Anda di halaman 1dari 29

TUGAS

WAWASAN FISIKA

Oleh :

GALOEH OTOMO
07 935 005

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah

memberi kita taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun paper yang

berjudul “Peran lmu Fisika Dalam Bidang Kedokteran” ini. Sholawat serta

salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga

dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju

jalan yang terang benderang.

Didalam penyusunan paper ini kami mengucapkan banyak terima kasih

kepada :

1. Bapak Dahyunir Dahlan selaku Dosen mata kulia Wawasan Fisika.

2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu didalam proses

penyusunan paper ini.

Dan kami menyadari didalam paper ini masih ada kekurangan. Oleh

karena itu dengan rendah hati kami mengharapkan saran dan kritik yang

membangun. Dan kami mengharap paper ini dapat bermanfaat umumnya bagi

para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Padang, 28 Oktober 2010

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... iv

DAFTAR ISI........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................... 2

C. Tujuan dan Manfaat................................................................... 2

D. Metode Penelitian....................................................................... 3

E. Sistematika Pembahasan............................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 5

A. Fisika Medik............................................................................... 5

B. Kedokteran Nuklir....................................................................... 12

C. Tugas dan Tanggung jawab Fisikawan Medik............................ 14

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH................ 17

A. Penyajian Data............................................................................ 17

B. Pemecahan Masalah................................................................... 19

BAB IV PENUTUP........................................................................................ 22

A. Kesimpulan................................................................................. 22

B. Saran .......................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Radioterapi adalah pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan

radiasi pengion. Terapi berkas eksternal dengan menggunakan radiasi gamma

dari pesawat teleterapi memakai sumber radiasi aktivitas tinggi, sinar-X,

elektron, atau partikel-partikel lain dari akselerator.

Perkembangan akselerator dan aplikasinya dalam radioterapi telah

banyak dibahas. Brakiterapi menggunakan sumber radiasi terbungkus

berukuran kecil yang diaplikasikan secara internal dan sangat dekat, baik

intracavitary, interstitial, ataupun implant. Sumber radiasi terbuka juga

dimanfaatkan secara langsung untuk beberapa kondisi pengobatan.

Fisikawan Medik telah memberikan sumbangan yang sangat berharga

terhadap perkembangan radioterapi sejak lebih dari 60 tahun. Mereka telah

dapat secara presisi dan sesuai dengan standar akurasi yang harus dipenuhi

untuk kesuksesan pengobatan ditinjau secara klinis.

Sumbangan tersebut terus berjalan dan berkembang secara baik dalam

peningkatan kualitas pengobatan sampai saat ini. Dalam sebuah instalasi

radioterapi, secara tegas fisikawan medik harus ada dan jumlahnya tergantung

besar kecilnya instalasi tersebut. Mereka harus memahami proses-proses

fisika, memberikan secara rinci saran dan sumbangan terhadap berfungsinya


tim radioterapi yang multi disiplin. Radiasi pengion secara potensial

berbahaya. Fisikawan medik memiliki tanggung jawab yang dominan untuk

mengurangi dan memperkecil resiko yang berkaitan dengannya. Tugas dan

peran Fisikawan Medik dalam radioterapi bervariasi sehubungan dengan

kondisi dan fasilitas yang dimiliki oleh instalasi radioterapi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan

membahas permasalahan :

1) Bagaimana sesungguhnya peran fisika dalam kedokteran.

2) Bagaimana meningkatkan peranan fisika dalam kedokteran.

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan pembuatan paper ini adalah :

Agar para mahasiswa dapat mengetahui tentang peran fisika dalam

kedokteran nuklir dan manfaat yang bisa diambil darinya.

Sedangkan manfaat dari pembuatan paper ini adalah :

Dengan mengetahui peran fisika dalam kedokteran nuklir diharapkan para

mahasiswa pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya mau lebih

dalam mempelajari fisika.


D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi

kepustakaan dengan mengacu pada data-data yang diambil dari literatur,

koran, buku, dan artikel-artikel yang ada di internet.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika dalam penulisan paper ini terbagi dalam empat bab.

Pembagian penulisan dalam paper ini untuk memudahkan penulis dalam

menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan yang ada.

Dan sistematika penulisan paper ini dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini secara garis besar memuat hal-hal yang

bersangkutan latar belakang permasalahan yang mendorong

penulis untuk membuat paper ini, perumusan masalah yang timbul,

tujuan dan manfaat penulisan paper, metode penelitian yang

digunakan, dan sistematika pembahasan paper ini.

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori dasar yang

mendukung penelitian ini.

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH

Dalam bab ini akan disajikan pembahasan mengenai data dasar

mengenai sistem pengelolaan daerah aliran sungai dan pemecahan

masalah yang timbul.


BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini memuat tentang pokok-pokok hasil pembahasan

dari bab II dan III. Uraian kesimpulan akan menjadi jawaban atas

masalah yang sudah dirumuskan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat

Siapa sangka karya Rontgen yang mengantarkan dirinya mendapatkan


hadiah nobel fisika pada 1901 ini akan menjadi sebuah alat yang sangat berguna
sekali dalam kedokteran. Sinar-X itulah sebuah fenomena yang ditemukan oleh
Roentgen pada laboratoriumnya. Sebuah fenomena yang kemudian menjadi awal
pencitraan medis (medical imaging) pertama, tangan kiri istrinya menjadi uji coba
eksperimen penemuan ini. Inilah menjadi titik awal penggunaan pencitraan medis
untuk mengetahui struktur jaringan manusia tanpa melalui pembedahan terlebih
dahulu. Penemuan ini juga menjadi titik awal perkembangan fisika medis di
dunia, yang menkonsentrasikan aplikasi ilmu fisika dalam bidang kedokteran.
Eksperimen Rontgen terhadap tangan istrinya, menjadi inspirasi produksi
alat yang dapat membantu dokter dalam diagnosa terhadap pasien, dengan
mengetahui citra tubuh manusia. Citra atau gambar yang dihasilkan dari sinar-X
ini sifatnya adalah membuat gambar 2 dimensi dari organ tubuh yang dicitrakan
dengan memanfatkan konsep atenuasi berkas radiasi pada saat berinterakasi
dengan materi. Gambar atau citra objek yang diinginkan kemudian direkam dalam
media yang kemudian dikenal sebagai film. Dari Gambar yang diproduksi di film
inilah informasi medis dapat digali sesuai dengan kebutuhan klinis yang akan
dianalisis.
Setelah puluhan tahun sinar-X ini mendominasi dunia kedokteran, terdapat
kelemahan yaitu objek organ tubuh kita 3 dimensi dipetakan dalam gambar 2
dimensi. Sehingga akan terjadi saling tumpah tindih stukur yang dipetakan, secara
klinis informasi yang direkam di film dapat terdistorsi. Inilah tantangan
berikutnya bagi fisikawan untuk berkreasi. Tahun 1971, seorang fisikawan
bernama Hounsfield memperkenalkan sebuah hasil invensinya yang dikenal
dengan Computerized Tomography atau yang lazim dikenal dengan nama CT
Scan. Invensi Hounsfield ini menjawab tantangan kelemahan citra sinar-X
konvensional yaitu CT dapat dapat mencitrakan objek dalam 3 Dimensi yang
tersusun atas irisan-irisan gambar (tomography) yang dihasilkan dari perhitungan
algoritma(bahasa program) komputer. Karya Hounsfield ini menjadi revolusi
besar-besaraan dalam dunia pencitraan medis atau kedokteran yang merupakan
rangkaian yang berkaitan. Citra/gambar hasil CT dapat menujukan struktur tubuh
kita secara 3 dimensi, sehingga secara medis dapat dijadikan sebagai sebuah alat
bantu untuk penegakkan diagnosa yang dibutuhkan. Untuk mengabadikan
penemunya dalam CT terdapat bilangan CT atau Hounsfield Unit (HU), namun
penemuan ini juga meruapakan jasa Radon dan Cormack.
Tahun 1990an, lahir kembali sebuah perangkat yang dikenal dengan nama
Magnetic Resonance Imaging. Perangkat ini invensi yang tidak kalah hebatnya
dengan CT, karena menggunakan sistem fisika yang berbeda. MRI istilah
kerennya menggunakan pemanfaatan aktivitas fisis spin tubuh manusia pada saat
berada dalam medan magnet yang kuat dan kemudian dengan sistem gangguan
gelombang radio yang sama dengan frekuensi Larmor, menghasilkan sebuah
sinyal listrik. Sinyal inilah yang dikenal dengan Free Induction Decay yang
kemudian dievaluasi dengan Transformasi Fourier menjadi citra 3 Dimensi.
Invensi ini juga sangat fenomenal, karena terobosan baru yang tidak
menggunakan radiasi pengion seperti CT dan sinar Roentgen untuk dapat
menghasilkan sebuah citra dengan resolusi yang yang sangat baik dalam
mencitrakan stuktur tubuh manusia khususnya organ kepala. Inventor MRI
mendapat ganjaran hadiah nobel bidang fisologi dan kedokteran tahun 2003.
Inilah sekelumit peranan fisika yang yang sangat revlusioner
mengubah dunia kedokteran menjadi modern. Tanpa lahirnya sinar-X, CT, dan
MR bagaimana kita dapat mengetahui posisi kelainan yang ada ditubuh kita
bagian dalam atau kanker? Dengan karya fisikawan, insiyur, ahli komputer
munculah sebuah teknologi yang digunakan untuk penegakkan diagnosa. Banyak
teknologi lain yang dikembangkan oleh para fisikawan dan ilmuwan lain untuk
kedokteran seperti halnya ultrasonografi, linear accelerator untuk radioterapi, dan
juga CT dan USG 4 Dimensi.
A. Fisika Medik

Fisika medik pada dasarnya merupakan satu cabang dari disiplin ilmu

Fisika Terapan yang berkaitan dengan aplikasi energi fisika, konsep dan

metode untuk mendiagnosa dan melakukan terapi penyakit pada manusia.

Bahasan lebih lanjut secara umum fisika medik, baik dalam perspektif sejarah

dan ruang lingkupnya telah diuraikan dalam tulisan sebelumnya.

Kedokteran nuklir mencakup pemanfaatan radionuklida dan

radiofarmaka untuk diagnosa dan terapi medis, akan tetapi saat ini diagnosa

medis merupakan kerja kedokteran nuklir yang lebih dominan dibandingkan

dengan terapi medis. Beberapa diagnosa medis ini meliputi pencitraan in-vivo

dari distribusi radionuklida dan radiofarmaka dengan menggunakan kamera

gamma dan sistem komputer. Beberapa studi memerlukan pengolahan data

citra dan pengukuran kuantitatif fungsi organ. Fisika medik merupakan

disiplin ilmu yang mampu menangani masalah tersebut di atas secara efektif.

Sehingga kedokteran nuklir merupakan aktivitas multi disiplin ilmu dari para

dokter, fisika medik, dokter spesialis radiolog (DSR), teknisi, radiografer,

radiofarmasi, perawat dan lain sebagainya. Tugas dari fisikawan medik sangat

bervariasi dan sangat tergantung kondisi fasilitas kedokteran nuklir yang ada,

di antaranya :
1. Manajemen pelayanan dalam aspek teknik

dan ilmiah

Seorang fisikawan medik yang bekerja dalam kedokteran nuklir

memiliki tanggung jawab pada aspek teknik dan ilmiah. Peran manajemen

pelayanan biasanya mencakup tanggung jawab untuk staf ilmiah, teknik

dan anggaran departemen. Sebagai tambahan, seorang fisikawan medik

seringkali memiliki tugas dan tanggung jawab lebih dari yang disebutkan

di atas, tergantung situasi, kondisi, dan kebutuhannya dalam pelayanan

kedokteran nuklir. Acapkali meliputi seluruh manajemen instalasi

termasuk radiofarmaka dan kerjasama dengan dokter dalam interpretasi

penemuan klinis.

2. Pemilihan commissioning dan jaminan

kualitas peralatan

Standar Dasar Keselamatan Internasional yang diterbitkan tahun

1994 menegaskan pentingnya jaminan kualitas dalam paparan medik.

Program jaminan kualitas meliputi spesifikasi, seleksi, pengetesan

penerimaan dan pemeliharaan secara rutin peralatan untuk meyakinkan

bahwa standar kualitas dan keselamatan terpenuhi. Kualitas yang baik,

perawatan yang terkendali dapat meningkatkan akurasi penemuan

diagnostik, menurunkan kebutuhan studi pengulangan dan mengurangi

dosis radiasi terhadap pasien. Fisikawan medik memerlukan pengetahuan

yang berkaitan dengan parameter yang biasa digunakan untuk menentukan


standar nasional maupun internasional yang akan diimplementasikan

dalam aplikasi klinis praktek sehari-harinya.

Seorang fisikawan medik memiliki sebuah peran penting dalam

menentukan kriteria penerimaan suatu peralatan baru. Dia akan

menyiapkan dengan pihak pemakai klinis sebuah spesifikasi misalnya

untuk kebutuhan tender pembelian sistem komputer harus diperhatikan

kebutuhan akan perangkat keras dan lunaknya. Demikian juga untuk

peralatan pencitraan akan dibutuhkan parameter-parameter seperti

keseragaman, resolusi, unjuk kerja laju cacah dan lainnya.

Dalam hal pengetasan penerimaan peralatan baru, seorang

fisikawan medik haruslah memahami perannya dalam kebutuhan

spesifikasi teknik termasuk standar keselamatan listrik mekaniknya. Untuk

masalah ini bisa dilihat pada pengukuran pengetesan alat dengan fantom,

MCA (multi-channel analyzer). Osiloskop dan pengetes keselamatan

listrik atau lain yang lebih canggih lagi. Selain itu juga fisikawan medik

bertanggung jawab untuk melakukan pengetesan-pengetesan sederhana

untuk kebutuhan rutin secara reguler.

Program jaminan kualitas untuk kamera gamma, sistem komputer,

dan peralatan lainnya juga harus disiapkan dan dibimbing oleh fisikawan

medik secara kuantitatif jika memungkinkan. Pengukuran ini biasanya

tidak terlalu rumit dibandingkan dengan pengetesan penerimaan peralatan

yang kadangkala bisa dilakukan oleh teknisi. Tanggung jawab kalibrasi

dari peralatan lain juga dibebankan kepada fisikawan medik, seperti


kalibrator radionuklida, monitor kontaminasi, dan peralatan laboratorium

lainnya.

Peralatan rutin dan reparasi disamping tanggung jawab pabrik, juga

seringkali dilimpahkan kepada fisikawan medik. Karena sebagian besar

peralatan kedokteran nuklir memerlukan pengetesan peralatan khusus dan

suku cadangnya, sehingga untuk reparasi biasanya dibebankan kepada

pabrik. Akan tetapi bagaimanapun juga fisikawan medik sering dapat

membantu mengurangi lamanya waktu kerusakan sebelum sampai kepada

pihak pabrik. Kebutuhan in-house fisikawan medik dapat mengurangi

kegagalan-kegagalan sebagian besar peralatan, disamping mengurangi

biaya perbaikan oleh pihak pabrik. Karena fisikawan medik memiliki

peran yang cukup penting dalam meyakinkan unjuk kerja peralatan,

khususnya prosedur perawatan.

3. Proteksi radiasi pasien, staf dan masyarakat

International Commission on Radiological Protection (ICRP)

rekomendasi nomor 60 tahun 1990 menyebutkan tentang tanggung jawab

fisikawan medik dalam aspek fisik dan teknik dosimetri radiasi,

instrumentasi kedokteran nuklir dan proteksi radiasi, dan kendali kualitas

termasuk juga penanganan data dan komputasinya. Disinilah tanggung

jawab utama fisikawan medik apabila pemahaman proteksi radiasi secara

menyeluruh diketahui. Istilah proteksi radiasi itu sendiri bisa menyangkut

perencanaan bangunan baru atau memodifikasi bangunan yang telah ada

ataupun peralatannya yang menyangkut keselamatan pasien, staf dan


masyarakat. Disamping itu, perencanaan teknik untuk menurunkan dosis

terhadap pasien, prosedur operasional, peraturan sistem kerja dan kontrol,

dan supervisi daerah radiasi serta pengukuran dan kalibrasi peralatan

proteksi radiasi. Dalam Standar Dasar Keselamatan juga disebutkan

tentang dosimetri klinik, yakni dosis serap yang diterima pasien.

4. Penelitian dan Pengembangan

Fisikawan medik memiliki sumbangan besar terhadap penelitian

dan pengembangan kedokteran nuklir, seperti pada perangkat lunak

komputer, perancangan dan konstruksi instrumentasi baru, pengembangan

teknik untuk analisa kuantitatif parameter fisiologi, pengembangan

protokol untuk percobaan dan analisa klinis serta interpretasi hasilnya.

Penelitian dan pengembangan ini sangat penting dalam meningkatkan

kapasitasnya sebagai fisikawan medik dalam kedokteran nuklir.

5. Implementasi dan evaluasi teknik baru

Dunia kedokteran nuklir terus melaju sebagaimana perjalanan

teknologi pada umumnya. Kemajuan yang berkesinambungan ini dalam

hal pengembangan peralatan dan teknik baru, serta pengenalan

radiofarmaka baru. Seperti halnya dengan berkembangnya PET, tentu

merupakan suatu tantangan baru bagi dunia kedokteran nuklir. Fisikawan

medik memiliki peran yang sangat penting dalam mengimplementasi dan

mengevaluasi teknik baru, khususnya yang berkaitan dengan pengukuran

kuantitatif dan ini membutuhkan pengembangan dalam pemrograman

komputer dan protokol untuk akuisasi dan analisis studi klinis.


6. Radioterapi

Pemanfaatan radiasi pengion untuk terapi sejak ditemukannya

sudah dimulai. Yang berarti bahwa radionuklida tidak hanya untuk

diagnosa, tetapi kedokteran nuklirpun bisa mencakup terapi. Hanya saja

terkadang ada yang memasukan ke dalam ruang lingkup radioterapi.

Pemanfaatan radionuklida (sumber terbuka) untuk terapi sudah tidak

asing, dan lagi pula dalam terapi digunakan dosis yang cukup tinggi.

Sehingga fisikawan medik akan sangat berperan dalam hal ini. Fisikawan

medik memilki tanggung jawab dalam pengukuran radioaktivitas yang

digunakan dan keselamatan administrasi dan perlakuannya terhadap

pasien. Studi dan analisis dosis organ yang diterima pasien harus secara

cermat diketahui efeknya berkaitan dengan radiofarmaka yang

digunakannya, baik dosis terhadap tumor itu sendiri maupun dosis seluruh

tubuh dan organ tubuh. Perhitungan dosis radiasi sebelum pengobatan dan

sesudah pengobatan harus ditentukan oleh fisikawan medik, termasuk

pengukuran kuantitatif uptake dan clearance dengan whole body counter.

Pengembangan secara efektif terapi dengan sumber terbuka ini

harus dipertimbangkan secara hati-hati dalam pemilihan radionuklidanya.

Sifat-sifat target in vivo dan clearance molekul pembawanya harus

seimbang dengan peluruhan radionuklidanya. Tantangan penelitian dan

pengembangan terapi dengan sumber terbuka ini bisa mencakup tiga

kategori umum, yaitu :

a. Pemancar partikel beta.


b. Pemancar partikel alfa.

c. Pemancar Auger dan Coster-Kronig-elektron diikuti tangkapan elektron.

7. Radiofarmasi

Tanggung jawab ilmiah untuk penyiapan radiofarmaka merupakan

tugas fisikawan medik dan bekerja dengan apoteker (radiopharmacist)

sebagai penanggung jawab kendali kualitas.

8. Pendidikan dan Pelatihan

Bahan radioaktif banyak digunakan di dunia kedokteran. Fisikawan

medik terlibat dalam pendidikan dan pelatihan praktek untuk keselamatan

bahan radioaktif dan bisa jadi mengorganisasi pelatihan tersebut.

Pendidikan dan pelatihan ini bisa diperuntukkan untuk dokter umum,

dokter spesialis, radiografer, teknisi, staf administrasi maupun untuk

fisikawan medik itu sendiri. Fisikawan medik juga harus memahami

resiko-resiko terhadap kesehatan dari pemanfaatan radionuklida dalam

kedokteran nuklir, untuk keuntungan staf medis, pasien dan masyarakat.

Materi pokok pendidikan dan pelatihan ini disesuaikan dengan

tingkatannya masing-masing. Untuk pendidikan dan pelatihan para dokter

umum tentunya tidak disamakan dengan para dokter spesialis. Demikian

juga untuk radiografer ataupun para teknisi. Sehingga dengan pendidikan

dan pelatihan tersebut masing-masing mengetahui tugas dan kewajibannya

terhadap mitra kerjanya. Dunia kedokteran nuklir merupakan sebuah

tempat terjadinya mitra kerja antara dokter, fisikawan medik,

radiopharmacist, radiografer dan teknisi.


B. Kedokteran Nuklir

Secara prinsip kedokteran nuklir pada mulanya merupakan diagnosa in

vivo dengan menggunakan radioisotop, meskipun terkadang terapi juga

dimasukkan ke dalamnya. Era baru dunia kedokteran ini diawali setelah

ditemukannya sinar-X oleh Wilhelm Roentgen, tahun 1895. Demikian halnya

penemuan radioaktivitas oleh Henry Becquerel beberapa bulan setelah

penemuan sinar-X, membuka cakrawala kedokteran nuklir. Bekerja dengan

garam Uranium, Becquerel menentukan bahwa Uranium memancarkan radiasi

pengion. Penemuan Becquerel ini menjadi dasar studi topik disertai oleh

Marie Curie. Marie Curie bersama-sama dengan Pierre Curie (suami Marie

Curie) dan W. Roentgen ikut andil dalam Hadiah Nobel Fisika tahun 1903

dengan Henri Becquerel atas penemuan radioaktivitas. Kemudian tahun 1911,

Marie Curie mendapatkan Hadiah Nobel yang kedua kalinya dan kali ini di

Bidang Kimia atas penemuannya radium dan Polonium. Tahun 1963,

diperkirakan bahwa telah digunakan Radium di dunia kedokteran sekitar 1000

Ci. George Charles de Havesy adalah orang pertama yang menggunakan

radioisotop sebagai tracer (perunut), ketika itu digunakan Pb-210 dalam studi

kelarutan di tahun 1913. Sehingga ada yang mempertimbangkan bahwa

Hevesy ini sebagai Bapak Kedokteran Nuklir. Hasil kerja Hevesy ini dimuat

dalam Journal of Nuclear Medicine tahun 1975 dengan topik bahasan

“Perkembangan prinsip perunut Hevesy”. Hevesy menerima Hadiah Nobel di

Bidang Kimia pada tahun 1943.


Teknologi pemercepat radioisotop mulai muncul berdasarkan pada

penemuan Rutherford. John Lawrence dengan menggunakan Siklotron

Berkeley memproduksi P-32 yang merupakan isotop artifisial pertama secara

sukses digunakan untuk terapi leukimia. Pada tahun 1939, I-128 diproduksi

pertama kalinya dengan siklotron juga, namun mengingat keterbatasan

pendeknya wktu paro, maka kemudian I-131 dengan waktu paro 8 hari

diproduksi. Setelah berkembangnya teknologi siklotron untuk kepentingan

kedokteran, maka produksi radionuklida waktu paro pendek dengan siklotron

saaat ini merupakan dasar utama Positron Emission Tomography (PET).

Selain pemercepat untuk memproduksi radionuklida, reaktor nuklir

juga merupakan tempat produksi radioisotop. Pengumuman pertama tentang

reaktor penghasil radioisotop diumumkan dalam majalah science tahun 1946.

Sampai dengan tahun 1966, menurut Baker ada sekitar 11 reaktor di Amerika

Serikat yang memproduksi radionuklida untuk melayani kebutuhan medis.

Akan tetapi saat ini tidak ada reaktor komersial yang memproduksi

radionuklida untuk kedokteran, karena peraturan birokrasi yang ada.

Perkembangan teknologi reaktor yang dikaitkan dengan kedokteran saat ini

adalah produksi in-situ aktivasi Boron untuk kebutuhan radioterapi, yang

dikenal dengan Boron Neutron Capture Therapy (BNCT).

Generator radionuklida pun saat ini juga berperan banyak dalam

kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan dan pemanfaatan generator Mo-

99/Tc-99m merupakan salah satu dampak positif dalam praktek dunia

kedokteran nuklir dan farmasi nuklir. Dengan generator ini bisa


menyelesaikan masalah-masalah faktor produksi ulang, waktu, dan jarak

terhadap tempat yang memproduksi radioisotop disamping mengurangi dosis

terhadap pasien.

Dari produksi radioisotop sampai pada aplikasi klinisnya jelas bahwa

peran fisika medik dalam kedokteran nuklir tidak bisa dilepaskan, karena

kedokteran nuklir bukanlah sekedar masalah klinis saja tetapi juga masalah

teknis dan fisik. Benar, kedokteran nuklir akan maju dengan baik apabila dari

berbagai disiplin ilmu bekerja sesuai dengan bidangnya dan merupakan mitra

kerja, bukan saingan. Demikian juga fisika medik akan mengambil porsi yang

sesuai dengan keahliannya.

C. Tugas dan Tanggung jawab Fisikawan Medik

Fisikawan Medik bertanggung jawab terhadap kemantapan dan

perawatan standar dosimetri, teknik dan peralatan. Tanggung jawab ini

mencakup kalibrasi dosimeter, implementasi protokol-protokol dosimetri,

pengukuran karakteristik seluruh berkas radiasi perlakuan dan data dosimetri

untuk keperluan perlakuan klinis.

Fisikawan Medik bekerja erat dengan radioterapist, radiografer dan

teknisi dan juga bertanggung jawab terhadap beberapa aktivitas penting untuk

efektivitas perencanaan dan penyebaran modalitas radioterapi. Keahlian dalam

distribusi dosis klinis individual pasien, simulasi perlakuan dan verifikasi,

perhitungan yang mencakup perbandingan perbedaan penjadwalan perlakuan

dan pengukuran dosis untuk setiap pasien.


Tanggung jawab juga akan dibebankan untuk instalasi yang agak besar

secara normal meliputi penyiapan dan penanganan sumber radiasi tertutup

untuk brakiterapi dan penyiapan dan administrasi pengobatan dengan sumber

radiasi terbuka untuk radioterapi. Sebagai contoh bagaimana mengkalibrasi

sumber HDR brakiterapi Ir-192 yang digunakan dalam instalasi radioterapi.

Fisikawan medik memegang peran yang sangat penting dalam

rancangan, konstruksi dan pemeliharaan tujuan pengobatan, dan seringkali

juga supervisi ruang mould dan bengkel lainnya.

Fisikawan Medik dalam radioterapi memiliki tanggung jawab terhadap

proteksi radiasi. Hal ini bergantung pada peraturan-peraturan yang berlaku,

misalnya merangkap sebagai Petugas Proteksi Radiasi (PPR) baik secara

individu ataupun dalam suatu bagian dari Bidang Fisika Medik.

Fisikawan medik dalam hal ini bisa berperan antara lain dalam

meliputi :

1. Perencanaan awal bangunan baru atau

modifikasi dan peralatan yang memiliki implikasi untuk keselamatan

radiasi terhadap pasien, staf, pekerja dan masyarakat.

2. Pemeriksaan dan pengecekan ulang

prosedur operasional, sistem kerja, supervisi dan kendali ruangan tertentu,

atau tempat penyimpanan sumber radioaktif.

3. Pemonitoran radiasi lingkungan dan

peralatan serta perisai ruangan sebagaimana persyaratan, perawatan dan

verifikasi keadaan keselamatan. Hal ini mencakup pengecekan


berfungsinya interlock, rancangan ruangan dan tebal tembok untuk daerah-

daerah disekitarnya.

4. Pengetesan kebocoran bahan radioaktif dari

sumber-sumber radiasi lainnya yang digunakan dalam brakiterapi dan

teleterapi dan mencatat data-data perawatan dalam sebuah buku tersendiri.

5. Perhatian terhadap proteksi radiasi tiap

individu pasien selama mendapatkan perlakuan radioterapi, khususnya

dalam mengurangi dosis terhadap fetus dan gonad pasien yang masih

memiliki kapasitas reproduksi.

6. Pengkajian terhadap bahaya dan persiapan

pelaksanaan penanganan jika terjadi kecelakaan, misalnya kegagalan

mekanisme kembalinya sumber radiasi dalam pesawat teleterapi, atau

kebakaran di suatu daerah tempat penyimpanan sumber radiasi.

7. Pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan diperbolehkannya pulang seorang pasien yang mendapatkan

pengobatan dengan sumber radiasi, baik dengan implant permanen atau

sumber radiasi terbuka, saran dalam pemakaman jenasah yang

mengandung radioaktif, dan kontrol limbah radioaktif dari akibat

penggunaan untuk pengobatan.

8. Kalibrasi peralatan untuk pengukuran

proteksi radiasi. Dalam keadaan darurat (emergency) radiasi, tentu

Fisikawan medik adalah orang pertama yang menangani dan bertanggung


jawab atas kejadian itu. Hal ini mencakup investigasi, pembuatan laporan

dan rekomendasi.
BAB III

PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Penyajian Data

Keilmuan radioterapi akan terus dan selalu berkembang dari tahun ke

tahun untuk meningkatkan kualitas yang lebih baik di seluruh dunia. Hal ini

bisa dilihat sebagai contoh dalam penggunaan akselerator yang dimulai sejak

tahun 50-an, yang kemudian pada tahun 60-an didukung dengan Sistem

Perencanaan Perlakuan yang berbasis komputer. Lalu pada tahun 70-an mulai

dimanfaatkan CT simulator. Multi Leaf Collimator (MLC) sebenarnya sudah

dikenalkan sejak tahun 80-an, dan sampai pada tahun 90-an diperkenalkan

istilah Conformal - 3D radiotherapy. Kemudian di akhir 90-an mulai

dikenalkan Electronic Portal Imaging Device -EPID, baik untuk verifikasi

posisi maupun dosimetri.

Perkembangan terus berlanjut sesuai dengan hasil-hasil penelitian dan

pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi. Masih ada beberapa jenis

aplikasi yang lebih luas yang berkaitan dengan kedokteran nuklir ini, yaitu apa

yang dikenal dengan Dynamic Wedge dan Stereotactic radiosurgery.

Kemajuan demi kemajuan itu semua, tidak terlepas dari penelitian dan

pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi dan dari tujuan radioterapi itu

sendiri. Sehingga disini jelas bahwa Fisikawan Medik akan selalu berinteraksi

dan menyumbangkan ilmunya untuk kebutuhan pasien dan dokter, untuk

solusi terbaik pengobatan penyakit kanker.


Sehingga partisipasi dalam penelitian dan pengembangan Fisika Medik

yang dilakukan akan terasa manfaatnya bagi semua pihak. Jika mitra kerja

antara Fisikawan Medik, dokter, teknisi dan radiografer terjadi dengan baik,

maka akan terbit makalah-makalah atau tulisan-tulisan hasil penelitian dan

pengembangan berbagai sektor, tidak hanya masalah klinisnya. Sehingga akan

terjadi keterpaduan antara klinis, fisika, biologi dan teknologi. Demikian juga

dalam seminar atau diskusi sehari-hari akan saling mengisi satu dengan

lainnya, sesuai dengan profesionalisme masing-masing.

Fisikawan Medik juga akan terlibat dalam masalah manajemen,

seperti :

1. Staf Fisika Medik

2. Bengkel atau

Laboratorium dan stafnya

3. Perawatan peralatan

radioterapi dan manajemen staf untuk melakukan perawatan atau mungkin

juga perbaikan.

4. Program Jaminan

Kualitas untuk Sistem Perencanaan Perlakuan yang mungkin saja

dikerjakan oleh radiografer, sehingga perlu manajemen yang baik antara

Fisikawan Medik dan dokter yang kaitannya dengan simulator.

5. Fisikawan Medik

juga terlibat dalam manajemen masalah anggaran sesuai dengan

tingkatannya. Sebagai contoh misalnya dalam sebuah rumah sakit yang


cukup besar, barangkali pasien akan dibebani sesuai dengan banyak

sedikitnya tenaga dan fasilitas yang digunakan. Misalnya saja seorang

pasien radioterapi yang memerlukan pengecekan atau verifikasi dosis

ketika dipapari akan dibebani biaya lebih, jika dibandingkan dengan

pasien yang tidak memerlukannya. Sehingga dengan makin banyaknya

tenaga dan fasilitas yang digunakan tentu akan semakin besar beban yang

ditanggung pasien.

B. Pemecahan Masalah

Telah diuraikan secara rinci perlunya suatu pengkajian dalam masalah

teknologi medik untuk negara berkembang, mengingat masalah teknologi

canggih ini seringkali kurang cocok untuk negeranegara yang sumber daya

manusianya belum siap. Fisikawan medik adalah anggota dari suatu tim yang

bertanggung jawab terhadap anggaran dan usaha mendapatkan peralatan baru.

Saran diperlukan dalam spesifikasi, kinerja dan dalam kecocokan

peralatan sesuai dengan usulan pemakaian. Peran Fisikawan Medik dalam

perencanaan instalasi peralatan baru meliputi saran dalam merancang tim

untuk kebutuhan perisai (shielding) untuk memenuhi peraturan dalam

perijinan.

Setelah proses instalasi, Fisikawan Medik bertanggung jawab terhadap

commissioning peralatan radioterapi sebelum peralatan tersebut digunakan

untuk keperluan klinis. Selama commisioning, pengukuran dibuat untuk

meyakinkan bahwa kinerja peralatan telah ditunjukkan sesuai dengan


spesifikasi, yaitu ketentuan proteksi radiasi telah mencukupi dan memenuhi

syarat.

Demikian pula dengan fungsi pengoperasian interlock untuk

keselamatan pasien dan staf serta pengoperasian peralatan. Fisikawan Medik

mengkalibrasi sistem monitor dosis, memantapkan operasi keselamatan,

mengecek akurasi sistem berkas optik dan mengukur karakteristik dosimetri

untuk seluruh berkas radiasi. Pengoperasian yang benar dan akurasi gerakan

mekanik seluruh peralatan utama bersama dengan pengoperasian dan

keselamatan seluruh peralatan penunjang harus dicek sebelum digunakan

untuk keperluan pengobatan pasien.

Lingkup yang sangat vital yang dikerjakaan oleh Fisikawan Medik

adalah Program Jaminan Kualitas Terpadu untuk meyakinkan akan fungsi

keselamatan seluruh peralatan perlakuan, yang meliputi peralatan brakiterapi,

simulator, dan sistem perencanaan perlakuan terapi, termasuk dalam

penggunaan komputer untuk perhitungan dosis.

Selain itu, Fisikawan Medik juga bertanggung jawab untuk keefektifan

pemeliharaan seluruh peralatan radioterapi, baik yang berhubungan dengan

teknisi maupun perusahaan yang terkait dengan peralatan tersebut. Termasuk

juga didalamnya apabila ada penggantian sumber radionuklida dengan jadwal

yang terprogram, misalnya untuk Ir-192 setiap tiga bulan sekali.

Dalam kaitannya dengan Pendidikan dan Pelatihan, Fisikawan Medik

akan terkait dengan :


1. Pendidikan Dokter Spesialis Radiologi (Sp.Rad),

baik yang berkaitan dengan Fisika Diagnostik maupun Terapi, atau untuk

pendidikan Radioterapist sebagai lanjutan dari Sp.Rad perlu mendapat

dukungan yang profesional.

2. Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir

(Sp.KN), yang menggunaan banyak radiofarmaka untuk diagnosis maupun

terapi tentu perlu mendapatkan dasar-dasar Fisika medik yang berkitan

dengan bidang spesialisasinya.

3. Pendidikan Fisika Medik itu sendiri tentu harus

ditangani oleh Fisikawan Medik, baik untuk keperluan klinis, penelitian

dan pengembangan ataupun untuk industri.

4. Pendidikan Radiografer, mengingat Radiografer

selalu berinteraksi dengan bidang Fisika medik maka Fisikawan Medik

dituntut untuk memberikan dasar-dasar ilmu Fisikanya pada calon-calon

radiografer.

5. Pelatihan Proteksi Radiasi untuk staf, baik teknisi

maupun perawat yang akan berinteraksi dengan radioterapi. Dengan

demikian mereka memahami dasar-dasar keselamatan radiasi untuk

kesehatan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan melihat peran dan tanggung jawab Fisikawan Medik dalam

radioterapi, maka kiranya sangat jelas betapa diperlukannya kualifikasi

minimal yang tepat untuk sebuah Instalasi Radioterapi sesuai dengan besar

dan kecilnya instalasi tersebut. Apalagi radioterapi adalah suatu cara

pengobatan pasien yang tidak hanya masalah klinis saja, akan tetapi juga

menyangkut masalah fisika, sehingga mitra kerja antara dokter radioterapist

dengan fisikawan medik sangat dibutuhkan setiap harinya. Bahkan merupakan

suatu keharusan apabila kalau menginginkan kesuksesan dan keberhasilan

pengobatan dengan radioterapi.

B. Saran

Saran yang bisa penulis sampaikan disini adalah agar para pembaca

paper ini bisa lebih mendalami ilmu pengetahuan khususnya fisika medik

sehingga pada akhirnya akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi dunia

kedokteran.

Semoga saja tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca

sekalian, baik untuk siswa-siswi, Departemen Kesehatan, rumah sakit-rumah

sakit yang memiliki instalasi radioterapi maupun bagi sekolah atau universitas

yang ingin mengembangkan pendidikan Fisika Medik.


DAFTAR PUSTAKA

Manhattan Project, Head Quarters, Washington DC, Availability of Radioactive


Isotope, Science 103, p. 697, 1996.

Nasukha. Peran Fisika Medik dalam Kedokteran Nuklir. Buletin ALARA, Vol
1, No. 1, hal 27-31, 1997.

Susworo, R, Et Al. Perkembangan dan Aplikasi Akselerator dalam Radioterapi.


Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan,
PSPKR-BATAN, hal 9-17, 1997.

http://1skripsi.blogspot.com/2009/04/fisika-medik-dalam-dunia-kedokteran.html -
diakses 25 Mei 2009.

Anda mungkin juga menyukai