Anda di halaman 1dari 7

c c

   



 c  
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-akivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa
baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara, penutur dan petutur sama-sama
menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya. Menurut Allan (dalam Sumanti:2002), Setiap
peserta tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam
interaksi lingal itu. Dalam berkomunikasi, seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk
mengkonsumsikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami apa yang
hendak dikomunikasikan itu.
Akan terdengar aneh bila seseorang yang akan tenggelam di kolam renang, misalnya meminta bantuan
dengan menggunakan ujaran yang kedua. Sebaliknya seseorang yang memohon bantuan tidak selayaknya
mengucapkan ujaran yang pertama dengan volume suara dan intonasi yang sama dengan orang yang tenggelam.
Bila terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak
melaksanakan kerja sama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada
semacam prinsip kerjasama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar proses komunikasi itu
berjalan secara lancar (Wijaya:1996).
Grice dalam(leech:1993) mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama (PK) itu,
setiap unsur harus mematuhi 4 maksim percakapan (°  
  ) yaitu maksim kuantitas (  

), maksim kualitas (  



 ), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim
pelaksanaan (  

).
Begitupun, berbicara tidak selamanya berkaitan dengan masalah yang bersifat teksual, tetapi seringkali
pula hubungan dengan persoalan yang bersifat interpersonal. Dalam hal ini, pragmatik juga membutuhkan
prinsip lain tidak hanya kerja sama yaitu prinsip kesopanan atau sopan santun yang telah diuraikan oleh Leech
pada 1983. Prinsip sopan santun (PS) memiliki sejumlah maksim, yakni maksim kebijaksanaan (°
  ),
maksim kemurahan ( 
  ), maksim penerimaan (  
  ), maksim kerendahan hati
( 
  ), maksim kecocokan ( 
  ), dan maksim kesimpatian ( 
  ). Prinsip
kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri ( ) dan orang lain ( ). Diri
sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur dan orang ketiga yang dibicarakan penutur dan lawan
tutur.
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk menganalisis film D  ?


 °
 episode 5-7 karya Nakajo Hisaya karena dalam film ini, terdapat beberapa pertentangan maksim-
maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan yang tanpa disadari, hal itu tidak terdeteksi karena
penggunanya yang sesuai dengan konteks dimana tuturan terjadi.


      
Bagaimanakah pertentangan maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam film D
 ?

 °

episode 5-7 karya Nakajo Hisaya?

     
Untuk mengetahui bagaimanakah pertentangan maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan
dalam filmD  ?

 °

episode 5-7 episode 5-7 karya Nakajo
Hisaya›

      
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini dapat menjadi sumbangsih terhadap kajian pragmatik khususnya terhadap pertentangan
maksim-maksim prinsip kerjasama dan prisip kesopanan.
2. Manfaat Praktis
Makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang pragmatik khususnya
tentang pertentangan maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan.

!  c     
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalah ini hanya akan menganalisis tentang pertentangan
maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam film D  ?


 °

episode 5-7 karya Nakajo Hisaya›

c c
 " #


 $  
Keith Allan (dalam Novita, 2010:10) menyebutkan sebuah gagasan tentang prinsip pragmatik dalam
proses komunikasi sebagai aktivitas sosial, yang artinya sebagai berikut: Berbicara kepada orang lain adalah
aktivitas sosial, dan seperti aktivias sosial yang lain (misalnya menari, bermain dalam orkestra, bermain kartu,
atau sepak bola) hanya akan berlangsung jika orang tersebut berbelit-belit.
Berdasarkan gagasan tersebut menelaskan bahwa agar proses komunikasi pembicara dan lawan bicara
dapat berjalan dengan lancar, mereka haruslah saling bekerja sama. Selain bekerja sama agar tercipta
komunikasi yang baik maka diperlukan juga berperilaku sopan kepada pihak lain atau lawan bicara.

  $%  
 
  %   
Makna kuantitas menghendaki setiap peserta pertutuan memberikan konstribusi yang secukupnya atau
sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicara (Wijana, 1996:46)
Contoh :
a. Tetangga saya hamil
b. Tetangga saya yang perempuan hamil
Tuturan  ringkas dan tidak menyimpang dari nilai kebenaran karena setiap orang tentu mengetahui bahwa yang
hamil adalah seorang perempuan. Kehadiran µyang perempuan¶ dalam kalimat  justru menerangkan hal-hal
yang sudah jelas, maka hal ini bertentangan dengan maksim kualitas. Dari penjelasan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa berilah keterangan secukupnya dan jangan mengatakan sesuatu yang tidak diperlukan.
    %  
Maksim ini mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta
percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai (Wijana, 1996:48).
Contoh:
Pak guru : Coba kamu Andi, apa ibukota Bali ?
Andi : Surabaya, Pak guru.
Pak guru : Bagus, kalau begitu ibukota Jawa Timur Denpasar, ya.
Pada contoh di atas tampak guru memberikan konstribusi yang melanggar maksim kualitas. Guru
mengatakan ibukota Jawa timur adalah Denpasar bukannya Surabaya. Jawaban yang tidak mengindahkan
maksim kualitas ini dutarakan sebagai reaksi terhadap jawaban Andi yang salah. Kata 
yang diucapkan
gurunya tidak konvensional karena tidak digunakan seperti biasanya untuk memuji, tetapi sebaliknya untuk
mengejek. Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam percakapan, berusahalah menyatakan
sesuatu yang benar.
    & '( 
Maksim ini mengharuskan setiap peserta memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah
pembicaraan (Wijana. 1996:49).
Contoh:
A : Pukul berapa sekarang?
B :Tukang koran baru lewat.
Jawaban si-A sepintas tidak berhubungan, tetap bila dicermati, hubungan implikasinya dapat
diterangkan. Jawaban si-B tidak secara langsung menjawab pertanyaan si-A, akan tetapi dengan memperhatikan
kebiasaan tukang koran mengantarkan surat kabar kepada mereka maka si-A dapat mengiferensikan pukul
berapa keika itu (Wijana, 1996:50). Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jangan mengatakan
sesuatu yang tidak jelas, jangan mengatakan sesuatu yang ambigu, berbicaralah dengan singkat dan secara
khusus.
       ') 
Maksim cara mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak
taksa, dan tidak berlebihan serta runtut (Wijana, 1996:50
Contoh:
A : Let¶s stop and get something to eat
B : Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S
Dalam contoh diatas, si-B
menjawan ajakan
si-A
secara tidak langsung yakni dengan mengeja satu
persatu kata Mc Donalds. Penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan siA yang sangat
menggemari makan itu mengetahui maksudnya. Contoh diatas telah melanggar masim pelaksanaan/cara yaitu
berbicara secara tidak langsung (mengeja). Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
katakanlah hanya apa yang berguna atau relevan.
  $%*$  '"*$   
Lakoff (dalam Sumanti, 2002:25), menterjemahkan sopan santun sebagai bentuk dari tigkah laku yang
tengah dibangun dalam masyarakat sosial agar mengurangi perselisihan dalam hubungan individu. Situasi yang
berbeda menuntut adanya jenis-jenis derajat sopan santun yang berbeda juga.
Menurut Wijana, bentuk-bentuk ujaran yang digunakan untuk mengekspresikan maksim-maksim di atas,
yaitu; bentuk ujaran impositif, komisif, ekspresif, dan asertif (1996:55). Selanjutnya Wijana menjelaskan bentuk
ujaran komisif adalah bentuk ujaran yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran. Uaran impositif
adalah ujaran yang digunakan untuk menyatakan perintah atau suruhan. Ujaran ekspresif adalah ujaran yang
digunakan untuk menyatakan sikap psikologis pembicara terhadap sesuatu keadaan. Sedangkan ujaran asertif
adalah ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran proposisi yang diungkapkan.
 
  (   
Maksim ini diungkapkan dengan tuturan impositif dan komisif. Maksim ini menggariskan setiap peserta
petutur untuk meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain (Wijana,
1996:56)
Contoh:
a. Datang kerumah saya
b. Datanglah kerumah saya
c. Sudikah kiranya anda datang ke rumah saya
d. Kalau tidak keberatan sudikah datang kerumah saya.
Dapat dikatakan semakin panjang tuturan seseorang semakin sopan tuturan penutur kepada petutur.
Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung lazim lebih sopan daripada tuturan langsung demikian juga
memerintah dengan kalimat berita atau dengan kalimat tanya dipandang lebih sopan dibandingkan dengan
kalimat perintah.
    $ 
Maksim penerimaan diutarakan dengan kalimat komisif dan impositif. Maksim ini mewajibkan setiap
peserta tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri
dan meminimalkan keuntungan diri sendiri (Wijana, 1996:57)
Contoh:
a. Anda harus meminami saya mobil
b. Saya akan meminjami anda mobil
c. Saya akan datang ke rumahmu untuk makan siang
d. Saya akan mengundangmu ke rumah untuk makan malam
Tuturan  dan ° dirasa kurang sopan karena penutur berusaha memaksimalkan keuntungan dirinya
dengan menyusahkan orang lain. Hal ini dirasa bertentanga dengan maksim penerimaan. Sebaliknya 
dan 
penutur berusaha meminimalkan kerugian orang lain dengan memaksimalkan kerugian diri sendiri.
      
Berbeda dengan maksim kebiaksanaan dan maksim penerimaan, maksim kemurahan/kerendahan hati
diutarakan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Maksim kemurahan menuntut setiap peserta pertuturan untuk
memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain (Wijana,
1996:57-58).
Contoh:
a. + Permainan kau sangat bagus
b. - Tidak saya kira biasa-biasa aja
c. + Permainan anda sangat bagus
d. - Jelas, siapa dulu yang main

dan  bersikap sopan karena berusaha memaksimalkan keuntungan lawan tuturnya. Lawan tutur 
menerapkan paradoks prakmatik dengan berusaha meminimalkan menghargaan diri sendiri, sedangkan 
melanggar paradoks prakmatik degan berusaha memaksimalkan keuntungan diri sendiri. Jadi pada percakapan 

tidak berlaku sopan.


    +   
Maksim kerendahan hai juga diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Bila maksim
kkemurahan berpusat pada orang lain, maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim kerendahan
hati menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketiakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri (Wijana, 1996:58).
Contoh:
a. Betapa pandainya orang itu
b. Betul, dia memang pandai
Contoh di atas mematuhi prinsip kesopanan karena  memuji pihak lain dan 
memberi respon untuk
memuji juga orang yang dibicarakan.
Contoh:
a. Kau sangat pandai
b. Ah, tidak, biasa-biasa saja. Itu hanya kebetulan.
Pada contoh diatas,  telah meminimalkan rasa hormat bagi dirinya sendiri (Wijana, 1996:59).
  !  ,*,* 
Maksim kecocockan diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Maksim kecocokan
menggariskan setiap penutur dan petutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan
ketidakcocokan di antara mereka (Wijana, 1996:59).
Contoh:
a. Bahasa inggris sukar ya?
b. Ya
c. Bahasa Inggris sukar ya?
d. Siapa bilang, mudah sekali.
Konstribusi  lebih sopan dibanding konstribusi 
karena  memaksimalkan ketidakcocokannya dengan
pernyataan °›
Contoh:
a. Drama itu bagus ya
b. Ya tetapi bloking pemainnya masih banyak kekurangan.
 terasa lebih sopan dibanding contoh sebelumnya karena 
tidak menyatakan secara frontal, tetapi
secara partial sehingga tidak terkesan bahwa ia orang yang sombong.
  -  $  
Maksim diungkapkan dengan tuturan asertif dan ekspresif. Maksim kesimpatian ini mengharuskan setiap
peserta petuturan untuk memaksimalkan rasa simpai dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya.
Jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila
lawan tutur mendapatkan kesusahan atau musibah penutur layak turut berduka (Wijana, 1996:60).
Contoh:
a. Aku lolos UMPTN, John
b. Selamat ya
Contoh di atas sopan karena penutur mematuhi maksim kesimpatian yakni memaksimalkan rasa simpati
kepada lawan tuturnya yang mendapatkan kebahagiaan.
Contoh:
a. Aku gagal di UMPTN
b. Wah aku ikut senang, selamat ya
Contoh di atas melanggar maksim simpati karena tuuran memaksimalkan rasa antipati terhadap
kegagalan dan kedukaan yang menimpa.
c c
c  " 


  $    . $$   + $$*$  


 $*+!
a. Menit ke 03 : 27
Ashiya : ± 
( Apa itu ? )
Nanba : 

( Surprise )

Analisis:
Situasi dalam percakapan ini adalah pada saat itu dengan menggunakan mobil, Ashiya diculik oleh
kawan-kawannya ke suatu tempat yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Ketika sampai dan turun dari
mobil, Ashiya terkejut karena terdapat banyak kembang api. Kemudian dia bertanya kepada Nanba, ³± 
 ? . Nanba hanya tersenyum dan menjawab, ³
 . Ternyata Ashiya dibawa oleh teman-
temannya untuk berlibur.
Maksim yang ditentang dalam kalimat di atas adalah maksim relevansi. Karena si penutur ingin
jawaban yang sesuai dengan keinginannya, namun si lawan tutur memberikan jawaban yang tidak relevan
dengan pertanyaan si penutur. Dalam percakapan di atas sebenarnya Ashiya mengharapkan agar Nanba
menjawab dengan kalimat seperti ´itu kembang api´ . namun pada kenyataannya jawaban yang diberikan
tidak sesuai dengan harapan Ashiya, meskipun seperti itu Ashiya tetap memahami maksud dari Nanba.

b. Menit ke15 : 11

Kanaku :

( sudah menunggu ? )
Nanba : ± 
±

( sejak kita masih bersama juga seperti ini )

Analisis:
Situasi dalam percakapan ini adalah pada saat itu Nanba janjian bertemu dengan mantan pacarnya
( Kanaku ) di suatu tempat. Nanba sudah menunggu lama Kanaku. Karena Kanaku terlambat datang. Kanaku
merasa tidak enak kepada Nanba dan kemudian dia bertanya, ³
 . Kemudian Nanba menjawab ,´
± 
±
´. Nanda berkata seperti itu, karena sebelumnya dia sudah mengalami hal-
hal tersebut sewaktu mereka berpacaran. Sehingga, Nanba mengenal betul akan sifat Kanaku.
Maksim yang ditentang dalam kalimat di atas adalah maksim pelaksanaan atau cara. Karena berbicara
tidak langsung kepada si lawan penutur. Nanba secara tidak langsung menjawab pertanyaan dari Kanaku.

c. Menit ke 15 : 58
Nanba : }} } 
( he...., suka film horor? )
Kanako :   
( maaf, aku sudah menikah )

Analisis:
Situasi dalam percakapan ini adalah pada saat itu Nanba dan Kanako sedang asyik berbicara.
Mereka membicarakan masa-masa waktu berpacaran dulu dan kemudian Nanba ingin mengajak Kanako
untuk menonton film, dia berkata,´ }} } ´. Namun jawaban dari Kanako
tidak sesuai dengan harapan Nanba, Kanako menjawab, ³  ´. Nanba terkejut karena
sebelumnya dia tidak mengetahui bahwa Kanako telah menikah.
Maksim yang ditentang dalam kalimat di atas adalah maksim pelaksanaan atau cara. Karena
berbicara tidak langsung kepada si lawan penutur. Kanako secara tidak langsung menolak ajakan Nanba
dengan mengatakan bahwa dia sudah menikah.


 $*+-
a. Menit ke 05:08
¿ 
±
(Aku terkejut jika latihan Sano harus berakhir«.)
 

 ± 
(Oh..haruskah dia kembali?)
¿ 
(Toilet)

Analisis:
Situasi ini terjadi ketika Nakatsu bertanya kepada Mizuki tentang perasaanya kepada Sano. Mizuki
sebenarnya tidak ingin jika latihan yang selama ini diikuti oleh Sano harus berakhir. Kemudian Nakatsu
bertanya ³Haruskah dia kembali?´ Namun, Mizuki tidak menjawab ya atau tidak melainkan dia malah
menjawab ³toilet´ dan pergi ke sana. Ini termasuk jenis pelanggaran maksim relevansi, karena harus
memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

b. Menit ke 07:51


 }
(Adakah sesuatu yang terjadi di tempat pelatihan?)
 
(tidak)
   
(Lalu, kenapa dia tidak kembali?)
  
(Bagaimana kamu tahu?)

Analisis:
Situasi ini terjadi ketika Nakatsu bertanya kepada Sano atas ketidakpulangan Mizuki semalam. Dia bertanya
apakah ada sesuatu yang terjadi semalam di Training camp? Sano menjawab tidak. Lalu Nakatsu bertanya
lagi, ³Lalu kenapa dia semalam tidak pulang?´ Akan tetapi Sano malah menjawab, ³Bagaimana kamu tahu?´.
Ini merupakan jenis pelanggaran maksim relevansi.


 |pisode 7
a. Menit ke 01:09
±   
 (Hey, t-t-tunggu!)
     ?
 (Tidakkah kau.... Tidakkah kau melihatku berdiri disini?)
 ± !
 (Ada apa?)

Analisis:
Situasi ini terjadi ketika Nakatsu berdiri menunggu di lorong dekat pintu kamar Sano, namun ketika
Sano keluar dan melewati Nakatsu begitu saja tanpa menyapa Nakatsu, akhirnya Nakatsu berkata seperti
dalam dialog di atas seraya menyindir Sano, ³ Tidakkah kau melihat diriku disini?´. Sebenarnya Sano
melihat keberadaan Nakatsu disana dan seraya mengetahui apa yang ingin ditanyakan padanya mengenai
Mizuki, tetapi menurut Sano karena itu bukanlah hal yang penting, Sano kembali mengajukan pertanyaan
³ Ada apa?´, yang seharusnya pertanyaan Nakatsu sebelumnya memerlukan jawaban ya atau tidak melihat.
Ini termasuk jenis pelanggaran maksim relevansi, karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan
masalah pembicaraan.

b. Menit ke 04:38


± "#
 (Mizuki!)
 } 
 (Ah... Sano?)
"
 (Hari ini pun ia latihan.)

Analisis:
Situasi ini terjadi ketika Mizuki datang ke ruang makan dan ia mengambil softdrink, ketika itu
Nakatsu yang telah dahulu berada di ruangan tersebut menyapa Mizuki kemudian bertanya ³ Sano?´. Dan
Mizuki pun menjawab ³ Hari ini pun ia latihan´, secara gramatika pertanyaan dan jawaban tidak relevan oleh
karena itu ini termasuk jenis pelanggaran maksim relevansi. Namun Mizuki yang diberi pertanyaan tahu
makna kalimat yang diucapkan Nakatsu padanya yaitu untuk menanyakan apa yang sedang dillakukan oleh
Sano hari ini.
c c/

Kesimpulan
Pertentangan maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam film D 
 ?

 °

episode 5-7 karya Nakajo Hisaya adalah maksim relevansi dan
maksim cara.
 0 " %
Leech, Geoffrey. 1993. 
 . Penerjemah:M.D.D. Oka. Jakarta:Penerbit Universitas
Indonesia.
Sumanti, |vi. 2001. 
 




 
°
  


 !"
 
!#›
Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Saranah.(http://repositori.usu.ac.id/
diunduh tanggal 01 November 2010)

Anda mungkin juga menyukai