Anda di halaman 1dari 2

Kepingan yang Terlantar

-Gading Today-

Sebagai seorang pemuda, proses pencarian jatidiri ini tidak akan paripurna sebelum kita merasa
puas dengan konsep diri yang kita miliki. Ibarat menyusun kepingan puzzle yang berserakan, kita
masih enggan untuk berhenti ketika kepingan itu belum tersusun rapi dan sempurna. Sesulit
apapun perkiraannya, kita tidak peduli. Keinginan untuk segera melihat wujud di balik kepingan
puzzle yang kini masih teracak tak berbentuk, bisa mengalahkan segalanya.

Pada suatu ketika, kita melirik puzzle kawan kita yang sudah separuh jadi. Kita pun terpesona
melihat wujud setengah jadi itu. Pesona itulah yang kemudian mengalihkan pandangan kita.
Perlahan perhatian pada puzzle yang kita susun mulai menurun. Kita menjadi lebih sibuk
membantu dan memperhatikan teman kita dalam menyusun puzzlenya. Karena sudah setengah
jadi, pasti wujud di balik puzzle itu akan lebih menarik untuk dilihat. Lagipula sebentar lagi
puzzlenya juga jadi. Kita bisa segera menikmatinya secara utuh.

Walaupun sudah memiliki tekad yang kuat di awal, kita tetap berpotensi ikut terlena oleh
kemampuan orang-orang di sekitar kita. Apa yang mereka miliki begitu memikat hati. Tanpa
sadar, kita pun ingin menjadi seperti mereka. Potensi yang sebelumnya telah ada pada diri kita
perlahan kita tinggalkan. Kita berambisi untuk menggantinya persis seperti apa yang orang lain
miliki. Atau kita akan menjadi pengikut setia orang tersebut, hanya karena kita kagum dengan
apa yang ia miliki. Kalaupun tidak bisa menguasai apa yang ia miliki, menjadi pengikutnya pun
tidak jadi masalah.

Di titik menjelang akhir, kita pun tersadar bahwa puzzle yang disusun oleh masing-masing
individu ini akan dikumpulkan di satu meja untuk dinilai. Tidak ada namanya karya seseorang
yang dinikmati oleh orang lain. Penilaian akan dilakukan pada tiap individu. Kita yang terlanjur
terlena dengan karya kawan kita, segera berlari kembali ke meja tempat kita menyusun puzzle.
Setelah diperhatikan, ternyata baru satu keping yang kita letakkan. Jadilah kita kehabisan waktu
dan tidak lagi memiliki kesempatan untuk melihat wujud di balik puzzle yang ada di hadapan
kita.

Ketika kita sadar bahwa tidak ada gunanya meniru apa yang dilakukan oleh seseorang, kita
dengan segera merubah gaya hidup kita. Tajuk besarnya adalah menjadi diri sendiri. Namun

1
sayang, ketika semua sudah paham tentang makna dirinya, kita masih tertatih untuk bisa melihat
siapa sebenarnya diri kita. Kita terlalu lama mengagumi seseorang. Sehingga kita tidak sempat
mengubah kekaguman itu menjadi sebuah pembelajaran yang bisa diaplikasikan pada diri kita.
Apalah gunanya kita meniru, sedangkan penilaian akhirnya adalah tentang orisinalitas.

Waktu telah habis, semua telah menyelesaikan puzzlenya kecuali diri kita. Tangan kita gemetar,
tak kuasa lagi menyusun keping demi keping yang sempat kita telantarkan. Andai saja kita masih
kuat, kita belum tentu tahu wujud apa yang sebenarnya sedang kita susun. Ketika semuanya
saling menunjukkan hasil kerja masing-masing, kita hanya terdiam membisu, pandangan kita
kosong, dan pikiran kita melayang. Ternyata kepingan puzzle yang telah diselesaikan membentuk
wajah masing-masing individu yang menyusunnya. Betapa gembiranya orang yang mampu
menyelesaikan. Setelah pekerjaan itu terselesaikan, mereka baru tahu kalau mereka mengerjakan
hal yang sebenarnya ada pada diri mereka sendiri. Hal yang sangat mudah, jika masing-masing
individu menyadarinya sejak awal.

Bagaimana dengan kita? Kita terlanjur terpesona dengan wajah orang lain, sampai harus
menelantarkan wajah kita sendiri. Kita terlalu cepat menyimpulkan kalau apa yang orang lain
kerjakan selalu lebih baik daripada yang kita kerjakan. Padahal tidak seperti itu. Setelah melihat
semua pekerjaan yang terselesaikan, kita baru sadar bahwa masing-masing individu mengerjakan
apa yang ada dalam dirinya sendiri. Ketika semua pekerjaan sudah mulai dinilai, hanya kita yang
belum menyelesaikannya. Lalu, apa yang akan kita lakukan?

Diselesaikan di Masjid Syaifunnur, Mulyorejo, Surabaya,

Kala senja mulai menghiasi cakrawala.

Selasa, 26 April 2011

Anda mungkin juga menyukai