Anda di halaman 1dari 33

Ê Ê

   

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering


dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Akut abdomen dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya, ileus obstruktif,
iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak
langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan (Manaf & Kartadinata,
1983).

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk
melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal terjadi ketika lumen usus
konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus dibedakan dengan ileus paralitik, dimana
terjadi gerakan propulsif yang menurun tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal. (Thompson,
1996)
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh
adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus obstruksi (obstruksi
mekanik) misalnya oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen
usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon.
Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus
maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi
usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi
justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan
diagnosa dini dan tindakan bedah darurat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al (pada tahun 2001 ±


2002), ditemukan 60% penderita yang dirawat di Hippokration Hospital, Athens mengalami ileus
obstruksi dan rata ± rata berumur sekitar 16 ± 98 tahun, dengan perbandingan jenis kelamin
perempuan lebih banyak daripada laki ± laki (Markogiannakis, 2007).

c
Terapi ileus obstruksi biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).

ÿ
Ê Ê


  




 Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
(Manaf & Kartadinata, 1983)

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk
melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. (Thompson, 1996). Obstruksi Intestinal ini merujuk
pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus
halus. (Dictionary, 2010)

 

Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum,
merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan
batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan
dari jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan
bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum
dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal. (Whang,
Ashley, & Zinner, 2005)
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau Ñ Ñ 
Ñ 
yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara radiografi
dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih
jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat

Œ
digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang
lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang
lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid.
Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Y   Y  
. (Whang, Ashley, &
Zinner, 2005)

Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus

Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri atas segmen awal
(sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan
dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar
oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus
besar itu berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi
semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada
epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga
bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis
maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus.
(Eroschenko, 2003)

‰


Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia


Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat dibawah A.
Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang sebagian atasnya
diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis.
Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu
cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan
Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum
yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus
Superior yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta. (Price, 1994)
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika
dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga
distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1)
kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior (Price, 1994) (Whang, Ashley, & Zinner,
2005)


 !

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1. Ke atas
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah, melalui nodi lymphatici
pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica
superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar
pangkal arteri mesentericus superior (Snell, 1997). Pembuluh limfe sekum berjalan melewati
banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus
superior (Snell, 1997) Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga
dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan
masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior (Snell, 1997).



Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 1997).
Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa. (Price, 1994)
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian pada sfingter
eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price, 1994). Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus
saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus
dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus
superior dan inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal


kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf
mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 1997). Perangsangan
simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan. (Price, 1994)

"#

Ileus obstruksi sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan pada akut
abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati lumen intestinal
karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya
disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi
intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari
intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi
melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruksi,
ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.
(Thompson, 1996)

Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif

x
Penyebab terjadinya ileus obstruksi beragam jumlahnya berdasarkan umur dan tempat
terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari terjadinya obstruksi
usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi
karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan.
Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80% penyebab dari kasus ileus obstruksi. Pada anak-
anak, hanya 10% obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab
tersering dari ileus obstruksi yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan
30% kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruksi
ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster
menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel,
dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma
kolorektal. (Thompson, 1996)

Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang, Ashley,
& Zinner, 2005) (Thompson, 1996)
Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Benda Asing Adhesi Kongenital
‘ Iatrogenik Benda Asing ‘ Atresia, stenosis,
‘ Tertelan Hernia dan webs
‘ Batu Empedu ‘ Eksternal ‘ Divertikulum
‘ oacing ‘ Internal Meckel

Intususepsi Massa Inflamasi


Pengaruh oairan ‘ Anomali organ atau ‘ Divertikulitis
‘ Barium pembuluh darah ‘ Drug-induced
‘ Feses ‘ Organomegali ‘ Infeksi
‘ Meconium ‘ Akumulasi oairan ‘ ooli ulcer
‘ ?eoplasma
?eoplasma
‘ Tumor Jinak
Post Operatif ‘ Karsinoma
Volvulus ‘ Karsinoid
‘ Limpoma
‘ Sarcoma


‘ 


u
$#

%
!&' 

?ormalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke
intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal
dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah
obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah
obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.

Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa jam dan
akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah terkumpul dalam
intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi,
terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini
bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator
vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi
cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal.
Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.

Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruksi. Sebagian kecil
dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri. Gas di Intestinal terdiri
atas ?itrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip
dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk
berdifusi dari lumen.

Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan cara


meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik,
    
   Ñ , dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera
menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari
frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih
memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi
mekanik terbebaskan.

^
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran cairan
dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh darah ke lumen
meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari ?atrium dan
Khlorida. ?amun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat
mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi
juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal
polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di bagian


proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi yang
berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal.
Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang
disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan
transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya
defisit cairan melalui    

. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan


komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat
mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.

Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri Aerob
dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri dapat
merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya translokasi
bakteri dan komplikasi sepsis.

c
Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif

#

Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari intestinal.
Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa mesenteric atau sebagai akibat
perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi
yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering
disebabkan oleh volvulus.

Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan peningkatan tekanan
pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena, kebocoran kapiler, edema dinding usus
besar dan perdarahan serta thrombosis dari arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri
terjadi dalam beberapa jam setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen
dan dapat merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal

cc
lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk
mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa
pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat
terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding
intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini
menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis
dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung
terjadinya gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulata




' (#


Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang paling
sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium. Obstruksi di bagian
distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction jika katup
ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan
ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin
terjadi akibat fenomena ini ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada
obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu
bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

cÿ
' 

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan penyebab
tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi
parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi otot.
Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi merupakan karakteristik
yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan
pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

' 

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon khususnya
yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi. Akumulasi oairan dan gas
di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada paling distal dari saluran pencernaan
dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara
perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup
ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat
menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding cecum
akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat
disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun
karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas abnormal
namun tidak hiperperistaltik.

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar


) 

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Yates,


2004):

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005;
Sabiston,1995) :

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh darah.

2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh darah
sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan
gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.

3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung
usu tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua
(Mansjoer, 2000):

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum, jejunum
dan ileum

2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid dan
rectum

*+ 

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Sabiston, 1995)

1. ?yeri abdomen


2. Muntah

3. Distensi

4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Sabiston, 1995):

1. Lokasi obstruksi

2. Lamanya obstruksi

3. Penyebabnya

4. Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi. Adanya
flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi parsial. ?yeri
kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas
intestinal proksimal daerah obstruksi. ?yerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering
dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik
juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi
strangulasi dan infark. (Whang, Ashley, & Zinner, 2005)

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan sangat
terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi bila obstruksi
terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat
penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat
telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat
obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak
tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
(Thompson, 1996)

c
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk membedakan
terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada obstruksi letak tinggi
karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga
menjadi tanda adanya obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun distensi
akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang muncul ialah
penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis banding dengan
keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi
tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal
terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi
telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi
lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus
selalu dilakukan.

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia, dan
nyeri tekan bisa tak terdetaksi pada 10-15% pasien. Sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi
menjadi sulit untuk ditegakkan.

Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam,
leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan
potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk
membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

,#

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi
dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya
terapi yang segera (Sabiston, 1995). Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari :

c
1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau
terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif
usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bias bekorelasi
dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995)

b. Palpasi dan perkusi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan adanya
obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,
yang mencakup µdefance musculair¶ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal (Sabiston, 1995).

c. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush¶) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga
bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bias juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).

cx
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis. Ia
bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah
rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif
banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas
lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995).

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus;
menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan
membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat
anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan
abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita
menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan.
Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita
ke arah strangulasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal


terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea ?itrogen, kreatinin dan serum amylase.
Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium
jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang
sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia,
hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.

4. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus) dan
posisi tegak thoraks

Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ),
adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon.
Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80%
namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara
lain:

cu
1.‘ Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2.‘ Kolaps pada usus bagian distal obstruksi

3.‘ Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

4.‘ Posisi supine dapat ditemukan :

a.‘ distensi usus


P ‘
  


5.‘ Ô  

, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet.

6.‘ oP 
, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung
usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.

7.‘ Y
  Ô, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi
usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak
obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan
tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus.
Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien
dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.

Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus

%&# ' + 


-& . Present proximal to Prominent throughout
obstruction
( Large bowel shape loops; Gas present diffusely;
stepladder pattern moveable
#/ Absent or diminished Increase throughout

!/& 00 Present if chronic or Present with inflamation


strangulation
 && Rare Often present
#! Slightly elevated; normal Elevated; decrease motion
motion
( / Rapid progression to point of Slow progression to colon
& obstruction

c^
Gambar 2.5 dilatasi usus (?obie, 2009)

gambar 2.6 foto posisi tegak memperlihatkan multipel air fluid level. Sejumlah gas yang
terperangkap diantara plika sirkularis pada bagian kiri abdomen tengah memperlihatkan
gambaran ³string of pearls´ sign, (Imaging consult, 2009)

ÿ
Gambar 2.7 herring bone appearance (?obie,2009)

gambar 2.8 P   (?   



 ÿ^

ÿc
gambar 2.9 Ô  
(?obie, 2009)
b. Enteroclysis

Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk membedakan
obstruksi parsial dan total. oara ini berguna jika pada foto polos abdomen memperlihatkan
gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto
polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena
metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan kontras yang
sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak
terjadi iskemia usus maupun perforasi. ?amun, penggunaan barium berhubungan dengan
terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (?obie,
2009)

ÿÿ
gambar 2.10 Intususepsi (
   .(Khan,2009)
3. oT-Scan

oT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan
menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak
jelas. oT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia
karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit ohron karena penyebab intrinsik.
Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi
bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (?obie, 2009)

Tingkat sensitifitas oT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-
905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi
usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati
bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. oT scan juga dapat
memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk o akibat distribusi radial vasa
mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding
usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake
kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. oT scan juga digunakan untuk
evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.

ÿŒ
Keterbatasan oT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk
mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit
untuk diidentifikasi. (?obie, 2009)

gambar 2.11 o 
        
  
  
  

 PP
     
 o 
    
 P

  


 

 
 P       

   
  
 
 
 
 PP
 . (Khan,
2009)

Gambar2.12 o 


 P
P   
 P  
 

     

P P
 Ñ
 P
  



 
 
 P  


     (Vriesman, 2005)

ÿ‰
4. oT enterography (oT enteroclysis)

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis. Pemeriksaan ini


merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi
pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh
penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon.
Pemeriksaan ini menggunakan teknologi oT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. oT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan oT biasa dalam
menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs
94%).(?obie, 2009)

5.‘ MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan oT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi. MRI
juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi. ?amun, MRI memiliki
keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat
menggambarkan massa dan inflamasi. (?obie, 2009)

Gambar 2.13 kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)

ÿ
6.‘ USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat
pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas
memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus
yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic,
hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG
lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan oT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
mencapai 100%. (?obie, 2009)

Gambar 2.14 P 


      
  

P 

  
       
 
!   

 

 

  


       
   

       Ñ   


  

 (Khan, 2009)

ÿ
Gambar 2.15 ›  
    P Ñ 
 

P 
"        
 
     P
#   
  

 
 Ñ   
P. (Hagen-Ansert,2010)

1#Ê&#
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (?obie, 2009)
1.‘ Ileus paralitik
2.‘ Appensicitis akut
3.‘ Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4.‘ Konstipasi
5.‘ Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6.‘ Gastroenteritis akut dan    P


7.‘ Pancreatitis akut

2

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan


?atrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan
salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter.
Setelah urin adekuat, Kol harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan

ÿx
elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan
cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)



Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan
ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan
lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan
terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif
dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan
sebesar 60 ± 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)

'

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif.
Pendekatan non ± operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah
diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan
masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau
leukositosis. ?amun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada
strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 ± 24 jam masih dalam batas
aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan
melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut
untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak
perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan
lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila
berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit

ÿu
dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat
memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit
yang mungkin membutuhkan reseksi usus.

Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari segmen usus
setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut harus
dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat,
 

 selama 15-20 menit
dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan
adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat
digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus.

  $ 

   
    Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

P     P 

Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang


tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, orohn disease, dan sebagainya.

(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada
oa stadium lanjut.

(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata,
dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada oa
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus
dan anastomosis. (Manaf & Kartadinata, 1983)

ÿ^
2#

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.(Price, 1994)
Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.(?obie, 2009)

Œ
 3
%


‘
Ê 
 c^u‰   º  
     

 
 

 c ÿc     
 
  ŒuŒÿ



    ÿc  
    
 
 c ÿc    
 

 
 
 

   

  
 
 

          Ê   


  

 c   

  ÿ ÿ ÿÊ ÿ 
 
ÿc

    ÿŒ 


  

   
^     

  

   
      
   

  Ê  ÿ‰    
       º     cx   cŒŒ^cŒ‰

  
  
    

        
  
     ÿc
      
     
    

 
        
   



 
  
     

  
 ÿ^

   ? ÿ^    cc 


   
 
 c ÿc   


  

   
 Œx‰^ÿ 


  ?     
 c^uΠ 
  !   c

 !   ÿ "


#  
 

  

 

    
   
      ?     
  
    
 
     
 

   
 
        

       ÿx
  ÿccŒŒ‰Œÿ‰Œx 
 
"  ! 

   ÿu  
    
 
 c ÿc 
     

?   

     ‰^
     
 
ÿ^     ‰^  
 ÿ^‘

?
 Ê  ÿ^ ?   cÿ   #


 
 
 c ÿc   


  

   
 xx‰c‰ 


Œc

    c^^‰ Y  
$ "
 Y  %Y  Y   
       
 

   

 
   
    

 c
    
Ê   
  c^^

! 
 !  
    Ê !   Ê   

ÿ  
Ê    
   ÿ

Ô 
Ô     
  Ô    
 

   
  c^^  
  
       
     Ê   
  
      ! º   ÿ  ccc^ 
  
 

  

 


  Ê  


      
     

 
 
   ‰ÿccc  ÿ

          
 
 ÿ    
  Ê     &' Y"
  
  u   ccu  
 


   Ê   


       

        Ê    

  #        

 ÿ   ?    
 

  ÿ‰
Œ^

Œÿ
Ê#%&#      %

3 &

.+0



  'Ê
%
3

oleh:

'4
5    
% +
 (
?IM. 03.45386.000176.09

Pembimbing:
& !(6 %&


 0%#
#  
&Ê#%&#
3 &
.+0
77

ŒŒ

Anda mungkin juga menyukai