Dwi Saptya Rini C1C010105
Kukut Ragil W C1C010106
Nida Laelya F C1C010107
Nur Cahyono C1C010108
Diah Sonanti C1C01010 9
Amanda U. A. C1C010110

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS EKONOMI
2010

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengantar Ekonomi Makro dengan tema
“Kebijakan Ekonomi Sektor Riil” dengan baik.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Pengantar Ekonomi makro dan untuk
memperdalam materi Kebijakan Ekonomi Sektor Riil.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dari materi ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan.

1
BAB I
PENDAHULUAN

Secara umum kebijakan makroekonomi didefinisikan sebagai kebijakan yang diambil


oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai masalah makroeperekonomian, seperti pengangguran,
inflasi, pertumbuhan ekonomi yang lamban, defisit neraca pembayaran,dan lain
sebagainya.Secara garis besar kebijakan makroekonomi dapat dibedakan kedalam empat macam
kebijakan, yaitu :
1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui manipulasi
instrument fiscal seperti pengeluaran pemerintah dan atau pajak yang ditujukan untuk
mempengaruhi tingkat permintaan agregat didalam perekonomian.
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas
moneter dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar dan tingkat bunga untuk
mempengaruhi tingkat permintaan agregat dan mengurangi ketidakstabilan dalam
perekonomian
3. Kebijakan Pendapatan
Kebujakan pendapatan atau disebut kebujakan harga dan upah adalah kebijakan yang
dilakukan pemerintah untuk mengendalikan tingkat kenaikan harga – harga, upah
nominal, dan bentuk – bentuk pendapatan lainnya.
4. Kebijakan Ekonomi Internasional
Kebijakan ekonomi internasional adalah kebijakan yang ditujukan untuk
mempengaruhi posisi keuangan dan moneter dari suatu Negara.
Selain itu dalam sumber lain, dikatakan bahwa kebijakan sektor riil termasuk dalam
salah satu kebijakan makroekonomi. Kebijakan sektor riil mengacu pada sektor yang
memproduksi barang dan jasa melalui pemanfaatan bahan baku dan faktor – faktor produksi
lainnya, seperti tenaga kerja, tanah, modal, atau peralatan produksi lainnya. Sektor riil terkait
dengan berbagai hal dalam perekonomian yang bukan dalam kategori sektor moneter .

1
Kebijakan di suatu sektor bertujuan untuk meningkatkan kinerja dari sektor tersebut.
Namun demikian, karena di dalam suatu ekonomi, sektor-sektor ekonomi saling terkait satu
dengan lainnya, langsung dan tidak langsung (misalnya kemampuan Indonesia dalam menarik
investasi dari luar sangat dipengaruhi oleh pembangunan sektor industri di dalam negeri), maka
efektivitas dari suatu kebijakan terhadap kinerja dari sektor bersangkutan sangat ditentukan oleh
(selain faktor-faktor lain) kebijakan-kebijakan lain di sektor-sektor lainnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Kebijakan sektor riil adalah kebijakan sektor ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi yang
nyata. Di sana,terjadi produksi barang dan jasa, pasarnya jelas, ada pembeli dan penjual yang
berakad, serta melibatkan banyak tenaga kerja. Sebaliknya, pasar saham, pasar modal, barang
yang dijualnya tidak nyata dan tidak jelas. Sektor riil terkait berbagai hal dalam perekonomian
yang bukan dalam kategori sektor moneter.

A. Pengaruh Krisis Keuangan Global Terhadap Sektor Riil

Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak
yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya telah mengganggu stabilitas sektor
keuangan dan sektor riil, bahkan terhadap pembangunan daerah. Hal ini sebenarnya merupakan
rentetan dampak dari krisis keuangan, dimana krisis keuangan memberikan efek terhadap sektor
riil, selanjutnya terganggunya perkembangan sektor riil mempengaruhi keberlangsungan
pembangunan daerah.

Terjadinya depresiasi nilai Rupiah terhadap Dollar Amerika merupakan imbas krisis global di
sektor keuangan. Kejadian ini sangat berdampak pada sektor riil, yakni pada sektor
pembangunan infrastruktur, sektor perumahan dan pemukiman, sektor pertanian, sektor
kehutanan, dan sektor perdagangan dan industri.

Pertama pada pembangunan infrastruktur. Berkurangnya anggaran pemerintah akibat krisis


keuangan global mengakibatkan semakin tidak terpenuhinya kebutuhan pemeliharaan dan
rehabilitasi infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi. Terdepresiasinya nilai Rupiah dan
tingginya tingkat inflasi menyebabkan terjadinya kenaikan biaya transportasi. Hal ini diperparah
dengan sempat melonjaknya harga minyak dunia yang mendorong meningkatnya harga/subsidi
bahan bakar kendaraan bermotor. Kenaikan harga bahan bakar tersebut menambah beban biaya
transportasi. Dengan demikian terjadilah penurunan tingkat kinerja infrastruktur transportasi

1
dalam mendukung kegiatan ekonomi, antara lain penurunan tingkat keselamatan, kelancaran
distribusi, dan terhambatnya hubungan dari satu daerah ke daerah lain.

Penurunan kinerja infrastruktur ini berimplikasi pada terhambatnya distribusi barang dan jasa
yang menyebabkan kenaikan biaya angkut, sehingga biaya produksi meningkat. Akibatnya
terjadilah kesenjangan harga yang tajam untuk produk yang sama di daerah yang berbeda. Ini
akan menyebabkan pula kesenjangan daya beli antar daerah. Hambatan transportasi juga
menyebabkan menurunnya mobilitas tenaga kerja sehingga meningkatkan konsentrasi keahlian
dan keterampilan pada beberapa lokasi wilayah tertentu saja.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa pembangunan infrastruktur ini membutuhkan biaya yang
sangat besar. Bahkan menurut road map pembiayaan infrastruktur untuk 2005-2009 mencapai
Rp 1.400 Triliun (Kementrian BUMN 2005). Dengan demikian dana sebesar itu tak dapat hanya
mengandalkan pembiayaan dalam negeri, sehingga diperlukan investor atau donatur dari
beberapa lembaga asing. Untuk menarik investor asing, Indonesia perlu menjaga stabilitas
ekonomi dan politik di dalam negeri. Meskipun stabilitas ekonomi dan politik bisa kita capai,
investor asing tidak otomatis tertarik karena krisis keuangan global telah membuat
kepercayaannya menurun dalam berinvestasi.

Kedua, pada sektor perumahan dan pemukiman. Krisis keuangan global yang melanda, telah
memberikan dampak yang serius pada sektor perumahan dan pemukiman. Pengurangan
likuiditas akibat krisis keuangan global mendorong terjadinya keterbatasan anggaran pemerintah
untuk sektor perumahan. Kondisinya diperparah lagi oleh kepanikan bank sehingga mereka
menaikkan suku bunga kredit perumahan. Padahal dengan pertumbuhan penduduk Indonesia
yang sebesar 1,9 persen per tahun, maka kebutuhan terhadap perumahan akan terus meningkat.
Untuk menghadapi situasi tersebut, Bank Indonesia mengambil kebijakan menurunkan BI rate.
Namun kebijakan BI dimaksud terkesan sangat lamban direspon oleh dunia perbankan dalam
menurunkan suku bunga KPR. Disamping itu, pihak Perbankan sangat selektif dalam
mengucurkan dana kreditnya. Memang sebagian bank sudah mulai menurunkan suku bunga
kredit rata-rata antara 0,5 sampai 1 persen. Namun, penurunan suku bunga kredit sebesar itu
tidak banyak berarti bagi konsumen maupun pengembang karena persoalan utama dunia
perbankan belum teratasi secara tuntas, yakni keterbatasan likuiditas.

1
Ketiga, pada sektor pertanian. Dampak krisis keuangan global terhadap sektor pertanian relatif
kecil. Hal ini dikarenakan sektor pertanian memiliki skema pembiayaan tersendiri dan tidak ada
di pasar saham. Namun dampak krisis sangat berpengaruh pada market demand di sektor ini,
yang terlihat dari penurunan permintaan terhadap komoditas pertanian secara umum karena daya
beli konsumen yang sedang turun. Hal ini berdampak pada volume perdagangan pangan yang
menurun secara signifikan di tingkat global. Data perdagangan Indonesia menunjukkan telah
terjadi penurunan ekspor untuk sektor pertanian sebesar 8,24 persen pada Januari 2009
dibandingkan Januari 2008.

Untuk subsektor pertanian yakni perikanan dan kelautan, krisis keuangan global juga
mengakibatkan menurunnya permintaan akan hasil perikanan dan kelautan sehingga harganya
menjadi tertekan, selanjutnya mengancam terjadinya gagal bayar karena persoalan finansial pada
perusahaan skala besar. Selain itu, negara-negara besar importir perikanan mengkhawatirkan
kemungkinan terjadinya penggunaan teknik budidaya perikanan yang tidak ramah lingkungan
karena nelayan mencoba mengurangi biaya produksi.

Keempat, pada sektor kehutanan. Imbas krisis keuangan global terhadap sektor kehutanan tak
jauh berbeda dengan sektor pertanian. Asumsi pertumbuhan ekspor yang hanya satu persen atau
bahkan negatif akan sangat memukul sektor kehutanan dengan alasan episentrum krisis
keuangan global juga melanda negara-negara yang selama ini menjadi pasar komoditas
kehutanan Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Selain itu, sektor kehutanan
tidak terlalu memperoleh perhatian untuk mendapatkan stimulus fiskal karena Pemerintah pusat
dan daerah lebih memprioritaskan sektor yang lain.

Keterbatasan likuiditas yang terjadi akibat krisis keuangan global mendorong pengusaha hutan
untuk membuat skala prioritas dalam pengelolaan aset kehutanannya. Penetapan prioritas ini
akan mengorbankan beberapa pos anggaran yang dianggap tidak langsung terkait dengan
kelangsungan kegiatan operasional seperti biaya dalam pelestarian lingkungan dan sosial
kemasyarakatan. Hal inilah yang justru akan membahayakan keberlangsungan sektor kehutanan
di masa yang akan datang.

1
Kelima, dalam bidang perdagangan dan industri. Krisis keuangan global berdampak pada
kesulitan mendapatkan bahan baku industri yang sebagian besar berasal dari luar negeri. Selain
itu, krisis juga menggerus daya beli yang selanjutnya menurunkan permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa. Dengan demikian perusahan akan menurunkan volume produksinya
sehingga mendorong terjadinya PHK yang berakibat meningkatnya pengangguran. Krisis
keuangan global telah menurunkan volume ekspor impor Indonesia. Ekspor Indonesia menurun
akibat lemahnya permintaan dari negara-negara importir utama seperti Amerika Serikat, Cina,
dan lain-lain. Krisis keuangan global juga telah meningkatkan persaingan antar produk ekspor di
pasar dunia. Di sisi impor Indonesia, terdapat ancaman serbuan produk impor dari negara lain
akibat dari menurunnya permintaan produk di beberapa pasar utama ekspor dunia, yang
kemudian mereka mengalihkannya ke pasar Indonesia. Hal tersebut memberikan efek defisit
terhadap neraca perdagangan Indonesia dimana nilai impor lebih besar dari ekspor.

B. Masalah yang dihadapi dalam sektor riil

a. Keterbatasan Modal
b. Untuk memulai bisnis di Indonesia masih kompleks dan tidak kompetitif
c. Aturan Ketenagakerjaan yang belum kondusif
d. Biaya Operasional tinggi
e. Biaya Produksi Manufaktur yang tinggi
f. Birokrasi dan Kepastian hukum yang tidak kondusif
g. Ketersediaan infrastruktur yang terbatas
h. Ketersediaan sumber daya manusia yang terbatas

C. Kebijakan Penguatan Sektor Riil

Berbagai dampak tersebut haruslah disikapi oleh pemerintah dengan membuat kebijakan-
kebijakan sektor rill agar sektor riil sebagai tumpuan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap
dapat berkembang dengan baik. Adapun kebijakan-kebijakan yang dapat dilaksanakan antara
lain sebagai berikut:

Pertama, kebijakan dalam sektor infrastruktur adalah dengan mengalokasikan dana stimulus
fiskal untuk belanja infrastruktur. Dana tersebut diprioritaskan untuk proyek-proyek infrastruktur

1
yang bersifat padat karya diberbagai bidang, antara lain dalam bidang pekerjaan umum, bidang
perhubungan, bidang energi, dan bidang perumahan rakyat.

Di sektor transportasi, instansi terkait telah melaksanakan beberapa kebijakan, antara lain:

1. pengembangan transportasi berdasarkan sistem transportasi nasional dan penyiapan


prakarsa pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Transportasi Nasional;

2. memprioritaskan pengembangan angkutan masal di perkotaan;

3. menyelesaikan pembangunan prasarana transportasi agar dapat dimanfaatkan;

4. memprioritaskan pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana transportasi; dan

5. pengembangan pelayaran keperintisan dan kelas ekonomi.

Kedua, pada sektor perumahan dan pemukiman. Di sektor perumahan, perlu diambil langkah-
langkah dari sektor pasokan berupa penyediaan perumahan dan dari sisi permintaan yakni dari
konsumen atau pembeli rumah. Dari sisi pasokan berupa:

1. mendorong pemanfaatan tanah untuk pembuatan rumah susun milik (Rusunami);

2. kemudahan/penyederhanaan perizinan untuk pembangunan Rusunami;

3. mendorong penempatan dana Taperum-PNS; dan

4. memberdayakan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja dan industri/perdagangan


bahan bangunan lokal terkait program KPR/KPRS Mikro Bersubsidi sejalan dengan
PNPM. Sementara dari sisi permintaan adalah dengan:

a. Memberlakukan fixed-rate untuk kredit perumahan; dan

b. Memperluas akses kredit dan pilihan skim subsidi.

1
Di sektor pemukiman, krisis keuangan global telah mengakibatkan terjadinya penurunan alokasi
anggaran untuk penyediaan pelayanan air minum, pengelolaan air limbah, persampahan dan
drainase. Dengan demikian kebijakan dalam mencegah dampak krisis keuangan global adalah:

1. pelaksanaan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan legislatif guna
meningkatkan prioritas pembangunan air minum, pengelolaan air limbah, persampahan,
dan drainase;

2. menciptakan skema insentif berbasis kinerja untuk pemda dalam meningkatkan investasi
air minum;

3. peningkatan efektivitas dan akuntabilitas anggaran pemerintah untuk penyediaan air


minum, pengelolaan air limbah, persampahan , dan drainase;

4. peningkatan kerjasama dengan pihak swasta, melalui skema PPP (public-private-


partnership)

Ketiga, pada sektor pertanian. Kebijakan yang ditempuh adalah:

1. meningkatkan kelembagaan pertanian, khususnya permodalan dan penelitian;

2. memberikan perlindungan kepada petani dalam konteks ketahanan pangan, tingkat


penghidupan masyarakat desa dan kesejahteraan masyarakat.

Terkait komoditas pangan, langkah yang perlu ditempuh adalah dengan memantapkan ketahanan
pangan nasional yang mengusahakan bertumpu pada produksi dalam negeri, menjamin
kelancaran manajemen distribusi pangan pokok, stabilitas harga pangan nasional, dan
melaksanakan diversifikasi pangan.

Untuk subsektor perikanan perlu langkah-langkah riil berupa:

1. pembinaan dan pengembangan sistem usaha perikanan melalui pengembangan kemitraan;

2. subsidi benih ikan dan pakan ikan;

3. memperkuat kebijakan dan peraturan dalam pemasaran produk;

1
4. Penguatan akses permodalan nelayan; dan

5. meningkatkan industri pengolahan ikan.

Keempat, pada bidang kehutanan. Beberapa kebijakan yang telah dan tengah dilakukan antara
lain:

1. menata ulang arah reformasi sektor perkayuan;

2. membatasi permintaan kayu bulat;

3. memperlambat laju konversi hutan;

4. menggeser agenda ke arah keadilan. Sementara itu, kebijakan dalam menangani


permasalahan lingkungan hidup yakni:

a. meningkatkan kapasitas dan koordinasi lembaga pengelolaan lingkungan;

b. meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan hukum lingkungan dan penegakan


hukum secara konsisten;

c. meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan;

d. meningkatkan konservasi SDA dan penataan lingkungan melalui pendekatan penataan


ruang;

e. membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan
sebagai kontrol sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup, dan

f. meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan SDA dengan memberikan akses


dan kontrol pengelolaan SDA di tingkat lokal.

Kelima, dalam bidang perdagangan dan industri. Upaya yang dilakukan dalam sektor
perdagangan adalah:

1. mengupayakan peningkatan pencegahan dan penangkalan penyelundupan barang-barang


dari luar negeri,

1
2. memperkuat pasar dalam negeri dan promosi penggunaan produk dalam negeri, dan

3. mendorong ekspor hasil industri padat karya.

Keseluruhan dari kebijakan untuk kelima sektor tersebut haruslah diikuti peran aktif dari
berbagai instansi terkait serta masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat memberikan efek
positif dalam mempertahankan atau bahkan meningkatkan pertumbuhan sektor riil.

Dapat diambil contoh berdasarkan perkiraan banyak kalangan, Di Indonesia tingkat


pengangguran dan kemiskinan masih tinggi, sedangkan pertumbuhan penduduk Indonesia juga
akan terus meningkat. Untuk itu, pertumbuhan penduduk tersebut tentunya harus diikuti pula
dengan penyediaan lapangan kerja yang cukup memadai. Salah satu alternatif solusi untuk
penurunan tingkat pengangguran adalah tidak henti-hentinya melakukan kebijakan sektor riil
dengan melakukan pemberdayaan aktivitas produksi di sektor riil. Membangun sistem
perekonomian prorakyat tidak bisa tidak, memang harus distimulasi dengan kinerja sektor rill
yang juga maju. Masalah lain yang akan muncul adalah di kelompok sektor rill, khususnya di
sektor pertanian (pangan/perkebunan/kehutanan) dan industri manufaktur. Di sektor pangan,
seperti menyusutnya lahan-lahan pertanian dan kerusakan pada hutan-hutan tropis, pada akhirnya
akan menjadikan Indonesia sebagai importir pangan. Demikian pula di sektor industri
manufaktur, Indonesia tampak mengalami persaingan yang sangat kuat di pasar global, akibat
munculnya proses industrialisasi di Cina, India, Malaysia, dan Thailand. Hal itu membuat
produk-produk manufaktur Indonesia sulit bersaing di tingkat global, bahkan regional sekalipun.
Kita lihat setiap hari membanjirnya produk-produk luar ke Indonesia.
Keadaan itu tentunya akan menghambat pemberdayaan sektor riil dalam negeri, sehingga pada
akhirnya menjadi faktor penghambat pada penurunan tingkat pengangguran dan tingkat
kemiskinan rakyat Indonesia. Pasal 33 UUD 45 menegaskan bahwa "Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Demikian pula bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, digunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat." Sudah saatnya bagi Indonesia untuk mengelola kekayaan alamnya dan
segala sumber daya yang dimilikinya untuk dikelola secara mandiri oleh negara dengan daulat
rakyat, untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

1
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tugas berat pemerintah saat ini dan ke depan adalah bagaimana menjadikan Indonesia
sebagai negeri yang mandiri, menjadi negara produsen bukan importir dan konsumen, karena
kita sebenarnya memiliki modal dasar yang memadai. Pertama, tenaga kerja yang cukup
tersedia karena penduduk Indonesia yang banyak. Kedua, bahan baku dan kekayaan alam
yang potensial, seperti hasil laut, perkebunan teh, kopi, kelapa sawit, yang merupakan sumber
bahan baku untuk diolah menjadi produk yang potensial. Ketiga, pasar domestik yang luas,
karena wilayah Indonesia cukup luas. Hal lain yang tidak kalah penting adalah memelihara dan
meningkatkan daya beli rakyat di kota dan perdesaan, serta merevitalisasi BUMN dengan tidak
terburu-buru melakukan privatisasi kita tidak ingin kasus-kasus penjualan perusahaan milik
negara, yang merupakan usaha-usaha strategis Indonesia, ke pihak asing terulang kembali.
Adapun cara yang dapat dilakukan dengan melakukan kebijakan sektor riil agar sektor riil
sebagai tumpuan pertu,buhan ekonomi Indonesia dapat berkembang dengan baik.Adapun
kebijakan-kebijakannya sebagai berikut :
1. Kebijakan dalam sektor infrastruktur adalah dengan mengalokasikan dana stimulus fiskal
untuk belanja infrastruktur. Dana tersebut diprioritaskan untuk proyek-proyek
infrastruktur yang bersifat padat karya diberbagai bidang, antara lain dalam bidang
pekerjaan umum, bidang perhubungan, bidang energi, dan bidang perumahan rakyat.
2. Pada sektor perumahan dan pemukiman. Di sektor perumahan, perlu diambil langkah-
langkah dari sektor pasokan berupa penyediaan perumahan dan dari sisi permintaan yakni
dari konsumen atau pembeli rumah.
3. Pada sektor pertanian. Kebijakan yang ditempuh adalah:
a. meningkatkan kelembagaan pertanian, khususnya permodalan dan penelitian;

b. memberikan perlindungan kepada petani dalam konteks ketahanan pangan,


tingkat penghidupan masyarakat desa dan kesejahteraan masyarakat.

1
4. pada bidang kehutanan. Beberapa kebijakan yang telah dan tengah dilakukan antara lain:

a. menata ulang arah reformasi sektor perkayuan;

b. membatasi permintaan kayu bulat;

c. memperlambat laju konversi hutan;

d. menggeser agenda ke arah keadilan. Sementara itu, kebijakan dalam menangani


permasalahan lingkungan hidup

5. dalam bidang perdagangan dan industri. Upaya yang dilakukan dalam sektor
perdagangan adalah:

a. mengupayakan peningkatan pencegahan dan penangkalan penyelundupan barang-barang


dari luar negeri,

b. memperkuat pasar dalam negeri dan promosi penggunaan produk dalam negeri, dan

c. mendorong ekspor hasil industri padat karya.

Keseluruhan dari kebijakan untuk kelima sektor tersebut haruslah diikuti peran aktif dari
berbagai instansi terkait serta masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat memberikan efek
positif dalam mempertahankan atau bahkan meningkatkan pertumbuhan sektor riil.

1
DAFTAR PUSTAKA

www.google.com diunduh pada 24 November 2010


www.wikipedia.com diunduh pada 24 November 2010
www.setneg.go.id diunduh pada 24 November 2010

Anda mungkin juga menyukai