NPM : 1006817555
Bahan : Budiardjo, Miriam (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Tugas Review Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
Demokrasi
2. Demokrasi Konstitusional
Ciri dari demokrasi ini yaitu gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah
yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap
negaranya, sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi karena pembatasan atas kekuasaan
pemerintah tercantum dalam konstitusi.
Tokoh penggagasnya adalah Lord Acton, seorang ahli sejarah Inggris yang dalilnya menjadi
termahsyur “Power tends corrupt, but absolute power corrupts absolutely”. Pada akhir abad ke-
19 muncul demokrasi konstitusional yang menganggap bahwa pembatasan kekuasaan Negara
1
sebaiknya diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak
asasi dari warga negara. Kekuasaan dibagi sedemikian rupa agar kesempatan penyalahgunaan
diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan dan tidak
memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan satu orang atau badan (Negara Hukum
(rechtsstaat) dan Rule of Law). Pada abad ke-20 dianggap bahwa Negara turut bertanggung jawab
atas kesejahteraan rakyat dan harus aktif berusaha untuk menaikkan taraf hidup warga negaranya
(Negara Kesejahteraan (Welfare State/Social Service State). Selain itu, demokrasi tidak lagi pada
aspek politik saja, tapi meluas pada segi-segi ekonomi sehingga demokrasi menjadi demokrasi
ekonomi.
3. Sejarah Perkembangan
Sistem demokrasi yang terdapat di negara kota Yunani Kuno merupakan demokrasi langsung,
yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Dalam
negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi merupakan demokrasi berdasarkan
perwakilan.
Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen
penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar) yang merupakan semi kontrak anatara beberapa
bangsawan dan Raja John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa
mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya
sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya, piagam ini
dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.
Pada permulaan abad ke-16 di Eropa Barat muncul negara-negara nasional dalam bentuk
yang modern dan mengalami beberapa perubahan sosial dan kultural. Dua kejadian tersebut
adalah Renaissance, yaitu aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusastraan dan
kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan telah disisihkan, sehingga timbulnya
gagasan mengenai perlunya ada kebebasan beragama serta ada garis pemisah yang tegas antara
soal-soal agama dan soal-soal keduniawian.
Aliran tersebut menyebabkan pada masa 1650-1800, orang eropa barat menyelami masa
Aufklarung beserta Rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia
dari batas-batas yang ditentukan oleh Gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal (ratio) semata-
mata. Timbullah gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh
diselewengkan oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja,
yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tak terbatas. Monarki
absolut ini telah muncul dalam masa 1500-1700 sesudah berakhirnya Abad Pertengahan.
Muncullah gagasan kontrak sosial yang merupakan pendobrakan terhadap kedudukan raja-
raja absolut ini. Teori ini beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu
2
kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak. Teori ini merupakan usaha
untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat, yang
mencetuskannya adalah John Locke dan Montesquieu. Pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai
demokrasi mendapat wujud yang konkret sebahai program sistem politik.
4
Selanjutnya dalam UUD ditetapkan adanya seorang presiden yang tidak dapat dijatuhkan oleh
DPR selama masa jabatan lima tahun, atau yang biasa disebut sistem presidensial.
Pada tahun 1968, sesudah terjadi kerusuhan, Presiden Ayub Khan menyerahkan kekuasaan
kepada Jendral Yahya Khan. Presiden yang baru ini menjanjikan menghidupkan kembali sistem
parlementer dan mengadakan pemilu di akhir tahun 1970. Perubahan dari sistem presidensial ke
sistem parlementer mewarnai perkembangan demokrasi di Pakistan.
Indonesia
Sejarah demokrasi di Indonesia di bagi dalam 4 masa dari sudut perkembangannya:
1. Masa Republik Indonesia I (1945-1959)
Masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai
dan yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.
2. Masa Republik Indonesia II (1959-1965)
Masa demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi
konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek
demokrasi rakyat. Ciri-ciri pada periode ini adalah dominasi dari presiden, terbatasnya
peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI
sebagai unsur sosia-politik.
3. Masa Republik Indonesia III (1965-1998)
Masa demokrasi pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan
sistem presidensial. Ciri-ciri dalam periode ini adalah:
Peranan presiden yang semakin besar dan dominan dalam sistem politik di
Indonesia
Keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilu
Menjadikan Indonesia swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-an
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme berkembang dengan pesar seiring dengan
keberhasilan pembangunan ekonomi
Dominasi Presiden Soeharto membuat presiden menjadi penguasa mutlak karena
tidak ada 1 institusi/lembaga pun yang dapat menjadi pengawas presiden dan
mencegahnya melakukan penyelewengan kekuasaan.
Akibatnya semakin menguatnya kelompok-kelompok penentang Presiden
Soeharto dan Orde Baru
4. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang)
Masa reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi
terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III.