oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun
dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan
pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga
dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu"
lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden
Indonesia 1955
Pemilu pertama
memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan
Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
• Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai
politik dan individu,
• Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul
Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang
diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan
politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga
masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan
konsolidasi.
Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota DPR.
tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik
Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit
istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada
Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960
Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat
presiden.
Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemi-lihan, memang
tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul
tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan
itu adalah terkooptasi-nya kedua lembaga itu di bawah presiden. Padahal menurut
UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan
ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang
kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun
Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat
Pemilu 1971
Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD Indonesia 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli
1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai
politik.
10 kontestan, yaitu:
1. Partai Katolik
2. Partai Syarikat Islam Indonesia
3. Partai Nahdlatul Ulama
4. Partai Muslimin Indonesia
5. Golongan Karya
6. Partai Kristen Indonesia
7. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
8. Partai Nasional Indonesia
9. Partai Islam PERTI
10. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi,
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai
hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi
rakyat kepada partai politik. Argumen inilah yang juga digunakan oleh penguasa
untuk menyederhanakan partai pada 1973. Fusi partai menjadi tiga peserta pemilu
Dalam pemilu 1971, partai-partai politik mendapat 124 kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat. Sementara itu Golongan Karya mendapatkan 261 kursi sudah termasuk
dengan tambahan 25 kursi wakil yang diangkat langsung oleh Presiden Soeharto dan
ABRI mendapat jatah kursi 75. Untuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, partai-partai
politik mendapatkan 168 kursi sedangkan perolehan kursi Golkar jauh melampui itu,
Indonesia untuk masa bakti sampai dengan 1976. Kesempatan itu digunakan oleh
pemerintah Orde Baru untuk menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun yang
Memang sejak 1969 pemerintah Orde Baru sudah melakukan ancang-ancang terhadap
beberapa persoalan yang mereka anggap warisan Orde Baru, seperti tingginya angka
yang mampu menjawab persoalan yang menghadang Indonesia dewasa itu. Beberapa
sarjana ekonomi lulusan Amerika yang akrab dengan pemikiran ekonomi ala barat
kekacauan ekonomi Orde Lama. Sumber daya alam dijadikan konsesi bagi negara
Dengan penyelenggaraan Pemilu 1971 dan kemenangan Golkar yang dibantu suara
ABRI di dalam parlemen, maka tiada lagi penghambat yang berarti untuk membangun
fondasi kekuasaan Orde Baru. Soekarno telah didepak pada 1967, para pendukungnya
yang datang dari kelompok nasionalis kiri dan juga PKI sudah diselesaikan dengan
jalan pembunuhan massal dan pemenjaraan massal di berbagai penjara dan pulau di
Indonesia.
Dengan berbekal legitimasi politik sebagai pemerintahan hasil pilihan rakyat dalam
Pemilu 1971, Orde Baru menjalankan program pembangunan yang menitikberatkan
pada program perbaikan ekonomi dan stabilitas politik dan keamanan. Demi
pertumbuhan ekonomi, pemerintah Orde Baru membuka keran investasi luar negeri.
kesempatan untuk bersuara. Tiga tahun semenjak pemilu 1971, terjadi kerusuhan
Malari 1974. Kerusuhan itu dipicu karena penguasa dinilai terlalu membuka diri
kepada masuknya modal asing, terutama kepada Jepang. Semua aktivis mahasiswa
dan intelektual yang dituduh berada di belakang huru-hara itu diadili. Pemerintah
Orde Baru pimpinan Soeharto yang telah dipilih secara demokratis oleh rakyat dalam
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan
Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan
Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik
Golongan Karya.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh 3 kontestan yang sama, yaitu:
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih
dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah
pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau
90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11
persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4
Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI
Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99
kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai
Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks
Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi
kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan
kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.
PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan,
tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang
banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik. Selengkapnya perolehan
kursi dan suara tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei
1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat,
tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan
yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut
tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan
PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi
serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai
85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33
merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan
diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh
tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana
diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam
Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari
30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu
1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara
Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987
perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10
persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada
perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi
PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61 pada
Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa suara dan
kursi partai berlambang ka’bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini kehilangan
banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi, termasuk 3
tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu
Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI.
Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi
dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu,
yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI.
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih
menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992.
bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali
merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik
6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43
PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk
perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi
dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar.
Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi
merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi
Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai
Amanat Nasional.
perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon
dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan
Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon
presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan
untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan
Catatan: Jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi mencapai 9.700.658. atau
9,17 persen dari suara yang sah. Apabila pembagian kursi dilakukan dengan sistem
kombinasi jumlah partai yang mendapatkan kursi mencapai 37 partai dengan jumlah
suara partai yang tidak menghasilkan kursi hanya 706.447 atau 0,67 persen dari suara
sah. Cara pembagian kursi hasil pemilihan kali ini tetap memakai sistem proporsional
dengan mengikuti varian Roget. Dalam sistem ini sebuah partai memperoleh kursi
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih
langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah
Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena
tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran
kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara
Kalla.
Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang
pada pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara
Pemilu 2009
Sumber: KPU
Selasa, 12/05/2009 12:02 WIB
No Partai Politik Jumlah Suara Persentase
1 Demokrat (31) 21.703.137 20,85%
2 Golkar (23) 15.037.757 14,45%
3 PDIP (28) 14.600.091 14,03%
4 PKS (8) 8.206.955 7,88%
5 PAN (9) 6.254.580 6,01%
6 PPP (24) 5.533.214 5,32%
7 PKB (13) 5.146.122 4,94%
8 Gerindra (5) 4.646.406 4,46%
9 Hanura (1) 3.922.870 3,77%
10 PBB (27) 1.864.752 1,79%
11 PDS (25) 1.541.592 1,48%
12 PKNU (34) 1.527.593 1,47%
13 PKPB (2) 1.461.182 1,40%
14 PBR (29) 1.264.333 1,21%
15 PPRN (4) 1.260.794 1,21%
16 PKPI (7) 934.892 0,90%
17 PDP (16) 896.660 0,86%
18 Barnas (6) 761.086 0,73%
19 PPPI (3) 745.625 0,72%
20 PDK (20) 671.244 0,64%
21 RepublikaN (21) 630.780 0,61%
22 PPD (12) 550.581 0,53%
23 Patriot (30) 547.351 0,53%
24 PNBK (26) 468.696 0,45%
25 Kedaulatan (11) 437.121 0,42%
26 PMB (18) 414.750 0,40%
27 PPI (14) 414.043 0,40%
28 Pakar Pangan (17) 351.440 0,34%
29 Pelopor (22) 342.914 0,33%
30 PKDI (32) 324.553 0,31%
31 PIS (33) 320.665 0,31%
32 PNI M (15) 316.752 0,30%
33 Partai Buruh (44) 265.203 0,25%
34 PPIB (10) 197.371 0,19%
35 PPNUI (42) 142.841 0,14%
36 PSI (43) 140.551 0,14%
37 PPDI (19) 137.727 0,13%
38 Merdeka (41) 111.623 0,11%
39 PDA (36) 0 0,00%
40 Partai SIRA (37) 0 0,00%
41 PRA (38) 0 0,00%
42 Partai Aceh (39) 0 0,00%
43 PBA (40) 0 0,00%
44 PAAS (35) 0 0,00%
Jumlah 104.095.847 100%
TUGAS PKN
SEJARAH PEMILU DI
INDONESIA
Disusun oleh:
1. Peter.A (XIA1)/25
2. Evelyn (XiA1)/14
3. Denissa (XIA1)/