Anda di halaman 1dari 2

Mencoba Lebih Ikhlas

Pada suatu sore, langit tampak sangat suram. Tanda akan turun hujan lebat. Seorang guru berlari-lari
kecil dari halaman sekolah, menenteng sebuah map yang berisi hasil ulangan para siswanya. Jam ajarnya
hari itu telah selesai, sehingga ia diizinkan pulang lebih awal untuk memenuhi satu urusan penting.
Sayang, sore itu tidak ada seorang pun dari keluarganya yang bisa menjemput. Ia pun terpaksa berjalan
kaki di bawah langit yang berwarna hitam pekat. Jarak dua kilo bukanlah jarak yang dekat bagi guru yang
berumur lebih dari setengah abad itu.

Di tengah perjalanan, guru itu merasakan ada sesuatu yang jatuh dari langit. Beberapa butir air. Ia pun
mempercepat langkah untuk menghindari kemungkinan terburuk, yaitu basah kuyup kehujanan. Walau
sudah mempercepat langkah, sebagian bajunya sudah mulai basah. Map plastik yang ia pegang
digunakan untuk menutupi kepala. Tetapi percuma, curah hujan mulai meninggi. Dalam beberapa menit
saja, langit sudah dipenuhi air. Ia pun berinisiatif mencari tempat berteduh.

Sejenak ia mengambil nafas, diperhatikannya map yang ia bawa. Basah. Ia pun segera menyeka air yang
ada di map plastik itu, kemudian melihat isi yang ada di dalamnya “Alhamdulillah, kertas ulangannya
tidak basah.” Batin sang guru lega.

Sedikit lama menunggu, sang guru pun mulai sering melihat arloji tuanya. Waktu sudah menunjukkan
pukul 4.20 sore. Ia punya janji jam 5 nanti, namun hingga kini hujan belum juga reda. Di lain hal,
tempatnya berteduh mulai dipadati orang. Kebanyakan adalah murid-muridnya. Ia pun harus mengalah,
demi kenyamanan mereka.

“Tiin..tiin!” tengah suasana seperti itu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara klakson motor. Suara itu juga
membuat semua orang yang berada di dekatnya terkejut.

“Pak Syakur, ayo bareng saya saja. Saya punya mantel lebar!” seorang pemuda bermotor berbicara
kepadanya. Derasnya air hujan membuat kalimat yang keluar dari mulut pemuda itu tidak begitu jelas.

“Iya, ada apa?” ucap Pak Syakur dengan sedikit berteriak, untuk mengimbangi suara jatuhnya hujan.

“Ayo bareng saya saja, Pak! Saya punya mantel lebar!” pemuda itu pun ikut berteriak.

Setelah diperhatikan, ternyata sosok di atas motor itu adalah salah satu muridnya yang aktif di Sie
Kerohanian Islam, ekstrakurikuler yang dibinanya. Senyumnya pun terkembang. Niat baik muridnya itu
dimasukkannya ke dalam hati. Jika ia menerima tawaran itu, masih ada peluang untuk menepati janji.
Namun dari gelagatnya, bukan opsi itu yang akan dipilih.

“Apakah engkau ikhlas, Nak?” tanyanya dengan suara keras.

Si pemuda sedikit kaget dengan pertanyaan gurunya. “Insya Allah, Pak!” jawabnya singkat.

“Jika tadi aku tidak di sini, akankah dirimu tetap berhenti, dan menawari salah seorang di antara mereka
untuk berboncengan denganmu?”
“Maksudnya?”

Sang guru tidak menjawab pertanyaan itu. Ia pun kemudian berpikir, mencoba mencerna pertanyaan
dari gurunya.

Belum sempat ia menemukan jawabannya, sebuah angkot melintas. Angkot itu berhenti tepat di mana
orang-orang berteduh. Angkot yang masih kosong itu langsung diserbu oleh beberapa orang yang
berteduh, tak terkecuali Pak Syakur. Sebelum naik ke atas angkot, ia berkata kepada muridnya. “Walau
aku tidak bisa menerima budi baikmu, semoga Allah menerima niat dan usahamu. Cobalah untuk lebih
ikhlas. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

Setelah menjawab salam, sang murid hanya tercenung. Setelah angkot melaju, dipandanginya bagian
belakang kendaraan itu. Ingin sekali ia tahu, apa sebenarnya maksud dari sikap gurunya tadi.

Cukup lama ia berpikir. Hujan semakin deras, dan hari semakin sore.

CLAPP! Sesuatu melintas dalam benaknya. Sekarang ia sadar dengan maksud gurunya tadi. Ia pun
langsung menawari salah seorang rekannya yang berteduh untuk ikut membonceng. Salah seorang di
antara mereka mengambil tawaran itu. Walau mereka satu sekolah, si pemuda tidak terlalu mengenal
siapa yang ditawari itu. Yang penting niatnya adalah menolong orang. Bukan menolong orang yang
dikenalnya saja.

Di dalam hati, ia pun berkata, “inilah yang dimaksud oleh Pak Syakur. Mencoba untuk lebih ikhlas!”

[gea/11/12/2010]

^^^

Anda mungkin juga menyukai