Anda di halaman 1dari 14

Hampir semua reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh tergantung dari keseimbangan air dan

elektrolit. Konsentrasi cairan di dalam sel (cairan intra sel) dan di luar sel (cairtan ekstra sel) harus
dipertahankan tetap seimbang. Keseimbangan  cairan intra sel dan cairan ekstra sel tujuannya untuk
transmisi impuls saraf dan kontraksi otot yang penting saat melakukan olahraga.

Hal lain yang sangat penting selama melakukan olahraga adalah mempertahankan atau memelihara
suhu tubuh. Oleh karena, kontraksi otot menghasilkan energi. Energi yang terbentuk dari kontraksi otot
sebagian besar berupa energi panas yaitu sebanyak 75% dan sisanya 25% berupa energi gerak.

Kontraksi otot selama berolahraga menghasilkan peningkatan produksi energi panas. Panas yang
terbentuk dialirkan secara cepat dari otot melalui darah ke permukaan tubuh. Panas tubuh kemudian
dibebaskan ke atmosfer lewat keringat yang keluar dari tubuh.

Panas tubuh yang terjadi pada saat berolahraga akan sangat berbahaya apabila tidak ada upaya proses
pendinginan tubuh. Banyak usaha tubuh untuk melakukan proses pendinginan tubuh, salah satunya
adalah berkeringat.

Kebutuhan Air

Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tubuh
manusia akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh.

Pada keadaan normal dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat
yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1500 –2000 ml sehari. Sumber air untuk
kebutuhan tubuh biasanya didapat dari hasil oksidasi zat gizi, makanan, minuman dan baverage.

Saat berolahraga kebutuhan air tentu akan lebih banyak dibanding dalam keadaan istirahat. Oleh karena
saat berolahraga suhu tubuh meningkat dan tubuh menjadi panas. Tubuh yang panas berusaha untuk
menjadi dingin dengan cara berkeringat.

Banyaknya keringat yang keluar tergantung dari ukuran tubuh, jenis olahraga, intensitas olahraga,
lamanya olahraga, cuaca dan kelembaban lingkungan, serta jenis pakaian atlet. Keringat yang keluar 
saat olahraga sebagian besar terdiri atas air, namun keringat juga mengandung elektrolit. Perubahan
status cairan tubuh saat berolahraga disebabkan oleh peningkatan produksi keringat dan asupan cairan
ke dalam tubuh yang sedikit. Defisit air sebanyak 1% dari berat badan yang keluar dalam bentuk keringat
saat berolahraga terbukti mengurangi toleransi tubuh terhadap olahraga. Sedangkan, defisit air 3%
sampai dengan 10% dari berat badan selama mengikuti olahraga menyebabkan penurunan prestasi
olahraga, meningkatkan risiko cedera, serta berbahaya untuk atlet.

Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah
cedera akibat panas tubuh yang berlebihan, misalnya heat exhaustion, heat stroke. Nasihat yang paling
baik saat berolahraga untuk mencegah kekurangan cairan adalah minum air sebelum, selama dan
setelah berolahraga. Minum air jangan menunggu sampai rasa haus timbul. Oleh karena, rasa haus tidak
cukup baik sebagai indikator keinginan  untuk minum. Keinginan minum air lebih banyak dan lebih
sering karena kebiasaan, bukan karena adaptasi fisiologis. Rasa haus baru timbul apabila tubuh telah
mengalami kekurangan air (dehidrasi).

Penggantian air yang adekwat selama berolahraga sangat penting untuk memelihara penampilan yang
optimal dan memelihara kesehatan. Minumlah air 30 – 60 menit sebelum bertanding sebanyak 150 –250
ml. Air dingin kira-kira 10 o C lebih baik dari pada air hangat. Oleh karena air dingin lebih cepat diserap
oleh usus, sehingga waktu pengosongan lambung lebih cepat. Pemberian air dalam jumlah yang sama
dianjurkan pada atlet saat beristirahat diantara pertandingan. Selama bertanding, atlet dianjurkan
minum secara teratur setiap 10 – 15 menit sebanyak 150 – 250 ml air dingin.

Segera setelah bertanding, pemberian minuman ditujukan untuk mengganti cairan yang hilang dan
mendinginkan tubuh. Atlet setelah pertandingan harus segera minum air dingin sebanyak 150 – 250 ml.
Selanjutnya atlet dapat minum air yang mengandung karbohidrat, elektrolit dan mineral serta vitamin.

Penelitian menunjukkan bahwa penggantian air akibat keringat yang keluar lebih penting daripada
penggantian elektrolit. Kasus kehilangan elektrolit yang serius atau ketidak seimbangan elektrolit pada
atlet jarang terjadi dibanding dehidrasi akibat defisit air. Kekecualian misalnya terjadi pada atlet yang
melakukan olahraga sangat berat di bawah cuaca panas dan kelembaban tinggi. Keringat yang keluar
jumlahnya sangat banyak, selain air juga mengandung elektrolit.

Kebutuhan Elektrolit

Cairan tubuh selain mengandung aiar juga mengandung bahan lain yang diperlukan oleh tubuh seperti
elektrolit. Elektrolit dalam cairan tubuh terdiri dari kation dan anion. Katiaon utama dalam cairan tubuh
adalah sodium (Na+) dan potasium (K+), sedangkan anion utama adalah klorida (Cl-).

Sodium merupakan kation yang terbanyak di dalam cairan ekstra sel dan bertanggung jawab untuk
mempertahankan osmolalitas cairan ekstra sel. Asupan sodium berkisar antara 3 – 8 gram (130-250
meq) per hari. Makanan sumber utama sodium adalah garam dapur. Selain itu sodium banyak didapat
pada keju dan makanan olahan lainnya.

Potasium merupakan kation terpenting di dalam cairan intra sel. Asupan potasium berkisar antara 2 – 6
gram (50-150 meq) per hari. Makanan sumber utama potasium adalah daging, buah-buahan. Secara
umum potasium banyak terdapat pada pisang, orange juice. Keringat merupakan cairan hipotonik
dibanding dengan plasma. Konsentrasi elektrolit dalam keringat juga lebih rendah dibandiong dengan
cairan tubuh lainnya. Sodium dan klorida merupakan elektrolit yang paling banyak ditemukan dalam
keringat, namun jumlahnya hanya sepertiga dari yang ditemukan di plasma. Sedangkan potasium dan
magnesium dalam keringat jumlahnya sangat kecil.
Sodium hilang terutama melalui keringat yang berlebihan. Oleh karena itu atlet yang mengalami
pengeluaran keringat yang sangat banyak harus diperhatikan penggantian sodium. Hiponatremi yang
terjadi pada atlet dapat mengakibatkan penurunan efisiensi kerja otot sehingga berpengaruh terhadap
prestasi olahraga. Potasium yang hilang melalui keringat jumlahnya sangat sedikit. Potasium yang
disimpan di dalam sel tubuh jumlahnya sangat banyak dan tidak terpangaruh oleh hilangnya potasium
melalui keringat. Beberapa ahli percaya bahwa kehilangan potasium dalam keringat akan
mempengaruhi prestasi olahraga.

Konsentrasi sodium dan potasium pada keringat dipengaruhi oleh jumlah keringat yang keluar.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli, jumlah keringat sebanyak 200 ml per jam menyebabkan
kehilangan cairan yang mengandung 12 mmol sodium dan 4 sampai dengan 5 mmol potasium.
Sedangkan keringat sebanyak 1000 ml per jam mengakibatkan kehilangan cairan yang mengandung 40
mmol sodium dan 4 sampai dengan 5 mmol potasium.

Penelitian menunjukkan bahwa suplemen sodium dan potasium tidak diperlukan selama olahraga yang
berlangsung simgkat (1 jam atau kurang). Garam yang tersedia pada makanan sehari-hari sudah cukup
mempertahankan keseim-bangan sodium dan potasium selama bertanding pada olahraga tingkat
sedang.

Cairan dan Elektrolit pada Olahraga Endurance

Olahraga endurance yang berlangsung lama di tempat yang panas dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan air dan elektrolit. Keseimbangan air dan elektrolit sangat penting pada atlet cabang
olahraga endurance. Oleh karena akan mengganggu produksi energi dan pengaturan suhu tubuh. Cairan
sangat penting untuk mengalirkan zat gizi dan oksigen ke dalam otot skelet untuk tujuan berkontraksi.

Hasil penelitian menunjukkan, lari marathon mengeluarkan keringat sebanyak 1 liter per jam. Sedangkan
lari marathon dalam cuaca panas dan kelembaban tinggi dapat kehilangan keringat sebanyak 2,8 liter
per jam. Pelari  ultramaraton sejauh 50 mil yang ditempuh selama lebih dari 8 jam, selain kehilangan air
yang banyak juga kehilangan elektrolit.

Penggantian cairan pada atlet endurance apabila hanya minum air tawar dapat menyebabkan
hiponatremi. Oleh karena dalam tubuh jumlah air dan sodium tidak seimbang. Untuk itu, pemberian
cairan harus mengandung karbohidrat dan elektrolit. Hal ini dimaksudkan selain untuk mencegah
terjadinya hiponatremi, juga untuk mencegah hipoglikemik.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa cairan yang mengandung karbohidrat 5-10% tidak mengganggu
atlet. Sedangkan pemberian karbohidrat melebihi 10 % dapat menimbulkan peningkatan gula darah
yang akan merangsang produksi hormon insulin. Peningkatan hormon insulin dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemia.

Sedangkan minuman atlet (sports drinks) yang mengandung suplemen sodium dan potasium yang
berlebihan akan mengganggu kontraksi otot yaitu akan terjadi “cramp” otot. Selain itu intake sodium
yang berlebihan mempunyai risiko tinggi terjadinya hipertensi pada atlet.

Spors drinks umumnya mengandung karbohidrat 5-7%. Konsentrasi karbohidrat dalam cairan ini secara
ilmiah tidak mengganggu proses pengosongan lambung. Sedangkan, sodium biasanya 10-20 mmol/L dan
dapat  membantu keseimbangan elektrolit dalam tubuh.

Penutup

Saat berolahraga suhu tubuh meningkat. Keringat yang keluar saat berolahraga mempunyai tujuan
untuk proses pendinginan tubuh. Keringat yang keluar sangat banyak pada olahraga endurance selain
mengandung air juga mengandung elektrolit.

Pemberian cairan harus dilakukan secara terencana dan terprogram. Cairan yang diberikan juga harus
mengandung elektrolit juga mengandung karbohidrat dengan konsentrasi tertentu.

Oleh : dr. Dadang A. Primana, MSc, Sp.Gz, Sp.KO


Bagian Ilmu Gizi FK Unpad PPPITOR Kantor Menpora

http://www.smallcrab.com/kesehatan/597-kebutuhan-air-dan-elektrolit-pada-olahraga

Komponen Tubuh dan Kebutuhan Olahraga


Kandungan air dalam tubuh bervariasi antara 45 % - 70 % dari bobot tubuh. Di dalam air
terkandung elektrolit dan zat terlarut. Elektrolit merupakan komponen yang terdisosiasi
menjadi ion dalam larutan. Sodium merupakan kation utama dalam cairan ekstrasellular,
sedangkan potassium merupakan kation utama dalam cairan intrasellular (Maughan dan
Murray, 2001). Konsentrasi elektrolit tubuh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi elektrolit dalam tubuh

Keringat Plasma Intrasellular


Komponen
(mmol/l) (mmol/l) (mmol/l)

Sumber : Maughan (2001).

Kebutuhan Tubuh Saat Olahraga


Kelelahan yang terjadi selama olahraga berat disebabkan oleh berkurangnya glikogen otot
(Bergstrom et al., 1967), konsentrasi gula darah (Coyle et al., 1986), dan dehidrasi (Sawka
dan Pandolf, 1990). Menurut Maughan dan Murray (2001), pasokan energi yang tidak
memenuhi kebutuhan atlit pada saat olahraga akan menyebabkan penurunan massa tubuh,
kehilangan ja�ringan aktif, kelelahan dan proses pemulihan yang kurang sempurna.
Selain itu, atlit yang mengeluarkan banyak keringat akan mengalami dehidrasi. Kebutuhan
energi dapat terpenuhi dari oksidasi lemak dan karbohidrat, serta sedikit (5 %) dari
pemecahan protein. Semakin tinggi intensitas olahraga akan memerlukan pasokan energi
yang semakin tinggi pula, terutama pasokan energi dari karbohidrat. Karbohidrat
merupakan sumber utama energi pada saat atlit melakukan olahraga yang membutuhkan
75 % aliran oksigen maksimum (VO 2max). Contoh olahraga yang membutuhkan 75 %
VO2max adalah lari jarak menengah dan lari marathon. Olahraga tersebut dapat
menghabiskan simpanan glikogen pada otot. Pelari jarak menengah membutuhkan 100 g
glikogen otot untuk diubah menjadi energi dan asam laktat dalam waktu kurang dari 2
menit, sedangkan pelari marathon membutuhkan 3 - 4 g karbohidrat per menit.

Atlit memerlukan waktu 24 hingga 48 jam untuk memulihkan simpanan glikogen pada otot
dan hatinya. Laju pembentukan glikogen kembali setelah olahraga ditentukan oleh jumlah
pasokan karbohidrat (Ivy, 1998).

Kehilangan keringat selama olahraga bervariasi antara 0,4 - 2,6 liter per jam tergantung
individu dan jenis olahraga (Rehrer dan Burke, 1996). Kehilangan keringat menyebabkan
atlit kehilangan mineral-mineral tubuh dan chlorida. Mineral-mineral tersebut adalah sodium
(sebagian besar), potassium, magnesium, iron dan zinc. Sodium berfungsi untuk mengatur
pH darah, keseimbangan cairan dan tekanan osmosis sehingga tidak terjadi pengerutan sel
akibat perbedaan tekanan. Potassium berfungsi untuk mengatur pH, keseimbangan cairan
dan tekanan osmosis pada cairan intraselluler. Magnesium berfungsi dalam relaksasi otot.
Kehilangan keringat dapat mempengaruhi keseimbangan elektrolit tubuh (Maughan dan
Murray, 2001).

Kehilangan keringat juga dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi akan mengakibatkan


peningkatan suhu tubuh secara drastis (hyperthermia) sehingga mempengaruhi daya tahan
atlit. Penelitian menunjukkan bahwa atlit menghentikan olahraganya pada saat suhu tubuh
mencapai 39,7  0,15 C (Nielsen et al., 1993).

Kehilangan keringat dapat menyebabkan kehilangan air dan mineral sehingga tekanan
osmotik plasma darah akan naik sedangkan volume cairan tubuh akan turun. Peningkatan
tekanan osmotik atau penurunan volume cairan tubuh dapat menyebabkan peningkatan
rasa haus (Ramsay, 1989).

Menurut Leiper (1997), minuman dapat digunakan sebagai pemasok nutrient. Nutrient yang
dipasok lewat cairan (minuman) akan lebih mudah diserap dibanding nutrient yang dipasok
lewat padatan (makanan).

Konsumsi air putih setelah olahraga menyebabkan penurunan konsentrasi sodium dalam
plasma (water intoxication). Penurunan konsentrasi ini dapat mengurangi pelepasan arginin
vasopressin (antidiuretic hormone) sehingga dapat mengurangi rasa haus (sekaligus
mengurangi jumlah konsumsi air) dan merangsang pengeluaran urin yang berakibat pada
tertundanya proses rehidrasi (Maughan dan Murray, 2001).

Formulasi Minuman Olahraga

Menurut Maughan dan Murray (2001), formulasi minuman olahraga yang baik memiliki
keunggulan sebagai berikut :

 Mendorong atlit untuk mengonsumsi cairan

 Merangsang penyerapan cairan secara cepat

 Memasok karbohidrat untuk meningkatkan performance atlit

 Menambah respon fisiologis

 Mengembalikan cairan (rehidrasi) secara cepat

Aroma dan rasa minuman yang enak dapat mendorong atlit untuk mengkonsumsi cairan.
Sifat organoleptik minuman olahraga harus disesuaikan dengan respon sensori dari orang
yang sedang melakukan aktifitas fisik (Maughan dan Murray, 2001).

Menurut Maughan dan Murray (2001), laju penyerapan air ke dalam aliran darah
dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung dan penyerapan air di dalam usus. Konsentrasi
karbohidrat di dalam minuman olahraga berpengaruh terhadap laju pengosongan lambung.
Minuman olahraga, yang mengandung 6 – 7 % karbohidrat (sukrosa, glukosa dan
maltodekstrin), dapat diserap dengan cepat oleh lambung. Selain itu, karbohidrat (sukrosa
dan glukosa) dapat mempercepat penyerapan sodium di dalam usus. Penggunaan fruktosa
sebagai sumber karbohidrat di dalam minuman olahraga tidak dianjurkan. Hal ini
dikarenakan fruktosa dapat meningkatkan resiko gastrointestinal distress (gangguan
pencernaan dengan gejala : perut terasa tidak nyaman, kenyang dan kembung bahkan
diare) dan terserap secara lambat. Tetapi, penggunaan fruktosa kurang dari setengah
jumlah karbohidrat total masih bisa ditolelir. Osmolality minuman berpengaruh terhadap
laju pe�nyerapan air di dalam usus. Osmolality minuman olahraga yang dianjurkan
adalah kurang dari 400 mosm/l H 2O.Minuman yang mengandung lebih dari 1,8 %
karbohidrat dapat mengurangi respon dari hormon stress (adrenocorticotropic hormone,
cortisol, catecholamines dan glucagons). Selain itu, karbohidrat berperan di dalam fungsi
dan produksi neurotransmitter dalam otak. Hal ini akan berpengaruh terhadap psikis dan
mental atlit (Burgees et al., 1991).

Rehidrasi tercapai jika kehilangan sodium dan cairan (melalui keringat) telah terganti.
Sodium sebanyak 20 – 60 mmol/l (terutama 50 – 60 mmol/l) dan cairan (125 – 150 % dari
keringat yang keluar) memberi efek yang menguntungkan dalam proses rehidrasi (Maughan
dan Murray, 2001).
Konsentrasi dan jenis asam dapat mempengaruhi laju pengosongan ginjal. Asam dengan
bobot molekul rendah dapat lebih menghambat laju pengosongan lambung dibanding asam
berbobot molekul tinggi (Hunt dan Knox, 1968).

Menurut Maughan dan Murray (2001), minuman olahraga dengan kandungan gula 6% – 8
% memiliki skor hedonik yang lebih tinggi dibanding minuman olahraga dengan kandungan
gula 10 %. Kandungan asam sitrat sebesar 0,2 % - 0,28 % pada minuman olahraga
memiliki skor hedonik yang lebih tinggi dibanding kandungan sebesar 0,4 % - 0,5 %.
Kandungan sodium sebesar 20 - 40 mmol/l pada minuman olahraga memiliki skor hedonik
yang lebih tinggi dibanding kandungan sebesar 60 mmol/l.

Menurut Maughan dan Murray (2001), beberapa minuman olahraga yang beredar
disuplementasi dengan bahan tertentu untuk tujuan tertentu. Tetapi, dari beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan tersebut tidak memberi efek yang
berarti dalam meningkatkan performance atlit, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut. Bahan tersebut adalah : fiber, pyruvate/dihydroxyacetone, laktat, protein, branched
chain amino acid (BCAA), glycine, glutamine, arginine, keto analogues, creatine, carnitine,
glycerol, medium chain triglycerides, vitamin B, vitamin C, vitamin E, chromium, vanadium,
oksigen, caffeine, ginseng, ciwujia, ginkgo biloba serta hydroxycitric acid.

Osmolality adalah jumlah partikel dalam larutan (Maughan dan Murray, 2001), sedangkan
Dr. Graham Jones dari The Institute of Laboratory Medicine (2000) menjelaskan bahwa
osmolality merupakan jumlah total partikel dalam larutan dan setara dengan jumlah
molalitas dari semua senyawa terlarut. Dalam sistem biologis, molalitas (mol/kg) dan
molaritas (mol/l) adalah setara karena densitas air adalah 1 kg/l, kecuali dalam kondisi
khusus. Pete Smith dari The University of Liverpool (1998) mencontohkan bahwa 1 mol
NaCl yang dilarutkan dalam 1 liter air, konsentrasinya menjadi 1 mol/l dengan osmolality
sebesar 2 osm/l karena NaCl terdisosiasi ke dalam Na+ dan Cl- (2 partikel), sedangkan
Na2SO4 yang terdisosiasi ke dalam Na+, Na+ and SO42-akan menghasilkan 3 osm/l.

Posted in Kesehatan

« Karbohidrat Dalam Industri Pangan

Efek Aw, pH dan Nisin »

http://nugrohob.wordpress.com/2007/12/03/komponen-tubuh-dan-kebutuhan-olahraga/
HOMEOSTASIS II : Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan sel-selnya
pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh,
termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh
terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan
menjalankan tugasnya.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.
Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis.
Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara subtansi-
subtansi yang ada di milieu interior.

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume cairan
ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur
keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal
dari air dan garam tersebut.

Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan
dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan
sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh.

Komposisi Cairan Tubuh


Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total
berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis
kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat
badan. Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan
lansia.

Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di
dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan
intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan
intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen tersebut,
ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun volumenya
diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan
Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak
tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan
plasma.
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang
memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan
dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi
keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau
tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen
sehingga terjadi keseimbangan kembali.

Perpindahan Substansi Antar Kompartmen


Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan
pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui
membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya,
maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable
(permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat
menembusnya.

Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan
energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.

Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung menyebar dari
daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi
partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion). Faktor-faktor
tersebut adalah:

 Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.


 Peningkatan permeabilitas.
 Peningkatan luas permukaan difusi.
 Berat molekul substansi.
 Jarak yang ditempuh untuk difusi.

Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan
konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena tempat molekul air
telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan,
konsentrasi air akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel
dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat terlarut, maka terjadi
perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti
ini disebut dengan osmosis.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh membran. Cairan
akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar
sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran.
Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.

Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah
yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini
membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan
ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur
keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan
abnormal dari air dan garam tersebut.

1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.


Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan
volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel
penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan
volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang
masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara
tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 

1. Eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar


2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi
dan reabsorpsi di kapiler ginjal.

Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga
perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah
seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan
kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih
dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk
mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:

1. mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2. mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah.
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan
collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini
disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma. Penurunan
reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan
volume darah kembali normal. 
 

2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.


Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. semakin
tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi solutnya lebih
rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih
rendah).

Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus membran
plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan
ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel.
sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik
cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan
kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
 

Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:


a.Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya
akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen.
Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa
Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke
kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi
hiperosmotik.

Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan
NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang
sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal
dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang
dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada
ada tidaknya vasopresis (ADH).
 

b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)


Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypotalamus.
Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan
dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus
koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu
kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan
terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen
menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.

Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan
ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk
membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.

Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh
system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan
cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di
hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin,
hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II,
Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika
terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi
volume natrium dan air.

Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres,
dan penyakit.

Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH
rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi,
dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam
tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:

1. pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:

1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. mempengaruhi konsentrasi ion K

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai
semula dengan cara:

1. mengaktifkan sistem dapar kimia


2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar:

1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang
disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan dapar kimia
tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru
yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada
kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara
lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki
dapar fosfat dan amonia.

Ketidakseimbangan Asam-Basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:

1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan H2CO3
meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi.
Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare akut,
diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan
menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam non-
karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H
karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma
meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal
sangat penting.

KESIMPULAN
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume cairan
ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan
air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan
garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen
dan CO2 dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.

Sumber
Sherwood, Lauralee. (2004). Human Physiology: From cells to system. 5th ed. California: Brooks/Cole-
Thomson Learning, Inc.
Silverthorn, D.U. (2004). Human Physiology: An Integrated approach. 3th ed. San Fransisco: Pearson
Education.
Diposkan oleh Daru Kristiyono Tyas Adityo di 10.30

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

0 komentar:

Poskan Komentar
http://lembarandokter.blogspot.com/2010/10/homeostasis-ii-keseimbangan-cairan.html

Anda mungkin juga menyukai