Anda di halaman 1dari 71

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia terdiri dari gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 dengan luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 95.181 km, keadaan yang demikian menyebabkan Indonesia banyak memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan, mulai dari prospek pasar baik dalam negeri maupun internasional. Subsektor perikanan merupakan salah satu subsektor pembangunan yang memiliki peranan yang cukup strategis dalam perekonomian nasional, bahkan subsektor ini merupakan salah satu subsektor penerimaan devisa negara yang penting. Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan nasional,

diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Harapan untuk menjadikan

subsektor ini sebagai pendukung dalam pencapaian tujuan tersebut didasarkan pada potensi perikanan laut yang dimiliki. Kekayaan Indonesia berupa sumberdaya perikanan yang sangat luas menjadi modal dasar dalam pembangunan nasional sekaligus memiliki potensi yang sangat besar bagi pembangunan kelautan dan perikanan. Melihat potensi tersebut, usaha bisnis perikanan di Indonesia menunjukkan masa depan yang sangat baik. Terutama bila dilihat dari data permintaan ekspor dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sesuai dengan visi Departemen Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015, dan misi DKP yaitu, Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan, serta sasaran

strategi DKP, yitu: 1) Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi; 2) Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan; 3)

Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; 4) Memperluas akses pasar domestik dan internasional (DKP, 2009), dan kebijakan dirjen Perikanan Budidaya adalah program intensifikasi pembudidayaan ikan atau INBUDKAN. Salah satu program pembangunan perikanan budidaya, yaitu menitikberatkan pada INBUD kerapu selain udang, nila dan rumput laut. maka melalui usaha budidaya laut khususnya komoditas ikan kerapu, diharapkan akan mempercepat upaya pemulihan ekonomi terutama untuk meningkatkan perolehan devisa negara dari hasil eksport. Komoditas ikan laut jenis kerapu merupakan komoditas andalan dan permintaan dari pasar eksport (Singapura dan Hongkong) dari tahun ketahun terus meningkat. Salah satu jenis ikan yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan adalah ikan kerapu. Ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta memilih peluang pasar dalam dan luar negeri yang sangat baik. Ikan kerapu ini sudah menjadi menu istimewa di hotel dan restoran terkemuka, baik di Indonesia, Hongkong, Taiwan, Jepang maupun Singapura. Permintaan pasar internasional akan ikan kerapu yang cenderung terus meningkat, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan hasil tangkapannya (Kordi, 2001). Selain mendorong pertumbuhan ekspor, pengembangan budidaya kerapu juga menjadi elternatif solusi dalam permasalahan penurunan populasi di alam akibat penangkapan yang intensif dan kerusakan terumbu karang sebagai habitat ikan kerapu (Sudirman, 2008) Dari berbagai penelitian, diperoleh data potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia sebesar 6,4 juta ton pertahun. Termasuk di dalamnya ikan

demersal sebesar 1,36 juta ton dan ikan karang sebesar 145 ribu ton. Penangkapan yang diperbolehkan adalah 80 persen dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun. (Nikujuluw 2002). Wilayah perairan kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan

pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap kelimpahan stok potensi lestari. Wilayah perairan laut Kota Ambon memiliki salah satu komoditi perikanan tergolong potensial untuk dikembangkan yaitu sumberdaya ikan demersal, komoditi perikanan penting ini tersebar diseluruh wilayah ekologis perairan pesisir dan laut Kota Ambon. Perairan kota Ambon memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat diandalkan. Potensi berupa perikanan tangkap meliputi luas wilayah laut 136.116.1 Km2 dengan panjang garis pantai 1.256.230 Km2 dari luas wilayah 147.480.6 Km2. Potensi sumber daya ikan yang dimiliki sebesar 484.532 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehn (JBT) sebesar 387.324 ton/tahun. prop.

Potensi tersebut baru dimanfaatkan sebesar 41.307.1 ton/tahun. Maluku, 2007)

(BPMD

Perairan kota Ambon dengan substrat lumpur berpasir dan mempunyai kawasan terumbu karang dengan luas 1.667,4 Ha (baik 1.202 Ha dan rusak 469,8 Ha) merupakan daerah penangkapan ikan demersal dan ikan karang yang potensial seperti jenis kakap merah (Prestoporoides), lencam (Lethrinudae) ekor kuning, pisang-pisang (Coesionidae), baronang dan jenis-jenis kerapu seperti kerapu sunu (Plectropomus spp), napolleon wrase, kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan kerapu lumpur/balong/estuary grouper (Epinephelus spp). Pada tahun 2004 produksi ikan kerapu yang dicapai sebesar 352,56 ton dimana tingkat pemanfaatannya masih

kecil sehingga peluang untuk investasi masih sangat terbuka. (BPMD prop. Maluku, 2007) Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. ikan kerapu (Epinephelus spp.) telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan benih. Dari informasi pasar diketahui permintaan kerapu baik ukuran kecil sebagai ikan hias maupun ukuran konsumsi terus meningkat. Kerapu tikus ukuran kecil

(4 5 cm) laku dijual dengan harga Rp 7000/ekor, sedangkan ukuran konsumsi dengan berat 400 500 gram/ekor laku dijual di pasar lokal dengan harga tahun 2000 sekita Rp 250.000 Rp 300.000/Kg, bahkan untuk pasar ekspor seperti Hongkong, Taiwan dan Cina harga kerapu ukuran konsumsi sekitar US$ 55/Kg (Akbar dan Sudaryanto, 2002). Perdagangan ikan kerapu khususnya untuk tujuan ekspor sudah berjalan cukup lama, dengan mengandalkan pasokan dari hasil tangkapan. Hal ini telah mendorong intensitas eksploitasi penangkapan ikan kerapu dengan berbagai cara, sehingga seringkali berpotensi merusak terumbu karang yang merupakan habitat alami ikan kerapu. Menyadari fenomena meningkatnya kerusakan terumbu karang yang dapat mengancam kelestarian stok ikan di alam serta untuk menjaga kontinyuitas pasokan ikan kerapu hidup khususnya untuk tujuan ekspor. Pemerintah telah membuat kebijakan untuk mengembangkan teknologi budidaya ikan kerapu yang meliputi perbenihan (hatchrey) di bak kontrol dan pembesaran pada Keramba Jaring Apung (KJA).

Pada konteks inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu (Epinephelus spp) Pada Keramba Jaring Apung (Studi Kasus di Teluk Ambon Kecamatan Baguala Kota Ambon).

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Berapa keuntungan yang diperoleh pembudidaya Ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA) 2. Faktor Internal dan faktor Eksternal apa saja yang mempengaruhi

pengembangan usaha ikan kerapu (Epinephelus spp) 3. Bagaimana Strategi Pengembangan Usaha Ikan Kerapu (Epinephelus spp)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Adapun tujuan dilaksanakannya Penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh pembudidaya Ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA) 2. Untuk mengetahui faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan usaha budidaya ikan kerapu 3. Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Usaha Ikan Kerapu di perairan teluk Ambon bagian dalam. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:

1.

Sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan sumbang saran bagi pihak yang terkait (Stakeholders) yaitu pemerintah daerah, perusahaan, atau masyarakat sekitarnya untuk pengembangan usaha ikan kerapu.

2.

Sebagai bahan referensi untuk studi lebih lanjut bagi peneliti atau pihak yang memerlukannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Kerapu Klasifikasi lengkap dari Ikan Kerapu (Epinephelus spp.) menurut Saanin (1995) sebagai berikut: Filum Klas Ordo : Chordata : Pisces : Perciformes Familia : Serranidae Genus : Epinephelus

Gambar 1. Ikan kerapu lumpur (Cromileptes altivelis)(kiri), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) (kanan) Menurut Kordi dalam prospek pengembangan ikan kerapu (Darma, 2005), Ikan Kerapu yang biasa disebut goropa, sunu atau kasai memiliki jenis yang cukup banyak. Diperkirakan terdapat lebih dari 46 spesies yang hidup di berbagai tipe habitat (tempat hidup). Spesies-spesies tersebut berasal dari 7 genus yang berbeda yaitu: Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Epinephelus, Plectropoma,

Cromileptes dan Variola.

2.2. Deskripsi Ikan Kerapu Ikan Kerapu (Epinephelus spp.) tergolong dalam serranidae. Tubuhnya

tertutup oleh sisik-sisik kecil. Kebanyakan tinggal di terumbu karang dan sekitarnya meskipun adapula yang hidup di pantai sekitar muara sungai. Umumnya kerapu tidak senang pada air dengan salinitas yang sangat rendah. Kerapu juga tergolong ikan buas (Nontji, 2002). Ikan Kerapu merupakan ikan asli air laut yang hidup diberbagai habitat tergantung dari jenisnya. Ada yang hidup di daerah berkarang, daerah berlumpur, daerah berpasir ataupun daerah yang dasar perairannya merupakan campuran antara patahan karang dan pasir. Ikan Kerapu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: berbadan kekar, berkepala besar dan bermulut lebar. Seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik-sisik kecil. Pada pinggiran operculum bergerigi dan terdapat duri pada operculum tersebut. Dua sirip punggungnya yang pertama, berbentuk duri-duri, jarang berpisah. Semua jenis

kerapu mempunyai 3 duri pada sirip dubur dan 3 duri pada pinggiran operculum. Ikan Kerapu dikenal sebagai predator atau piscivorous yaitu pemangsa jenis ikan-ikan kecil, plankton hewani (zooplankton), udang-udangan, invertebrata dan hewan-hewan kecil lainnya (Kordi, 2001). Daerah penyebaran kerapu di mulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikator adanya kerapu adalah perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensi sumberdaya kerapunya sangat besar. (www.AnneAhira.com).

Dalam siklus hidupnya, pada umumnya ikan kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 - 3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7 - 40 m. Telur dan larvanya bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat favorit larva dan kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun. Parameter-parameter ekonlogis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperatur antara 24 310C, salinitas antara 30 -33 ppt, kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH antara 7,8 - 8. Perairan dengan kondisi seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang (www.AnneAhira.com). Menurut Kordi dalam Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak (2001), Ikan Kerapu yang biasa disebut goropa, sunu atau kasai memiliki jenis yang cukup banyak. Diperkirakan terdapat lebih dari 46 spesies yang hidup di berbagai tipe habitat (tempat hidup). Spesies-spesies tersebut berasal dari 7 genus yang berbeda yaitu: Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Epinephelus, Plectropoma,

Cromileptes dan Variola. 2.3 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung Budidaya ikan air laut merupakan salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya perairan untuk memproduksi komoditas perikanan. Kegiatan memiliki perluang besar untuk dikembangkan bagi upaya peningkatan produksi perikanan yang berkelanjutan di masa mendatang (Sudirman dan Yusri, 2008) Tim peneliti undana (2006) menyatakan bahwa budidaya ikan kerapu dapat dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA).

10

Kajian yang dilakukan oleh Pongasapan, dkk (2001) menyatakan bahwa budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) mempunyai keunggulan diantaranya: hemat lahan, tingkat produktivitas tinggi yaitu 350 400 Kg/M3/musim tanam, tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan input biaya produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal, pemanenan mudah. Diah (2010) mengatakan bahwa prospek pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung (KJA) cukup cerah. Meskipun sistem budidaya ini masih relatif baru, namun beberapa daerah telah memperlihatkan perkembangan yang pesat. Budidaya ikan dalam keramba tidak mempunyai standar yang khusus, sehingga banyak sekali keragamannya meliputi bentuk ukuran dan badan konstruksi keramba. Rachman dan Tonnek (2001) menyatakan bahwa potensi perairan secara teknik yang layak untuk budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung cukup luas, namun diperlukan adanya inventarisasi, identifikasi dan karakterisasi sebagai acuan dalam penentuan lokasi begitu besar artinya dalam kegiatan ini, sehingga data potensi dapat diketahui secara rinci untuk dijadikan acuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan secara rasional. Keberhasilan pengembangan dan sosialisasi tekhnologi budidaya ikan kerapu oleh pemerintah khususnya untuk jenis macan, bebek dan lumpur serta diperkuat oleh tinggi dan stabilnya harga jual kerapu hidup dan semakin meningkatnya permintaan ekspor, telah mengundang para pengusaha untuk masuk dalam bisnis budidaya kerapu, baik pada kegiatan pembenihan maupun pembesaran.

11

Pemilihan Benih Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : ukurannya seragam, bebas

penyakit, gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidak beraturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat tubuh. Penebaran Benih Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu pada kondisi lingkungan budidaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adaptasi ini, adalah : (a) waktu penebaran (sebaikanya pagi atau sore hari, atau saat cuaca teduh), (b) sifat kanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan yang tinggi, dan (c) aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas. Pendederan Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran 1,5x3x3 m dengan kepadatan 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jarring besar ukuran 3x3x3 m dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram). Pakan dan Pemberiannya Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat

12

dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya. Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Sedangkan untuk pembesaran adalah 8-10% dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebardapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah. Hama dan Penyakit Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah : (a) penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm, (b) penyakit akibat protozoa, seperti :

cryptocariniasis dan broollynelliasis, (c) penyakit akibat

jamur (fungi), seperti :

saprolegniasis dan ichthyosporidosis, (d) penyakit akibat serangan bakteri, (e) penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus). Panen dan Penanganan Pasca Panen Beberapa hal yang perlu diperhatikan udanntuk menjaga kualitas ikan kerapu, antara lain : penentuan waktu panen,peralatan panen, teknik panen, serta penanganan pasca panen. Watu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa : scoop, kerancang, timbangan,

13

alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi. Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual. Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalanan yaitu 19-210C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi. Kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah. 2.4. Strategi Pengembangan Usaha Dalam Rangkuti (2008), Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tidak lanjut, serta proritas alokasi sumber daya. Menurut Rangkuti (2008), Suatu perusahan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Tujuan perencanaan strategis adalah agar perusahan dapat melihat secara objektif kondisi-

14

kondisi internal dan eksternal, hingga dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Strategi dibuat untuk mendukung penerapan misi dan strategi perusahan, yaitu sebagai berikut: Strategi kualitas Bagaimana menentukan persepsi konsumen mengenai kulaitas yang diharapkan. Perusahan juga harus merumuskan secara jelas kebijakan serta prosedur untuk mencapai kualitas seperti yang diharapakan oleh konsumen agar ia dapat bersaing untuk memperoleh keunggulan bersaing. Misalnya keunggulan besaing dalam hal kualitas yang baik dan kosisten, harga relative rendah, kecepatan pelayanan, dan lain-lain. Strategi Produk Strategi ini meliputi biaya produksi, kualitas. keputusan sumberdaya manusia, dan interaksi dengan desain produk. Untuk menentukan strategi produk yang sesuai dengan potensi dan tingkat persaingan eksternal, perusahan perlu menganalisis daur hidup produk tersebut. Strategi Proses Factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses produksi adalah teknologi yang digunakan, kualitas, pendayagunaan tenaga kerja manusia dan peraltan. Strategi Fasilitas Secara kesluruhan ada empat strategi fasilitas, yaitu ukuran dan struktur, lokasi, tata letak, dan sitem material handling. Keputusan mengenai strategi fasiliatas sangat bergantung pada strategi keuangan dan strategi pemasaran (Rangkuti, 2008)

15

Suatu perusahan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis perumusan dan evaluasi strategi disebut perencananaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Dalam hal ini dapat dibedakan secara jelas fungsi manajemen, konsumen, distributor , dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumberdaya yang ada (Rangkuti,2008). Upaya pengembangan bisnis pada awalnya ditentukan oleh kemampuan untuk mengidentifikasi/mendiagnosis faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan faktor eksternal (peluang-ancaman). Hasil identififkasi ini kemudian banyak digunakan sebagai landasan untuk memformulasikan kegiatan dan menentukan standar keberhasilan usaha. Tekhnik identifikasi ini disebut analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats). Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rafika, 2005).

2.5. Biaya Biaya adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainya akan didayagunakan agar produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik (Mubyarto, 2002). Biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan produksi selama priode tertentu. Pengeluaran total atau biaya total suatu usaha merupakan pengeluaran tunai usaha yang ditujukan oleh jumlah uang yang dibayarkan untuk membeli barang dan jasa bagi usaha tersebut. Biaya tetap

16

diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha yang besar kecilnya mempengaruhi besarnya jumlah produksi, (Haryadi, 2002). 2.6 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu usaha. Analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunitis) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan yang strategis selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategi harus menganalisis factor-faktor strategi perusahan

(kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Analisis SWOT membantu para pengambil keputusan untuk

mengembangkan strategi dalam suatu organisasi berdasarkan atas informasi yang dikumpulkan. Analisis ini juga membantu organisasi untuk mencapai kesuksesan strategi dengan cara meningkatkan aspek-aspek kelemahan dan tantangannya. Strategi yang telah ditetapkan dan dilaksanakan harus dinilai kembali apakah relevan dengan keadaan dan kondisi saat penilaian dan evaluasi ini diketahui dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, threats). Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan strategi yang akan dijalankan di masa yang akan datang. Menurut Rangkuti (2008) Analisis ini membandingkan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan Faktor eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

17

eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, sedangkan faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan. BERBAGAI ANCAMAN 3. Mendukung strategi turn around KELEMAHAN INTERNAL 4. Menedukung strategi defensif 2 1. Mendukung strategi agresif KEKUATAN INTERNAL Mendudukung strategi defersifikasi

BERBAGAI PELUANG Gambar 2. Diagram Analisis SWOT Kuadran I : Ini merupakan situasi yang menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Kuadran II : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar). Kuadran III : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi ini yaitu

18

meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut pasar yang lebih baik (turn around). Kuadran IV : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Fokus strategi yaitu melakukan tindakan penyelamatan agar terlepas dari kerugian yang lebih besar (defensive). Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu para manajer mengembangkan empat tipe strategi: Strategi SO (StrengthsOpportunities), Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), Strategi ST (StrengthsThreats), dan Strategi WT (Weaknesses-Threats). Dalam analisis SWOT (Rangkuti, 2008) dilakukan perbandingan antara faktor-faktor strategis internal maupun eksternal untuk memperoleh strategi terhadap masing-masing faktor tersebut, kemudian dilakukan skoring. Berdasarkan hasil yang diperoleh kemudian ditentukan fokus rekomendasi strategi. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mangatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi disebut perencanaan strategi. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi internal dan eksternal ke masa depan. Dalam hal ini, dapat dibedakan secara jelas fungsi manajemen, konsumen, distributor dan pesaing. Jadi perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumberdaya yang ada (Rangkuti,2008),

19

Alat yang digunakan dalam menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman internal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, seperti pada Tabel 1. berikut : Tabel 1. Contoh Matrik SWOT Faktor Internal

Strength (S)

Weakness (W) Menentukan beberapa faktor kelemahan internal

Menetukan beberapa faktor kekuatan internal

Faktor Eksternal Opportunity (O) Menetukan beberapa faktor peluang eksternal

Strategi (SO) Menciptakan situasi yang menggunakan kekuatan, untuk memanfatkan peluang

Strategi (WO) Meminimalkan kelemahan untuk memanfatkan peluang

Treaths (T) Menentukan beberapa faktor ancaman eksternal

Strategi (ST) Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi (WT) Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti, 2008 Berdasarkan Matriks SWOT diatas maka didapatkan 4 langkah strategi yaitu sebagai berikut : 1. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang

20

sebesar-besarnya. Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. 2. Strategi ST Strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. Strategi ST menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. 3. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. 4. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman. Strategi WT bertujuan untuk mengurangi kelemahan internal dengan menghindari ancaman eksternal. Dalam kondisi dan iklim persaingan suatu perusahaan perlu melakukan analisis tentang kedudukannya dengan tepat, para perumus kebijakan strategis diharapkan dapat mengmbil langkah-langkah strategis yang memungkinkannya memanfatkan peluang yang timbul dalam kondisi yang dihadapinya. Faktor kekuatan dan kelemahan terdapat dalam suatu organisasi (Internal) termasuk satuan bisnis tertentu sedangkan peluang dan ancaman merupakan faktor-faktor lingkungan yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan atau satuan bisnis yang bersangkutan instrument yang ampuh dalam melakukan analisis strategik, keampuhan tersebut terletak pada kemampuan para penentu strategi perusahaan untuk memaksimalkan peran faktor kekuatan dan pemanfaatan peluang sehingga sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang

21

terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Jika para penentu strategi perusahaan mampu melakukan kedua hal tersebut dengan tepat, biasanya upaya untuk memilih dan menentukan strategi yang efektif memberikan hasil yang diharapkan (Siagian, 2000).

2.7. Kerangka Pikir Potensi sumberdaya perikanan memiliki prospek yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan demi tercapainya tingkat pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya nelayan. Salah satu jenis komoditi perikanan yang dirintis untuk meningkatkan pendapatan adalah pembudidayaan/pemeliharaan ikan kerapu Dasar pemikiran adalah bahwa ikan kerapu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi baik dipasaran lokal maupun internasional. Perdagangan ikan kerapu khususnya untuk tujuan ekspor mendorong intensitas eksploitasi penangkapan dengan berbagai cara sehingga berpotensi merusak terumbu karang yang merupakan habitat alami ikan kerapu. Untuk itu

dibuat kebijakan berupa pengembangan teknologi budidaya yang meliputi pembudidayaan/pemeliharaan pada keramba jaring apung (KJA). Keramba Jaring Apung (KJA) mempunyai keunggulan diantaranya: hemat lahan, tingkat produktivitas tinggi yaitu 350 400 Kg/M3/musim tanam, tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan input biaya produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal, pemanenan mudah. Faktor internal mencakup kekuatan, yaitu kemampuan internal yang memungkinkan suatu usaha mencapai sasaran, dan kelemahan yakni

22

ketidakmampuan internal yang mengakibatkan usaha tidak dapat mencapai sasarannya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari dua, faktor strategik yaitu

peluang yang diartikan sebagai faktor eksternal yang membantu organisasai mencapai sasarannya, dan hambatan yang diartikan sebagai faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Analisis SWOT dipakai untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secarara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Mengacu pada hal tersebut, maka strategi pengembangan ikan kerapu (Ephinephelus spp.) pada Keramba Jaring Apung menjadi sangat relevan dalam peningkatan pendapatan. Kerangka pikir penelitian digambarkan secara skematis sebagai berikut:

23

Potensi Sumberdaya Perikanan Air Laut

Budidaya Ikan Kerapu Pada Keramba Jaring Apung (Epinephelus spp)

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan

Kelemaha n

Peluang

Ancaman

Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Usaha

Gambar 3. Skema Kerangka Pikir Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu (Ephinephalus spp.) Pada Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Ambon Kota Ambon

24

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April Mei 2010. Lokasi penelitian ini berlokasi di teluk Ambon kecamatan Baguala kota Ambon. Lokasi ini dipilih secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan lokasi tersebut merupakan tempat budidaya ikan air laut apung (KJA). 3.2 Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi kasus (case study) yaitu suatu penelitian yang lebih terarah dan terfokus pada sifat tertentu (Singarimbun, 2001). Metode pengambilan datanya dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden. khususnya ikan kerapu dengan bantuan keramba jaring

3.3. Teknik Pengambilan sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu seluruh populasi dijadikan sampel, cara ini dilakukan karena jumlah populasi hanya 11 kelompok pembudidaya ikan yang merupakan 8 kelompok binaan dan 3 kelompok mandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Singarimbun. M, 1998) yang menyatakan bahwa apabila jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi dijadikan sampel.

25

3.4 Teknik Pengumpulan Data Metode atau Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Teknik Observasi Lapangan, pengumpulan data yang dilakukan dengan terjun langsung ke lokasi penelitian. 2. Wawancara, Tekhnik ini dimaksudkan agar data yang terkumpul dapat melengkapi data- data yang tidak sempat dipertanyakan dalam kuisioner sehingga data yang didapatkan semakin lengkap.

3.5 Jenis dan Sumber Data Sumber data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah meliputi data primer dan data sekunder dengan jenis data sebagai berikut: a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan kuisioner dari pengamatan (observasi) langsung di lapangan. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan masalah dan objek yang diteliti.

3.6 Analisis Data


Adapun analisis data penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Analisis Kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan wawancara secara mendalam untuk mengetahui peran responden dan pemerintah daerah dalam pengembangan usaha ikan kerapu

26

b. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor

faktor yang

berpengaruh dan untuk menerapkan strategi pengembangan usaha ikan kerapu. Tabel 2. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Faktor-faktor Strategis Eksternal

Bobot

Rating

Skor Pembobotan (Bobot x Rating)

Peluang (Opportunities/O) Peluang 1 Peluang 2 Jumlah O Ancaman (Threats/T) : Ancaman 1 Ancaman 2 Jumlah O Total

Bobot peluang 1 Bobot peluang 2 A

rating peluang 1 rating peluang 2 B

bobot ancaman 1 bobot ancaman 2 C (a+c) = 1

rating ancaman 1 rating ancaman 2 D (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2008 Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan Faktor Strategis Eksternal (EFAS). Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut

kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0 dengan keterangan sebagai berikut :

27

0,05 = di bawah rata-rata 0,10 = rata-rata 0,15 = diatas rata-rata 0,20 = sangat kuat Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Misalnya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. Dengan keterangan sebagai berikut : 1 = di bawah rata-rata 2 = rata-rata 3 = di atas rata-rata 4 = sangat bagus Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan

perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

28

Tabel 3. Matriks faktor strategi Internal

Faktor-faktor Strategis Internal

Bobot

Rating

Skor Pembobotan (Bobot x Rating)

Kekuatan (Streghts/S) Peluang 1 Peluang 2 ...... Jumlah O Kelemahan (Weaknesess/W) : Ancaman 1 Ancaman 2 .... Jumlah O Total Matrik Total

Bobot kekuatan 1 Bobot kekuatan 2

rating kekuatan 1 rating kekuatan 2

..... A

..... B

bobot kelemahan 1 bobot kelemahan 2 ..... C (a+c) = 1 (a+c) = 1

rating kelemahan 1 rating kelemahan 2 ..... D (b+d) (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2008 Adapun tahapan pembuatan matrik faktor strategis internal adalah sebagai berikut : Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1 ,0. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0 dengan keterangan sebagai berikut :

29

0,05 = di bawah rata-rata 0,10 = rata-rata 0,15 = diatas rata-rata 0,20 = sangat kuat Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. Contohnya, jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata industri, nilainya adalah 4. Dengan keterangan sebagai berikut : 1 = di bawah rata-rata 2 = rata-rata 3 = di atas rata-rata 4 = sangat bagus Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis

30

internalnya.

Skor

total

ini

dapat

digunakan

untuk

membandingkan

perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

3.7 Konsep Operasional 1. Ikan kerapu (Ephinephelus spp.) adalah salah satu jenis ikan bernilai ekonomis baik di pasaran lokal maupun internasional yang hidup di laut dan biasa dibudidayakan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) misalnya kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) dan kerapu lumpur/tikus (Cromileptes altivelis) 2. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya 3. Pengembangan usaha adalah gambaran masa depan tentang usaha agribisnis ikan kerapu 4. Analisis SWOT adalah Analisis lingkungan ekstrenal dan internal yang berpengaruh pada pengembangan usaha budidaya ikan kerapu. 5. Faktor Internal adalah Faktor dari dalam kelompok usaha yang mencakup kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok usaha tersebut. 6. Faktor Ekstrenal adalah Faktor dari lingkungan di luar kelompok usaha baik lingkungan makro (kebudayaan, pendidikan, sosiologi, demografi, ekonomi, politik, hukum, SDA, pemerintah, dan tekhnologi) Maupun lingkungan mikro yaitu konsumen, pesaing, pemasok, lembaga keuangan, dan saluran distribusi.

31

7.

Kekuatan adalah kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada pemilikan keunggulan dan kemampuan dalam

pengembangan produk oleh unit usaha di pasaran. 8. Kelemahan adalah keterbatasan (kekurangan) dalam hal sumber,

keterampilan dan kemampuan menjadi penghalang kinerja yang dapat menjadi penyebab terjadinya kerugian. 9. Peluang adalah perubahan yang dapat dilihat sebelumnya untuk waktu dekat, dimasa mendatang yang akan memberikan keuntungan bagi kegiatan usaha. 10. Ancaman adalah gejal-gejala yang merupakan dampak negatif atas keberhasilan usaha, namun umumnya berada di luar kendali usaha.

32

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Gambaran Umum Kota Ambon Kota Ambon yang merupakan ibukota Propinsi Maluku memiliki penduduk yang sangat padat, dengan jumlah penduduk 271.927 juwa (sensus penduduk 2009) atau 14% dari penduduk Maluku. Selain sebagai pusat kegiatan pemerintahan, kota Ambon juga dikenal sebagai kota pelabuhan utama di propinsi ini. Meningkatnya pertumbuhan penduduk yang menempati daerah pesisir, serta tekanan pembangunan yang memanfaatkan lahan pesisir semakin besar, maka konsekwensinya adalah terjadi perubahan ekosistem, dan selanjutnya akan mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon, secara geografis terletak pada posisi: 30 - 40 Lintang Selatan dan 1280 -1290 Bujur Timur, dengan luas wilayah daratan sebesar 359,45 Km, sedangkan luas wilayah laut 17,55 Km. Secara administratif batas-batas kota Ambon sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan petuanan desa Hitu, kecamatan Leihitu, kabupaten Maluku Tengah Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda Sebelah Timur berbatasan dengan petuanan desa Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah Sebelah Barat berbatasan dengan petuanan desa Hatu, kecamatan Leihitu, kabupaten Maluku Tengah

33

Tabel 4. Luas Wilayah Kota Ambon Menurut Kecamatan No 1 2 3 4 5 Kecamatan Nusaniwe Sirimau Leitimur Selatan Baguala Teluk Ambon Luas (km) 88,35 86,81 50,5 40,11 93,68 Persentase (%) 24,58 24,15 14,05 11,16 26,06 100

Jumlah 359,45 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, 2010

Kota Ambon terdiri dari 5 Kecamatan seluas 359,45 km2 yang terbagi atas 5 kecamatan. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah kecamatan Teluk Ambon (93.68 km2), sedangkan kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu kecamatan Baguala (40.11 km2). Untuk lebih jelasnya luas wilayah kota Ambon menurut kecamatan dapat dilihat pada grafik berikut :

Nusaniwe 26.06% 24.58% Sirimau Leitimur Selatan 11.16% 24.15% 14.05% Teluk Ambon Baguala

Gambar 3. Presentase Luas wilayah Kota Ambon Menurut Kecamatan Potensi dan Peluang Perikanan Wilayah perairan Kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan

34

pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap kelimpahan stok potensi lestari. Untuk jenis ikan pelagis kecil kelimpahan stoknya adalah sebesar 1.470,7 ton/bln dengan potensi lestari sebesar 735,4 ton/bln, sementara pemanfaatannya sebesar 232 ton/bln. Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan adalah Stolephorus spp, Sardinela spp, Decapterus spp, Restrelliger spp serta Cypselurus spp. Ikan pelagis besar tersebar pada wilayah ekologis pantai selatan Kota Ambon dengan kelimpahan stok sebesar 620,6 ton/bln dengan maksimum tangkap lestari (MSY) sebesar 310,3 ton/bln dimana pemanfaatannya telah mencapai 127,1 ton/bln atau sebesar 41% dari MSY. Ikan pelagis besar didominasi oleh Cakalang (Skipjack Tuna) dan Tatihu (Yellow Fin Tuna). Investasi untuk sektor perikanan dapat dalam bentuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Untuk perikanan tangkap, pada bagian hulu dapat dikembangkan usaha pengadaan kapal, pasokan es dan Colt Strorage, sedangkan pada bagian hilir dapat dikembangkan usaha pengolahan komoditas kaleng, komoditas beku, dan komoditas segar. Disamping adanya kegiatan pengasapan ikan yang dapat dipasarkan untuk memasok kebutuhan lokal, regional (intra wilayah Maluku) dan nasional, selain itu juga dapat dikembangkan usaha rumah makan/restoran. Untuk perikanan budidaya usaha yang potensial dikembangkan adalah kolam pancing dan ekowisata

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Baguala Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Baguala termasuk dalam wilayah kota Ambon, dengan luas wilayah 40.11 km2. kecamatan Baguala terbagi atas 7 desa yang terletak di peisir

35

pantai yaitu desa desa Waiheru, desa Nania, desa Negeri Lama, desa Passo, kelurahan Lateri, desa Latta, desa Halong. Tabel 6. Luas Wilayah Kecamatan Bagula Berdasarkan Luas Desa No 1 2 3 4 5 6 7 Desa/kelurahan Waiheru Nania Negeri Lama Passo Lateri Latta Halong Luas (km) 6 0,12 4,5 11,38 2,01 0,1 16 40,11 Persentase (%) 14,96 0,3 11,22 28,37 5,01 0,25 39,89 100

Jumlah Sumber: Kantor Kecamatan Baguala, 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kecamatan Baguala terbagi 7 desa. Dapat diketahui bahwa desa Halong merupakan desa yang memiliki luas wilayah lebih besar yaitu 16 km (39,89%) dibanding desa-desa lainnya dan desa Latta merupakan desa yang memiliiki luas wilayah terkecil yaitu 0,1 km (0,25%). Secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:

14.96%

0.30%

Waiheru Nania

39.89%

11.22%

Negeri Lama Passo Lateri

28.37% 0.25% 5.01%

Latta Halong

36

Gambar 4. Presentase Luas Wilayah Kecamatan Bagula Berdasarkan Luas Desa Secara astronomis perairan pantai kecamatan Bagula yang merupakan lokasi penelitian terletak pada posisi 033803 - 033817,7 LS dan 1281427,6 12814,6 BT. Batas-batas Kecamatan Bagula sebagai berikut : Sebelah timur berbatasan dengan desa Hunut Sebelah barat berbatasan dengan desa Waitatiri Sebelah utara berbatasan dengan desa Hitu Sebelah selatan berbatasan dengan desa Galala

Di kecamatan Baguala terdapat tiga buah sungai yang mengalir ke laut, yakni sungai Ila (disebut = Wai Ila) adalah sungai yang mengalir diantara desa Waiheru dan desa Hunuth, sungai Waiheru (disebut = Wai Heru) adalah sungai yang mengalir ditengah-tengah desa Waiheru, dan sungai Salak (disebut = Wai Salak) yaitu sungai yang mengalir di antara desa Waiheru dengan desa Nania. Aksesibilitas atau akses secara fisik ke kecamatan Baguala dapat ditempuh dengan melalui jalur transportasi yaitu dengan menggunakan sepeda motor atau mobil dengan lama waktu tempuh 20-30 menit dari pusat kota. Keadaan Penduduk Penduduk dapat dipandang sebagai potensi sumber daya manusia tatapi pada saat yang sama dapat juga menjadi beban pembangunan tetapi juga merupakan obyek yang ditujukan oleh pembangunan itu sendiri. Secara keseluruhan penduduk kecamatan Baguala berjumlah 57.257 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 29.071 jiwa dan perempuan sebanyak 28.186 jiwa.

37

Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2 3 4 5 6 7 Desa / Kelurahan Waiheru Nania Negeri Lama Passo Lateri Latta Halong Jumlah Jenis Kelamin Laki-laki 4413 891 1846 8514 1915 584 11075 29.071 Perempuan 4293 885 1683 8535 1861 525 10237 28.186 Jumlah (Jiwa) 8.806 1.776 3.529 17.046 3.776 1.109 21.312 57.257 Persentase (%) 15,35 3,11 6,15 29,72 6,58 1,93 37,16 100

Sumber: Kantor Kecamatan Baguala,2010 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah desa Halong yaitu 21.312 jiwa (37,16%) dan yang terkecil jumlah pendudukya yaitu desa Latta yaitu 1.109 jiwa (1,92%). Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin laki-laki terbanyak adalah desa Halong yaitu 11.7075 jiwa dan yang terkecil yaitu desa Latta yaitu 584 jiwa. Untuk jenis kelamin perempuan terbanyak adalah desa Halong yaitu 10.237 dan terkecil yaitu desa Latta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :

38

15.35% 37.16%

Waiheru 3.10% 6.15% Nania Negeri Lama Passo Lateri

29.72% 1.93% 6.58%

Latta Halong

Gambar 4. Presentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Mata Pencaharian Salah satu potensi dasar bagi pembangunan suatu wilayah adalah besarnya sumberdaya manusia (penduduk). Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup, manusia memiliki sumber kehidupan. Untuk itu manusia selalu dihadapkan dengan berbagai aktifitas yang tentunya disesuaikan dengan potensi serta kemampuan yang mereka miliki. Tingkat kehidupan di wilayah ditentukan oleh sumber ekonomi yang diperolah, dalam hal ini mata pencahariannya. Masyarakat kecamatan Baguala memiliki mata pencaharian yang beragam dimana sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani. Disamping bertani, umumnya masyarakat ketiga desa tersebut juga memanfaatkan potensi sumberdaya laut baik di sekitar hutan mangrove maupun di perairan Teluk Ambon untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tabel di bawah ini menyajikan data tentang jumlah penduduk yang bekerja dan jenis pekerjaan mereka.

39

Tabel.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Mata Pencaharian Buruh/swasta PNS Pengrajin Pedagang Penjahit Tukang batu Tukang kayu Peternak Nelayan Montir Dokter Sopir Pengemudi becak TNI/POLRI Petani Total Sumber: Kantor Kecamatan Baguala, 2010 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terhitung sebagian besar penduduk desa Waiheru bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak 8.220 jiwa (31,05%) dan mata pencaharian sebagai nelayan hanya sebanyak 461 jiwa (1,74%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Jumlah Penduduk (Jiwa) 2.885 8.220 545 3.941 283 141 426 225 461 605 168 801 374 1.620 5.775 26.470 Presentase (%) 10,9 31,05 2,06 14,89 1,07 0,53 1,61 0,85 1,74 2,29 0,63 3,03 1,41 6,12 21,82 100

40

10.90% 21.82%

Buruh/swasta PNS Pengrajin Pedagang

6.12% 1.41% 3.03% 0.63% 2.29% 1.74% 0.85% 0.53% 1.61% 1.07% 14.89%

31.05%

Penjahit Tukang batu Tukang kayu Peternak Nelayan

2.06%

Montir

Gambar 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 4.3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) terletak pada 12801056BT 12801225BT dan 303929LS 303929LS, dengan luas 11,03 km2 dan merupakan luasan terkecil dari seluruh wilayah ekologis kota Ambon. Perairan ini dipisahkan dari teluk Ambon Bagian Luar (TAL) oleh ambang sempit dengan kedalam 12,8 m. Panjang garis pantai perairan ini dalah 14,003 km dan memiliki kedalaman maksimal 41 m. Perairan Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) berbatasan dengan daerahdaerah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan desa Waitatiri Sebelah timur berbatasan dengan desa Tial Sebelah barat berbatasan dengan desa Passo Sebelah selatan berbatasan dengan desa Hutumuri

41

Perairan Teluk Ambon Dalan (TAD) memiliki substrat dasar perairan yang terdiri dari batu-batuan, pasir, patahan karang, pada perairan ini tersebar pula beberapa komunitas produktif perairan tropis seperti halnya coral reef, lalang laut (sea grass) dan beberapa komunitas bakau walaupun dalam jumlah yang tidak terlalau banyak. Teluk Ambon merupakan perairan dangkal yang mempunyai peranan penting bagi perikanan terutama perikanan ikan umpan karena terdapat komonitas mangrove. Perairan tersebut hanya berfungsi sebagai tempat mencari makan, tetapi juga sebagai tempat bertelur dan berlindung. 4.3.1. Kualitas Air Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi metabolisme penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup ikan (Notji, 2002). Kiasaran suhu optimal bago pertumbuhan dan reproduksi mencapai 28-300 C. Suhu perairan di lokasi penelitian berkisar antara 29 - 300 C. dari data tersebut dapat disimpulkan masih berada dalam kisaran yang optimal untuk kehidupan ikan. Kecerahan Kecerahan minimun perairan terjadi pada musim timur namun tidak bertahan lama karena sirkulasi lapisan permukaan cukup baik menyebabkan masa lumpur tersuspensi terbawa ke peraiaran luas. Kecerahan dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan, walaupun kecerahan dapat dipengaruhi oleh partikel-partikel lumpur, plankton serta partikel-partikel lainnya. Tingkat kecerahan yang dimonitor

42

selama pemeliharaan berkisar antara 3 7 meter dengan cukup baik untuk budidaya ikan laut. Kandungan Oksigen Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan teluk Ambon bagian dalam bervariasi. Pada muism barat berkisar dari 5,0 7,11 ppm, musim pancaroba 5,37 5,42 ppm dan pada musim timur pancaroba kedua 4,0 4,47 ppm. Nilai PH di perairan TAD mengalami variasi menurut lokasi, kedalaman dan musim. Dalam musim barat PH berkisar antara 8,04 8,71% dilapisan permukaan; 7,16 8,10 pada musim pancaroba pertama; muism timur 7,51 7,62; musim pancaroba kedua berkisar 7,8 7,91. Kadar oksigen di lapisan permukaan antara 3,70 ml/l dan 4.74 ml/l serta menunjukan harga-harga yang lebih tinggi dari pada lapisan dekat dasar yang berkisar antara 2,69 ml/l dan 3,8 ml/l. PH Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam menetukan kualitas air. pH selama penelitian berkisar antara 7 - 8. Menurut Banarjae dalam Oui (1990) mengkatagorikan tingkat kesuburan perairan

berdasarkan nilai pH yaitu tidak produktif (5,5 6,5), produktif (6,5 7,5), sangat produktif (7,5 8,5) dan kisaran yang cocok untuk perikanan adalah 6,5 8,5. Dengan demikian, pH air laut pada daerah penelitian relatif stabil dengan tingkat kesuburan perairan yang sangat produktif dan cocok untuk perikanan.

43

Salinitas Salinitas merupakan jumlah garam terlarut dalam air laut. Di dalam air laut terlarut bermacam-macam garam terutama natrium klorida, magnesium, kalsium dan klorida, Notji, 2002). Salinitas pada lokasi penelitian berkisar 29 31 dengan rata-rata 30,2. Sabaran salinitas pada suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curahan hujan dan aliran sungai serta nilai salinitas lapisan permukaan karena terjadi penguapan yang sangat kuat sehingga menyebankam nilai salinitas tinggi. 4.3.2. Jenis Ikan dan Alat Tangkap di Perairan Teluk Ambon (TAD) Di teluk ambon bagian dalam terdapat jenis ikan ekonomis penting, dimana penangkapannya dilakukan dengan alat-alat tradisional. Jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomis penting di teluk Ambon bagian dalam yaitu: ikan usut atau rejang, ikan geropa atau kerapu, ikan biji nangka, dan ikan peperek. Spesis ikan pelagis kecil dengan pengembangan yang potensial di teluk Ambon Dalam (TAD) adalah Ikan Teri, Ikan Tembang dan Ikan Selar. Adapun kelimpahan stok dan potensi lestari (MSY) ikan pelagis kecil di teluk Ambon Bagian Dalam masing masing sebesar 58,5 ton/bulan, sedangkaan pemanfaatan dan peluang pemanfaatan masing-masing 15,2 ton/bulan dan 14,1 ton /bulan. Sedangkan ikan demersal, nilai kelimpaham stok belum tersedia secara baik karena perairannya relatif dangkal sehingga terjadi percampuran antara populasi ikan demersal dan populasi ikan pelagis. Akan tetapi data faktual menunjukkan populasi ikan demersal di perairan taluk tergolong besar dengan nilai pemanfaatan relatif sama dengnan perairan selatan kota Ambon. Spesies ikan demersal yang

44

terdapat di perairan teluk Ambon Bagian Dalam antara lain Ikan Kakap, Ikan Biji Nangka, Ikan Kapas-Kapas, Ikan Kerapu, dan Ikan Lentjam. Di Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) teradpat 7 jenis alat tangkap yakni pancing tangan (7 unit), bubu (7 unit), jaring permukaan (1 unit), jaring dasar (39 unit), pukat pantai (5 unit), bagan (3 unit), keramba jaring apung (15) dan pukat cincin (3 unit). Sedangkan armada penangkapan yang beroperasi di TAD berjumlah 55 armada, meliputi tanpa motor 51 buah dan motor tempel 4 buah. Pengembangan usaha budidaya ikan keramba jaring apung di Teluk Ambon memberikan dampak positif berupa penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Hal ini dapat terlihat dari hasil panen kelompokkelompok nelayan Desa Waiheru, Desa Latta, Desa Lateri yang hasilnya diatas 1 ton/tahun sehingga sampai ekspor ke Hongkong. Jenis ikan yang dibudidayakan di perairan teluk Ambon adalah ikan kerapu, ikan baronang (BBL,2009) Keberhasilan usaha budidaya perikanan di Teluk Ambon tersebut sangat ditentukan oleh media pemeliharaan sebagai penunjang keberlanjutan usahanya. Untuk itu sebagai upaya pengembangan budidaya ikan keramba jaring apung dapat tertata dengan baik dan berbasis pada kualitas perairan maka perencanaan tata ruang laut diupayakan sebagai suatu rangkaian proses yang memenuhi kaidah ilmiah yang dilegitimasi.

45

4.4 Profil Unit Usaha budidaya Pada Keramba Jaring Apung Usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung di teluk ambon berdiri sejak tahun 2002. Pada saat pendirian modal awal diperoleh dari bantuan pemerintah daerah berupa keramba dan berupa uang sebesar Rp 30.000.000. Faktor pemilihan lokasinya didasarkan pada lokasi usaha yang baik. Bentuk keramba yang digunakan adalah berbentuk empat persegi panjang, yang terdiri dari 3 kotak dengan ukuran 3x3 meter untuk masing-masing kotaknya. Dan sampai sekarang tidak mengalami perkembangan dalam jumlah keramba dikarnankan terbatasnya bibit. Adapun tujuan yang melatarbelakangi pendirian usaha ini adalah untuk mencari keuntungan dan menambah pengalaman. 4.5 Karakteristik Responden Responden yang dijadikan sampel adalah para pembudidaya ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA) di teluk ambon kota Ambon. Identitas nelayan responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga. Umur Berdasarkan konteks ketenagakerjaan bahwa seseorang yang berusia antara 15 55 tahun adalah termasuk dalam katagori usia yang masih produktif untuk berkerja dengan lebih baik apada sektor formal. Sedangkan penduduk 64 tahun ke atas masuk dalam katagori non produktif (siagian, 2000). Umur seorang nelayan berpengaruh terhadap cara atau pola fikir dan kemampuan fisiknya untuk bekerja. Umumnya nelayan masih muda dan sehat transportasi yang lancar, keadaan

46

relative lebih mudah menerima teknologi dan berani menanggung resiko serta memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dalam bekerja dibandingkan dengan nelayan berusia lanjut. Tabel 9 : Klasifikasi Keadaan Umur Responden No 1 2 3 Umur (Tahun) 19 -35 36 45 46- 58 Jumlah (Jiwa) 2 5 4 11 Presentase (%) 18.18 45.45 36.36 100

Jumlah Sumber : Data Primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa semua responden berada pada usia produktif yaitu berada pada kisaran umur 19 35 tahun sebanyak 2 orang dengan presentase 18,18% dan umur 36 45 sebanyak 5 orang dengan presentase 45,45%, kemuadian umur 46 58 tahun sebanyak 4 orang dengan presentase 36,36%. Hal ini menunjukan semangat dan produktifitas kerja masih cukup tinggi, sehingga untuk melakukan pembudidayaan ikan masih sangat tinggi. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu usaha unutuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pola pikir semakin rasional, sehingga nelayan lebih mudah untuk cepat menerima teknologi baru untuk peningkatan produksi usahanya. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada table berikut :

47

Tabel 10 : Tingkat Pendidikan Responden No Tingkat pendidikan 1 SD 2 SMP 3 SMA 4 Kuliah Jumlah Suber : Data Primer setelah diolah, 2010 Jumlah (Jiwa) 3 3 4 1 11 Presentase (%) 27.27 27.27 36.36 9.09 100

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden sampai tingkat SMA sebanyak 4 orang (36,36%), SMP 3 orang (27,27%), SD 3 orang (27,27%), dan Kuliah hanya 1 orang (9,09%). Tanggungan Keluarga Aspek yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan adalah besarnya tanggungan setiap kepala keluarga dalam mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya menandakan tingkat kemampuan penanggung resiko usaha dan merupakan tanggung jawab terhadap pemenuhan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarganya. Adapun jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 11 : Tanggungan Keluarga Responden No 1 2 3 Jumlah Tanggungan 0 1-5 6-9 Julah (orang) 2 5 4 11 Persentase (%) 18.18 45.45 36.36 100

Jumlah Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel di 10, terlihat bahwa jumlah tanggungan responden terbesar adalah antara 1 sampai 5 orang sebesar 45,45%, responden yang memiliki

48

tanggungan 6 sampai 9 orang sebesar 36,36%, sementara yang belum memiliki tanggungan keluarga sebesar 18,18%. Hal ini berarti semakin besar jumlah

tanggungan dalam sebuah rumah tangga, akan mempengauhi besarnya pendapatan yang diterima oleh responden.

49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Ikan kerapu memiliki petensi yang besar untuk dikembangkan dan telah terbukti dapat dibudidayakan di keramba jaring apung serta peluang

pembudidayaannya masih terbuka luas karena lahannya adalah laut. Pengembangan usaha budidaya Kerapu di masa mendatang mempunyai prospek yang cukup bagus, mengingat sampai saat ini untuk memnuhi kebutuhan ikan kerapu dalam dan luar negeri belum dapat terpenuhi secara optimal. Dalam pembesaran ikan kerapu, sarana dan prasarana untuk penunjang keberhasilan usaha mutlak perlu diadakan. Keramba jaring apung bisa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan, terbuat dari jarring. Bentuk keramba yang umum digunakan adalah berbentuk empat persegi panjang. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau. Ukuran KJA yang digunakan oleh responden yaitu 1 keramba terdiri dari 3 kotak dengan ukuran 3x3 meter untuk masing-masing kotaknya. Kedalaman air dari dasar kurung 5 7 meter. Waktu yang dibutuhkan responden untuk tiap kali panen yaitu 1 tahun atau tergantung dari permintaan pasar. Hasil panen umumnya dijual ke pedagang yang langsung datang ke lokasi budidaya.

A. Investasi Investasi merupakan biaya awal dari suatu usaha untuk pembangunan proyek. Investasi yang dikeluarkan dalam pembuatan KJA terdiri dari rakit, rumah

50

jaga serta sarana dan prasarana lainnya. Untuk lebih jelasnya rincian jenis biaya investasi yang digunakan dalam usaha budidaya ikan dapat dilihat pada pada tabel 9 (lampiran. 1) Tabel 12. Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Di Teluk Ambon Kota Ambon No Jenis Biaya Aktiva Tetap 1 Rakit Pemberat Jaring Waring Jaring 2 3 4 5 8 Rumah Jaga Perahu Mesin Perahu Tanpa Mesin Bak Penampung Peralatan Kerja Modal Total Investasi Sumber: Data primer yang diolah, 2010 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa investasi tertinggi adalah modal sebesar Rp. 30.000.000 (55,81%) yang didapat dari bantuan pemerintah daerah (PEMDA) setempat melalui APBD (Anggaran Pemerintah Belanja Daerah). Bantuan dari pemerintah dikeluarkan sebagai modal awal usaha. Terdapat 4 pembudidaya yang menerima bantuan berupa uang dari PEMDA dan 8 pembudidaya lainnya menerima bantuan berupa keramba jaring apung dan bibit ikan kerapu. Biaya 1 12 1 1 1 1 1 1 7.345.000 16.000 2.500.000 3.500.000 2.621.000 4.000.000 1.500.000 1.000.000 7.345.000 192.000 2.500.000 3.500.000 2.621.000 4.000.000 1.500.000 1.000.000 1.000.000 30.000.000 53.658.000 13,66 0,36 4,65 6,51 4,88 7,44 2,79 1,86 1,86 55,81 100 Unit Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Persentase (%)

pembuatan rakit sebesar Rp 7.435.000 (13,65%) dan yang paling rendah biaya

51

aerator sebesar Rp 100.000 (0,19%) yang merupakan alat sewaan dari Balai Budidaya Laut (BBL). Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :
KJA 13.66% 0.36% 4.65% Pemberat Jaring (3 kg) Waring Jaring 4.88% 7.44% 2.79% 1.86% 0.19% 1.86% Rumah Jaga Pearu Mesin Perahu Tanpa Mesin

6.51% 55.81%

Gambar 5. Presentase Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA

B. Biaya Suatu unit usaha dalam menjalankan kegiatan produksi tentunya

memerlukan biaya yang diperhitungkan sesuai dengan besarnya jumlah produksi yang akan dihasilkan, sehingga dengan melihat besarnya biaya yang dikeluarkan oleh unit usaha (Soekartawi, 2003). 1. Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang tidak dapat berubah-ubah (konstan) untuk setiap tingkatan sejumlah hasil yang diproduksi atau biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi dan tetap dikeluarkan walaupun tidak berproduksi antara lain biaya penyusutan alat. Salah satu cara untuk menghitung penyusutan adalah selisih antara nilai awal barang dengan nilai akhir barang dibagi lama pemakaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Pasaribu dalam Syariah (2007), bahwa biaya penyusutan diperoleh dengan membagi harga investasi dengan jumlah

52

tahun taksiran lamanya investasi terpakai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 13. Persentase Penyusutan Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Di Teluk Ambon Kota Ambon
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rakit Pemberat Jaring Waring Jaring Rumah Jaga Perahu Mesin Perahu Tanpa Mesin Bak Penampung Aerator Peralatan Kerja Jumlah Uraian Umur Ekonomis 10 10 5 5 5 10 10 10 1 2 Harga Lama 7.345.000 192.000 2.500.000 3.500.000 2.621.000 4.000.000 1.500.000 1.000.000 100.000 1.000.000 23.758.000 Harga Baru 7.500.000 250.000 2.750.000 3.700.000 3.000.000 4.200.000 1.750.000 1.200.000 120.000 1.500.000 25.970.000 Penyusutan 15500 5800 50000 40000 75800 20000 25000 20000 20000 250000 522100 Persentasi (%) 2,97 1,11 9,58 7,66 14,52 3,83 4,79 3,83 3,83 47,88 100

Sumber: Data Primer yang diolah, 2010 Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa biaya tetap pada usaha budidaya ikan kerapu dengan bantuan keramba jaring apung terdiri dari biaya KJA, pemberat jaring, waring, rumah jaga, perahu mesin, perahu tanpa mesin, bak penampung, aerator, dan peralatan kerja. Total penyusutan untuk budidaya ikan kerapu dengan bantuan keramba jaring apung (KJA) sebesar Rp. 52.2100,00 dimana biaya penyusutan paling besar yaitu biaya penyusutan peralatan kerja (47,88%) dan yang terkecil yaitu biaya penyusutan pemberat jaring (1,11%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :

53

1.11% 9.58%

2.97% KJA Pemberat Jaring (3 kg) Waring Jaring Rumah Jaga Pearu Mesin 3.83% 3.83% 3.83% 4.79% Perahu Tanpa Mesin

7.66% 47.88% 14.52%

Gambar 6. Presentase penyusutan biaya tetap pada usaha budidaya ikan kerapu pada KJA 2. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang sewaktu-waktu dapat berubah tergantung dari besar kecilnya volume produksi, atau biaya yang habis dipakai selama produksi berlangsung. Biaya variabel usaha di KJA ini meliputi benih, pakan, BBM dan obatobatan yang berupa vitamin (lampiran 3). Tabel 14. Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Per Tahun No 1 2 3 4 5 Bibit Pakan (Rucah) Vitamin C BBM Tenaga Kerja Uaraian Total 5250000 7200000 200,000 900000 5400000 Persentase (%) 27.7 37.99 1.06 4.75 28.5 100

Total 18950000 Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010 Bibit

Benih kerapu yang digunakan dalam usaha budidaya di KJA ini adalah benih berukuran 5 - 7 cm sebanyak 1050 ekor yang terdiri dari 350 ekor untuk tiap kotak

54

dengan harga beli Rp 5.000/ekor, jadi biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih adalah Rp. 5.250.000,-. Pakan Biaya pakan yang dikeluarkan berbeda-beda tiap tahunnya, tergantung dari ukuran ikan dan banyaknya pakan yang dihabiskan. Pakan yang digunakan yaitu rucah yang diberikan pada ikan 3 4 kg per hari dengan harga Rp. 5.000 per kilogram. Bahan Bakar Minyak (BBM) Biaya yang tidak terlepas dari pengeluaran pengusaha tiap tahun adalah pembelian bahan bakar minyak dalam hal ini adalah bensin yang digunakan sebagai bahan bakar perahu masin, besarnya adalah Rp 900.000,-/ tahun. Vitamin C Pada ikan kerapu penambahan obat-obatan dan multivitamin dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja ikan dan dapat menurunkan angka kematian pada ikan. Tenaga Kerja Tenaga pada usaha budidaya sangat dibutuhkan untuk melangsungkan usaha. Tenaga kerja pada usaha ini berjumlah 3 orang yang diambil dari anggota keluarga dengan gaji Rp. 150.000 per bulan.

3. Biaya Total Total biaya atau total cost adalah jumlah biaya tetap dan biaya variable. Adapun total biaya yang digunkan dalam usaha budidaya ikan kerapu dapat dilihat pada tabel berikut :

55

Tabel 15. Total Biaya Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Per Tahun No 1 2 Biaya Tetap Biaya Varibel Jenis Biaya Nilai Rata-rata (Rp) 5.220.100 18.950.000 24.170.100

Total Biaya Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2010

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa biaya variable lebih besar dari biaya tetap untuk setiap tahunnya. Sejalan dengan penelitian Ilham (2010) bahwa pengeluaran terhadap biaya tetap tidak mempengaruhi banyaknya produksi yang dihasilkan tetapi berpengaruh kepada tingkat keuntungan yang diperoleh nelayan. C. Penerimaan Penerimaan adalah jumlah hasil panen sekali dengan harga ikan sesuai dengan kualitas dan ukuran ikan yang berlaku pada saat itu. Total

produksi/penerimaan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 16. Jumlah Penerimaan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Tahun Jumlah Produksi (Kg) Harga / Kg (Rp) 200.000 200.000 250.000 375.000 375.000 Nilai (Rp) 40.000.000 64.000.000 100.000.000 155.625.000 161.250.000

2005/2006 200 2006/2007 320 2007/2008 400 2008/2009 415 2009/2010 430 Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2010

Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa produksi volume ikan kerapu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini disebabkan karena pihak pembudidaya dapat menaikan tingkat mortalitas ikan pada usaha budidaya ini dan harga jual dari tahun ke tahun yang terus mengalami kenaikan.

56

D. Pendapatan Pendapatan bersih merupakan hasil penerimaan dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Tabel 17. Pendapatan Pembudidaya Ikan Kerapu Pada KJA No 1 2 Uraian Penerimaan (TR) Total Biaya (TC) Nilai 161,250,000 24,170,100 137,079,900

Keuntungan () (TR-TC) Sumber : Data primer yang telah diolah, 2010

Dari tabel 17 dapat diketahui bahwa keuntungan per panen untuk usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung sebesar Rp. 137,079,900. Dengan melihat kriteria penilaian bahwa suatu usaha menguntungkan apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya maka dapat dipastikan bahwa usaha budidaya ikan kerapu pada KJA layak untuk dikembangkan.

5.2. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Analisis SWOT yang dilakukan dengan tepat juga menunjukkan berbagai peluang yang sebaiknya dimanfaatkan, terutama dengan mengembangkan faktorfaktor pendukung dan mengubah potensi yang dimiliki menjadi kekuatan yang efektif sehingga usaha tersebut memiliki keunggulan yang dapat diandalkan. Namun kemampuan memanfaatkan peluang pada suatu usaha akan menimbulkan ancaman bagi usaha karena pesaing akan mengambil dan memanfaatkan kelemahan

57

lawannya. Menurut (Rangkuti, 2001) Analisis ini membandingkan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. A. Identifikasi Faktor Internal Kekuatan Kekuatan (Strengths) merupakan kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada pemilikan keunggulan dan kemampuan dalam pengembangan produk oleh unit usaha di pasaran. Kekuatan yang dimiliki oleh usaha budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung dapat diidentifikasi antara lain: 1) Lokasi Usaha dan Kualitas Air Usaha budidaya ikan kerapu ini terletak di perairan teluk yang tenang, dekat dengan jalan raya dan dekat dengan tempat berdomisili pembudidaya serta dekat dengan tempat penelitian perikanan laut. Jawaban responden mengatakan lokasi usaha sesuai bagi budidaya di KJA. Sehingga lokasi usaha di perairan teluk merupakan salah satu kekuatan dalam

pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. Berdasarkan data dari laboraturium balai budidaya laut (BBL), kualitas air di perairan teluk ambon telah memenuhi syarat budidaya ikan kerapu. Demikian juga dengan jawaban responden bahwa kualitas air di lokasi budidaya telah memenuhi syarat. Sehingga kualitas air di perairan teluk merupakan salah satu kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. 2) Dukungan PEMDA

58

Pemerintah

kota

Ambon

telah

memberikan

bantuan

modal

untuk

menjalankan usaha pembudidayaan ikan kerapu di KJA. Demikian dengan jawaban respon bahwa mereka menerima bantuan berupa uang sejumlah Rp. 30.000.000 dan keramba jaring apung. Sehingga dukungan PEMDA merupakan salah satu kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu pada KJA di teluk Ambon kota Ambon. 3) Harga Benih Murah Benih di dapat dari balai budidaya laut (BBL) yang dijual murah kepada pembudidaya. Jika dibandingkan dengan di Barru, benih sangat mahal karena benih harus dibeli di Bali dengan harga 15.000 per ekor (Darma,2007). Sehingga harga benih merupakan salah satu kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu pada KJA di teluk Ambon kota Ambon. 4) Biaya Pemasaran Rendah Pihak pembudidaya tidak memiliki tangggung jawab penuh dalam melakukan penjualan produknya. Hal ini disebakan karena pihak pembeli datang langsung ke lokasi budidaya sehingga biaya pemasaran ditanggung oleh pihak pembeli. Sehingga biaya pemasaran merupakan salah satu kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. Kelemahan Kelemahan merupakan keterbatasan (kekurangan) dalam hal sumber, keterampilan dan kemampuan menjadi penghalang kinerja yang dapat menjadi penyebab terjadinya kerugian. Adapun kelemahan-kelemahan pada usaha

budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung antara lain: 1) Ketersediaan Benih Kurang

59

Hal ini disebabkan karena lokasi penjualan benih hanya terdapat di balai budidaya laut (BBL). Demikian dengan jawaban respon yang mengatakan bahwa benih di BBL terbatas sehingga mereka membeli benih yang ditangkap di laut. Sehingga ketersediaan benih merupakan salah satu kelemahan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. 2) Kurangnya Sumberdaya Manusia Kurang tersedianya tenaga kerja hal ini disebabkan karena kebanyakan warga Ambon tidak mau menjadi pembudidaya ikan.

~ Matrik Faktor Strategi Internal Setelah faktor faktor strategis internal usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jarring apung diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor faktor strategis internal.

60

Tabel 18. IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA di Teluk Ambon, kota Ambon. No Faktor Strategi Internal Bobot Rating BxR Keterangan

Kekuatan 1 Dukungan PEMDA

0.25

1.00

Lokasi Usaha dan kualitas Air

0.20

0.80

Harga Benih Murah

0.20

0.6

Biaya Pemasaran Rendah

0.10

0.2

Dukungan PEMDA dengan adanya bantuan modal dan keramba Terletak di perairan teluk yang tenang, dekat dengan tempat berdomisili responden serta dekat dengan tempat penelitian perikanan laut. Kualitas air yang sesuai dengan persyaratan budidaya tambak, Harga benih yang di beli dari BBL relatif murah dibandingkan dengan di daerah lain Pihak pembeli datang langsung ke lokasi budidaya sehingga biaya pemasaran dan kerusakan ditanggung oleh pembeli Penjualan benih kerapu hanya terdapat di BBL (Balai Budidaya Laut) Penduduk Asli Ambon kebanyakan tidak mau jadi nelayan

Kelemahan 0.15 1 Ketersediaan benih kurang memadai 0.10 2 Kurangnya SDM 3.25 2 0.2 3 0.45

1.00 Jumlah Sumber: data primer setelah diolah,2010

Berdasarkan hasil analisis faktor strategis internal (IFAS) berupa kekuatan dan kelemahan diperoleh nilai sebesar 3,25 (skala 0 4 ). Ini menunjukkan bahwa secara internal usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung (KJA) layak.

61

B. Identifikasi Faktor Eksternal Peluang Peluang adalah perubahan yang dapat dilihat sebelumnya dalam waktu dekat, dimasa mendatang yang akan memberikan keuntungan bagi kegiatan usaha. Peluang-peluang yang dimiliki oleh usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung antara lain: 1) Nilai Jual Ikan Kerapu Nilai jual ikan kerapu yang semakin tinggi baik ekspor maupun lokal. Produk kerapu tidak sulit untuk dipasarkan karena merupakan produk yang dicari-cari konsumen. Hal ini membuktikan bahwa nilai komuditi kerapu merupakan salah satu peluang budidaya kerapu di KJA. 2) Pangsa Pasar Hasil Budidaya Tinggi Pangsa pasar hasil budidaya tinggi. Demikian dengan jawaban responden bahwa terkadang mereka tidak dapat memenuhi permintaan pembeli karena hasil panen yang terbatas. Hal ini membuktikan bahwa pangsa pasar merupakan salah satu peluang dalam upaya pengembangan usaha budidaya kerapu di KJA. 3) Peluang Usaha Besar Peluang usaha besar dapat dilihat dari pangsa pasar hasil tambak dan terbukanya peluang usaha. Jawaban responden juga mengatakan bahwa peuang usaha budidaya sangat besar namun ketersediaan benih rendah. Oleh karena itu peluang usaha merupakan salah satu peluang dalam upaya pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. 4) Kebijakan pemerintah

62

Otonomi daerah memberikan peluang yang luas kepada daerah untuk menggali dan mengolah potensi daerah. Ancaman Ancaman adalah gejala-gejala yang merupakan dampak negatif atas keberhasilan usaha, namun umumnya berada diluar kendali usaha. Apabila ancaman tersebut tidak diatasi maka akan menjadi ganjalan bagi usaha yang bersangkutan baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Adapun ancaman yang dihadapi oleh usaha budidaya ikan kerapu pada KJA antara lain: 1) Faktor Iklim Usaha budidaya ikan di laut sangat tergantung pada musim. Keberhasilan usaha sangat didukung oleh iklim yang stabil. Demikian jawaban responden bahwa jika musim penghujan maka akan terjadi kebanjiran yang dapat membawa sampah dan dapat merusak jaring. Sampah yang dibawa banjir juga dapat merangsang pertumbuhan berbagai jenis organisme dan dapat menurunkan produksi bahkan dapat mengakibatkan kematian total dalam keramba jaring apung. Sehingga faktor iklim merupakan salah satu faktor ancaman dalam pengembangan usaha budidaya pada KJA di teluk Ambon. 2) keamanan Kurangnya keamanan tambak merupakan salah satu faktor yang harus diwaspai. Demikian juga dengan jawaban responden bahwa pencurian ikan sering terjadi pada malam hari.

~ Matrik Faktor Strategi Eksternal Setelah faktor faktor eksternal suatu usaha pancing rawai diidentifikasi, suatu tabel EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk

63

merumuskan faktor faktor strategis eksternal dalam kerangka peluang dan ancaman usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung. Tabel 19. EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA di Teluk Ambon Kota Ambon. No Faktor Strategi EKSternal Bobot 0.25 Rating 4 BxR 1 Keterangan Nilai jual krapu yang semakin tinggi baik ekspor maupun lokal, Selalu ada permintaan dari konsumen dari jauh hari Terbukanya peluang usaha pembenihan karna kurangnya benih dan permintaan pasar yang cukup besar Otonomi daerah memberikan peluang yang luas kepada daerah untuk menggali dan mengolah potensi daerah. Faktor iklim merupakan ancaman pencemaran lingkungan Pencurian ikan sering terjadi pada malam hari

Peluang 1 Nilai Jual Kerapu

Pangsa Pasar Hasil budidaya Tinggi Peluang Usaha Besar

0.20

0.8

0.10

0.3

Kebijkan Pemerintah

0.10

0.2

Ancaman 1 Faktor Iklim

0.20

0.4

Keamanan

0. 15 1.00

0.15 2.85

Jumlah

Sumber: Data primer setelah diolah,2010 Berdasarkan hasil analisis faktor strategis Eksternal (EFAS) berupa peluang dan ancaman diperoleh nilai sebesar 2,85 (skala 0 4 ). Ini menunjukkan bahwa secara eksternal usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung (KJA) cukup layak. Berdasarkan uraian-uraian yang dijelaskan di atas maka dapat kita lihat matriks SWOT untuk memperjelas hal-hal yang menjadi kekuatan, kelemahan,

64

peluang dan ancaman yang mempengaruhi usaha budidaya.

Dengan analisis

SWOT yang dilakukan dapat diperoleh berbagai alternatif strategi yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 20 : Matriks SWOT pada Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada Keramba Jaring Apung di Teluk Ambon Kota Ambon
Internal Kekuatan (Streanghts) 1. Lokasi Usaha dan kualitas Air 2. Dukungan PEMDA 3. Biaya Pemasaran Rendah 4. Harga Benih Murah Eksternal Peluang (Opportunities) 1. Nilai Komuditi Kerapu 2. Pangsa Pasar Tinggi 3. Peluang Usaha Besar 2. Meningkatkan dan mempertahankan Mutu Produk Ikan Kerapu (S-1,2,3,4&O-1,2,3,4) 4. Kebijakan Pemerintah Ancaman ( Threats) 1. Faktor Iklim 2. Keamanan STRATEGI (S - T) 1. Membuat Kesepakatan Antar Pembudidaya Dalam Menjaga Keamanan Keramba (T -2,&S-1,2,3,4) 2. Hindari waktu penebaran benih pada musim hujan (T-1,2&S-1,2,3,4) STRATEGI (S - O) 1. Meningkatkan Kapasitas Produksi Ikan Kerapu (S-1,2,3,4,&O-1,2,3,4) STRATEGI (W- O) 1. Optimalkan Balai Budidaya Laut (BBL) (W-1,&O-1,2,3,4) 2. Manfaatkan benih alam (W1,&O-1,2,3,4) 3. Melakukan sosialisasi Peraturan Daerah Tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan (W-1,2&O-1,2,3,4) STRATEGI (W - T) 1. Meningkatkan Pengetahuan Tentang Budidaya Ikan Kerapu di KJA (T-1,2,&W-1,2) 2. Cari benih dari luar daerah (T1,2,&W-1,2) Kelemahan (Weakness) 1. Ketersediaan Benih Kurang 2. Kurang SDM

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2010 Berdasarkan matriks SWOT tersebut dapat dilihat bahwa ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh pengusaha KJA untuk mengembangkan usahanya dalam menghadapi persaingan dimasa yang akan datang. 1. Strategi S O (Strenghts Opportunities) Strategi ini disusun dengan menggunakan seluruh kekuatan dan peluang yang dimiliki. Beberapa strategi yang dapat diambil antara lain:

65

Meningkatkan Kapasitas Produksi Ikan Kerapu. Strategi ini diambil dengan pertimbangan bahwa kekuatan yang berupa umur produktif, biaya pemasaran rendah dan ketersediaan laut serta peluang yang berupa harga tinggi, dasar perairan yang baik dan selera konsumen tinggi maka kekuatan dan peluang tersebut sangat mendukung peningkatan volume produksi kerapu.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu Produk. Strategi ini diambil dengan pertimbangan bahwa peluang dalam keanggotaan WTO dan selera konsumen yang cukup tinggi dan didukung oleh kekuatan yang berupa umur produktif dan biaya pemasaran yang rendah maka upaya meningkatkan dan mempertahankan mutu produk harus dilakukan sehingga keberadaan di pasaran internasional dapat dipertahankan dan nantinya dapat meningkatkan penerimaan devisa.

2. Strategi W O (Weakness Opportunities) Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada, dengan cara mengatasi kelemahan yang dimiliki. yaitu: Optimalkan Balai Budidaya Laut dalam penyediaan bibit ikan kerapu. Strategi ini diambil dengan mempertimbangkan bahwa kelemahan yang berupa kurangnya ketersediaan benih yang disediakan BBL sehingga banyak pembudidaya yang beralih untuk membudidayakan jenis ikan lainnya. Manfaatkan benih yang ada di alam. Strategi diambil dengan pertimbangan bahwa kurangnya bibit. Melakukan sosialisasi Peraturan Daerah tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan. Strategi ini diambil karena dilihat dari Adapun strategi yang dapat dilakukan

66

kelemahan kurangnya SDM. Sesuai dengan jawaban responden bahwa masyarakat setempat tidak mau menjadi nelayan. 3. Strategi S T (Strenghts Threats) Strategi ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi. Adapun strategi yang dilakukan adalah : Membuat Kesepakatan Antar Pembudidaya Dalam Menjaga Keamanan Keramba. Strategi ini diambil dengan pertimbangan bahwa ancaman yang berupa pencemaran dan penurunan mutu lingkungan yang diakibatkan oleh musim dapat diatasi dengan cara memperhatikan keadaan lingkungan. Penurunan mutu lingkungan akibat pencemaran dapat merangsang

pertumbuhan berbagai jenis organisme pathogen yang dapat menurunkan produksi kerapu. Sehingga dengan memiliki umur yang produktif dan

ketersediaan laut maka pengusaha dapat mengikuti sosialisasi mengenai dampak pencemaran lingkungan. Hindari penebaran benih pada musim hujan. Strategi ini diambil dengan perhitungan bahwa ancaman pencemaran lingkungan bisa terjadi pada musim hujan karna sampah yang terbawa oleh air dari daratan ke daerah keramba. 4. Strategi W T (Weakness Threats) Strategi ini untuk mengatasi kelemahan yang berpadu dengan ancaman harus segera diatasi. Untuk mengatasi dapat diambil strategi sebagai berikut : Meningkatkan Pengetahuan Tentang Budidaya Ikan Kerapu di KJA. Strategi ini diambil karena melihat dari faktor ancaman. Musim dapat mengakibatkan timbulnya pencemaran akan sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi kerapu. Untuk mengatasi tingkat mortalitas kerapu maka pengusaha harus

67

meningkatkan pengetahuan tentang kerapu termasuk teknik budidaya dan jenisjenis penyakit yang biasanya menyerang ikan kerapu.

68

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. keuntungan per panen untuk usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung di teluk Ambon sebesar Rp. 137,079,900. 2. Faktor internal yang mempengaruhi pengembangan budidaya ikan kerapu pada keramba jarring apung di teluk Ambon, terdiri dari factor kekuatan yaitu : lokasi usaha, kualitas air, dukungan PEMDA, biaya pemasaran rendah, harga benih murah. Faktor kelemahan yaitu : ketersediaan benih kurang, dan kurangnya sumberdaya manusia. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan budidaya ikan kerapu pada keramba jarring apung di teluk ambon terdiri dari faktor peluang yaitu : nilai jual ikan kerapu, pangsa pasar tinggi, peluang usaha besar, kebijakan pemerintah. Faktor Ancaman yaitu iklim dan keamanan. 3. Langkah strategi untuk pengembangan usaha Keramba Jaring Apung yaitu meningkatkan kapasitas produksi ikan kerapu, meningkatkan dan

mempertahankan mutu produk ikan kerapu, melakukan sosialisasi peraturan daerah tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan, membuat kesepakatan antar pembudidaya dalam menjaga keamanan keramba dan meningkatkan pengetahuan tentang budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung.

69

6.2 Saran 1. Pemerintah Daerah Melakukan sosialisasi peraturan daerah tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan. Melakukan kegiatan pelatihan

peningkatan penguasaan teknologi budidaya ikan kerapu lainnya, berupa penguasaan teknologi pembesaran, perawatan/pencegahan penyakit ikan kerapu, dan pemasaran.

2. Pembudidaya Pembudidaya keramba jarring apung lebih meningkatkan volume penjualan. Dan menjalankan strategi yang disusun dalam matriks analisis SWOT.

70

DAFTAR PUSTAKA

Chandler, 1962 dalam Analisis SWOT Membedah Kasus Bisnis, Freddy Rangkuti, 2008. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Daniel. Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksar. Jakarta Darma, 2007. Prospek Pengembangan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) pada Keramba Jaring Apung Berbasis Agribisnis (Studi Kasus KJA 8 Desa Kupa Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru). Skripsi UNHAS. Makassar DKP, 2009. Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis (KKP). Pusat Data, Statistik dan Informasi (PUSDATIN) DKP. www.KKP.co.id. diakses 18 Februari 2010. Haryadi. H, 2002. Penelitian Ekonomi Budidaya Perairan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Http://AnneAhira.com, 2009. Prospek Cerah Ikan Kerapu. Diakses 18 Februari 2010. Http://BPMD-maluku.com, 2007. Potensi Perikanan dan Kelautan. Badan Penanaman Modal Daerah Propinsi Maluku. Diakses 2 Maret 2010. Kordi, G. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Yogyakarta Kanisius.

Kurniawanti, D. 2005. Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung. Tesis Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Mubiyarto. 1994. Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta Nikijuluw, V.P.H,2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.PT.Pustaka Cidesindo. Jakarta. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta Pongasapan,S.D. Rachmansyah dan Mangawe,G.A. 2001. Penelitian Budidaya Bandeng Intensif dalam Keramba Jaring Apung di Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan Rafika, 2005. Analisis SWOT. PT. Damar Mulia Pustaka

71

Rachman,A dan S. Tonnek. 2001. Potensi Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan di Teluk Pengametan. Singaraja Rangkuti Freddy, 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Saanin, H. 1995. Taksonomi dan kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bina Cipta. Bogor Siagian, 2000. Strategi Usaha. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sudirman dan Yursi, 2008. Ikan Kerapu. biologi,eksploitasi,manajemen,dan budiidaya. Yarsif watampone. Jakarta. Tim Peneliti Lembaga penelitian undana, 2009. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang Usaha (Budidaya Ikan Kerapu). Http://google.com

Anda mungkin juga menyukai