Ada beberapa ciri khusus masyarakat industri yang perlu diperhatikan untuk
pemecahan masalah bagi umat Islam, diantaranya ialah :
• Pertama
• Kedua
• Ketiga
Persiapan Diri
Umat Islam dalam menilai kedatangan masyarakat industri ada yang bersifat apriori,
memberikan kutukan terhadap setiap langkah yang dapat menunjang terbentuknya
masyarakat industri, sebaliknya ada yang memberikan dukungan dan membenarkan
terhadap semua aspeknya.
“Setiap analisa tentang kaitan antara agama dan modernitas dilihat dari sudut pandang
agama, cenderung bersifat apologis. Sikap apologis dalam rumusan umum sering
menempatkan acara tak ubahnya seperti suatu alat untuk membenarkan semua perilaku
kemodernan di satu pihak. Atau agama merupakan palu godam untuk mengutuk apa
saja yang berbau modern di lain pihak. Kedua sikap ini sangat merendahkan martabat
agama serta sekaligus memandang kesan ketidakberdayaan agama dalam menghadapi
gelombang besar transformasi yang menyertai peradaban modern”.
Sikap yang logis dalam memberikan penilaian terhadap masyarakat industri dapat
bersandar pada nilai keadilan dan kegunaan, karena tidak semuanya yang terdapat pada
masyarakat industri berdampak negatif, Nabi Sulaiman pernah membangun
masyarakat modern dan mampu memberikan kebahagiaan dan keadilan pada
masyarakatnya, terhadap hal-hal yang negatif dan membawa kerusakan, kita harus
memiliki keberanian menolak dan menghindarkan diri, untuk bersikap seperti itu
dibutuhkan ilmu pengetahuan, harta benda, kerja keras atau jama ' ah, tanpa variabel
diatas akan kesulitan bagi umat Islam menghindarkan diri dari kerusakan masyarakat
industri, contoh kasus sederhana, dapat melihat ketidakberdayaan umat Islam terhadap
pengaruh TV, meskipun mereka mengetahui bahwa TV akan dapat merusak mentalitas
anak-anaknya.
Sumber hidup bagi umat manusia atau umat Islam merupakan kebutuhan primer, siapa
yang menguasai sumber hidup akan menguasai manusia, Karl Marx seorang tokoh
sosiologi mengemukakan bahwa sistem pengaturan hidup manusia merupakan dasar
pembentukan unsur kebudayaan, teknologi, susila, politik, seni dan agama.
Allah juga menempatkan masalah sumber hidup sebagai masalah primer yang harus
digali secara sungguh-sungguh dan profesional, tertulis pada surat Jum ' at ayat 10
yang artinya berbunyi : Apabila telah ditunaikan sholat Jum ' at, bertebaranlah kamu
di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah hukum Allah (tentang ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan penggalian karunia Allah) sebanyak-banyaknya,
supaya kamu mendapatkan kejayaan .
Pada surat An Nisa ' ayat 29 Allah menjelaskan etikanya, berbunyi : “ Hai orang-
orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang BATIL, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha
penyayang kepadamu ”.
Dimaksudkan memakan harta secara batil pada ayat diatas, bisa dengan jalan mencuri,
menipu, memeras, menjual agama, melepaskan kewajiban-kewajiban yang diberikan
oleh Allah dan lain sebagainya.
Perubahan sumber hidup dari lahan pertanian (pertanahan) ke tangan-tangan penguasa
pabrik, secara prinsip tidak ada permasalahan karena umat Islam memiliki teknis dan
etis yang mengatur tata cara pencarian sumber hidup. Idealnya umat Islam banyak
yang menjadi pengusaha (penguasa pabrik) meskipun untuk mencapai kedudukan
tersebut sangat sulit, khususnya pada masyarakat non Islami karena peran politik
memiliki andil yang besar untuk mengantar manusia pada penguasa pabrik. Kita dapat
menyaksikan calon pengangkatan Gubernur Jawa Timur, berapa banyak penguasa
pabrik yang memberikan support (sambutan) atau pendekatan kepada Pak Basofi
tentunya dengan orientasi masa depan usahanya.
Kalau kedudukan penguasa pabrik tidak dapat dilaksanakan, umat Islam dapat menjadi
pegawainya dimanapun tempatnya dengan catatan tidak ada persyaratan yang dapat
meninggalkan kewajiban agama. Bila ada persyaratan tersebut kita lebih baik hijrah
mencari lahan pekerjaan lain mungkin dengan hasil dan fasilitas yang lebih kecil, sikap
itu lebih baik dan bersifat wajib daripada mendapatkan hasil besar tapi harus melewati
kemungkaran tauhid.
Tokoh Ashabul Kahfi adalah contoh ideal bagi umat Islam yang menghadapi tantangan
tauhid di pekerjaannya, beliau rela meninggalkan negerinya demi memelihara ketaatan
kepada Allah, sampai Allah memberikan kemuliaan nama besar, pengalaman material
dan immaterial.
Hal ini sulit dilakukan tanpa adanya tekad, pembiasaan kerja berat dan pemahaman
nilai pekerjaan dalam Islam. Selama masih dalam ada pekerjaan lain dan ada sumber
kehidupan, kemungkaran dalam pekerjaan tidak dapat dikondisikan sebagai keadaan
darurat.
Sarana yang menunjang kehidupan masyarakat padang pasir, agraris dan industri
berbeda-beda, siapa yang memiliki dan berusaha mendapatkan sarana tersebut akan
dapat berbuat lebih banyak, daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan dan
sarana tersebut. Sarana kehidupan pada masyarakat industri sebagaimana disebutkan
diatas adalah ilmu pengetahuan industri tetapi mereka lemah dalam pengetahuan nilai-
nilai kemanusiaan dan ketuhanan, akibat yang jelas mereka akan berhasil menggali
sumber-sumber alam, tetapi akan mendapatkan kegagalan dalam menempatkan
kedudukan Allah sebagai penguasa tertinggi, gagal dalam menjalin hubungan antar
manusia, mereka akan banyak menjumpai konflik, perselisihan, pemerasan dan
peperangan.
Umat Islam dalam situasi seperti ini secara prinsip dapat melakukan 3 hal agar dapat
berkiprah dan berlaku benar yaitu :
Kebahagiaan yang terdapat pada masyarakat industri, sangat luar biasa mulai dari
makanan, perumahan, alat-alat perumahan, transportasi, seksual, olah raga seni dan
berbagai hiburan, tidak jarang menjadi batu sandungan bagi umat Islam, kaum Bani
Israil pernah hancur, bahkan pernah meninggalkan peribadatan hari Sabtu karena tidak
tahan melihat berbagai kebahagiaan material. Kholifah Utsman bin Affan, gagal
mengatur masyarakatnya karena tuntutan masyarakat mengenai harta yang dimiliki
Kholifah Utsman sangat besar, sampai terjadi pemberontakan. Dalam hal ini Allah
hanya memperingatkan bahwa kebahagiaan akherat lebih tinggi dari kebahagiaan
dunia dan siksa akherat jauh lebih dahsyat daripada penderitaan apapun di dunia.
Allah bukan melarang pada hamba-hamba-Nya untuk hidup bahagia di dunia dengan
menggunakan sarana-sarana masyarakat industri, melainkan Allah melarang
kebahagiaan yang berdampak bencana, kebahagiaan yang didapatkan diatas
penderitaan orang lain, kebahagiaan yang didapat dengan cara mengambil hak orang
lain.
Dengan demikian, umat Islam harus jeli memilih sarana-sarana kebahagiaan yang
terdapat pada masyarakat industri, sehingga sarana tersebut mampu memberikan
rahmat pada kita dan orang lain.