Ikrar yang dikenal dengan nama "Soempah Pemoeda" ini butir ketiga berbunyi
"Kami poetera-poeteri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean,
bahasa Indonesia" (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa
persatuan, bahasa Indonesia). Ikrar yang diperingati setiap tahun oleh bangsa
Indonesia ini juga memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu bangsa.
Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak diperlukan setiap
bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang, bangsa
tidak mungkin dpat menggambarkan dan menunjukkan dirinya secara utuh dalam
dunia pergaulan dengan bangsa lain. Akibatnya, bangsa itu akhirnya akan lenyap
ditelan masa. Jadi, bahasa menunjukkan identitas bangsa. Bahasa, sebagai bagian
kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa
akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai
suatu bangsa. Ikarar berupa "Soempah Pemoeda" inilah yang menjadi dasar yang
kokoh bagi kedududkan dan fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia.
Bahkan, pada perjalanan selanjutnya, bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa
persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara, bahasa resmi, dan
bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Setelah hampir dasa windu menjadi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
memperlihatkan ciri-cirinya sebagai alat komunikasi yang mutlak diperlukan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri sebagai bahasa yang
tahan uji. Bahasa Indonesia telah menunjukkan identitas bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia sangat berperan dalam mempersatukan belbagai suku bangsa
yang beraneka adat dan budayanya. Dalam mengemban misinya, bahasa
Indonesia terus berkembang seiring dengan keperluan dan perkembangan bangsa
Indonesia, walaupun ada perkembangan yang menggembirakan dan ada
perkembangan yang menyedihkan dan membahayakan, Dualisme perkembangan
ini memang merupakan dinamika dan konsekuensi bahasa yang hidup Tetapi,
karena bahasa Indonesia sudah ditahkikkan sebagai bahasa yang berkedudukan
tinggi oleh bangsa Indonesia, ia harus dipupuk dan disemaikan dengan baik dan
penuh tanggung jawab agar ia bisa benar-benar menjadi "cermin" bangsa
Indonesia.
- Adakah rasa kebanggan itu timbul dari hati nurani setiap orang yang mengaku
berbangsa Indonesia?
Jawaban untuk semua pertanyaan ini tentulah ada di dada masing-masing orang
yang menganggap, mengaku, dan menjadikan dirinya sebagai bagian dari bangsa
Indonesia.
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah okok tertentu yang
membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia ini, baik bahasa asing
maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah0kaidah pokok ini
pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana bahasa asing ataupun
bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok tersebut
merupakan jati diri bahasa Indonesia. Ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok yang
dimaksud adalah antara lain sebagai berikut.
Dalam bahasa asing (misalnya bahasa Ingris, bahasa Arab, dan bahasa
Sanskerta) untuk menyatakan jenis kelamin digunakan dengan cara perubahan
bentuk.
Contoh:
Bahasa Inggris : lion - lioness, host - hostess, steward -stewardness.
Bahasa Arab : muslimi - muslimat, mukminin - mukminat, hadirin - hadirat
Bahasa Sanskerta : siswa - siswi, putera - puteri, dewa - dewi. .
Dari ketiga bahasa tersebut yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah
beberapa kata yang berasal dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta; sedangkan
perubahan bentuk dalam bahasa Inggris tidak pernah diserap ke dalam bahasa
Indonesia. Penyerapan dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta pun dilakukan
secara leksikal, bukan sistem perubahannya. Dengan demikian, dalam bahasa
Arab, selain kata muslim, diserap juga kata muslimin dan muslimat; selain mukmin,
diserap juga kata mukminin dan mukminat; selain hadir (yang bermakna 'datang',
bukan 'orang yang datang'), diserap juga kata hadirin dan hadirat. Dalam bahasa
Sanskerta, selain dewa, diserap juga dewi; selain siswa diserap juga siswi. Karena
sistem perubahan bentuk dari kedua bahasa tersebut tidak diserap ke dalam
bahasa Indonesia, maka tidaklah mungkin kita menyatakan kuda betina dengan
bentuk kudi atau kudarat; domba betina dengan bentuk kata dombi atau dombarat.
Untuk menyatakan jenis kelamin tersebut dalam bahasa Indonesia, cukup dengan
penambahan jantan atau betina, yaitu kuda jantan, kuda betina, domba jantan,
domba betina. Oleh karena itu, kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab dan
bahasa Sanskerta, dan juga bahasa Inggris tidan bisa diterapkan ke dalam kaidah
bahasa Indonesia. Kalau dipaksakan, tentu struktur bahasa Indonesia akan rusak,
yang berarti jati diri bahasa Indonesia akan terganggu.
Bentuk boy dan man dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi boys dan men
ketika menyatakan jamak, tidak pernah dikenal dalam bahasa Indonesia. Bentuk
bukus (jamak dari kata buku), mahasiswas (jamak dari mahasiswa), dan penas
(jamak dari pena), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa Indonesia karena
memang bukan kaidah bahasa Indonesia.
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan,
yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa
resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil
mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan
ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul
secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua
fungsi saja.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau dikenal sejak 17 Agustus 1945
ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan
nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa
Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan
pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia dipelihara dan
dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan bahasa
Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia. Sebagai lambang
identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi di samping bendera nasional,
Merah Putih, dan lagu nasional bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam
melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya
sendiri sehingga serasi dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia
dapat mewakili identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa
lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa
Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut sudah ada padanannya
dalam bahasa Indonesia.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945,
bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan
bahasa ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya
alat yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan
nasional sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas
sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa
Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya
nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya
sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa
ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna
dan teknologi (iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan
iptek dan pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
negara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan
penerjemahan buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di
lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak
lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam
usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa
Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun
dipakai bangsa Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu
pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing
(Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai
bahasa Indonesia.
c. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau
mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan
baik. d. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain
karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun
penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
c. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik tetapi
menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang
Indonesia yang mempunyai bermacam-mecam kamus bahasa asing tetapi
tidakmempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata
bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik. Akibatnya,kalau mereka
kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa
Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah.
Misalnya, pengggunaan kata yang mana yang kurang tepat, pencampuradukan
penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang
tidak jelas.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan
dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar
bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-
jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa
Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar
kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah
tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih
harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati
diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang
kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yan berlaku dalam
bahasa Indonesia dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya.
Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai
bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian
bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Seiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat, pada dasarnya adalah
pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama
pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan
dengan (1) sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap kebanggaan
berbahasa Indonesia. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia teruangkap jika
bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing
dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Sikap
kebanggan berbahasa Indonesia terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa
Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan
dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami adalah
sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang
tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian bahasa
Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup diri dari saling pengaruh
dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang
negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif seperti inilah yang
bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak
ada bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia
memberikan sumbangan yang signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa
Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa
Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas
kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan
antarbangsa dan era globalisasi ini.
Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta kepada
bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara
Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya
dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan
rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara
yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan sikap
yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul adalah sikap yang
negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa
Indonesia yang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa
Indonesia "asal orang mengerti". Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis
bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung
perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Penutup
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa
Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan
alat komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan
pikiran yang lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus bterus dibina dan
dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa
Indonesia dalam pergalan antarbangsa pada era globalisasi ini. Apabila
kebanggaan berbahasa Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di
sanubari setiap bangsa Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan
pemakainya karena adanya kekacauan dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya
bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau sudah demikian,
bangsa Indonesia "akan ditelan" oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas
dan pekerjaannya dengan menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin
tinggi. Sudah barang tentu, hal seperti harus dapat dihindarkan pada era
globalisasi ini. Apalagi, keadaan seperti ini bukan merupakan keinginan bangsa
Indonesia.
Daftar Pustaka
Christin, Donna. 1988, "Language planning the view from linguistics" dalam
Newmeyer, F. J. Ed. Linguistics the Cambridge Survey. Cambridge University
Press (193-109).
Gumperz, John dan Gumperz Jennie Cook. 1985. Language and Social Identity.
Cambridge: Cambridge University Press.
Hassan, Abdullah. Ed. 1994. Language Planning in Southeast Asia. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Rubin, Joan and Bjorn H. Jernudd (Eds.). 1971. Can Language Be Planned?
Sociolinguistic Theory and Practice for Developing Nations. Honolulu: The
University Press of Hawaii
* Masnur Muslich adalah Dosen Universitas Negeri Malang. Saat ini (JUli s.d.
Desember 2006) bertugas di Faculty of Humanities and Social Sciencies, Prince of
Songkhla University, Pattani Campus, Pattani, Thailand.
Saya Drs. Masnur Muslich, M.Si. setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan
digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini
hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .
CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di
pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel
masing-masing dan belum tentu mencerminkan
sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan
Network.