Anda di halaman 1dari 4

Dampak dari Pencemaran Udara

Perhatian masyarakat terhadap kualitas udara semakin besar ketika mengetahui


dampaknya terhadap kesehatan anak-anak, terutama yang berhubungan dengan insiden
dan prevalen asma. Walaupun belum disepakatinya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa
asma disebabkan oleh pencemaran udara, temuan terbaru menunjukkan bahwa
pencemaran udara menjadi pencetus gejala-gejala asma.

Beberapa komponen hidrokarbon dari gas buang kendaraan bermotor, seperti


polycyclicaromatic hydrocarbons (PAH) pada partikel diesel, diketahui sebagai penyebab
kanker, demikian juga benzena dan 1,3-butadiene. CO, yang banyak ditemukan dalam
konsentrasi tinggi di perkotaan, diketahui dapat memperburuk penyakit jantung dengan
cara mengganggu kapasitas darah dalam mengangkut oksigen.

Penelitian epidemiologi terkini menemukan bahwa partikulat diesel bertanggung jawab


terhadap peningkatan gangguan penyakit-penyakit paru-paru dan jantung bahkan di
tingkat pencemaran yang relatif rendah (Colville, et al., 2001).
Timbal yang digunakan sebagai peningkat oktan dalam bensin bertimbal diketahui
sebagai penyebab kerusakan susunan syaraf dan menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).
Pajanan timbal jangka panjang menunjukkan pada setiap peningkatan 10 sampai 20 µg/dl
timbal darah berhubungan dengan kehilangan IQ dua setengah poin (EPAQS, 1998).

Dalam studi-studi laboratorium, sudah sejak lama diketahui bahwa SO2 menyebabkan
batuk pada pajanan konsentrasi tinggi dalam jangka pendek, terutama terhadap mereka
yang menderita asma.

Pencemar udara dari jalan raya sebagai penyebab gangguan kesehatan di perkotaan
negara maju saat ini adalah NO2 (Colville et al., 2001). Keterkaitan antara NO2 dengan
kesehatan masyarakat termasuk peningkatan total angka kematian karena penyakit
jantung, kematian bayi, kunjungan pengidap asma di unit gawat darurat, dan perawatan
penyakit paru di rumah sakit. NO2, bersama dengan volatile organic compounds (VOCs)
merupakan komponen penyebab munculnya ozone (O3) dan pencemar fotokimia lainnya
(Sillman, 1999). O3 telah diketahui memperparah gejala asma, selain juga dapat merusak
pertanian.

Selain dampak kesehatan masyarakat dan lingkungan perkotaan, emisi dari sarana
transportasi turut berkontribusi terhadap dampaknya bagi atmosfer, seperti deposisi asam,
penipisan ozon di stratosfer, dan perubahan iklim global. Gas buang SO2 dan NOx lebih
jauh dapat memunculkan proses pengasaman di atmosfer melalui oksidasi, yang
merubahnya menjadi asam sulfur dan asam nitrat. Meskipun pencemaran dari sarana
transportasi masih jauh untuk menjadi sumber penipisan lapisan ozon di stratosfer,
namun unit penyejuk udara (AC) dalam kendaraan bermotor ternyata ikut berkontribusi
terhadap terjadinya dampak tersebut.
Masalah kesehatan masyarakat menjadi faktor yang dapat berdampak pada masa depan
Bangsa. Dalam hal ini upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pembentarasan penyakit menular,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan
serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya
pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus. .

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair,
padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari rumah sakit.

Tanpa penanganan khusus limbah medis tentunya dapat berdampak negatif pada
lingkungannya. Antaranya dapat menimbulkan vektor penyakit, penyakit menular, infeksi
nosokomial, kualitas udara seperti partikulat, dioksin, furan dll. dan juga cidera. “Pada
tahun 1999, WHO melaporkan bahwa di Perancis terjadi 8 kasus pekerja kesehatan
terinfeksi HIV melalui luka, dua (2) kasus antaranya menimpa petugas yang menangani
limbah medis”. Sumber: www.depkes.go.id, 2 Juli 2003, Jakarta.

Pada umumnya, 25%-50% limbah yang dihasilkan oleh sarana pelayan kesehatan, adalah
limbah medis. Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun
dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain di sekitar
lingkungannya. Limbah medis termasuk ke dalam kategori limbah B3 (bahan beracun &
berbahaya), dan oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan sesuai dengan standar
yang diatur Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Peraturan Presiden No. 18 tahun
1995 junto PP No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3.

Tanggungjawab pemusnahan limbah medis dibebankan pada penghasil limbah, dan


umumnya sarana pelayanan kesehatan yang terkait. Justru itu, kebanyakan penghasil
limbah terutamanya rumah sakit menggunakan insenerator untuk pemusnahan limbah
medis padat yang rata-rata biaya di antara 500 juta sampai 2 milyaran rupiah tergantung
ukurannya. Adakah insenerator itu benar-benar aman pada lingkungan? Sudah amankah
dengan pembakaran suhu lebih daripada 1.100’C? Jawapannya belum pasti karena
limbah mungkin sudah dimusnahkan namun emisi daripada pembakaran tersebut pastinya
mencemari lingkungan dan masyarakat sekitarnya tanpa penataan emisi yang benar.

Pengertian class adalah sekumpulan orang yang mempunyai kesamaan sifat, ciri, dan
kepentingan, sedangkan pengertian action dalam dunia hukum adalah tuntutan yang
diajukan kepengadilan.
2. Dinamika Pestisida di lingkungan
Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air
maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan terlebih
manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada
tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah.
3. Batas Toleransi Pestisida EPA
Resiko meliputi kemampuan dalam menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap
kesehatan seperti kanker, cacat lahir, kerusakan syaraf, atau mutasi genetik, seperti juga
pengaruh yang merusak lingkungan seperti membahayakan kehidupan liar atau
pencemaran air tanah. Adapun kegunaannya terutama dalam upaya mempertahankan
hasil pertanian..
2. Bahaya Penggunaan Pestisida
Keracunan pestisida tidak hanya dapat terjadi karena paparan (exposure) langsung oleh
pestisida (menghirup, terkena percikan atau menyentuh sisa pestisida), yang umumnya
sudah diketahui oleh banyak orang. Tetapi keracunan bisa terjadi pula, lantaran manusia
mengkonsumsi bahan-bahan makanan yang mengandung residu pestisida dalam jumlah
yang cukup tinggi, melibihi suatu batas maksimal yang telah ditetapkan (MRL-maximum
Residu Limit), atau batasan ADI (Acceptable Daily Intake) sebagai batasan-batasan baku
yang telah ditetapkan oleh badan-badan dunia (WHO, FAO).
BAB IV
PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DAN KAJIAN HUKUM
TERKAIT PENGELOLAAN PERKEBUNAN
SAWIT BERKELANJUTAN
4.1 Peraturan Perundangan dan Kelembagaan
. Beberapa peraturan perundangan yang sudah mengatur tentang perkebunan atau
mungkin terkait adalah;
1. Undang – Undang
a. uu no. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria;
b. uu no. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam hayati dan Ekosistemnya
(lembar negara Tahun 1990 nomor 49. Tambahan lembar negara nomor 3419)
berisi tentang aturan-aturan dan dasar Konservasi Sumber daya Alam hayati. Meliputi
perlindungan terhadap system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, peran serta rakyat dalam kegiatan
konservasi;26
c. uu no. 12 Tahun 1992 tentang Perkebunan yang menegaskan bahwa sistem
perkebunan harus didasarkan pada pemanfaatan berkelanjutan dan mencegah kerusakan;
d. uu nO. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
e. uu no. 23 Tahun 1997 tentang Penelolaan lingkungan hidup;
f. uu no. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
g. uu no. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
2. Peraturan Pemerintah
a. PP no. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan
Penggunaan pestisida;
b. PP no. Menteri27 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan AMdAl;
c. PP no. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran udara;
d. PP no. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
e. PP no. 4 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan dan Atau Pencemaran
lingkungan yang berkaitan dengan Kebakaran hutan dan atau lahan;
f. PP no. 28 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial

Anda mungkin juga menyukai