Anda di halaman 1dari 27

Tugas Akhir

ISSUE CENTRAL RESOURCES DALAM SISTEM KESEHATAN

Oleh:

Putra Prasetio Nugraha, S.Ked

NIM: 04094705036

Pembimbing:

Dr. Fachmi Idris, MD

Fakultas Kedokteran

Departemen. Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2010
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir dengan judul:

ISSUE CENTRAL RESOURCES DALAM SISTEM KESEHATAN

Oleh:

Putra Prasetio Nugraha, S.Ked

NIM: 04094705036

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 25 Oktober-20 Desember
2010

Palembang, Desember 2010

Pembimbing

Dr. Fachmi Idris, MD


SKEMA SISTEM KESEHATAN

Sumber: World Health Report 2000, Health System: Improving Performance


BAB I

PENDAHULUAN

Sistem kesehatan adalah penyatuan seluruh organisasi, institusi, dan sumber-sumber


yang bertujuan untuk menghasilkan tindakan-tindaan kesehatan, termasuk seluruh kegiatan
yang tujuan utamanya adalah mempromosikan, memperbaiki, dan menjaga kesehatan. Sistem
kesehatan tersusun atas masyarakat dan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan. Tindakan-tindakan kesehatan didefinisikan sebagai usaha
apapun, apakah itu perawatan kesehatan swasta, pelayanan kesehatan umum, atau melalui
inisiatif intrasektoral, yang bertujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kesehatan.
Namun, walaupun tujuan utama dari sistem kesehatan adalah perbaikan kesehatan, hal ini
bukan lah satu-satunya tujuan yang ada. Tujuan dari kesehatan yang baik itu sendiri
sebenarnya terdiri dari dua sisi yaitu “kebaikan” yang berarti tingkatan kesehatan terbaik
yang dapat dicapai, dan “kesetaraan” yang berarti perbedaan terkecil yang dapat dicapai
diantara masing-masing individu dan masing-masing kelompok. Kebaikan memiliki arti
dimana sistem kesehatan memberikan respon yang baik terhadap apa yang masyarakat
inginkan, sedangkan kesetaraan berarti ia merespon secara adil dan merata terhadap semua
orang, tanpa adanya diskriminasi. (World Health Report,2000)

Tujuan sistem kesehatan yang baru, mencakup tiga hal yaitu kesehatan yang baik,
responsif terhadap harapan masyarakat, dan kesetaraan kontribusi finansial. Hal ini
menjelaskan bagaimana sistem kesehatan mencakup ketentuan pelayanan kesehatan,
pendanaan, pengelolaan, dan pengumpulan serta pendayagunaan sumber-sumber layanan
kesehatan yang ada. Semua sistem kesehatan membawa fungsi penyediaan atau pengadaan
pelayanan kesehatan pribadi atau umum; membangkitkan sumber-sumber daya fisik dan
manusia yang diperlukan; meningkatkan dan mengumpulkan sumber-sumber pendapatan
yang akan digunakan untuk pembiayaan pelayanan kesehatan; dan bertindak sebagai
pengelola keseluruhan sumber daya, tenaga, dan harapan-harapan yang dipercayakan kepada
mereka.

Misi utama WHO yaitu pencapaian tingkatan tertinggi yang mungkin dicapai oleh
seluruh lapisan masyarakat akan kesehatan, dengan penekanan khusus kepada pemendekan
jarak diantara masing-masing negara, sangat erat terkait kepada tiga hal yaitu pengurangan
tingkat kematian pada kelompok masyarakat miskin dan marginal, mengatasi secara efektif
faktor-faktor resiko yang paling menonjol, dan menempatkan kesehatan pada inti agenda
pengembangan yang lebih luas. Paradigma kesehatan yang dulu memberikan perhatian lebih
terhadap kesehatan fisik dan mental masyarakat, kini menambahkan penekanan terhadap
kebaikan dan kesetaraan. Hal ini secara tidak langsung memberikan peran terhadap
masyarakat untuk menjadi penyedia layanan kesehatan, konsumen, kontributor, teman kerja,
dan juga sebagai warga negara yang terlibat dalam tanggung jawab manajerial. Oleh karena
itu, dengan kata lain, sistem kesehatan membuat perbedaan yang bermakna terhadap kualitas
dan nilai, sebagaimana juga usia harapan hidup msyarakat yang ia layani.

Akan tetapi, sistem kesehatan juga dapat salah dalam menggunakan kekuatan dan
membuyarkan potensi mereka. Strukturisasi yang buruk, pimpinan yang buruk,
pengorganisasian yang tidak efisien dan pendanaan yang tidak adekuat dapat memperburuk
daripada memberikan dampak yang baik. Kesalahan ini menghasilkan angka kematian yang
besar yang tidak dapat dicegah dan ketidakmampuan pada setiap negara, akan penderitaan
yang tidak sepatutnya, ketidakadilan, dan penyangkalan hak-hak dasar individu. Dampak
yang terberat terjadi pada mereka yang miskin, yang tergiring semakin dalam kedalam
kemelaratan oleh karena kurangnya perlindungan finansial dari kesakitan. Si miskin juga
muncul sebagai orang yang mendapatkan tingatan tanggung jawab terendah, dimana mereka
diperlakukan sebagai orang rendahan, diberikan pilihan yang sedikit akan penyedia layanan
kesehatan, dan mendapatkan penyikapan yang buruk.

Tanggung jawab terbesar berada ditangan pemerintah untuk menjamin kinerja seluruh
sistem kesehatan, dimana selanjutnya harus melibatkan seluruh sektor masyarakat dalam hal
pengelolaannya. Kebijakan dan strategi kesehatan diperlukan untuk menutupi biaya
pelayanan dan finansial swasta, seperti ketetapan pendanaan dan aktivitas-aktivitasnya.
Hanya melalui cara ini dapat membuat sistem kesehatan sebagai orientasi dalam mencapai
harapan yang ada pada masyarakat. Sektor swasta memiliki potensi untuk memainkan
peranan yang positif dalam memperbaiki performa sistem kesehatan. Akan tetapi, sebelum
semuanya dapat terwujud, pemerintah harus memenuhi fungsi inti pengelolaan masyarakat.
Insentif yang sesuai dan informasi yang adekuat akan penyedia layanan swasta adalah dua hal
yang sangat berguna untuk memperbaiki performa sistem kesehatan.

Sistem asuransi memerlukan integrasi sumber-sumber kontributor individual atau


dalam hal ini sumber-sumber lainnya untuk mengumpulkan dan membagi resiko diantara
masyarakat. Tujuan untuk mendapatkan kesetaraan yang lebih baik dalam hal pembiayaan
hanya dapat dicapai melalui pengumpulan resiko-resiko, dimana si sehat mensubsidi si sakit,
dan si kaya mensubsidi si miskin. Strategi-strategi harus dirancang untuk mengambangkan
pengelompokan resiko-resiko yang ada sehingga kemajuan-kemajuan dalam hal subsidi dapat
ditingkatkan.

Penyediaan pelayanan kesehatan yang efisien memerlukan sumber-sumber pelayanan


kesehatan yang seimbang pada setiap sumbernya dalam upaya penyediaan pelayanan
kesehatan. Jumlah dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang banyak, tidak akan
berguna tanpna adanya fasilitas yang dibangun, diperlengkapi, dan disubsidi secara adekuat.
Sumber-sumber yang ada harus dialokasikan baik dalam hal investasi pada keterampilan-
keterampilan baru, fasilitas, dan peralatan maupun dalam upaya menjaga keberadaan
infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Selanjutnya, keseimbangan yang sulit ini harus di
jaga sepanjang waktu dan pada berbagai area geografis yang ada. Praktiknya,
ketidakseimbangan antara investasi dan pengeluaran-pengeluaran berulang dan diantara
kategori-kategori berbeda akan masukan adalah hal yang biasa dan menciptakan batasan
terhadap kinerja yang memuaskan. Pilihan-pilihan investasi baru harus dibuat secara hati-hati
untuk mengurangi resiko ketidakseimbangan dimasa mendatang, dan juga pengabungan
sumber daya yang sudah tersedia harus terus diawasi secara berkala. Panduan kebijakan yang
jelas dan insentif bagi para pembeli dan penyedia menjadi sesuatu yang penting jika mereka
mau mengadopsi praktik efisiensi sebagai respon terhadap kebutuhan dan harapan akan
kesehatan yang lebih baik.
BAB II

ISSUE CENTRAL RESOURCES DALAM SISTEM KESEHATAN

II. 1 Penyeimbangan Gabungan Sumber-Sumber Pelayanan Kesehatan

Kebijakan terkait pelayanan kesehatan meliputi kebijakan untuk meletakkan secara


besama-sama sejumlah sumber-sumber daya masukan yang dapat diperkirakan untuk
memberikan sebuah hasil berupa pelayanan yang berbeda dari biasanya. Beberapa, jika ada,
proses-proses manufaktur mencocokan keberagaman dan rerata kemungkinan perubahan
produksi dibidang kesehatan. Pada gambar 1 dapat dilihat tiga sumber masukan sistem
kesehatan yaitu sumber daya manusia, modal fisik, dan barang-barang konsumsi. Dalam
gambar ini juga dapat dilihat bagaimana sumber daya pendanaan yang digunakan untuk
membeli masukan-masukan ini adalah modal infestasi dan peralatan-peralatan yang sudah
ada. Sebagaimana industri lainnya, keputusan investasi pada kesehatan adalah hal yang kritis
karena pada umumnya tidak dapat kembali, yaitu dimana mereka berkomitmen untuk
menanamkan uang dalam jumlah yang besar pada tempat-tempat dan kegiatan-kegiatan yang
sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dibatalkan, ditutup, atau diminimalisir.

Tenaga kesehatan terlatih dan klinik berjalan, sebagai aset tetap, adalah cadangan
modal sistem kesehatan. Investasi adalah tambahan-tambahan apapun ada cadangan modal
ini, seperti ahli farmasi atau kendaraan tambahan. Namun, kemajuan teknologi
mempengaruhi masa ekonomis sebuah modal dimana investasi-investasi lama kemudian
menjadi tertinggal dan perbaikan teknologi menjadi sesuatu yang krusial.

Modal berupa manusia dapat diperlakukan dengan cara yang sama secara konseptual
seperti modal fisik, dengan pendidikan dan pelatihan sebagai kunci investasi untuk
meningkatkan cadangan modal manusia dan menentukan ketersediaan ilmu pengetahuan dan
keterampilan. (WHO:Action Programme on Essential Drugs,1999) Namun, seperti halnya
perawatan, pendidikan dapat menjadi tertinggal, sehingga pendidikan juga harus
mendapatkan perhatian dalam pengemabangannya. Pendidikan berkelanjutan dan pelatihan-
pelatihan pekerjaan dibutuhkan untuk menjaga keterampilan yang ada seiring dengan
kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Modal berupa manusia juga dapat hilang melalui
pensiun dan kematian.
Investasi adalah kegiatan yang penting untuk meningkatkan cadangan modal dan
menciptakan aset-aset baru yang produktif, sehingga investasi juga merujuk, dalam arti yang
lebih luas, kepada program-program baru, aktivitas atau proyek-proyek kesehatan. Pada
negara-negara dengan pendapatan yang rendah, terdapat keberagaman level investasi,
terutama ketika infrstruktur fisik sedang dibangun atau diperbaiki dengan bantuan dari negara
pendonor. Negara-negara seperti Burkina Faso, Kamboja, Kenya, Mali, dan Mozambik
melaporkan pembelanjaan modal antara 40% dan 50% dati total anggaran belanja kesehatan
dalam satu hingga dua tahun. (World Health Organization, 1997; Anell A, et al, 2000)
Persentase yang besar pada anggaran belanja yang ada biasanya digunakan untuk membayar
tenaga-tenaga pelayan kesehatan. Hal ini berarti hanya sedikit fraksi dari total anggaran
belanja yang dialokasikan bagi perawatan modal manusia maupun fisik dan juga pada
masukan-masukan berupa barang-barang konsumsi. Pada umumnya, hanya sedikit
pemahaman akan investasi pada negara-negara dengan pendapatan yang rendah, bahkan pada
sektor-sektor publik. Pada sektor swasta, laporan estimasi kesehatan nasional bahkan
terkadang tidak ada, atau mencerminkan rasio tinggi yang tidak masuk akal atas investasi
dengan total pengeluaran, dan berlangsung sepanjang tahun. Ketidak tahuan mengenai berapa
banyak yang telah diinvestasikan, dana dalam hal masukan apa, membuat semakin tidak
mungkin untuk menghubungkan keputusan akan modal terhadap biaya yang ada atau untuk
menyakinkan bahwa modal yang ada tidak terbuang percuma atau tidak menghabiskan
pendanaan bagi masukan-masukan lainnya. (International Finance Corporation, 1998)
Gambar 1. Pendapatan bagi Sistem Kesehatan: mulai dari sumber-sumber pendanaan hingga
intervensi terhadap kesehatan.

Sumber: World Health Report 2000, Health System: Improving Performance

II. 2 Pentingnya Sumber Daya Manusia

Kinerja sistem kesehatan sangat tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan


motivasi orang-orang yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, pada umumnya alokasi pembiayaannya adalah yang terbesar dalam anggaran
belanja kesehatan. Pada kebanyakan negara, dua per tiga atau lebih total jumlah
pembelanjaan mencerminkan pada pembiayaan tenaga kesehatan. Tetapi, tenaga-tenaga
kesehatan juga tidak akan mampu untuk memberikan pelayanan keseatan yang efektif tanpa
ada modal fisik, yaitu rumah sakit dan peralatan-peralatan, dan barang-barang konsumsi
seperti obat-obatan, yang juga memainkan peranan penting dalam peningkatan produktivitas
sumber daya manusia. Hal ini juga berlaku pada ketiga komponen masukan seperti yang di
tampilkan pada gambar 1. Kombinasi keseimbangan pada masing-masing sumber masukan
yang berbeda adakan tergantung pada identifikasi kebutuhan kesehatan, prioritas sosial, dan
harapan-harapan masyarakat.

Sebuah sistem kesehatan dapat memiliki jumlah sumber daya manusia yang sangat
banyak, dengan tingkat pengetahuan yang sangat baik, tetapi tetap berhadapan dengan krisis
yang mungkin berkembang jika kebutuhan akan kesehatan, prioritas, dan ketersediaan
sumber daya dimasa mendatang tidak diperhitungkan. Suatu sistem kesehatan harus
seimbang dalam berinvestasi pada modal manusia untuk menutupi kebutuhan dimasa
mendatang sebagaimana kebutuhan dimasa sekarang. (Banta HD, et al, 1993) Akan tetapi,
level pengetahuan, terampilan, dan staff yang tinggi tidak akan beraarti apa pun tanpa
penggunaan fasilitas, peralatan diagnostik, dan obat-obatan yang efiesien dan memadai.
Kurangnya materi pendukung akan turut sertaa memberikan pengaruh yang negatif terhadap
motivaasi pelayan kesehatan, dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas
sumber daya manusia. Akan tetapi, motivasi juga tidak hanya tergantung kepada kondisi
tempat pelayanan. Insentif finansial dan kompensasi, sebagai contoh adalah pemasukan dan
keuntungan-keuntungan lainnya, juga merupakan suatu hal yang penting sebagai upaya
manajemen staf dan kemungkinan peningkatan profesionalitas.

Upah yang tidak sesuai dan tidak menguntungkan derta ditambah dengan lingkungan
kerja yang miskin dan tidak mendukung adalah salah satu hal yang paling sering
diungkapkan sebagai alasan pada beberapa negara berkembang sebagai masalah yang paling
menekan kinerja tenaga kesehatan. (Barnum H, et al, 1993) Pada beberapa negara, sebagai
contoh Mesir dan Banglades, jelas sekali mayoritas seluruh dokter-sokter publik melihat
bayaran dari pasien-pasien swasta sebagai pendapatan tambahan bagi pekerjaan asli mereka.
Di Kazakhstan, pembayaran informal diperkirakan menyumbang 30% tagihan pelayanan
kesehatan nasional. (Becker GS, 19933) Kemungkinan bagi dokter untuk bekerja disektor
swasta diberikan oleh beberapa negara untuk menetralisasi pemikiran skeptis staf-staf yang
berkualitas di sektor publik. Strategi ini dianggap berhasil di Bahrain, tetapi berdasakan
pengalaman di Ghana dan Nepal yang menunjukkan bahwa insentif dapat mengiring
diversifikasi sumber-sumber yang jarang dari pelayanan publik dan dapat memicu para
profesional untuk terikat pada praktik swasta secara independen. (Berckmans P, 1998)

Keseluruhan hal ini mendorong terciptanya permasalahan baru berupa pemusatan


sumber daya manusia pada pusat-pusat perekonomian, sehingga mendorong kelangkaan
pelayanan kesehatan di daerah pinggiran. Penelitian terbaru terkait sumber daya manusia
pada 18 negara dengan pendapatan rendah dan menengah mengindikasikan bahwa
kebanyakan negara mengalami berbagai tingkatan kelangkaan dalam hal personil kesehatan
yang memiliki kualifikasi. Pada beberapa daerah di Sub Sahara, kapasitas pelatihan yang
terbatas dan pembayaran yang rendah bagi tenaga kesehatan berkualitas menyebabkan
perburukan pada penyediaan pelayanan kesehatan. Di tempat lain, sebagai contoh adalah
Mesir, kelebihan pasokan adalah sebuah masalah. (Anell A, et al, 2000) Pada umumnya,
kelangkaan dan kelebihan pasokan adalah sesuatu yang relatif bagi bebrapa negara dalam
saru wilayah dan pada tingkatan perkembangan yang sama. Kelebihan pasokan, oleh karena
itu, dapat menjadi suatu kemutlakan, seperti pada kasus ini adalah dokter spesialis pada
kebanyakan negara di Eropa Timur dan Asia Tengah, atau relatif terhadap lokasi geografis.

Masalah lainnya adalah ketidakseimbangan antara keterampilan dan pelatihan.


Pekerja pelayan kesehatan sering tidak memnuhi kualifikasi untuk pekerjaan yang mereka
lakukan karena minimnya kesempatan untuk mendapatkan pelatihan, seperti pada
kebanyakan negara-negara di Afrika, atau ketidaksesuaian antara keterampilan dengan
kebutuhan dan prioritas dari sistem pelayanan kesehatan, seperti pada negara-negara di Eropa
Timur dan Asia Tengah. Sejumlah dokter dan personil kesehataan lainnya dengan tipe
pelatihan atau kualifikasi tertentu, hanyalah sebagian dari keseluruhan cerita. Tidak ada
pelatihan formal ataupun afilasi profesional yang secara tepat sesuai dengan keterampilan
dalam berhadapan dengan masalah yang spesifik. (World Health Report,2000)

Hampir seluruh negara memikiki ketidak seimbangan pemerataan penduduk antara


daerah perifer dan urban dalam hal sumber daya manusia dan menghadapi permasalahan
dalam menangani kebuthan kelompok-kelompok tertentu seperti kelompok miskin dan
penyandang cacat atau etnis minoritas. (Egger D, et al, 2000) Hal ini hampir secara universal
nyata bahwa penyedia pelayanan kesehatan lebih berpusat pada daerah urban. Di kamboja,
85% dari populasi hidup di wilayah perifer, tetapi hanya 13 % dari pekerja kesehatan
pemerintah yang bekerja disana. Di Angola, 65% hidup di daerah perifer, terapi 85% para
profesional kesehatan bekerja di wilayah urban. Dinepal, hanya 20% dokter yang mengisi di
perifer, dibandingkan dengan 96% yang mengisi di daerah urban. (International Finance
Corporation, 1998)

Walaupun kemajuan-kemajuan telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir dalam hal
kebijakan kesehatan nasional dan perencanaan bagi sumber daya manusia untuk kesehatan,
hal ini belum terimplementasi secara seutuhnya pada kebanyakan negara. Selain itu, hanya
sedikit negara yang melakukan pengamatan dan evaluasi akan kemajuan dan dampak dari
pengimplementasian kebijakan tersebut. (Musgrove P, 2000)

Intervensi publik untuk menghasilkan keseimbangan yang diperlukan menjadi sesuatu


yang esensial untuk mengurangi kesia-siaan dan mempercepat perubahan. (Egger D, et al,
2000) Tiga tipe strategi pemberdayaan sumber daya manusia telah berhasil dilaksanakan
antara lain adalah membuat seefisien mungkin penggunaan personil-personil yang tersedia
melalui distribusi berdasarkan geografis yang lebih baik, penggunaan yang lebih baik
terhadap personil-personil yang memiliki keterampilan beragam ketika diperlukan, dan yang
terakhir adalah memastikan kecocokan terdekat antara keterampilan dan fungsi. (World
Health Report, 2000; WHO health system profiles database, 1999) Beberapa keberhasilan
yang telah tercatat dengan pelayanan yang bersifat mandataris dan insentif yang multipel
(finansial, profesional, pendidikan, dll) untuk membuat daerah yang secara teknis ataupun
geografis tidaklah menarik lebih tampak pada kenyataannya, seperti yang telah dilakukan
oleh Kanada dan negara-negara Skandinavian untuk menempatkan personil mereka diwilayah
yang lebih ke utara. Negara-negara seperti Fiji, Oman, dan Arab Saudi telah berhasil
menarik pekerja asing untuk mengisi celah-celah krusial, sebagai strategi menengah.
(International Finance Corporation, 1998)

II.3 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan dalam ketersediaan ilmu pengetahuan atau kemajuan di bidang


teknologi dapat secara substansial meningkatkan permodalan dibidang sumber daya manusia
dalam upaya memecahkan permasalahan kesehatan, dan pada akhirnya dapat memperbaiki
kinerja dari sistem pelayanan kesehatan. Ilmu pengetahuan baru juga merupakan suatu
tantangan bagi setiap negara atas keseimbangan masukan-masukannya, sebagaimana
perubahan relatif pasar dan efisiensi penggabungan pengganti sumber daya yang ada.
(Weisbrod BA, 1991) Dalam beberapa dekade terakhir, kemajuan revolusioner di bidang
obat-obatan dan teknologi telah merubah batasan antara rumah sakit, penyedia layanan
kesehatan primer, dan layanan komunitas. (World Health Organization, 1997)

Seluruh negara, baik kaya ataupun miskin, harus menemukan dan menjaga
keseimbangan yang rasional antar pemasukan. Pilihan-pilihan yang termasuk dalam upaya
menemukan keseimbangan ini dapat beragam, tergantung kepada jumlah sumber daya yang
tersedia. Beberapa harga masukan ditentukan secara lokal, tetapi beberapa diantaranya juga
ditentukan secara internasional. Pada kebanyakan negara, harga sumber daya manusia
(pendapatan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya) ditentukan secara nasional, dan
level pendapatan pada umumnya disetiap negara atau wilayah akan menjadi faktor pembeda
yang penting. Harga bagi beberapa jenis obat dan peralatan medis, disisi lain, ditentukan di
pasar dunia. Walaupun perbedaan di tingkat pendapatan dalam suatu negara akan
menginduksi manufaktur dan distribusi daripada obat dan peralatan ke harga yang berbeda,
pengelolaan sistem kessehatan dalam negeri sendiri secara tidak langsung dapat
mempengaruhi harga tersebut dibandingkan dengan harga sumber daya manusia. Pengelolaan
secara internasional dibutuhkan untuk mencerminkan ketertarikan konsumen di negara
dengan pendapatan yang rendah yang menghadapi penyebaran penyakit infeksi dan parasitik
yang sangat berat. Pengelolaan seperti ini ditangani oleh agensi-agensi seperti WHO dan
Bank Dunia, yang akan mengasumsikan peningkatan kepentingan pada saat globalisasi
ekonomi berlanjut dan perjanjian perdagangan bebas diberlakukan.

II.4 Penghasilan Publik dan Swasta

Pengecuatin terhadap sumber daya manusia yang terampil, kebanyakan pemasukan


yang digunakan dalam pelayanan kesehatan dihasilkan oleh sektor swasta, dengan derajat
pengelolaan publik yang beragam dalam hal tingkatan dan penggabungan produksi,
distribusi, dan kualitas. Intervensi pemerintah dalam hal ini diperlukan terutama untuk
memastikan bahwa kualitas dan standar keselamatan dapat dicapai, tersedianya informasi
yang dapat dipercaya terkait produk yang diberikan, dan tercipta lingkungan yang adil dan
kompetitif.

Pemasukan lainnya, seperti manufaktur obat-obatan dan spesialisasi alat-alat medis,


terkadang menghadapi batasan untuk dapat masuk ke padasan dalam bentuk hak paten dan
lisensi, standar manufaktur, biaya infestasi pertama yang besar, penelitian yang terlalu mahal,
dan masa pengembangan yang lama. Hal ini membuat manufaktur-manufaktur dari hal-hal ini
menjadi mampu untuk mengendalikan harga dan permintaan. Oleh karena itu, diperlukan
pengukuran kebijakan yang ketat seperti formulasi terbatas, kebijakan obat generik,
pembelian dalam jumlah besar, dan penilaian terknlogi formal. (World Health Organization,
1997; Banta HD 1993; World Health Forum, 1999) Selanjutnya, dengan pembelian teknologi
pengobatan dan medis di pasar internasional, negara dapat menjamin bahwa produsen lokal
dapat tetap kompetitif.(The World Bank, 1998; The World Bank,1999)

Subsidi terhadap publik terkait barang-barang konsumsi, obat-obatan, dan peralatan


medis terkadang menggiring kepada penurunan kualitas, miskinnya inovasi, ketertinggalan
teknologi, produksi yang tidak efisien, dan keterlambatan distribusi. Kebanyakan ngara yang
mengikuti pola ini mengalami kejatuhan dan dan ketertinggalan dibidang teknologi dan
produktifitas. Kebanyakan firma-firma barat yang memasuki pasar obat-obatan dan peralatan
medis di Eropa tengah dan Timur selama awal 1990an menemukan bahwasanya lebih murah
dan mudah untuk membangun pabrikpabrik baru dibandingkan merubah dan meremajakan
modal-modal lama yang sudah ada. (Issakov A, et all, 1994; Van Gruting, 1994)

Keputusan terkait modal fisik seperti rumah sakit dan fasilitas umum yang besar
lainnya, membutuhkan perhatian publik yang lebih besaar. Klinik ambulatori, laboratorium,
farmasi, rumah sakit tepi pantai, dan fasilitas klinik sederhana lainnya tekadang memiliki
kebutuhan modal yang kecil, dan penyedia swasta mungkin dapat memberikan dukungan
finansialnya sendiri atau melalui pinjaman ringan yang pararel tehadap investasi publik. Pada
kasus pembangunana rumah sakit yang besar, kebanyakan negara sangat bergantung kepada
investasi publik. Keputusan investasi pada wilayah ini memiliki konsekuensi-konsekuensi
yang dapat bertahan selama 30-40 tahun atau lebih. Sekali dibangun, rumah sakit secar politis
sangat sulit untuk ditutup. Kebutuhan akan kebijakan publik yang kuat, tidak secar langsung
mempengaruhi keseluruhan cadangan modal. Tren yang meningkat sekarang ini adalah
dimana kebanyakan negara mencari sektor-sektor swaasta untuk mendukung investasi di
sistem kesehatan mereka, bahkan ketika fasilitas yang dihasilkan tidak ditujukan untuk
mendapatkan keuntungan, dan biaya pengoperasiannya akan dibiayai oleh publik.
(International Finance Corporation, 1998) Pengalaman menyarankan bahwa pendekatan
tidak langsung dan penyediaan komunitas penelitian dengan insentif yang sewajarnya akan
lebih berhasil, dan yang perlu diingat, pengelolaan imajinatif internasional dapat membuat
perbedaan yang bermakna.

II.5 Profil Sumber-sumber Pelayanan Kesehatan pada beberapa Negara

Perbedaan terbesar dalam penggabungan sumber daya yang digunakan oleh negara-
negara dengan pendapatan yang tinggi dan rendah dapat secara terpisah dijabarkan dengan
perbedaan dalam relativitas harga-harga. Sistem kesehatan nasional yang secara penuh
menawarkan informasi paling lengkap mengenai masukan-masukan bagi sistem kesehatan
dan harga-harga mereka. Di negara miskin, suber daya manusia yang tak terlatih relatif lebih
murah, sedangkan teknologi medis, fasilitas, dan staf yang sangat berkualitas akan sangat
mahal. Sebagai hasilnya, sebagian besar persentase total anggaran belanja publik sering
dialokasikan untuk investasi Sekali seorang staf sudah dibayar dari anggaran belanja yang
ada, mereka akan lebih sedikit menghabiskan pada peralatan, obat-obatan, barang-barang
konsumsi, dan perawatan fasilitas yang ada. Hal ini menjadi bukti bahwa sebenarnya mereka
memiliki jumlah staff yang terlalu banyak, terkadang mencerminkan pula pelatihan para taf
disarakan kepada norma-norma masyarakat atau kebutuhanberdasarkan rencan, dibandingkan
dengan kesesuaiannya dengan sumberdaya berdasarkan rencana. Konsumsi obat-obataan di
negara dengan pendapatan yang rendah, kadang juga pada beberapa negara berpendapatan
tinggi, adalah secara sangat besar terlalu mengandalkan keuangan pribadi konsumen melalui
sistem pembayaran “dari kantung”. Pada negara yang lebih berkembang, pengeluaran pada
benda-benda konsumsi akan lebih tinggi pada jumlah yang absolut, tetapi masih rendah
dalam kerelativan karena terdapat fakta dimana suber daya manusia jauh lebih mahal. Bahkan
untuk negara dengan tingkat pendapatan yang dapat diperbandingkan, terkadang terdapat
juga perbedaan yang jelas dalam hal profil sumber daya spesifik suatu negara.

Gambar 2 menunjukkan profil sumber daya empat negara dengan pendapatan yang
tinggi : Denmark, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat. Level pemasukan setiap negara,
pada setiap jenis pemasukan, ditampilkan dalambentuk persentase dalam penilaian tertinggi
dalam halnya sebagai indikator dalam kelompok tersebut. (Anell A, 2000)

Amerika Serikat berada pada titik hampir maksimal pada setiap input. Pada
pembelanjaan dan teknologi berada pada titik maksimal dari kelompok negara-negara
tersebut. Swedia memiliki cadangan sumber daya manusia terbanyak dan juga ranjang-
ranjang, sedangkan Denmark, pengeluar tertinggi dalam hal obat-obatan. Inggris berada pada
titik perbatasan setiap pemasukan dalam kelompok ini. Namun, jika dibandingkan dalam hal
jumlah tempat tidur dan obat-obatan, Inggris dapat diperbandingkan dengan anggota lainnya
dalam kelomppok, dan bahakan lebih tinggi dari AS.

Perbandingan sederhana antar negara-negara ini secara jelas memperlihatkan


perbedaan dalam hal pengabungan pemasukan. Perbedaan dapat dijeaskan secara terpisah
oleh kondisi kompetisi masa lalu dan carra pembayaran antara rumah sakit di AS, yang lebih
fokus kepaada kualitas dibandingkan harga dan biaya keefektivan. Perbedaan harga relatif
juga memainkan peranan yang penting. Biaya relatif tenaga kesehatan, dokter dan perawat, di
Swedia lebih rendah dibandingkan dengan AS, dan penggabungan pemasukan yang berbeda
mengilustrasikan sebuah derjat kemampuan substitusi antara sumber daya manusia dengan
pemasukan kesehatan lainnya.
Gambar 2. Penggabungan Pemasukan Sistem Kesehatan : perbandingan empat negara dengan
pendapatan yang tinggi, pada kurun waktu 1997

Pada gambar 4, ditampilkan profil untuk Mesir, Afrika Selatan, Meksiko, dan
Thailand. Empat negara dengan pendapatan menengah ini secara substansial menghabiskan
lebih sedikit pada semua sumber daya pelayanan kesehatan dibandingkan dengan kelompok
negara-negara dengan pendapatan yang lebih tinggi. Seperti pada kasus negara-negara
dengan tingkat pendaatan yang tinggi, terdapat pula perbedaan yang mencolok dalam hal
pengggabungan sumber daya kesehatan dan perbedaannya tampak tidak dipengaruhi secara
utama oleh perbedaan pendapatan atau harga.

Afrika Selatan berada pada titik maksimal dalam kelompok akan pembelanjaan,
perawat, tempat tidur dan scanner MRI, tetapi paling jauh dari titik maksimal untuk obat-
obatan dan dokter ( dengan Thailand). Mesir memiliki total pembelanjaan kesehatan yang
terendah per kapita dalam kelompok, tetapi dengan rasio tertinggi untuk dokter dan pada
tingkat kedua tertinggi untuk konsumsi bat-obatan. Dokter dan obat-obatan di Mesir adalah
yang paling dibayarkan secara langsung oleh pasien “dari kantung”. Sekitar 80% pendapatan
dokter diperkirakan berasal dari paktek swasta, dan pendanaan rumahtangga mencapai 60%
dari total biaya obat selalui pembayaran langsung. (WHO health system profiles database,
1999) Keraguan akan keterampilan dokter kini berkembang. Terdapat penggunaan yang luas
akan obat-obatan bermerek dibandingkan dengan obat-obatan generik. Sebagian, pola
penggunaan obat seperti ini dapat dijelaskan dengan kurangnya pengetahuan dan minimnya
persepsi akan obat generik oleh konsumen, dikombinasikan dengan pengobatan sendiri yang
luas. Peresepan irrasional oleh dokter dan dispensing oleh perusahaan obat pada obat-obat
yamg tergolong mahal adalah salah satu faktor penjelas yang penting.

Meksiko memiliki rasio yang tinggi akan dokter, bersamaan juga dengan Thailand,
memiliki rasio terendah akan perawat didalam kelompok. (WHO health system profiles
database, 1999) Hal ini diperkirakan 15% dari seluruh dokter di Meksiko kemungkinan tidak
aktif, tidak bekerja, atau tidak memiliki pekerjaan. Walauun dalam keadaan berlebih, tetapi
pada kenyataannya masih banyak pos-pos di daerah perifer yang tidak terisi. Sisi yang
berkebalikan ada pada Thailand dan Afrika Selatan yang kekurangan tenaga dokter. Bahkan,
Otoritas Kesehatan Thailand memperkirakan bahwa dibutuhkan paling tidak 10.000 dokter
lagi. (WHO health system profiles database, 1999) Rasio antara dokter dan perawat
menunjukkan perbedaan yang besar di Afrika Selatan dimana perawat sebanyak dokter yang
mungkin disebabkan oleh mobilitas internasional dokter, tetapi di Mesir dan Meksiko
proporsinya berkebalikan. Distribusi sumber daya kesehatan melintasi kelompok etnis
kemungkinan adalah sebuah permasalahan yang cukup besar di Afrika Selatan. Di Thailand,
kebanyakan peralatan teknologi canggih dipusatkan di rumah sakit urban, sedangakn
penggunaan teknologi di level penyedial pelayanan primer menjadi miminal. Hampir 900
dokter diproduksi di Thailand setiap tahunnya menetap di wilayah urban, dan sedikitnya staf
yang memiliki kualifikasi di daerah perifer hingga sekarang tetap tidak berubah.
Gambar 2. Penggabungan Pemasukan Sistem Kesehatan : perbandingan empat negara dengan
pendapatan menengah, pada kurun waktu 1997

II.5 Mendapatkan Hasil dari Sumber-sumber Pelayanan Kesehatan

Indikator keseluruhan akan pencapaian, seperti lima pencapaian-pencapaian khusus


menyusunnya, adalah ukuran yang mutlak. Hal ini menyatakan seberapa baik suatu negara
mengupayakan pencapaian tujuan-tujuan yang berbeda, akan tetapi tidak nyatakan hasil
perbandingan antara apa yang telah didapat dengan sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang ada dalam negara tersebut. Hal ini menjadi suatu pengukuran yang kritis akan kinerja
sistem kesehatan yaitu pencapaian yang telatif terhadap sumber-sumber perlayanan.

Contoh yang nyata tampak ada masyarakat Swedia yang menikmati kesehatan lebih baik
daripada masyarakat di Uganda, dimana Swedia memliki harapan hidup dua kali lipat lebih
lama, adalah utamanya karena Swedia menghabiskan 35 kali lipat lebih besar pendapatan per
kapitanya pada sistem kesehatan dibandingkan Uganda. (WHO health system profiles
database, 1999) Kan tetapi, hal yang kontras terjadi di Pakistan yang membelanjakan jumlah
yang hampir sama dengan Uganda, tetapi tetap mendapatkan usia harapan hidup 25 tahun
lebih lama dari Uganda. Hal ini menjadi perbandingan yang krusial, bagaimana sistem
kesehatan di Pakistan dapat jauh lebih baik, dengan pengeluaran yang hampir sama? Dimana
yang menjadi perhatian adalah pengeluarannya dan bukan total pendapatan negara. Setiap
sistem kesehatan harus ditentukan berdasarkan sumber-sumber yang ada secara aktual
terhadap pembagiannya, dan tidak berdasarkan sumber-sumber lainnya yang secara prinsip
dapat digunakan bagi kesehatan tetapi digunakan untuk kepentingan lainnya.

Kesehatan biasanya dinilai dalam hubungannya dengan masukan seperti jumlah


dokter atau jumlah tempat tidur di rumah sakit per unit populasi. Pendekatan ini
mengindikasikan apa yang sebenarnya masukan-masukan ini hasilkan, akan tetapi hal ini
hanya sedikit mengungkapkan potensi sistem kesehatan, yaitu apa yang dapat mereka
lakukan jika menggunakan sumber-sumber pembiayaan pada tingkatan yang sama untuk
menghasilkan dan menyebarkan para profesional, bangunan, peralatan, dan barang-barang
konsumsi lainnya dalam jumlah dan kombinasi yang berbeda. Pada perbandingan ini,
pengukuran yang tepat akan sumber-sumber adalah uang, karena ia digunakan untuk membeli
keseluruhan masukan yang ada. (Issakov A, et all, 1994)

WHO telah memperhitungkan dua hubungan antara keluaran/hasil dan sumber-


sumber sistem kesehatan. Perhitungan pertama menghubungkan sumber-sumber hanya
terhadap status kesehatan rata-rata (disabilitas mempengaruhi harapan hidup), yang membuat
hal ini lebih kurang dapat diperbandingkan dengan analisis sebelumnya terkait kinerja
terhadap kesehatan. Kedua menghubungkan sumber-sumber dengan ukuran pencapaian
keseluruhan yang didasarkan kepada lima tujuan. WHO memperkirakan batasan teratas dan
terandah kinerja sistem kesehatan yang melalui dua cara yang berbeda dari kebanyakan
analisis tentang apa yang sebenarnya sistem kesehatan dapatkan. Pertama adalah “frontier”
atau batas teratas hanya bermakna jika tidak ada negara yang dapat bersandar kepadanya,
walaupun paling tidak satu negara harus bersandar kepadanya. Frontier atau batasan teratas
oleh karena itu diperhitungkan dengan menggunakan teknik statistik yang memungkinkan
kesalahan hanya pada satu arah, meminimalisasi jarak antara frontier dan nilai kinerja yang
diperhitungkan (batasan terbawaah diperhitungkan dengan menggunakan teknik
konvensional yang memungkinkan kesalahan pada kedua arah. Kedua adalah tujuan tidaklah
menjelaskan apa yang telah sistem kesehatan atau suatu negara capai, tetapi untuk
membentuk sebuah perhitungan akan apa yang mungkin. Derajat penjelasan dapat meningkat
dengan memaparkan lebih banyak lagi variabel. Jika negara beriklim tropis menunjukkan
pencapaian kesehatan yang lebih rencahh secara sistematis, yang disebabkan oleh berbagai
penyakit yang terkonsentrasi di ekuator, sebuah variabel yang mengindikasikan lokasi tropis
akan meningkatkan penjelasan atau kekuatan perkiraan. Hal yang serupa jika keluaran/hasil
lebih buruk dengan anggapan terhadap kesetaraan pada keanekaraganan etika dalam negara,
sebuah variabel yang menggambarkan heterogenitas dapat menjelaskan hasil yang teramati.
(Jha P, 2000)

Pertanyaan bagi sistem kesehatan apapun pada saat ini adalah bagaimana
memberdayakan jumlah penduduk dalam suatu negara dan seluruh sumber-sumber yang ada
bagi sistem kesehatan. Dengan menghubungkan pencapaian melalui langkah ini, untuk
memperhitungkan pencapaian minimum dan mksimum dan digunakan untuk menentukan
sumber-sumber keuangan, dapat ditentukan indikator keseluruhan atas kinerja daripada
sistem kesehatan. Pada termnologi keuangan, kinerja diukur dari efisiensi, dimana sistem
kesehatan yang efisien pada akhirnya memperoleh relatif lebih banyak terhadap sumber-
sumber yang ada, tidak menyia-nyiakan sumber daya, walaupun jika ia mendapatkan levekl
kesehatan, kepuasan, dan kesetaraan yang tinggi.

II.6 Indonesia dan Sumber-sumber Pelayanan Kesehatan

Indonesia adalah negara keempat di dunia dengan penduduk terpadat, dengan 300
kelompok etnis, 350 bahasa lokal, dan dengan konsistensi negara yang berbentuk kepulauan
dimana terdapat lebih kurang 6000 pulau berenghuni. Penyakit menular adalah penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Penyakit yang menjadi maslah utama di
Indonesia antara lain:

 Tuberculosis : Penyebab kematian kedua tertinggi dan pembunuh utama diantara


penyakit infeksi menular

 Lepra

 Malaria
 Demam berdarah/ demam berdarah dengue: Biasa terjadi secara epidemik selama
puncakmusim hujan, mulai dari bulan November dan mencapai puncaknya pada bulan
Mei

 Penyakit Menular Seksual (PMS). Tetap menjadi permasalahan yang serius terutama
ada kelompok-kelompok resiko tinggi, dan promosi penyebaran HIV/AIDS.
Penyendalian memiliki kendala dalam hal sosial dan kultural.

Seiring dengan peningkatan angka harapan hidup di Indonesia, perhatian terhadap


perubahan dari penyakit menular menjadi penyakit-penyakit degeneratif. Transisi
epidemiologi telah memberikan penampakan terhadap pengadaan sistem pelayanan dengan
dua beban pokok. Pada bulan Maret 1999, Pemerintah melalui Mentri kesehatan dan
Derpartemen Kesehatan mengeluarkan kebijakan-kebijakan di bidang kesehatan yaitu
perkembangan kebijakan yang mendorong pendekatan orientasi kesehatan nasional yang baru
dengan tema “Indonesia Sehat 2010”.Melalui program ini diharapkan:

 Mengarahkan dan menginisiasi perkembangan nasional berorientasi sehat;

 Menjaga dan meningkatkan kesehatan individual, keluarga, dan komunitas,


bersamaan dengan lingkungannya;

 Menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas baik, pantas, dan
nyata; dan

 Mempromosikan kesadaran personal dalam upaya mendapatkan kesehatan yang baik

Sistem pembiayaan di Indonesia sangat membingungkan, sangat terpusat, tidak


feksibel, dan terbagi-bagi. Setiap tingkatan administrasi memiliki anggaran biayanya sendir,
termasuk anggaran kesehatan. Namun, paling tidak 90% anggaran belan ja daerah berasal
baik langsung maupun tidak langsung dari pemerintah pusat. Anggaran yang tersedia
dianggap gagal memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Berdasarkan pada data terbaik yang
tersedia, diperkirakan bahwa total anggaran pengembangan kesehatan adalah 2,4 % dari total
anggaran penembangan nasional tahunan dalam tahun fiskal 1996/97, meningkat hingga
3,0% pada tahun fiskal 1999/2000, atau 0,4% dari GDP pada tahun fiskal 1996/97 meningkat
menjadi 1,0% dari GDP pada tahun fiskal 1999/2000. Walaupun pemerintah berkomitmen
kesehatan menjadi prioritas utama mereka, analisis pendahuluan atas pembelanjaan publik
menunjukkan pengurangan anggaran kesehatan pada kurun waktu tertentu, khususnya pada
tahun fiskal 1998/1999. Pendanaan mengalir ke dalam sektor kesehatan dari berbagai sumber,
yang utamanya dialokasikan dari pendapatan pemerintah-baik pemerintah pusat maupun
daerah, pembayaran dari perorangan (biaya pelayanan dan pembelian obat), kontribusi
pegawai terhadap biaya kesehatan, dukungan terbatas dari NGO, dan pinjaman serta hutang
luar negeri. Pokok utama kebijakan pemerintah dimasa mendatang adalah mencakup
desentralisasi, penyetaraan dan perbaikan pelayanan kesehatan, utilisasi, pemerataan
distribusi tenaga kesehatan, otonomi rumah sakit, pengembangan penyedia layanan kesehatan
umum maupun swasta, dan yang terakhir adalah pengawasan, pengaturan penyediaan, dan
pengadan obat-obatan.

Contoh penerapan sistem yang telah ada adalah Puskesmas Merdeka, Palembang,
Sumatera Selatan yang telah menerapkan manajemen swakelola atas sumber daya yang
mereka dapatkan berupa pemberian anggaran belanja dari pemerintah daerah, bantuan asing,
kerjasama dengan pihak asuransi pemerintah ataupun swasta, ataupun melalui sistem
administrasi pembelian tiket yang langsung dikelola oleh puskesmas. Penerapan sistem
kesehatan yang ada, mengelompokkan dan menggabungkan sumber-sumber pembiayaan
yang dapat diterima oleh puskesmas dan mengelola serta memanfaatkannya dalam hal
pemberian insentif berkala bagi tenaga kesehatan, perbaikan dan perawatan sarana dan
prasarana fisik puskesmas, dan pelatihan-pelatihan berkala para personil puskesmas.
BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Sistem kesehatan adalah penyatuan seluruh organisasi, institusi, dan sumber-sumber


yang bertujuan untuk menghasilkan tindakan-tindaan kesehatan, termasuk seluruh kegiatan
yang tujuan utamanya adalah mempromosikan, memperbaiki, dan menjaga kesehatan. Sistem
kesehatan tersusun atas masyarakat dan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan. Tindakan-tindakan kesehatan didefinisikan sebagai usaha
apapun, apakah itu perawatan kesehatan swasta, pelayanan kesehatan umum, atau melalui
inisiatif intrasektoral, yang bertujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kesehatan.

Penyediaan pelayanan kesehatan yang efisien memerlukan sumber-sumber pelayanan


kesehatan yang seimbang pada setiap sumbernya dalam upaya penyediaan pelayanan
kesehatan. Jumlah dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang banyak, tidak akan
berguna tanpna adanya fasilitas yang dibangun, diperlengkapi, dan disubsidi secara adekuat.
Sumber-sumber yang ada harus dialokasikan baik dalam hal investasi pada keterampilan-
keterampilan baru, fasilitas, dan peralatan maupun dalam upaya menjaga keberadaan
infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Selanjutnya, keseimbangan yang sulit ini harus di
jaga sepanjang waktu dan pada berbagai area geografis yang ada. Pilihan-pilihan investasi
baru harus dibuat secara hati-hati untuk mengurangi resiko ketidakseimbangan dimasa
mendatang, dan juga pengabungan sumber daya yang sudah tersedia harus terus diawasi
secara berkala. Panduan kebijakan yang jelas dan insentif bagi para pembeli dan penyedia
menjadi sesuatu yang penting jika mereka mau mengadopsi praktik efisiensi sebagai respon
terhadap kebutuhan dan harapan akan kesehatan yang lebih baik.

Kebijakan terkait pelayanan kesehatan meliputi kebijakan untuk meletakkan secara


besama-sama sejumlah sumber-sumber daya masukan yang dapat diperkirakan untuk
memberikan sebuah hasil berupa pelayanan yang berbeda dari biasanya. Tiga sumber
masukan sistem kesehatan yaitu sumber daya manusia, modal fisik, dan barang-barang
konsumsi, dimana sumber daya pendanaan yang digunakan untuk membeli masukan-
masukan ini adalah modal infestasi dan peralatan-peralatan yang sudah ada. Tenaga
kesehatan terlatih dan klinik berjalan, sebagai aset tetap, adalah cadangan modal sistem
kesehatan. Investasi adalah tambahan-tambahan apapun ada cadangan modal ini,

Investasi adalah kegiatan yang penting untuk meningkatkan cadangan modal dan
menciptakan aset-aset baru yang produktif, sehingga investasi juga merujuk, dalam arti yang
lebih luas, kepada program-program baru, aktivitas atau proyek-proyek kesehatan. Pada
negara-negara dengan pendapatan yang rendah, terdapat keberagaman level investasi,
terutama ketika infrstruktur fisik sedang dibangun atau diperbaiki dengan bantuan dari negara
pendonor. Kinerja sistem kesehatan sangat tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan
motivasi orang-orang yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, pada umumnya alokasi pembiayaannya adalah yang terbesar dalam anggaran
belanja kesehatan. Pada kebanyakan negara, dua per tiga atau lebih total jumlah
pembelanjaan mencerminkan pada pembiayaan tenaga kesehatan. Tetapi, tenaga-tenaga
kesehatan juga tidak akan mampu untuk memberikan pelayanan keseatan yang efektif tanpa
ada modal fisik, yaitu rumah sakit dan peralatan-peralatan, dan barang-barang konsumsi
seperti obat-obatan, yang juga memainkan peranan penting dalam peningkatan produktivitas
sumber daya manusia. Kombinasi keseimbangan pada masing-masing sumber masukan yang
berbeda adakan tergantung pada identifikasi kebutuhan kesehatan, prioritas sosial, dan
harapan-harapan masyarakat.

Suatu sistem kesehatan harus seimbang dalam berinvestasi pada modal manusia untuk
menutupi kebutuhan dimasa mendatang sebagaimana kebutuhan dimasa sekarang. Akan
tetapi, level pengetahuan, terampilan, dan staff yang tinggi tidak akan beraarti apa pun tanpa
penggunaan fasilitas, peralatan diagnostik, dan obat-obatan yang efiesien dan memadai.
Walaupun kemajuan-kemajuan telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir dalam hal
kebijakan kesehatan nasional dan perencanaan bagi sumber daya manusia untuk kesehatan,
hal ini belum terimplementasi secara seutuhnya pada kebanyakan negara. Selain itu, hanya
sedikit negara yang melakukan pengamatan dan evaluasi akan kemajuan dan dampak dari
pengimplementasian kebijakan tersebut.

Intervensi publik untuk menghasilkan keseimbangan yang diperlukan menjadi sesuatu


yang esensial untuk mengurangi kesia-siaan dan mempercepat perubahan. Tiga tipe strategi
pemberdayaan sumber daya manusia telah berhasil dilaksanakan antara lain adalah membuat
seefisien mungkin penggunaan personil-personil yang tersedia melalui distribusi berdasarkan
geografis yang lebih baik, penggunaan yang lebih baik terhadap personil-personil yang
memiliki keterampilan beragam ketika diperlukan, dan yang terakhir adalah memastikan
kecocokan terdekat antara keterampilan dan fungsi. Perkembangan dalam ketersediaan ilmu
pengetahuan atau kemajuan di bidang teknologi dapat secara substansial meningkatkan
permodalan dibidang sumber daya manusia dalam upaya memecahkan permasalahan
kesehatan, dan pada akhirnya dapat memperbaiki kinerja dari sistem pelayanan kesehatan.

Sistem pembiayaan di Indonesia sangat membingungkan, sangat terpusat, tidak


feksibel, dan terbagi-bagi. Setiap tingkatan administrasi memiliki anggaran biayanya sendir,
termasuk anggaran kesehatan. Pendanaan mengalir ke dalam sektor kesehatan dari berbagai
sumber, yang utamanya dialokasikan dari pendapatan pemerintah-baik pemerintah pusat
maupun daerah, pembayaran dari perorangan (biaya pelayanan dan pembelian obat),
kontribusi pegawai terhadap biaya kesehatan, dukungan terbatas dari NGO, dan pinjaman
serta hutang luar negeri. Pokok utama kebijakan pemerintah dimasa mendatang adalah
mencakup desentralisasi, penyetaraan dan perbaikan pelayanan kesehatan, utilisasi,
pemerataan distribusi tenaga kesehatan, otonomi rumah sakit, pengembangan penyedia
layanan kesehatan umum maupun swasta, dan yang terakhir adalah pengawasan, pengaturan
penyediaan, dan pengadan obat-obatan.

III.2 SARAN

1. Perlu adanya penerapan sistem kesehatan yang berkesinambungan, terarah, dan selalu
mendapatkan pemantauan yang terarah, menyeluruh, dan berkelanjutan demi
mencapai tujuan kebaikan dan kesetaraan kesehatan dimasyarakat.
2. Pengelolaan sumber daya pelayanan kesehatan membutuhkan pendataan dan
penerapan sistem yang berkesinambungan dalam mendukung kinerjanya. Oleh karena
itu, sistem pencatatan dan pengumpulan aset-aset kesehatan yang dimiliki oleh suatu
negara beserta resiko-resiko yang harus di tanggung dalam menjalankan suatu sistem
harus lah terangkum dengan baik, akuntabel, dan sesuai dengan keadaan dilapangan.
3. Pengelolaan, pengembangan, dan perawatan sumber daya kesehatan, baik yang telah
ada maupun yang masih dalam tahap pembinaan, menjadi tanggung jawab negara
sebagai pemegang kebijaksanaan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk
menggunakan agensi-agensi internasional seperti WHO ataupun Bank Dunia dalam
upaya pengelolaannya.
Daftar Pustaka

1. Action Programme on Essential Drugs. Geneva, World Health Organization, 1999.


2. Anell A, Willis M. International comparison of health care resources using resource
profiles. Bulletin of the World Health Organization, 2000, 78 (in press).
3. Banta HD, Luce BR. Health care technology and its assessment: an international
perspective. Oxford, Oxford University Press, 1993
4. Barnum H, Kutzin J. Public hospitals in developing countries: resource use, cost and
financing. Baltimore, John Hopkins University Press, 1993.
5. Becker GS. Human capital. A theoretical and empirical analysis with special
reference to education, 3rd edition. Chicago, The University of Chicago Press, 1993.
6. Berckmans P. Initial evaluation of human resources for health in 40 African
countries. Geneva, World Health Organization, Department of Organization of
Health Services Delivery, 1999 (forthcoming document).
7. Egger D, Lipson D, Adams O. Achieving the right balance: the role of policy-making
processes in managing human resources for health problems. Geneva, World Health
Organization, 2000 (Issues in health services delivery, Discussion paper No. 2,
document WHO/EIP/OSD/2000.2).
8. Ensor T, Savelyeva L. Informal payments for health care in the Former Soviet Union:
some evidence from Kazakhstan. Health Policy and Planning, 1999, 13(1): 41–49.
9. European health care reform. Analysis of current strategies. Copenhagen, Denmark,
rld Health Organization, 1997 (European Series No. 72).
10. Folland S, Goodman AC, Stano M. The economics of health and health care. New
York, Macmillan Publishing Company, 1993
11. Hicks V, Adams O. The effects of economic and policy incentives on provider
practice. Summary of country case studies using the WHO framework. Geneva, World
Health Organization, 2000 (Issues in health services delivery, Discussion paper No. 5,
document WHO/EIP/OSD/2000.8, in press).
12. Issakov A, Richter N, Tabakow S. Health care equipment and clinical engineering in
central and eastern Europe. New World Health, 1994: 167-171.
13. Jha , Chaloupka F, eds. Tabacco control policies indeveloping country. Oxford,
Oxford Univ. Press for The World Bank and World Health Organization. 2000
14. Lee K. Symptoms, causes and proposed solutions. In: Abel-Smith B, Creese A, eds.
Recurrent costs in the health sector: problems and policy options in three countries.
Geneva, World Health Organization, 1989 (document WHO/SHS/NHP/89.8).
15. McKee M; Healy J; Falkingham J. European observatory on Health Care System
Series: Health care in central Asia. Buckingham, Philadelphia, Upen University
Press. 2000
16. Medical equipment procurement manual. Washington, DC, The World Bank, 1998.
17. Musgrove P, Creese A, Preker A. The World health report 2000 : Health systems :
improving performance. France, WHO. 2000
18. Private hospital study. Washington, DC, International Finance Corporation, 1998.
19. Public–private roles in the pharmaceutical sector: implications for equitable access
and rational use. Geneva, World Health Organization, 1997 (Health economics and
drugs, DAP Series No. 5).
20. Public sector pay reform project, final report. Ministry of Public Service, Accra,
Uganda,1999, WHO health system profiles database.
21. Reinhardt U. Accountable health care: is it compatible with social solidarity?
London, The Office of Health Economics, 1997.
22. Russian Federation medical equipment project. Washington, DC, The World Bank,
1996 (Report No. 14968- RU).
23. Standard bidding documents: procurement of health sector goods. Washington, DC,
The World Bank, 2000.
24. The health service: bedridden. The Economist, 15 January 2000: 31–34.
25. The world health report 1999 – Making a difference. Geneva, World Health
Organization, 1999.
26. Van Gruting CWD ed. Medical devices: international perspective, Part VIII –
Geographical situations in central and east Europe. Amsterdam, Elsevier, 1994.
27. Walt G et al. Health sector development: from aid coordination to resource
management. Health Policy and Planning, 1999, 14(3): 207–218.
28. Weisbrod BA. The health care quadrilemma: an essay on technological change,
insurance, quality of care, and cost containment. Journal of Economic Literature,
1991, 24: 523–552.
29. Wildavsky A. Budgeting: a comparative theory of budgetary processes. Boston,
Little, Brown & Co., 1975.
30. WHO health system profiles database.

Anda mungkin juga menyukai