Anda di halaman 1dari 2

“MENGAPA HARUS KELAPA SAWIT”

Menanggapi tulisan Sdr. Aris Munandar mengenai “Bahan Bakar Nabati Rongrong
Lingkungan Hidup Kalbar” (Senin, 29 Maret 2010)
Penulis : Heru Dwi Riyanto (Peneliti Pada Balai Penelitian Kehutanan Solo)

Solo- -MI : Beberapa solusi dari permasalahan tersebut adalah :

Ekspansi besar-besaran kebun kelapa sawit adalah cara-cara ”Jadul” kalau tujuannya
hanya untuk memperbesar produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/cpo). Dalam
sektor pertanian cara-cara peningkatan produksi melalui ekstensifikasi telah lama
ditinggalkan, intensifikasi melalui ”Panca Usaha Tani” telah lama dilakukan oleh
Kementerian Pertanian. Apakah kita telah lupa akan hal tersebut. Cara-cara
ekstensifikasi, adalah cara-cara yang dilakukan oleh orang yang malas berpikir, malas
membaca, malas menunggu (tidak sabar) ingin serba cepat, saya yakin telah banyak hasil
penelitian mengenai budidaya kelapa sawit ini.

Cara-cara ekstensifikasi jelas dilakukan dengan membabat hutan dan membakarnya


(Slash and burn) sebelum kelapa sawit ditanam. Hal ini akan memberikan dampak
kerusakan lingkungan yang besar, ekosistem hutan hujan tropika yang kompleks berubah
menjadi ekositem kebun sawit yang sederhana, teremisinya cadangan karbon yang
tersimpan dalam hutan gambut, hilangnya flora dan fauna yang hidup di atas tanah dan
jasad renik bawah tanah, atau dengan kata lain hilangnya genetic resource yang tak
ternilai harganya, kalau kita ingat, dari hutan Kalimantan telah diketemukan bahan untuk
obat kanker.

Indonesia dikenal oleh dunia sebagai negara “Mega Biodiversity”, pada pemerintahan
Orde Baru telah dilakukan “Ekplorasi biodiversitas terhadap hutan hujan tropika” oleh
beberapa institusi baik pemerintah (Kelitbangan,LIPI) maupun LSM, kemanakah hasil
eksplorasi tersebut, mungkin hanya disimpan diperpustakaan sebagai laporan
keproyekan, yakinlah pasti ada, satu, dua..... , sepuluh atau bahkan mungkin ratusan
jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan bakar nabati.

Mengapa harus kelapa sawit yang nota bene kita semua mengetahui dipergunakan untuk
minyak goreng. Tanpa dipergunakan sebagai bahan bakar nabati saja kebutuhan akan
minyak sawit terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk.Tuhan menciptakan
tumbuhan dengan masing-masing fungsinya dan manfaatnya untuk kehidupan manusia.
Menggunakan kelapa sawit untuk bahan bakar nabati sama saja dengan “mengatasi
masalah dan menimbulkan masalah lain”. Mengapa kita tidak mengambil motto dari
Pegadaian “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”.

Bagaimana “mengatasi masalah tanpa masalah” tersebut, yaitu dengan tidak mengganggu
fungsi dan manfaat komoditas sawit, biarkan sawit tetap sebagai salah satu sembilan
bahan pokok, cari dan temukan jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar nabati melalui cara mereview hasil-hasil penelitian dan eksplorasi tumbuhan
yang pernah dilakukan.
Dewasa ini Kementerian Kehutanan telah mengintrodusir Nyamplung (Callophylum
inophyllum) sebagai sumber bahan bakar nabati, dari hasil kajian yang telah dilakukan,
sepanjang yang saya ketahui proses pengolahan biji nyamplung menjadi bahan bakar
lebih pendek dan sederhana. Pemanfaatan nyamplung sebagai bahan bakar nabati adalah
suatu langkah mengatasi masalah tanpa masalah bahkan sekaligus dua masalah bisa kita
selesaikan. Pertama penyediaan bahan bakar alternatif, ke dua merehabilitasi kawasan
pantai. Seperti yang kita ketahui nyamplung dapat tumbuh pada tempat dengan
ketinggian 0 – 300 m dari permukaan laut (dpl), tetapi sebagai habitat primernya adalah
kawasan pantai. Apabila kita lihat kawasan pantai kita, melalui citra satelit akan terlihat
betapa centang perenangnya kawasan pantai kita.

Marilah kita dukung upaya dalam mencari bahan bakar nabati sebagai alternatif bahan
bakar fosil tanpa harus menghancurkan hutan alam kita, yang pada akhirnya merusakkan
lingkungan hidup kita.

Anda mungkin juga menyukai